"Maaf apa nyonya marah, Tuan?" tanya Ira istri Andi."Tidak, denganmu, tetapi denganku, sudah biarkan saja Ia tidak akan bisa marah terlalu lama, memang aku belum membicarakan tentang kamu yang akan membantu bersih-bersih di rumah ini. Ini kau bawa di kamar Nyonyamu!" perintah Manan lalu menoleh pada suster yang menggendong putrinya itu."Baik, Tuan," ucap Ira sambil berlalu dihadapan mereka."Ayo ikut saya saya tunjukkan di mana kamarmu! Nanti kau tidur dengan anak-anakku," "Baik Pak! Tetapi apa saya boleh pulang dulu, Pak, nanti karena saya belum membawa pakaian ganti saya?" tanya perawat itu pada Manan."Silahkan tetapi jangan terlalu lama! Karena, sebentar lagi juga amar akan diantar ke sini. Biar nanti sopir yang mengantarmu untuk mengambil pakaianmu!" ucap Manan sambil berjalan mendahului perawat itu.pria itu berjalan menaiki tangga dan menuju ke ruangan yang baru selesai direnovasi beberapa hari yang lalu.di rumah dan di lantai atas itu memang ada beberapa kamar yang tidak te
Safia pun dengan susah payah bangun dan akan menarik Amar untuk membawa ke pangkuannya tetapi suara bariton dari Manan, membuatnya berhenti."Operasimu itu belum kering betul Safia, jangan mengangkat yang berat-berat, aku membawa Amar kemari agar kamu tidak marah padaku, semua kulakukan padamu agar kamu tidak punya pikiran bahwa aku tidak memperhatikanmu," ucap Manan sambil berjalan ke ranjang lalu, mengangkat Amar lalu meletakkan dipangkuan Safia."Hemm," jawab Safia sambil menatap ponakannya dan sekaligus putra sambungnya yang menatapnya rindu pada dirinya, tangannya bocah lelaki berusia satu tahun itu menyentuh pipi safia, sudah tiga hari Amar tidak bertemu dengannya bocah itu sangat merindukan Safia."Mama mama," panggilnya pelan lalu tangan kecil menyentuh perut Safia."Dedek," ucap bocah kecil itu."Kamu ingin melihat Dedek," tanya Manan pada putranya itu.Bocah lelaki kecil itu menoleh dan mengangguk Lalu tertawa menunjukkan beberapa gigi yang baru tumbuh.Manan meraih bocah i
Tiga hari kemudian Manan dan Safia melakukan perayaan pemberian nama, Perayaan itu bersama dengan ulang tahun Amar yang pertama kali, perayaan itu di laksanakan dengan sangat meriah di hotel yang berbintang lima, Amar didadani dengan memakai tuksedo dengan dasi kupu-kupu yang menambah ketampanan dan kelucuan.Sedangkan Safia mengenakan gaun malam yang indah dan elegan nampak pas di tubuhnya begitu juga perawat yang merawat Erina dan Ammar juga memakai gaun malam yang tak kalah indahnya.Manan tidak membolehkan Safia untuk mengangkat beban sehingga ia tidak di perbolehkan untuk menggendong buah hatinya itu sungguh itu membuatnya jengkel.'Ini perayaan anaknya siapa dan menyapa justru suster itu yang tampil di depan bersama suamiku dengan menggendong Erina putriku itu dengan senyum lebar seolah dia tuan rumahnya,' pikirnya sedih Manan menoleh ke kanan dan kiri mencari di manakah Safia, karena yang ada di sampingnya justru adalah suster Arra yang sedang menggendong baby Erina, Dia pun a
Memasuki acara inti yaitu pemotongan rambut sebagai simbol lalu setelah itu acara inti selesai dilanjutkan dengan makan bersama, malam semakin larut sepertinya Safia sudah sangat lelah ia pun menyuruh suster Arra untuk mengambil alih putrinya wanita itu menurut, padahal dia sangat begitu kesal dengan Safia dan Manan pasalnya beberapa kali menyuruhnya melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya.perlahan semua undangan pun pulang dan ruangan begitu sangat sepi hanya keluarga Manan dan Safia yang tersisa.Mereka pun akhirnya keluar dari aula hotel dan memasuki mobil lalu meninggalkan hotel berbintang itu begitu pun juga Manan dan Safia serta suster Arra masuk ke dalam mobil dan tak lama kemudian berjalan dengan kecepatan sedang meninggalkan hotel tersebut.Amar sudah terlelap dan berbaring di bangku tengah bersama suster Arra. Satu jam perjalanan akhirnya mereka pun sampai, mereka semua turun dari mobil.Manan membuka pintu tengah mobilnya dan menggendong Ammar dan membawanya ke dalam ruma
"Kenapa kau tidak bisa menerimaku sebagai Safia, Namaku Safia Mas Manan, aku mempunyai keinginanku sendiri, jangan kau paksakan aku jadi Lai--" Ucapan Safia terhenti saat bibir Manan membukam mulutnya sambil tangannya merem4s gundukan indah dadanya. Safia memukuli dada Manan. Namun pria itu tidak peduli sama sekali. Dia terus melum4t dan bermain dengan sangat liar, membuat wanita itu kewalahan.Setelah puas Manan pun menyudahi ciuman dibibir wanita itu tetepi bibir pria merangsek kebawah di leher Safia, menciumnya penuh gairah sambil bergumam lirih tetapi masih bisa didengar oleh Safia."Tidak perlu protes, dari awal sudah begini maka lakukan apa yang kuinginkan atau aku akan memberimu anak yang ketiga!" "Safia terkejut dengan ucapan pria itu. matanya melebar dan tangannya mengepal erat kuku-kuku tajamnya mencengkram erat meninggal bekas di telapak tangannya sambil menahan suara agar tidak terdengar des4h4n.Setelah menikmati tubuh atas Safia ia pun segera berhenti takut kelewati ba
Manan berjalan ke kamarnya sambil menimang baby Erina, ia masuk dan berjalan menuju ranjang, Safia yang mendengar baby Erina menangis pun terbangun."Ada apa? Kenapa dia menangis?" tanya Safia pada Manan."Aku tidak tahu popoknya pun tidak penuh, tad suster Arra memanggil lewat interkom memberi tahu kalau beby Erina menangis tidak tahu menangis karena apa juga," ucap pria itu."Dia memanggilmu?" tanya Safia dengan menyipitkan matanya sambil menatap Manan."Hemm," jawab pria itu sambil menyerahkan baby Erina pada Safia.Safia pun meraih sang putri dari tangan Manan dengan tertawa, ia sangat mengerti dan sudah mengirah bahwa suster Arra mempuyai rasa ketertarikan pada suaminya itu."Kenapa tertawa? Kau begitu sangat senang anakmu menangis karenanya," tanya Manan sambil menatap wanita itu lekat."Bukan itu, tetapi aku tertawa yang lainnya," ucap Safia sambil membuka pakaiannya di bagian dadanya lalu memberikan ASI pada putrinya di hadapan Manan.Pria itu meneguk salivanya sendiri, saat m
Suster Arra menatap amplop tebal itu gaji 3 hari di rumah ini, matanya memerah menahan tangis, harapan menjadi istri seorang pengusaha pupus sudah tidak ada harapan lagi."Aku tidak tahu mengapa Mas Manan memecatmu, padahal dia tidak tahu kalau kamu mencubit bagian perut putriku hingga terluka andai dia tahu, aku tidak tahu seberapa murkanya ia padamu," ucap safia sambil menyuapi Amar dengan buburnya.Suster Arra mendongak menatap wanita itu, istri majikannya yang selama ini dia benci. Ia mengira mampu untuk menyaingi wanita itu ternyata dia salah dan ia telah menggali kuburan sendiri karena berfikir mampu memikat majikan prianya itu."Maaf, maafkan aku, tolong jangan perkarakan itu aku tidak ingin di pecat di rumah sakit tempatku bekerja," ucap suster Arra memohon pada Safia."Baiklah, ini akan menjadi rahasia kita berdua," ucap Safia."Trimakasih, Nyonya Anda baik sekali," ucap sambil menyatukan tangannya, ia belum mengambil sarapannya sama sekali, seakan selera makannya telah lenya
Manan terdiam saat mendapatkan pertanyaan itu, ia menoleh pada Suster yang baru dia bawa. "Keluarlah dulu aku mau bicara pada istriku!"Mendengar perintah itu, sang suster pun keluar dari ruangan itu setelah menyahuti ucapan Manan. "Baik, Tuan!"Setelah suster itu keluar ia berjalan menghampiri istrinya. "Kau di sini?" "Hemm, kalau tidak siapa yang jaga anak-anak tidur?" ucap Safia balik bertanya."Itu sebabnya aku mencari suster baru untuk menggantikan suster yang lama, kau kan belum sembuh dari operasi sesarmu," ucapnya pada Safia."Apa itu benar atau alasan buatmu agar bisa mendapatkan selingan dengan wanita lain selain aku?" ucap safia sambil membuang mukanya ke arah lain.Manan duduk di sebelah Safia dan menghela napas ia menatap wanita itu penuh dengan selidiki. "Apa kau sedang cemburu?" "Tidak, untuk apa aku cemburu? Aku sangat tahu posisiku di tempat ini dan juga di hatimu Mas Manan, aku hanya jengah dan jengkel saat mereka menggunakan anak-anakku untuk menarik perhatianmu,"