Ini materi selanjutnya yang kuajarkan padamu adalah ...." Manan menatap Safia dari ujung rambut hingga ujung kaki."Aku membantumu berganti pakaian," ucap Manan sambil melipat tangannya di dada, sambil menggerak-gerakan alisnya."tidak usah dibantu aku bisa melakukannya sendiri," jawab Safia dengan salah tingkah."Ini bukan masalah kamu bisa melakukan sendiri ataukah tidak tetapi masalah apa kamu bisa melakukannya padaku besok, dan sekarang aku mengajari bagaimana cara kamu membantuku berganti pakaian," ucap Manan."A-ku membantumu berganti pakaian?" tanya Safia sambil menelan salivanya sendiri."Iya, kau keberatan, ini yang terjadi jika tidak ada tanda tangan surat kesepakatannya," ucap Manan sambil mengambil pakaian d4l4m wanita itu.Lelaki itu berjongkok. "Angkat kakimu!" perintah Manan."Tidak mau!" teriak Safia karena malu."Gagal satu," ucap Manan 'Ah sial!' umpat Safia dalam hati ia pun akhirnya mengangkat kakinya."Kenapa kau takut sekali kalau aku menyentuh itu," ucap Manan
Manan menatap punggung Safia, ia menarik napas beratnya lalu ia menatap lembaran itu.'Maaf aku belum tahu isi hatiku padamu, Fia,' ucapnya dalam hati.Ia bangun dari tempat duduknya dan berjalan ke ruangan kerja untuk menyimpan dokumen itu.Sesampainya di ruangan itu ia membuka laci mejanya ia melihat surat cerai atas nama Akran dan Safia.'Jika kau tahu ini pasti kau akan sangat sedih, Fi. Aku sangat tahu kau masih mencintai pria itu, bukannya aku ingin menyembunyikan ini padamu, kau harus sembuh dulu dari luka hatimu, maaf aku akan selalu bersikap menyebalkan untukmu agar di hati kita tidak tumbuh rasa cinta. Terus terang Fi, aku tidak punya rasa cinta sedikit pun padamu, tetapi aku sangat berhasrat dengan tubuhmu. Kita hanya sebatas teman kencan yang bercinta tanpa melibatkan perasaan kita, Fi,' ucap batin Manan.Ia lalu menyimpan kedua surat kedalam laci meja kerjanya kemudian ia pun keluar dari ruangan kerjanya dan terdengar suara tangisan Amar dan Manan segera pergi ke kamarnya
Tolong, siapkan air hangat!" ucapnya datar sambil membawa Amar ke kamar mandi, Safia menyusul mengikuti di belakang Manan. lalu wanita itu melewati manan, alangkah terkejutnya ia saat tangan Manan yang kena pup itu diusapkan ke pakaiannya Safia.Ia menatap pakaiannya yang kotor, lalu Menatap Manan dengan tajam. "Ahh ... Mas Manan resek," ucap Safia sambil mengisi bathub dengan air hangat ."Habis kamu ngeledeki aku dari tadi," ucap Manan."Mana? Aku cuma tertawa," ucap Safia membela diri."Sama saja, Fi, kamu ngeledek itu," ucap Manan sewot"Engak!" sangkalnya. "Kamu mau kemana, Fi?" tanya Manan."Mau ke kamar bersih-bersih," ucapnya."Jangan pergi dulu! tolong ini kamu lepaskan! Kan kamu terlanjur kotor juga," ucap Manan."Ck!" Safia berdecak ia mulai melepas popok Amar, dan membersihkan pantat Amar dengan air hangat. Tiba-tiba saja Manan menyerahkan Amar ke Safia.Tolong urus Amar sekalian, ya perutku sakit," kata keluar dari kamar mandi setelah mencuci tangannya di shower, dan Saf
mobil berhenti di klinik spesialis dokter Anak, mereka masuk kedalam klinik itu untuk memeriksakan Amar, setelah beberapa jam kemudian mereka pun keluar dari klinik tersebut dan ia mulai menjalankan mobilnya meninggalkan klinik tersebut.Mobil itu berjalan dengan kecepatan sedang Amar sudah pulas dalam gendongan Safia."Apa kau sedang hamil?" tanya Manan tanpa menoleh dan fokus dengan kemudinya.Safia menoleh dan berfikir sejenak sudah berjarak berapa Minggukah kejadian itu. tetapi setelah selesai nifas ia belum datang bulan hingga saat ini. 'Bukankah setelah nifas memang belum teratur apalagi aku sedang memberikan asi eksklusif untuk Amar, Apa benar aku hamil?' pikirnya mulai gelisah, duduknya mulai tidak tenang."Kenapa kamu?" tanya Manan."Tidak apa-apa," jawabnya berusaha tenang."Tidak apa bagaimana? Kau kelihatan gelisah begitu," ucap Manan."Aku hanya takut saja," jawabnya tanpa meneruskan kalimatnya.Sudah kubilang, tidak perlu ditakutkan, Andai kau hamil itu anakku bukan ana
Manan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia berhenti di depan apotek, ia membuka pintu dan keluar dari mobil dan masuk kedalam apotek. Tak lama setelah itu ia kembali dengan kantong plastik yang berisi beberapa merek testpack.ia memberikan pada Safia lalu duduk di belakang kemudi kemudian dia mengemudikan kembali mobilnya dengan kecepatan sedang."Sebenarnya aku ingin membawamu ke Anton sekarang juga tetapi ia pasti akan memakiku bodoh lagi karena kau belum mengeceknya dengan testpack," ucap Manan dengan melirik Safia dan wanita itu hanya terdiam.Mobil sudah memasuki gerbang rumahnya lalu masuk ke garasi setelah itu mereka keluar dari mobil dan masuk ke rumah melalui pintu samping yang terhubung dengan ruang tengah.Manan yang berjalan mendahului Safia tiba-tiba berhenti. Ia membalikkan badannya dan mengabil Amar dari gendongan Safia lalu berjalan lagi masuk ke kamarnya kemudian menaruh Amar ke dalam boxnya."Tidurlah dulu jangan menungguku karena ada yang harus ku kerjaka
Setelah membersihkan tubuhnya ia keluar dengan memakai bath robe, di kamar itu, ia tidak menemukan Manan, mungkin saja pria itu berada di ruangan kerjanya.Ia pun berjalan menuju kamarnya sendiri, dan mengambil pakaian, melihat isi lemarinya ia jadi sedih sendiri, ia berfikir. 'Sejak kapan isinya jadi berubah seperti ini.'Ia mengambil satu dan memakainya setelah itu memakainya kemudian ia kembali ke kamar Manan agar saat Amar bangun ia bisa mendengar tangisan Amar.Ia berjalan masuk ke kamar itu pikirannya masih berkutat dengan apa yang dikatakan Manan, hingga ia pun menyerah apa pun mengenai Akran karena untuk mengunjungi makamnya saja ia tidak bisa.Safia berjalan menuju ranjangnya, ia menatap langit-langit tak ada masa depan dalam rumah tangganya. dia menjalani ini semua hanya demi Amar dan juga anak yang dikandungnya jika memang sudah tumbuh di rahimnya.Safia memejamkan matanya tubuhnya terasa remuk redam, tak lama kemudian ia pun terlelap.Sementara itu Manan yang sudah selesa
"Mas sini, aku juga mau lihat," teriak Safia sambil terus meraih, tangan Manan tanpa disadari tubuhnya menempel pada manan. Seketika itu ia pun sadar dan berhenti kemudian.Safia pun ingat kalau di gelas masih ada lima yang sedang di rendam dalam air urin dan di ambil semua lalu didiamkan sejenak setelah itu ia pun melihatnya."Apa aku hamil? ini bagaimana kalau nanti Amar tidak mau minum ASIku," ucapnya sedih."Bukankah tadi malam masih mau ASimu, itu berarti tidak masalah dan aku juga masih suka Asimu," gurau Manan agar Safia tidak tertekan.Safia menoleh matanya melotot ke arah Manan, dan pria itu tertawa. "Seperti akan segera adzan subuh, aku mau ke masjid dulu, ngomong -ngomong kenapa semuanya kamu pakai, sebenarnya lima saja sudah cukup," ucap Manan sambil meletakkan testpack di nakas kembali.Safia menepuk keningnya, "Ah ... iya kenapa ku pakai semua," ucapnya lirih lalu ia memandang sepuluh testpack yang digunakannya itu dan di pun tertawa pada akhirnya.Ia membersihkan diriny
Mobil berjalan lamban karena lalu lintas padat, sedikit kesal dan menyesal karena berangkat terlalu pagi. "Ck, mengapa panjang sekali macetnya," gerutunya."Mas Manan, 'kan tahu kalau pagi hari itu selalu padat, kenapa berangkat pagi," timpal Safia."Agar kita bisa konsultasi agak lama dengan Anton, mengenai kehamilanmu itu macetnya sepanjang ini kita tidak mungkin sampai lebih awal," ucap Manan."Ya gak apa-apa Mas Manan juga kan gak ke kantor," ucap Safia.Manan hanya terdiam sambil mengumpat dalam hati, hingga tiga puluh menit kemudian lalu lintas terurai dan perjalanan normal kembali.Setelah perjalanan memakan waktu satu jam mereka pun sampai. Safia tidak kunjung keluar membuat Manan mengernyitkan dahinya."Kenapa? Apa yang kau tunggu? Ayo turunlah!" pinta Manan."Kenapa di dokter Anton tidak adakah dokter wanita?" tanya Safia pada Manan."Aku lebih percaya Anton dari pada dokter lainnya, ayolah turun!" ucap Manan.Dengan terpaksa ia pun mengikuti apa yang diperintahkan Manan. Ia
Hari berjalan terus Manan sibuk dengan Lala bahkan tidak memperhatikan anak-anaknya selalu berangkat lebih awal, dan tidak pernah lagi sarapan pagi di rumah, ia lebih suka melakukannya di apartemen Lala. Amar mulai kehilangan sosok sang ayah, berbeda lagi dengan Safia, ia selalu saja menyempatkan dirinya untuk sarapan pagi dengan anak -anaknya dan masih mengantar jemput mereka. Akan tetapi Amar merasa sangat tidak suka saat Safia bersama lelaki lain saat menjemputnya bersama sang adik. Namun, Amar tidak bisa memprotesnya sebab sang mama bilang mereka baru meninjau bersama dan sekalian menjemput mereka. Sesampainya di atar di rumah, Safia kembali ke kantor bersama pria itu sedangkan Amar dan Erina berada di rumah dengan Ira sang asisten rumah tangga. Amar menatap mobil yang keluar dari pintu gerbang rumahnya lalu mengajaknya sang adik masuk ke dalam sambil berfikir bagaimana cara agar orang tuanya tahu, bahwa ia dan adiknya membutuhkan mereka berdua. Sampai di dalam mereka disa
Safia dengan tergesa-gesa berjalan menaiki tangga menuju kamar Sang Putri, Ia pun berhenti beberapa saat untuk menetralkan kemarahannya pada Manan yang entah kenapa bersikap sinis padanya. ia menghembuskan nafas beratnya lalu tersenyum kemudian berjalan masuk ke dalam kamar yang putri terlihat wajah lelaki yang duduk di bibir ranjang menemani sang adik yang belum tidur sana menunggu papanya untuk menemaninya tidur. "Mana Papa? Kenapa Mama kembali ke sini sendirian?" tanya Amar "Papa masih harus menyelesaikan pekerjaannya dia akan menyusul kemari, nanti setelah pekerjaannya selesai dan kamu Amar, Pergilah tidur di kamar tidurmu biar mama yang akan menemani adikmu sampai bapakmu kemari," perintah Safia. "Mama mengusir Amar?" tanya bocah lelaki itu. "Tidak, hanya besok kamu harus sekolah, jadi lebih kamu beristirahat di kamarmu sendiri lagi pulang adiknya masih sakit kan takutnya kamu juga akan terkena virusnya lalu ikut sakit yang repot siapa kan Mama juga," ucap Safiah. "Oh
Safia menatap kepergian Manan dengan hati galau. 'Apa ini benar, andai pun terjadi masalah antara aku dan Manan harusnya aku tidak boleh mempunyai ketertarikan dengan pria lain hingga masalah rumah tanggaku beres, tetapi lelaki yang memenjarakan dirinya dalam hubungan pernikahan hanya mau melepaskanku saat ada seseorang pria yang mampu menyentuh hatiku dan saat ini pria itu hadir, Namun kenapa aku merasa Mas Manan tidak sungguh-sungguh untuk melepaskanku. Meski tak ada rasa cinta dari sebuah hubungan pernikahan, tetaplah salah jika membina hubungan dengan pria lain di atas pernikahan yang rapuh.' batinnya sedih ia menatap putra sambungnya dan tersenyum berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. "Apa Mama baik-baik saja?" tanya Amar pada Safia. "Mama baik-baik saja sayang, jangan cemas tidak ada sesuatu yang di perdebatkan dengan papa, kami hanya mitra kerja, jangan terlalu berfikir yang belum saatnya kamu pikirkan," ucap Safia pada Amar. "Aku hanya ingin selalu bersama kalian,
Saya yang minta maaf, karena menyentuhmu, saya tunggu di ruang tamu," ucap Manan berjalan keluar dari kamar Lala sambil merapikan pakaiannya. Lala menghebuskan napas. 'Liar juga si Bapak punya anak dua itu,' gumamnya dalam hati. sambil melihat bercak merah di leher dan dada. ia pun mengambil pakaian di dalam lemari dan memakainya lalu berjalan keluar menuju ruang tamu untuk menemui Manan. "Hemm ... Bapak mau minum apa?" tanya Lala menghilangkan kecanggungannya terhadap pria itu. "Tidak usah repot-repot, kamu duduk di sini dengan saya saja, sebenarnya saya ingin meminta maaf padamu tetang perbuatan Amar padamu, malah jadi berlaku tidak senonoh, mestinya kamu menampar saya," jawab Manan. "Saya yang salah, keluar hanya memakai handuk saja, jadi maaf bukan maksud saya untuk menggoda Anda. "Tidak, saya merasa kamu tidak menggoda saya wajar saja karena saya tidak memberi tahumu sebelumnya kalau saya datang. Justru saya minta maaf atas kelancangannya saya, Saya jamin tidak akan ter
"Bagaimana?" tanya Aran saat Safia telah tiba di ruang tamu. "Hem gak tahu, kayaknya di sekolah ada masalah sehingga seperti itu," jawab Safia pada lelaki itu. "Oke, karena anakmu sudah pulang aku pulang saja, takut menganggu quali time kamu saja," pamit Aran. "Oh ya, maaf penyambutan putraku yang mungkin membuat kamu tidak enak hati," ucap Safia pada pria itu. "Tidak apa-apa, jangan lupa besok pagi-pagi kita harus sudah sampai ke lokasi proyek, jika mobilmu masih di perbaiki maka nanti akan kujemput, bagaimana?" tanya pria itu pada Safia. "Tidak usah aku mau ke kantor dulu," ucap Safia. "Iya, di kantor maksudku," ucap Aran pada Safia. "Baiklah terserah Anda saja," ucap Safia tersipu dan Aran menggangguk sopan lalu pria itu pun keluar dari ruang tamu menuju mobilnya dan masuk serta mengemudikannya berjalan melewati gerbang rumah Manan. Safia menatap mobil itu hingga pergi menjauh. Ia menggelengkan kepalanya menepikan rasa yang ada dalam dirinya. Ia berjalan masuk kem
Taksi membawa Manan dan putranya pulang ke rumah, tadi dia berniat untuk pulang tetapi ia berfikir untuk meminta maaf secara langsung pada Lala. Ditengah perjalanan ia pun berubah pikiran. "Hem, sepertinyq Papa hanya bisa mengantarkanmu sampai pintu gerbang karena Sekertarisnya Papa, mbak Citra mengingatkan papa kalau jam satu akan ada rapat," jelas Manan pada sang putra. "Baiklah terserah Papa, dari tadi kan Amar ingin pulang sendiri, Papa saja yang memaksa untuk mengantarku pulang," jawab Amar pada Manan dengan ketusnya. Bocah lelaki itu menduga pasti sang ayah akan menemui Tante-tante yang menjemputnya tadi untuk miminta maaf. Manan menatap putra dengan lekat sambil menghelah napas. Taksi pun berhenti tepat di depan pintu gerbang rumahnya dan Amar pun turun sendiri tanpa sang ayah, menutup dengan keras dan berjalan tanpa menengok ke arah ayahnya. "Marah anaknya, Pak?" tanya sang sopir taksi dan Manan hanya tertawa lalu memberi tahukan alamat mana yang harus dituju dan tak
"Papa, membela Tante itu?" tanyanya pada sang papa. "Bukan membela, kalau sikapmu seperti itu, mungkin tadi papa tidak meminta tolong padanya. Papa akan Andi untuk menjemputmu. "kenapa tidak menyuruh paman Andi," tanya sambil memakan makanannya. "Oke Papa yang salah dan papa kira anak Papa bisa sopan terhadap teman Papa ternyata Papa salah anak Papa tidak sesopan yang papa harapkan," ucap Manan. Didalam kemasan itu pun disediakan pula alat pemecah cangkang dan Manan membantu memecahkan kulit cangkang makanan milik Amar. "Ya Amar minta maaf kan semua terjadi karena Amar gak sengaja membuat pakaian Tante kotor," ucap Amar tanpa merasa bersalah pada wanita itu. Manan tak lagi berbicara karena berbicara dengannya saat ini akan percuma saja karena anak itu pasti mengira dirinya ada hubungan Lala Manan menghelah napas dan menatap putranya dengan kecewa karena membuat pujaan hatinya terlihat buruk, mungkin Lala tadi juga dapat cemoohan dari karyawan yang tak sengaja berpapasan
"Ia menghembuskan nafasnya. 'Hemm ... anak kecil lihat aku menjadi pusat perhatian dan gunjingan mereka padahal ini baru mulai bagaimana nanti selanjutnya apa harus mundur, Aaahhh ... tidak, aku tidak boleh mundur walaupun apa yang terjadi.' Pintu lift terbuka Lala pun belum beranjak dari tempatnya berdiri, ia masih menatap pakaiannya yang sangat kotor. "Tante selanjutnya kita kemana?" tanya Amar sambil mengulum senyum samar ia sangat puas telah mengerjai wanita itu. 'jangan pikir muda untuk dapatkan Papa, hadapi anaknya dulu,' pikir Amar sambil menunggu jawaban dari Lala. "Ahh ... iya ayo keluar," ajak Lala saat tersadar kalau dia harus mengantar Amar sampai di kantor ayahnya dan ia sudah mengirim foto pada pria itu tetang pesanan makanan anaknya yang begitu banyak. Mereka berjalan menuju kantor Manan, Lala sangat beruntung di lantai ini hanya ada ruangan Manan dan Asistennya. Hingga sampai akhirnya mereka sampai di ruangan itu dan Lala mengetuk pintunya terbuka lalu Manan m
"Aku kenyang, Tante karena Tante cemberut," protes Amar. Lala duduk dengan memijit kepalanya sambil melirik bocah yang duduk tertunduk kepalanya itu. Ia menghela napas lalu berkata lagi," pesanlah kepiting lalu makanlah!" Wanita memecahkan cangkang kepiting dengan alat pemecah cangkang lalu menyuapkan dagingnya ke dalam mulutnya. "Baiklah aku akan coba beberapa porsi yang gak pedas," ucap anak itu sampai membuat Lala hampir tersedak. "Anak tampan pesan satu porsi saja dan makanlah, Oke, pesan yang biasa kamu makan dengan ayahmu, mengerti anak manis?" ucap Lala sambil menekan rasa jengkelnya yang sudah sampai ubun-ubun. "Baiklah aku hanya pesan satu porsi saja dan memakannya karena aku takut Tante kehabisan dan di suru cuci piring!" ucap amar tersenyum sambil memanggil pelayan. Tak berapa lama pelayan pun datang Amar mulai memesan makanan yang biasa di makannya dan dia juga memesan es krim coklat kesukaannya satu gelas besar. Beberapa saat kemudian pelayan kembali dengan