Memasuki acara inti yaitu pemotongan rambut sebagai simbol lalu setelah itu acara inti selesai dilanjutkan dengan makan bersama, malam semakin larut sepertinya Safia sudah sangat lelah ia pun menyuruh suster Arra untuk mengambil alih putrinya wanita itu menurut, padahal dia sangat begitu kesal dengan Safia dan Manan pasalnya beberapa kali menyuruhnya melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya.perlahan semua undangan pun pulang dan ruangan begitu sangat sepi hanya keluarga Manan dan Safia yang tersisa.Mereka pun akhirnya keluar dari aula hotel dan memasuki mobil lalu meninggalkan hotel berbintang itu begitu pun juga Manan dan Safia serta suster Arra masuk ke dalam mobil dan tak lama kemudian berjalan dengan kecepatan sedang meninggalkan hotel tersebut.Amar sudah terlelap dan berbaring di bangku tengah bersama suster Arra. Satu jam perjalanan akhirnya mereka pun sampai, mereka semua turun dari mobil.Manan membuka pintu tengah mobilnya dan menggendong Ammar dan membawanya ke dalam ruma
"Kenapa kau tidak bisa menerimaku sebagai Safia, Namaku Safia Mas Manan, aku mempunyai keinginanku sendiri, jangan kau paksakan aku jadi Lai--" Ucapan Safia terhenti saat bibir Manan membukam mulutnya sambil tangannya merem4s gundukan indah dadanya. Safia memukuli dada Manan. Namun pria itu tidak peduli sama sekali. Dia terus melum4t dan bermain dengan sangat liar, membuat wanita itu kewalahan.Setelah puas Manan pun menyudahi ciuman dibibir wanita itu tetepi bibir pria merangsek kebawah di leher Safia, menciumnya penuh gairah sambil bergumam lirih tetapi masih bisa didengar oleh Safia."Tidak perlu protes, dari awal sudah begini maka lakukan apa yang kuinginkan atau aku akan memberimu anak yang ketiga!" "Safia terkejut dengan ucapan pria itu. matanya melebar dan tangannya mengepal erat kuku-kuku tajamnya mencengkram erat meninggal bekas di telapak tangannya sambil menahan suara agar tidak terdengar des4h4n.Setelah menikmati tubuh atas Safia ia pun segera berhenti takut kelewati ba
Manan berjalan ke kamarnya sambil menimang baby Erina, ia masuk dan berjalan menuju ranjang, Safia yang mendengar baby Erina menangis pun terbangun."Ada apa? Kenapa dia menangis?" tanya Safia pada Manan."Aku tidak tahu popoknya pun tidak penuh, tad suster Arra memanggil lewat interkom memberi tahu kalau beby Erina menangis tidak tahu menangis karena apa juga," ucap pria itu."Dia memanggilmu?" tanya Safia dengan menyipitkan matanya sambil menatap Manan."Hemm," jawab pria itu sambil menyerahkan baby Erina pada Safia.Safia pun meraih sang putri dari tangan Manan dengan tertawa, ia sangat mengerti dan sudah mengirah bahwa suster Arra mempuyai rasa ketertarikan pada suaminya itu."Kenapa tertawa? Kau begitu sangat senang anakmu menangis karenanya," tanya Manan sambil menatap wanita itu lekat."Bukan itu, tetapi aku tertawa yang lainnya," ucap Safia sambil membuka pakaiannya di bagian dadanya lalu memberikan ASI pada putrinya di hadapan Manan.Pria itu meneguk salivanya sendiri, saat m
Suster Arra menatap amplop tebal itu gaji 3 hari di rumah ini, matanya memerah menahan tangis, harapan menjadi istri seorang pengusaha pupus sudah tidak ada harapan lagi."Aku tidak tahu mengapa Mas Manan memecatmu, padahal dia tidak tahu kalau kamu mencubit bagian perut putriku hingga terluka andai dia tahu, aku tidak tahu seberapa murkanya ia padamu," ucap safia sambil menyuapi Amar dengan buburnya.Suster Arra mendongak menatap wanita itu, istri majikannya yang selama ini dia benci. Ia mengira mampu untuk menyaingi wanita itu ternyata dia salah dan ia telah menggali kuburan sendiri karena berfikir mampu memikat majikan prianya itu."Maaf, maafkan aku, tolong jangan perkarakan itu aku tidak ingin di pecat di rumah sakit tempatku bekerja," ucap suster Arra memohon pada Safia."Baiklah, ini akan menjadi rahasia kita berdua," ucap Safia."Trimakasih, Nyonya Anda baik sekali," ucap sambil menyatukan tangannya, ia belum mengambil sarapannya sama sekali, seakan selera makannya telah lenya
Manan terdiam saat mendapatkan pertanyaan itu, ia menoleh pada Suster yang baru dia bawa. "Keluarlah dulu aku mau bicara pada istriku!"Mendengar perintah itu, sang suster pun keluar dari ruangan itu setelah menyahuti ucapan Manan. "Baik, Tuan!"Setelah suster itu keluar ia berjalan menghampiri istrinya. "Kau di sini?" "Hemm, kalau tidak siapa yang jaga anak-anak tidur?" ucap Safia balik bertanya."Itu sebabnya aku mencari suster baru untuk menggantikan suster yang lama, kau kan belum sembuh dari operasi sesarmu," ucapnya pada Safia."Apa itu benar atau alasan buatmu agar bisa mendapatkan selingan dengan wanita lain selain aku?" ucap safia sambil membuang mukanya ke arah lain.Manan duduk di sebelah Safia dan menghela napas ia menatap wanita itu penuh dengan selidiki. "Apa kau sedang cemburu?" "Tidak, untuk apa aku cemburu? Aku sangat tahu posisiku di tempat ini dan juga di hatimu Mas Manan, aku hanya jengah dan jengkel saat mereka menggunakan anak-anakku untuk menarik perhatianmu,"
Safia berjalan perlahan menuju kamar putrinya untuk menemui suster baru itu dia tadi pergi begitu saja tanpa melihat gadis itu, entah kenapa ia tiba-tiba saja merasa bahwa dia bukan satu-satunya wanita di rumah ini dan bisa jadi Manan akan tertarik dengan suster yang bekerja di rumahnya.Safia mengetuk pintu lalu masuk ke dalam. Suster itu langsung berdiri dari tempat duduknya di pinggir ranjang."Nyonya, apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Suster itu sedikit takut."Tidak, aku hanya ingin tahu siapa namamu?" tanya Safia pada Suster itu."Saya, Rida, Nyonya," ucap Suster Rida pada Safia."Sudah berapa lama kamu bekerja di rumah sakit?" tanya Safia."Sudah dua tahun, Nyonya," jawab Suster Rida kembali."Penilaianku adalah point utama apakah kau tetap bisa bekerja di sini setelah satu Minggu percobaan, maka berbaik-baiklah denganku," ucap Safia."Iya, Nyonya," jawab suster itu."Baiklah jika baby Erine bangu, tolong bawa ke kamarku nanti!" perintah Safia sambil berlalu dari ruangan i
Papa!" teriak Hanie terkejut, atas kedatangan sang Papa yang tiba-tiba di kamar hotel dimana ia dan Brian tengah bercinta."Tuan!" teriak Brian sambil menutupi tubuh mereka yang tidak mengenakan busana sama sekali, Ia memeluk erat Hanie. 'Apa pun yang terjadi aku tidak akan melepaskan wanita ini,' pikirnya"Aku datang ke sini hanya ingin memberikan kebebasan padamu, Hanie, dari ikatan Akran dan juga Aku. Tandatangani itu setelah itu kita tidak ada ikatan apa pun, sebagai Ayah dan anak ataupun menantu," ucap lelaki paruh baya itu dengan lantang."Apa maksud Papa? Aku tidak mengerti sama sekali," ucap Hanie yang masih sibuk menutup bagian tubuhnya sedikit terlihat."Kau seperti Ibumu, dulu Ibu tertarik dengan ayah pria ini hingga rela menunggunya di suatu tempat dan diperkos4 oleh beberapa pria, aku yang harus menutup aibnya hingga harus harus meninggalkan anak dan istriku serta aku berbaik hati membesarkanmu, Hanie, Lalu kunikahkan kau dengan putraku agar kau bisa menjadi putriku wala
Sementara di hotel di mana Hanie dan Brian berada begitu sunyi mereka larut dengan kejadian yang baru terjadi dan terlihat Hanie begitu sangat shock dengan kejadian itu, Wanita itu terdiam dalam pelukan pria yang selama ini tidak berhenti memujanya, Semakin Brian memeluk semakin pecahlah tangisnya."Aku tidak punya siapa-siapa Brian, aku tidak punya apa-apa lagi, bagaimana aku hidup," ucap wanita itu dalam tangisannya."Kau masih punya aku, kita memang salah melakukan hubungan ini tanpa pernikahan tetapi sudah jelaskan bukan kalau aku mau menikahimu kapan pun kau bersedia, Hanie," ucap Brian."Kau tidak akan meninggalkanku?" tanya Hanie mendongak menatap pria itu."Tidak, kau tahu aku sangat bahagia lelaki tua dan Akran suamimu itu melepaskanmu dengan begitu aku bisa menikahi ibu dari putriku yaitu kamu, maukah kau melepaskan ikatan yang ada di rahimmu itu agar aku memeliki anak lagi darimu?" tanya Brian."Hemm, ucapnya sambil menempelkan tubuhnya di tubuh pria itu. "Apa kita lanjut
Hari berjalan terus Manan sibuk dengan Lala bahkan tidak memperhatikan anak-anaknya selalu berangkat lebih awal, dan tidak pernah lagi sarapan pagi di rumah, ia lebih suka melakukannya di apartemen Lala. Amar mulai kehilangan sosok sang ayah, berbeda lagi dengan Safia, ia selalu saja menyempatkan dirinya untuk sarapan pagi dengan anak -anaknya dan masih mengantar jemput mereka. Akan tetapi Amar merasa sangat tidak suka saat Safia bersama lelaki lain saat menjemputnya bersama sang adik. Namun, Amar tidak bisa memprotesnya sebab sang mama bilang mereka baru meninjau bersama dan sekalian menjemput mereka. Sesampainya di atar di rumah, Safia kembali ke kantor bersama pria itu sedangkan Amar dan Erina berada di rumah dengan Ira sang asisten rumah tangga. Amar menatap mobil yang keluar dari pintu gerbang rumahnya lalu mengajaknya sang adik masuk ke dalam sambil berfikir bagaimana cara agar orang tuanya tahu, bahwa ia dan adiknya membutuhkan mereka berdua. Sampai di dalam mereka disa
Safia dengan tergesa-gesa berjalan menaiki tangga menuju kamar Sang Putri, Ia pun berhenti beberapa saat untuk menetralkan kemarahannya pada Manan yang entah kenapa bersikap sinis padanya. ia menghembuskan nafas beratnya lalu tersenyum kemudian berjalan masuk ke dalam kamar yang putri terlihat wajah lelaki yang duduk di bibir ranjang menemani sang adik yang belum tidur sana menunggu papanya untuk menemaninya tidur. "Mana Papa? Kenapa Mama kembali ke sini sendirian?" tanya Amar "Papa masih harus menyelesaikan pekerjaannya dia akan menyusul kemari, nanti setelah pekerjaannya selesai dan kamu Amar, Pergilah tidur di kamar tidurmu biar mama yang akan menemani adikmu sampai bapakmu kemari," perintah Safia. "Mama mengusir Amar?" tanya bocah lelaki itu. "Tidak, hanya besok kamu harus sekolah, jadi lebih kamu beristirahat di kamarmu sendiri lagi pulang adiknya masih sakit kan takutnya kamu juga akan terkena virusnya lalu ikut sakit yang repot siapa kan Mama juga," ucap Safiah. "Oh
Safia menatap kepergian Manan dengan hati galau. 'Apa ini benar, andai pun terjadi masalah antara aku dan Manan harusnya aku tidak boleh mempunyai ketertarikan dengan pria lain hingga masalah rumah tanggaku beres, tetapi lelaki yang memenjarakan dirinya dalam hubungan pernikahan hanya mau melepaskanku saat ada seseorang pria yang mampu menyentuh hatiku dan saat ini pria itu hadir, Namun kenapa aku merasa Mas Manan tidak sungguh-sungguh untuk melepaskanku. Meski tak ada rasa cinta dari sebuah hubungan pernikahan, tetaplah salah jika membina hubungan dengan pria lain di atas pernikahan yang rapuh.' batinnya sedih ia menatap putra sambungnya dan tersenyum berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. "Apa Mama baik-baik saja?" tanya Amar pada Safia. "Mama baik-baik saja sayang, jangan cemas tidak ada sesuatu yang di perdebatkan dengan papa, kami hanya mitra kerja, jangan terlalu berfikir yang belum saatnya kamu pikirkan," ucap Safia pada Amar. "Aku hanya ingin selalu bersama kalian,
Saya yang minta maaf, karena menyentuhmu, saya tunggu di ruang tamu," ucap Manan berjalan keluar dari kamar Lala sambil merapikan pakaiannya. Lala menghebuskan napas. 'Liar juga si Bapak punya anak dua itu,' gumamnya dalam hati. sambil melihat bercak merah di leher dan dada. ia pun mengambil pakaian di dalam lemari dan memakainya lalu berjalan keluar menuju ruang tamu untuk menemui Manan. "Hemm ... Bapak mau minum apa?" tanya Lala menghilangkan kecanggungannya terhadap pria itu. "Tidak usah repot-repot, kamu duduk di sini dengan saya saja, sebenarnya saya ingin meminta maaf padamu tetang perbuatan Amar padamu, malah jadi berlaku tidak senonoh, mestinya kamu menampar saya," jawab Manan. "Saya yang salah, keluar hanya memakai handuk saja, jadi maaf bukan maksud saya untuk menggoda Anda. "Tidak, saya merasa kamu tidak menggoda saya wajar saja karena saya tidak memberi tahumu sebelumnya kalau saya datang. Justru saya minta maaf atas kelancangannya saya, Saya jamin tidak akan ter
"Bagaimana?" tanya Aran saat Safia telah tiba di ruang tamu. "Hem gak tahu, kayaknya di sekolah ada masalah sehingga seperti itu," jawab Safia pada lelaki itu. "Oke, karena anakmu sudah pulang aku pulang saja, takut menganggu quali time kamu saja," pamit Aran. "Oh ya, maaf penyambutan putraku yang mungkin membuat kamu tidak enak hati," ucap Safia pada pria itu. "Tidak apa-apa, jangan lupa besok pagi-pagi kita harus sudah sampai ke lokasi proyek, jika mobilmu masih di perbaiki maka nanti akan kujemput, bagaimana?" tanya pria itu pada Safia. "Tidak usah aku mau ke kantor dulu," ucap Safia. "Iya, di kantor maksudku," ucap Aran pada Safia. "Baiklah terserah Anda saja," ucap Safia tersipu dan Aran menggangguk sopan lalu pria itu pun keluar dari ruang tamu menuju mobilnya dan masuk serta mengemudikannya berjalan melewati gerbang rumah Manan. Safia menatap mobil itu hingga pergi menjauh. Ia menggelengkan kepalanya menepikan rasa yang ada dalam dirinya. Ia berjalan masuk kem
Taksi membawa Manan dan putranya pulang ke rumah, tadi dia berniat untuk pulang tetapi ia berfikir untuk meminta maaf secara langsung pada Lala. Ditengah perjalanan ia pun berubah pikiran. "Hem, sepertinyq Papa hanya bisa mengantarkanmu sampai pintu gerbang karena Sekertarisnya Papa, mbak Citra mengingatkan papa kalau jam satu akan ada rapat," jelas Manan pada sang putra. "Baiklah terserah Papa, dari tadi kan Amar ingin pulang sendiri, Papa saja yang memaksa untuk mengantarku pulang," jawab Amar pada Manan dengan ketusnya. Bocah lelaki itu menduga pasti sang ayah akan menemui Tante-tante yang menjemputnya tadi untuk miminta maaf. Manan menatap putra dengan lekat sambil menghelah napas. Taksi pun berhenti tepat di depan pintu gerbang rumahnya dan Amar pun turun sendiri tanpa sang ayah, menutup dengan keras dan berjalan tanpa menengok ke arah ayahnya. "Marah anaknya, Pak?" tanya sang sopir taksi dan Manan hanya tertawa lalu memberi tahukan alamat mana yang harus dituju dan tak
"Papa, membela Tante itu?" tanyanya pada sang papa. "Bukan membela, kalau sikapmu seperti itu, mungkin tadi papa tidak meminta tolong padanya. Papa akan Andi untuk menjemputmu. "kenapa tidak menyuruh paman Andi," tanya sambil memakan makanannya. "Oke Papa yang salah dan papa kira anak Papa bisa sopan terhadap teman Papa ternyata Papa salah anak Papa tidak sesopan yang papa harapkan," ucap Manan. Didalam kemasan itu pun disediakan pula alat pemecah cangkang dan Manan membantu memecahkan kulit cangkang makanan milik Amar. "Ya Amar minta maaf kan semua terjadi karena Amar gak sengaja membuat pakaian Tante kotor," ucap Amar tanpa merasa bersalah pada wanita itu. Manan tak lagi berbicara karena berbicara dengannya saat ini akan percuma saja karena anak itu pasti mengira dirinya ada hubungan Lala Manan menghelah napas dan menatap putranya dengan kecewa karena membuat pujaan hatinya terlihat buruk, mungkin Lala tadi juga dapat cemoohan dari karyawan yang tak sengaja berpapasan
"Ia menghembuskan nafasnya. 'Hemm ... anak kecil lihat aku menjadi pusat perhatian dan gunjingan mereka padahal ini baru mulai bagaimana nanti selanjutnya apa harus mundur, Aaahhh ... tidak, aku tidak boleh mundur walaupun apa yang terjadi.' Pintu lift terbuka Lala pun belum beranjak dari tempatnya berdiri, ia masih menatap pakaiannya yang sangat kotor. "Tante selanjutnya kita kemana?" tanya Amar sambil mengulum senyum samar ia sangat puas telah mengerjai wanita itu. 'jangan pikir muda untuk dapatkan Papa, hadapi anaknya dulu,' pikir Amar sambil menunggu jawaban dari Lala. "Ahh ... iya ayo keluar," ajak Lala saat tersadar kalau dia harus mengantar Amar sampai di kantor ayahnya dan ia sudah mengirim foto pada pria itu tetang pesanan makanan anaknya yang begitu banyak. Mereka berjalan menuju kantor Manan, Lala sangat beruntung di lantai ini hanya ada ruangan Manan dan Asistennya. Hingga sampai akhirnya mereka sampai di ruangan itu dan Lala mengetuk pintunya terbuka lalu Manan m
"Aku kenyang, Tante karena Tante cemberut," protes Amar. Lala duduk dengan memijit kepalanya sambil melirik bocah yang duduk tertunduk kepalanya itu. Ia menghela napas lalu berkata lagi," pesanlah kepiting lalu makanlah!" Wanita memecahkan cangkang kepiting dengan alat pemecah cangkang lalu menyuapkan dagingnya ke dalam mulutnya. "Baiklah aku akan coba beberapa porsi yang gak pedas," ucap anak itu sampai membuat Lala hampir tersedak. "Anak tampan pesan satu porsi saja dan makanlah, Oke, pesan yang biasa kamu makan dengan ayahmu, mengerti anak manis?" ucap Lala sambil menekan rasa jengkelnya yang sudah sampai ubun-ubun. "Baiklah aku hanya pesan satu porsi saja dan memakannya karena aku takut Tante kehabisan dan di suru cuci piring!" ucap amar tersenyum sambil memanggil pelayan. Tak berapa lama pelayan pun datang Amar mulai memesan makanan yang biasa di makannya dan dia juga memesan es krim coklat kesukaannya satu gelas besar. Beberapa saat kemudian pelayan kembali dengan