Pagi itu Hanie telah bersiap diri setelah menelpon Brian dengan cara sembunyi-sembunyi ia menggeret koper sambil berjalan keluar kamarnya dan menuruni tangga menuju pintu keluar rumah.
Didepan sudah terparkir mobil dan seorang sopir yang sudah menunggu ia menghampiri nona mudanya dan membantunya untuk memasukan kedalam bagasi mobil. Hani duduk di bangku tengah lalu disusul Akran entah kemana tadi tidak terlihat oleh Hani sebelumnya.Lalu mobil berjalan keluar dari pintu gerbang dan meninggalkan rumah itu menuju ke bandara. Selama satu jam perjalanan akhirnya tiba juga dan sang sopir mengeluarkan koper dari bagasi.Mereka keluar dari mobil tidak ada percakapan antara mereka berdua saling menyimpan sesuatu di dalam hatinya. Hani sengaja berjalan perlahan di belakang Akran ia begitu jauh tertinggal dan menyapukan pandangannya dia area itu hatinya sedikit kecewa.Sementara itu Setelah menerima telpon dari Hani Brian keluar dari apartemennya, ia memasuSafia Duduk termenung di meja makan, sungguh dia tidak bisa membaca perasaan Manan yang sesungguhnya dan apa yang diinginkan pria itu. Ia mendes4h tidak tahu harus memutuskan apa dengan keadaan rumahnya dan pria itu begitu mudahnya menjebaknya dalam hal yang tidak dapat menolaknya.Apa yang terjadi dengan hatinya apakah dia sudah melupakan rasa cinta pada almarhum suaminya, otaknya tidak bisa menerima jika dia harus berpaling dengan cinta lamanya. Apa dia sudah jatuh cinta dengan mantan kakak iparnya.Ia menghela napas 'Ini tidak boleh terjadi, aku harus menghilangkan rasa ini,' pikirnya.Ia beranjak dari duduknya mulai membereskan makanan yang ada di meja lalu mencuci perkakas dapur dan kemudian ia kembali ke kamar Manan terlihat Amar sudah terbangun tetapi tidak menangis, Safia memandikan bayi itu lalu mengganti pakaiannya dengan yang bersih lalu mencoba memberikan ASIP sesuai dengan perintah, Manan. Beberapa saat sangat sulit untuk mengenalkan botol pada Amar tetapi ia harus ber
Safiah terkejut dan tertegun dengan ucapan yang begitu lancar diucapkan Manan itu, hingga tak sadar mulutnya menganga lebar."Fia, air liurmu menetes ke mana-mana," ucap Manan datar. Seketika itu ia langsung mengatupkan mulutnya.Ini baru sehari tetapi kenapa begitu banyak hukuman yang ku dapatkan?" gerutu Safia."Itu karena kamu tidak tanggap dengan apa yang kukatakan kemarin malam padamu," ucap Manan dengan sangat ringan."Aku tidak terima kau hukum!" ucap Safia pada manan."Apa itu pengaruh untukku? Aku bisa mengambilnya paksa seperti tadi pagi, dan kau tidak dapat menolaknya," ucap Manan sambil tersenyum menyeringai.Safia kembali menghelah napas dan mengambilkan makanan untuk Manan. "Segini cukup?" tanyanya pada Manan."Hemm, Kau juga harus makan bersamaku aku tidak ingin kau pingsan seperti tadi malam," ucapnya sambil mengambil piring berisi makanan dari tangan Safia."Iya," jawabnya singkat. Ia tidak ingin berdebat panjang dengan lelaki itu walau hatinya sangat dongkol, Ia ping
Apa aku harus memakai pakaian ini?' pikirnya.Ia kembali teringat kata Manan. "Pakailah Baju itu dan berdandanlah!" Safia kembali berfikir apa itu artinya Mas Manan mengingikannya sebagai dirinya sendiri bukan pengganti sang Kakak. Ia mengambil gaun itu kemudian menjembrengnya. Sangat indah, tetapi ia melotot saat melihat dengan seksama. "Pakain apa ini kenapa dia mesum sekali, hampir setiap malam ia keluar dari ruangan kerja Manan dengan langkah terseok-seok. dan bagian intinya terasa sakit kadang pria itu lembut kadang sangat kasar, Safia merasa Manan tidak punya rasa lelah jika sedang menyalurkan hasratnya.Ia melipat kembali pakaian itu, dan berjalan ke arah kamar Manan lalu menatap pintu kamarnya sendiri yang tertutup rapat.'Aku tidak tahu kenapa Mas Manan mengunci kamar itu, aku ingin bertanya hari ini, tetapi aku selalu lupa, ada di dalam kamar itu,' pikirnya dan ia akan bertanya nanti ketika pria itu pulang.Ia masuk ke dalam kamar Manan dan menatap Amar yang terbaring di
Saat tersadar ia melepas wanita itu dan berkata, "Pergilah, bilas tubuhmu!" Safiah hanya tertegun atas perubahan sikap Manan pada dirinya sepertinya ia menyesal melakukan semua itu, padahal dia pun ikut larut dalam gelombang permainan itu. Ia benar-benar terhanyut dengan perasaan yang seharusnya tidak perlu ada untuk hubungan ini. Safia menatap Manan dengan tatapan kecewa dan Manan mengusap wajahnya dengan kasar. Wanita itu membalikan tubuhnya lalu berenang menuju ke tepi kolam."Harusnya ini tidak kulakukan, Safia! Aku tidak ingin punya anak denganmu, Safia. Lalu, bagaimana setelah ini kalau kau hamil? Bagaimana dengan Amar? Aku hanya memikirkan putraku, yang lainnya tidak ingin ku pikirkan dan tidak ingin hadir. Kau hadir membuatku gila, Safia jangan kau pikir ini cinta, bukan, bukan itu, camkan, Safia! Jangan pernah timbuhkan rasa cinta padaku, yang perlu kau lakukan adalah tetap membenci aku! Teriakan Manan semakin membuatnya luka.Ia merasa seperti benda yang usang dan di campa
Manan memeluk wanita itu ia tahu kalau dia begitu keterlaluan pada Safia, ia hanya takut ketika Safia hamil Amar tidak mau minum ASI lagi. Ia tidak mengira itu sangat melukai Safia.Ia mengurai pelukannya dan menangkup pipi Safia dan menghapus air mata wanita itu. Ia menuntun Safia ke arah ranjang dan menekan bahu wanita itu pelan hingga terduduk di atas bibir ranjang "Hari ini kamu boleh menempati kamar ini tetapi sebentar aku akan membereskan sesuatu agar kamu nyaman di sini," ucap Manan dengan wajah teduhnya yang selama ini telah hilang.Pria itu berjalan mengambil alat pemukul dan setelah mendapatkannya ia berjalan di suatu arah di kamar Safia serta mendekati dinding yang berada lurus di depan wanita itu berdiri lalu memukul benda yang menempel di dinding itu.Safia awalnya bingung kenapa Manan membawa alat pemukul ke kamar. Namun setelah tahu ia sangat terkejut. Wanita itu melebarkan matanya melotot kearah Manan berdiri. Ia lalu bangun dari duduknya dan berjalan ke arah Manan.
Safia menatap Manan dengan tajam. pria itu tak menghiraukan tatapan Safia ia keluar dari kamar itu lalu kembali dengan kunci di tanganya dan memberikan pada Safia. Setelah itu dia keluar dari kamar itu.Safia dengan senang segera membuka lemari pakaiannya dan ketika telah terbuka ia sangat terkejut karena isinya telah berubah.Baju yang dulu memang masih ada tetapi ia melihat pakaian d4l4mnya sungguh membuatnya semakin pusing.'Apa maksud pria ini sebenarnya, bikin pusing saja. Katanya tidak bisa mencintaiku tetapi kenapa selalu menyuruh memakai pakaian yang seksi, Apa ini? Kapan dia membelinya? Ahh ... kalau begini apa yang ditutupin?' batinnya sambil menatap pakaian d4l4m di tangannya.Hampir setengah jam ia hanya berdiri didepan pintu lemari itu. Ia masih terpaku sebab pakaian yang dulu pun hanya beberapa setel saja ia tidak tahu kapan pria itu membuang pakaiannya, sampai-sampai ia tidak mendengar langkah kaki Manan yang masuk ke kamar itu deng
Manan jalan menghampiri Safia lalu duduk di sebelah wanita itu kemudian menempuk bahunya sambil berkata, "Kau dengar tidak apa yang kukatakan, Fi?"Wanita itu terjengkit dan mulai kepada Manan Safia menatap Manan dengan tatapan tak terbaca dengan sangat lama."Apa yang yang kau lihat dan kau pikirkan tentang aku? Hahaha, Kau pasti memikirkan yang tadi. Kau pikir aku bicara yang sebenarnya? Apa Kau mulai takut?" tanyanya pada Safia.wanita itu menggeleng lalu mengangguk kemudian menatap Manan kembali, mencari kebenaran di matanya tetapi lelaki itu begitu pandai bersandiwara dia begitu pandai menyembunyikan apa yang ada di hatinya."Yang benar yang mana? Kau takut atau tidak?" tanya Manan sambil menyeringai."Aku tidak tahu, Mas Manan, tapi perlu aku tekankan padamu jangan kau samakan aku dengan Kak Laila! Jika kau tidak ingin aku pergi dari rumah ini! Aku hanya bertahan untuk Amar keponakanku jadi tolonglah jangan selalu mengintimidasiku lagi! Jika aku nekat maka kau sendiri yang akan
Hanie menatap lelaki itu, dan tertawa dengan sangat keras. "Jangan seolah-olah aku yang butuh kamu, tetapi justru kamu yang butuh pernikahan ini, jika Kau melepaskanku bagaimana dengan adikmu dan ibumu, maka bertahanlah dengan pernikahan yang hanya sebatas kertas ini, lakukan apa yang kau mau dan akan kulakukan apa yang kumau," ucap Hanie dengan rasa kecewanya.Ia tak pernah memiliki apa yang ingin ia miliki. Dia sudah hidup mengejar ambisi cinta yang tak pernah di gemgamnya. Kali ini ia ingin dimiliki hatinya.Akran terdiam, apa yang dikatakan Hani memanglah benar ia butuh wanita itu. Bukan Hani yang butuh dirinya entah kenapa tuan Subagio ingin dia mempertahankan rumah tangga bersama Hanie.Setelah hampir 23 jam perjalanan akhirnya mereka tiba di gedung apartemen mereka mereka saling diam Hani menyeret kopernya dan masuk ke dalam lift hingga sampai di lantai 13 pintu pun terbuka,Hani berjalan mendahului pria itu dan menaruh Key card di tempatnya lalu pintu terbuka dan dia berjalan
Hari berjalan terus Manan sibuk dengan Lala bahkan tidak memperhatikan anak-anaknya selalu berangkat lebih awal, dan tidak pernah lagi sarapan pagi di rumah, ia lebih suka melakukannya di apartemen Lala. Amar mulai kehilangan sosok sang ayah, berbeda lagi dengan Safia, ia selalu saja menyempatkan dirinya untuk sarapan pagi dengan anak -anaknya dan masih mengantar jemput mereka. Akan tetapi Amar merasa sangat tidak suka saat Safia bersama lelaki lain saat menjemputnya bersama sang adik. Namun, Amar tidak bisa memprotesnya sebab sang mama bilang mereka baru meninjau bersama dan sekalian menjemput mereka. Sesampainya di atar di rumah, Safia kembali ke kantor bersama pria itu sedangkan Amar dan Erina berada di rumah dengan Ira sang asisten rumah tangga. Amar menatap mobil yang keluar dari pintu gerbang rumahnya lalu mengajaknya sang adik masuk ke dalam sambil berfikir bagaimana cara agar orang tuanya tahu, bahwa ia dan adiknya membutuhkan mereka berdua. Sampai di dalam mereka disa
Safia dengan tergesa-gesa berjalan menaiki tangga menuju kamar Sang Putri, Ia pun berhenti beberapa saat untuk menetralkan kemarahannya pada Manan yang entah kenapa bersikap sinis padanya. ia menghembuskan nafas beratnya lalu tersenyum kemudian berjalan masuk ke dalam kamar yang putri terlihat wajah lelaki yang duduk di bibir ranjang menemani sang adik yang belum tidur sana menunggu papanya untuk menemaninya tidur. "Mana Papa? Kenapa Mama kembali ke sini sendirian?" tanya Amar "Papa masih harus menyelesaikan pekerjaannya dia akan menyusul kemari, nanti setelah pekerjaannya selesai dan kamu Amar, Pergilah tidur di kamar tidurmu biar mama yang akan menemani adikmu sampai bapakmu kemari," perintah Safia. "Mama mengusir Amar?" tanya bocah lelaki itu. "Tidak, hanya besok kamu harus sekolah, jadi lebih kamu beristirahat di kamarmu sendiri lagi pulang adiknya masih sakit kan takutnya kamu juga akan terkena virusnya lalu ikut sakit yang repot siapa kan Mama juga," ucap Safiah. "Oh
Safia menatap kepergian Manan dengan hati galau. 'Apa ini benar, andai pun terjadi masalah antara aku dan Manan harusnya aku tidak boleh mempunyai ketertarikan dengan pria lain hingga masalah rumah tanggaku beres, tetapi lelaki yang memenjarakan dirinya dalam hubungan pernikahan hanya mau melepaskanku saat ada seseorang pria yang mampu menyentuh hatiku dan saat ini pria itu hadir, Namun kenapa aku merasa Mas Manan tidak sungguh-sungguh untuk melepaskanku. Meski tak ada rasa cinta dari sebuah hubungan pernikahan, tetaplah salah jika membina hubungan dengan pria lain di atas pernikahan yang rapuh.' batinnya sedih ia menatap putra sambungnya dan tersenyum berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. "Apa Mama baik-baik saja?" tanya Amar pada Safia. "Mama baik-baik saja sayang, jangan cemas tidak ada sesuatu yang di perdebatkan dengan papa, kami hanya mitra kerja, jangan terlalu berfikir yang belum saatnya kamu pikirkan," ucap Safia pada Amar. "Aku hanya ingin selalu bersama kalian,
Saya yang minta maaf, karena menyentuhmu, saya tunggu di ruang tamu," ucap Manan berjalan keluar dari kamar Lala sambil merapikan pakaiannya. Lala menghebuskan napas. 'Liar juga si Bapak punya anak dua itu,' gumamnya dalam hati. sambil melihat bercak merah di leher dan dada. ia pun mengambil pakaian di dalam lemari dan memakainya lalu berjalan keluar menuju ruang tamu untuk menemui Manan. "Hemm ... Bapak mau minum apa?" tanya Lala menghilangkan kecanggungannya terhadap pria itu. "Tidak usah repot-repot, kamu duduk di sini dengan saya saja, sebenarnya saya ingin meminta maaf padamu tetang perbuatan Amar padamu, malah jadi berlaku tidak senonoh, mestinya kamu menampar saya," jawab Manan. "Saya yang salah, keluar hanya memakai handuk saja, jadi maaf bukan maksud saya untuk menggoda Anda. "Tidak, saya merasa kamu tidak menggoda saya wajar saja karena saya tidak memberi tahumu sebelumnya kalau saya datang. Justru saya minta maaf atas kelancangannya saya, Saya jamin tidak akan ter
"Bagaimana?" tanya Aran saat Safia telah tiba di ruang tamu. "Hem gak tahu, kayaknya di sekolah ada masalah sehingga seperti itu," jawab Safia pada lelaki itu. "Oke, karena anakmu sudah pulang aku pulang saja, takut menganggu quali time kamu saja," pamit Aran. "Oh ya, maaf penyambutan putraku yang mungkin membuat kamu tidak enak hati," ucap Safia pada pria itu. "Tidak apa-apa, jangan lupa besok pagi-pagi kita harus sudah sampai ke lokasi proyek, jika mobilmu masih di perbaiki maka nanti akan kujemput, bagaimana?" tanya pria itu pada Safia. "Tidak usah aku mau ke kantor dulu," ucap Safia. "Iya, di kantor maksudku," ucap Aran pada Safia. "Baiklah terserah Anda saja," ucap Safia tersipu dan Aran menggangguk sopan lalu pria itu pun keluar dari ruang tamu menuju mobilnya dan masuk serta mengemudikannya berjalan melewati gerbang rumah Manan. Safia menatap mobil itu hingga pergi menjauh. Ia menggelengkan kepalanya menepikan rasa yang ada dalam dirinya. Ia berjalan masuk kem
Taksi membawa Manan dan putranya pulang ke rumah, tadi dia berniat untuk pulang tetapi ia berfikir untuk meminta maaf secara langsung pada Lala. Ditengah perjalanan ia pun berubah pikiran. "Hem, sepertinyq Papa hanya bisa mengantarkanmu sampai pintu gerbang karena Sekertarisnya Papa, mbak Citra mengingatkan papa kalau jam satu akan ada rapat," jelas Manan pada sang putra. "Baiklah terserah Papa, dari tadi kan Amar ingin pulang sendiri, Papa saja yang memaksa untuk mengantarku pulang," jawab Amar pada Manan dengan ketusnya. Bocah lelaki itu menduga pasti sang ayah akan menemui Tante-tante yang menjemputnya tadi untuk miminta maaf. Manan menatap putra dengan lekat sambil menghelah napas. Taksi pun berhenti tepat di depan pintu gerbang rumahnya dan Amar pun turun sendiri tanpa sang ayah, menutup dengan keras dan berjalan tanpa menengok ke arah ayahnya. "Marah anaknya, Pak?" tanya sang sopir taksi dan Manan hanya tertawa lalu memberi tahukan alamat mana yang harus dituju dan tak
"Papa, membela Tante itu?" tanyanya pada sang papa. "Bukan membela, kalau sikapmu seperti itu, mungkin tadi papa tidak meminta tolong padanya. Papa akan Andi untuk menjemputmu. "kenapa tidak menyuruh paman Andi," tanya sambil memakan makanannya. "Oke Papa yang salah dan papa kira anak Papa bisa sopan terhadap teman Papa ternyata Papa salah anak Papa tidak sesopan yang papa harapkan," ucap Manan. Didalam kemasan itu pun disediakan pula alat pemecah cangkang dan Manan membantu memecahkan kulit cangkang makanan milik Amar. "Ya Amar minta maaf kan semua terjadi karena Amar gak sengaja membuat pakaian Tante kotor," ucap Amar tanpa merasa bersalah pada wanita itu. Manan tak lagi berbicara karena berbicara dengannya saat ini akan percuma saja karena anak itu pasti mengira dirinya ada hubungan Lala Manan menghelah napas dan menatap putranya dengan kecewa karena membuat pujaan hatinya terlihat buruk, mungkin Lala tadi juga dapat cemoohan dari karyawan yang tak sengaja berpapasan
"Ia menghembuskan nafasnya. 'Hemm ... anak kecil lihat aku menjadi pusat perhatian dan gunjingan mereka padahal ini baru mulai bagaimana nanti selanjutnya apa harus mundur, Aaahhh ... tidak, aku tidak boleh mundur walaupun apa yang terjadi.' Pintu lift terbuka Lala pun belum beranjak dari tempatnya berdiri, ia masih menatap pakaiannya yang sangat kotor. "Tante selanjutnya kita kemana?" tanya Amar sambil mengulum senyum samar ia sangat puas telah mengerjai wanita itu. 'jangan pikir muda untuk dapatkan Papa, hadapi anaknya dulu,' pikir Amar sambil menunggu jawaban dari Lala. "Ahh ... iya ayo keluar," ajak Lala saat tersadar kalau dia harus mengantar Amar sampai di kantor ayahnya dan ia sudah mengirim foto pada pria itu tetang pesanan makanan anaknya yang begitu banyak. Mereka berjalan menuju kantor Manan, Lala sangat beruntung di lantai ini hanya ada ruangan Manan dan Asistennya. Hingga sampai akhirnya mereka sampai di ruangan itu dan Lala mengetuk pintunya terbuka lalu Manan m
"Aku kenyang, Tante karena Tante cemberut," protes Amar. Lala duduk dengan memijit kepalanya sambil melirik bocah yang duduk tertunduk kepalanya itu. Ia menghela napas lalu berkata lagi," pesanlah kepiting lalu makanlah!" Wanita memecahkan cangkang kepiting dengan alat pemecah cangkang lalu menyuapkan dagingnya ke dalam mulutnya. "Baiklah aku akan coba beberapa porsi yang gak pedas," ucap anak itu sampai membuat Lala hampir tersedak. "Anak tampan pesan satu porsi saja dan makanlah, Oke, pesan yang biasa kamu makan dengan ayahmu, mengerti anak manis?" ucap Lala sambil menekan rasa jengkelnya yang sudah sampai ubun-ubun. "Baiklah aku hanya pesan satu porsi saja dan memakannya karena aku takut Tante kehabisan dan di suru cuci piring!" ucap amar tersenyum sambil memanggil pelayan. Tak berapa lama pelayan pun datang Amar mulai memesan makanan yang biasa di makannya dan dia juga memesan es krim coklat kesukaannya satu gelas besar. Beberapa saat kemudian pelayan kembali dengan