Share

Bab 2 Di mana Kak Laila?

Penulis: Endiy Fathia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Manan berjalan menuju ruang rawat Safia setelah melihat putranya, bayi itu tidak mau meminum susu formula dan selalu menangis. Ia ingin Safia membantunya dengan memberikan putranya AsI. Tanpa sengaja ia tadi melihat pakaian Safia basah di bagian dadanya dan berharap adik iparnya itu mau membantunya.

Sesampainya di depan pintu ruangan Safia ia pun membukanya alangkah terkejutnya dia, saat pintu terbuka. Darah mengalir dari pergelangan tangan Safia cukup banyak dan wanita itu mulai terlihat pucat serta lemas, ia berlari ke arah ranjang Safia menekan berkali-kali tombol memanggil dokter atau perawat sambil menggenggam tangan wanita itu, berharap darah tidak terlalu banyak mengalir.

"Apa yang kau lakukan? Kau tahu ini tindakkan dosa, kau tahu bukan?" teriaknya menggelegar.

Dokter pun datang dan melihat apa yang terjadi ia terkejut dan segera melakukan tindakan untuk menghentikan pendarahannya.

Safia kecewa apa yang dia inginkan tidak terwujud, setelah dokter itu pergi Safia menatap tajam pada Kakak iparnya itu.

"Kenapa kau menyelamatkan aku? Aku tidak ingin hidup lagi! Aku ingin menyusul suami dan anakku, urusi saja hidupmu sendiri dengan Mbak Laila dan putramu itu!" teriaknya putus asa.

"Dengarkan Aku, Fia! Kau masih muda, suatu saat nanti kamu akan bertemu jodohmu kembali, jangan bertindak bodoh suami dan anakmu akan bersedih melihatmu seperti ini. Setidaknya hiduplah untuk anakku, keponakanmu yang masih membutuhkan Asi. Laila tidak bisa memberikannya, tolonglah dia tidak mau minum susu formula," ucap Manan mengiba setelah mengeraskan suaranya.

"Kenapa, Mbak Laila tidak bisa menyusui, apa ASInya tidak mau keluar? Kenapa justru aku yang kehilangan anak yang melimpah? Dunia sungguh tidak adil, aku ingin pergi dari dunia ini, Mas Manan. Aku tidak ingin hidup lagi. Aku sudah tidak punya cinta, sudah habis mereka tidak ada di sisiku, Huhuhu ...." Terdengar isak tangisnya.

"Kau tidak boleh mendahului takdir, Fia! kau harus bisa mengikhlaskannya, kasihan suami dan anakmu!"teriak Manan sambil pergi meninggalkan Safia sendirian di ruangannya yang masih menangis meratapi hidupnya.

Tak lama kemudian pria itu kembali keruangan Safiah dengan menggendong putra yang tak mau berhenti menangis.

"Fia, lihatlah dia dari tadi menangis aku tidak tahu harus apa? Tolonglah!" pinta Manan menghiba

"Baiklah, bawa dia ke mari dan tolong panggilkan suster," pinta Safia.

Manan berjalan menuju ranjang Safia ia memberikan putranya ke gedongan Safia. lalu menekan tombol memanggil suster atau pun dokter.

Sungguh aneh bayi kecil itu pun berhenti menangis dalam dekapan Safia. Saat suster datang Manan menjelaskan apa maksud memanggil suster ke ruangan itu dan suster pun mengerti.

Suster berjalan menghampiri Safia sedangkan Manan keluar ruangan itu. Kemudian, suster membantu Safia mengarahkan mulut si kecil kepada sumber makanannya. setelah bayi Itu menyesap dengan sangat lahapnya. seolah mengatakan ia sedang lapar.

Air matanya merembes keluar, sungguh dia merasakan sesuatu yang luar biasa. Merasa jiwanya tenang dan merasa dibutuhkan. Setelah suami dan anaknya meninggal tidak ada kehidupan di dirinya lagi. Sekarang hati dan jiwa terketuk.

Setelah kenyang bayi itu pun tertidur, Safia menaruh bayi di ranjangnya di sebelah dia berbaring.

Manan melihat dari celah pintu yang terbuka sedikit. Melihat sang putra sudah tertidur lelap ia pun legah.

Pria itu mengusap wajah dengan sangat kasar. Ia tidak tahu bagaimana cara mengatakan pada Safia tentang Laila.

Sampai sekarang Safia belum tahu kalau kakaknya itu telah meninggal. Lalu bagaimana besok jika tidak pulang bersama Laila.

Manan membaringkan tubuhnya di kursi panjang lalu memejamkan matanya, tak lama kemudian terlelap dan terbangun saat azan subuh berkumandang dan ia pergi ke masjid rumah sakit setelah itu kembali ke ruangan Safia.

Ia mengetuk pintu, khawatir saat masuk ruangan itu, Safia sedang memberikan ASI pada putranya itu.

"Masuk!" perintah Safia.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Manan pada wanita itu.

"Aku baik, trimakasih telah membawa keponakanku ke mari ia sangat tampan, Siapa namanya?" tanya Safia.

"Aku belum memberikan nama untuknya, boleh aku membawanya ke ruang bayi agar bisa di mandikan?" tanya manan pada Safia.

"Boleh," jawabnya sambil mengambil bayi lelaki itu dan di serahkan pada Manan.

Manan menggendong putranya dengan sangat hati-hati lalu keluar dari ruangan itu menuju ruangan bayi.

Hari berganti hari tidak terasa Safia sudah tiga hari berada di rumah sakit dan ia mulai berkemas untuk pulang tidak banyak pakaian yang harus dibawa pulang karena hanya tiga potong baju saja yang dibawakan oleh kakak iparnya.

Manan datang ke ruangan Safia dengan menggendong anaknya. "Apa kau sudah siap?"

"Iya, Mana mbak Laila?" tanya Safia

"Dia sudah pulang lebih duluan," jawab dengan tenang.

"Loh, dengan siapa? Kenapa tidak sama-sama saja?" tanya Safia.

"Dengan Ayah, Laila belum bisa berjalan dia harus memakai kursi roda jika sama-sama dengan kita akan sedikit merepotkan, aku kan sedang menggendong Ammar," ucap Manan berbohong.

"Baiklah, ayo kita pulang!" ajak Safia meraih Ammar dari gendongannya Manan

Mereka pun keluar dari rumah sakit lalu mereka menaiki mobil dan berjalan meninggalkan rumah sakit. Di tengah perjalanan Safia terheran karena jalan yang dilewati bukan jalan pulang.

"Kita mau kemana?" tanya Safia.

"Kita pergi di suatu tempat. Ayah dan Ibu sudah menunggu di sana," ucap Manan.

"Kenapa Tidak kau katakan saja kita pergi kemana, mas?" protesnya sambil menatap tajam pada sang kakak ipar.

"Kau akan tahu sendiri nanti," ucapnya tenang.

Mobil pun berhenti di sebuah pemakaman umum dan di sana sudah menunggu orang tua Safia. "Kita Kesini?"

Manan mengambil alih Ammar dari gendongan Safia dan turun dari mobil lalu ia berjalan menghampiri mertuanya dan menitipkan putranya setelah mencium punggung tangan mereka.

Safia masih bingung, sebenarnya untuk apa kakak iparnya membawanya ke mari tetapi ia tetap mengikuti kakak iparnya itu hingga dia pun terkejut dengan sebuah pusaran yang bernamakan Laila binti Manaf dan ada lagi bernama Wulan binti Arkan.

Safia terpaku menatap nisan itu kakinya seperti membeku Lidahnya menjadi Keluh ia menatap sang kakak ipar dengan tatapan tajam.

"Inikah yang kau sembunyikan dariku, Mas? Kenapa tidak kau katakan saja? Kau kira aku Rapuh? tanyanya pada Manan.

"Bagaimana aku bisa katakan padamu, Fia ? Lidahku sendiri saja terasa keluh, aku tak sanggup mengatakannya," ucap Manan

"Lalu dimana makam suamiku?" tanya Safia

"Dia dimakamkan di tempat khusus itu sebabnya waktu kamu kesakitan kemarin mereka bersikeras meminta tanda tanganmu dan setelah itu kau pingsan. Apa kau tidak ingat itu?" tanya Manan pada Safia.

Dia kembali termangu terduduk di depan nisan dengan kaki yang lemas, setengah jam kemudian ia menatap Manan. "Antarkan aku ke makam suamiku," pintanya dengan suara lirih.

"Aku tidak bisa, Safia," ucap Manan, sesungguhnya pria itu curiga tentang sesuatu hal yang belum bisa ia pastikan sebab menurut tetangga mereka tidak diperbolehkan mengantar sampai lokasi pemakaman dan hanya bisa sampai keluar pintu gerbang rumah mertuanya saja.

"Apa yang kau sembunyikan lagi dariku Mas Manan?" tanya Safia pada pria itu.

Manan terdiam tak mampu berkata apa-apa lagi ia hanya berjalan pergi menuju mobil tanpa menghiraukan rengekan Safia yang semakin membuatnya pusing.

Bab terkait

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Bab 3 Akan Kubawa Amar

    Mobil berjalan dengan kecepatan sedang, Manan hanya terdiam saat Safia merengek untuk minta diantar ke makam Suaminya. Hingga tiba di rumah yang sangat besar dan di sebelahnya ada makam Keluarga yang di jaga ketat."Mas Manan ini di mana?" tanya Safia."Di sanalah suamimu di makamkan Itu menurut info yang aku tahu," ucap Manan."Mana mungkin? Mas Akran itu tinggal di rumah yatim piatu," jawab Safia sambil mengeryitkan dahinya."Cobalah dulu jika tidak bisa langsung kembali kesini," Saran Manan."Baiklah!" ucap sambil turun dari mobil ia pun berjalan mendekati sekuriti yang menjaga pemakaman itu dan mulai berdebat dengan mereka tetapi akhirnya Safia kembali dengan wajah kesalnya.Wanita itu membuka pintu mobil dan menutupnya sangat kasar serta menghentakkan pantatnya dengan sangat keras."Aku sangat kesal mereka tidak membolehkanku masuk. Kenapa aku tidak tahu apa-apa tentang Mas Akran, ya?," gerutunya .Manan hanya diam dan menyalahkan kembali mobilnya berjalan berbalik arah. Sedangka

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Bab 4 Fitnah

    Manan meneguhkan hatinya ia berjalan keluar rumah mantan mertuanya itu dengan membawa serta Amar di gendongannya dan masuk kedalam mobilnya kemudian berjalan meninggalkan rumah itu.Safia menangis tergugu, ia sudah sangat mencintai Amar dan menganggap putranya sendiri jika dia di pisahkan itu sama artinya memutus urat nadinya.Ia tak sanggup berdiri membuat Manaf ayah Safia iba pada putrinya. Lelaki itu mengusap kasar wajahnya langsung menghampiri putrinya itu dan menggendongnya membawanya naik ke lantai atas ke kamar Safia.Sesampainya di sana sang Ayah mendudukkan di ranjang lalu keluar mencari dan memanggil bik Mina untuk membantu mengurut kaki Safia yang terkilir.Bik Mina dengan cepat masuk ke dalam kamarnya dan mengambil minyak urut lalu berjalan menaiki tangga menuju kamar Safia, ia pun masuk setelah safia mengijinkannya..Bik Mina mulai memijat kaki Safia, ia menaruh Iba kepada wanita itu. Sudah ditinggal suami dan anaknya sekarang harus dipisahkan dengan bayi yang telah diraw

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Bab 5 Menikah

    Orang tua Safia dan Manan pun datang mereka berembuk dengan warga, dan akhirnya warga pun pulang karena sudah ada keputusan bahwa besok pagi Manan harus menikahi Safia di rumah mantan mertuanya itu.Itu semua tidak luput dari akal-akalan orang tua Manan agar lelaki itu tidak dapat mengelak tetapi dengan terjadinya kejadian itu membuat Manan semakin membenci Safia karena wanita itu tidak melatih anaknya untuk bisa minum ASIP di botol dan karena itu Amar menjadi tergantung dengan Safia hingga dia harus menikahi wanita itu.Safia di ajak pulang oleh orang tuanya bersama Amar karena bayi itu menangis lagi ketika terdengar ribut-ribut di rumah Manan.Manan terlihat sangat kacau ia menatap tajam kedua orang tua itu. Ia yakin semua itu ada sangkut pautnya dengan mereka dan Kenapa tiba-tiba sopirnya tidak ada di tempat lalu warga berdatangan dan menggedor rumahnya."Jangan tanya kami, itu kesalahanmu sendiri yang sudah teledor jadi bertanggung jawablah," ucap Sang Ayah pada Manan lalu mengaja

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Bab 6 Kau Salah, Mas!

    Mata Safia menatap manan penuh dengan ketakutan, ia tidak percaya lelaki yang dikenal lembut itu kini terlihat sangat menakutkan.Manan terus berjalan ke depan mendekati Safia yang berjalan mundur dan membentur tembok itu. Ia begitu sangat marah pada Safia, yang membuat ia terpaksa menikahi wanita itu."Katakan saja dengan jujur, kalau kau membutuhkan belaian sebab almarhum suamimu tidak pernah memberikannya, Hem ...." Manan mencengkram rahang Safia.Wanita itu menangis tak sanggup menjawab apa yang dikatakan Manan, ia hanya menggeleng sambil berurai airmata."Inikah yang kau inginkan, Safia? Ayo jawab aku!" teriak Manan sambil melepaskan cengkraman di rahang Safia. Namun, sekarang bibirnya menyapu pipi Safia."Ti- tidak kau salah paham, Mas," kata Safia "Aku salah paham, katamu? Mana yang membuatku salah paham? Jawab Safia!" teriak Manan menggelegar membuat Safia terjengkit."Aku tidak bisa menolak mereka lalu kenapa k

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Bab 7 Apa yang sebenarnya terjadi?

    Ia masih menatap foto sang istri, entah kenapa pada waktu itu darah yang cocok dengan golongan darah istrinya tidak ada di bank darah sehingga akhirnya sang istri tidak tertolong. Entah permainan siapa yang membuat golongan darah sang istri tidak ada di bank darah manapun saat istrinya membutuhkannya dan apa motifnya, Manan benar-benar tidak tahu. Manan sangat kalut saat itu apalagi golongan darah sang istri sangat langkah sang istri mempunyai golongan darah yang sama dengan ayah mertuanya, yang saat itu melakukan perjalanan pulang dari luar kota dan waktu tidaklah banyak. Dia juga heran mengapa di saat adik Iparnya mendapatkan kabar yang mengejutkan tentang Suaminya. Manan menghembuskan napasnya awalnya pria itu sangat kasihan pada Safia yang kehilangan anak, tetapi karena itu pula yang membuatnya harus menikahi Safia setelah masa idahnya. Wanita itu dan keluarganya tidak pernah tahu apa yang terjadi dengan Akran. Ia mendes4h sambil memegang sebuah amp

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Bab 8 Rangkaian Bunga siapa ini?

    Safia melotot kearah Manan. "Kalau aku tidak menghabiskannya apa yang bisa kau lakukan padaku?" tanya Safia."Kau melawanku, baiklah jangan kau habiskan dan saat ini pula kau kumakan, pilih yang mana tergantung kecerdasanmu!" tekan Manan.Safia terdiam berdebat pun percuma karena tidak akan pernah menang dan dimenangkan apalah dirinya bagi Manan. 'Sungguh pria ini sangat menyebalkan,' pikirnya.Safia berusaha menghabiskan makanannya ia takut hal yang tadi terulang kembali. Perutnya sudah terasa sangat penuh dan di piring masih tinggal sedikit ia berusaha bernegosiasi dengan Manan. "Aku sudah sangat kenyang boleh ini kubuang, aku jamin Amar tidak akan kelaparan," jawab Safia."Habiskan atau kau lebih suka ...." Manan menatap tajam pada Safia."Iya aku habiskan!" teriak Safia lalu menyuapkan makanan dengan cepat setelah itu berlari ke kamarnya dan menutup rapat serta menguncinya ia tidak peduli kalau Manan akan marah pada dirinya. Rasa mual

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Bab 9 Kita Kembali

    Safia melihat bunga itu masih segar tentunya baru saja ada seseorang datang kesini. 'Siapa?' pikir Safia.Kembali ia menyapukan pandangannya tidak ada siapa-siapa selain dirinya. Ia menghembuskan napas, terkadang menginginkan sesuatu yang mustahil datang padanya. Semua orang yang dicintainya telah pergi, ingin sekali ia bertemu dengan satu cinta yang memberikan cinta yang lainnya yaitu mendiang suaminya.ia tidak pernah bermimpi tentang pria yang masih di hatinya itu, dan tidak bisa mengunjungi makamnya sama sekali. 'Kenapa mereka melarangku berkunjung di makamnya bukankah ia suamiku,' pikir Safia Ia ingin menanyakan ini sekali lagi pada Manan tetapi pria itu sudah berubah dia bukan lagi kakak ipar yang hangat seperti dulu.Duduk di pusara yang kakak sambil menabur bunga ia mengeluh, "Kakak suamimu sekarang adalah suamiku tetapi bukan suami yang semestinya seperti pernikahan yang bahagia, aku tidak mencintainya dan ia membenciku seolah sumber mas

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Bab 10 Selalu Mengancam

    Manan menggendong Safia menuju kamar wanita itu membaringkan di ranjang. "Istirahatlah! Setelah ini kita butuh tenaga untuk mengarungi rumah tangga yang hampa ini, dulu pernah kukatakan padamu jangan menikahi pria itu, kau malah menuduhku yang bukan-bukan dan karena pria itu pula aku kehilangan Lailaku. Tidak peduli betapa sakitnya dirimu karena kamu memilih hidup denganku," ucap Manam lalu ia meninggalkan kamar Safia.Ia berjalan kembali ke ruangan kerjanya mencoba untuk mengerjakan pekerjaannya yang terbengkalai beberapa hari. Satu jam, dua jam Manan mulai bosan. ia berjalan menuju kamar safia membukanya lalu menutupnya dengan sangat kasar.Safia terjengkit dan terbangun dari tidurnya. dan langsung mencapai kesadaran penuh melihat sekilas lelaki yang mengacaukan tidurnya itu, sambil mendengus kesal."Kenapa? Kau ingin marah padaku," ucapnya sambil duduk di sofa."Tidak, bukankah aku tidak punya hak untuk marah di rumah ini," ucap Safia

Bab terbaru

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Menghibur Majikan Kecil

    Hari berjalan terus Manan sibuk dengan Lala bahkan tidak memperhatikan anak-anaknya selalu berangkat lebih awal, dan tidak pernah lagi sarapan pagi di rumah, ia lebih suka melakukannya di apartemen Lala. Amar mulai kehilangan sosok sang ayah, berbeda lagi dengan Safia, ia selalu saja menyempatkan dirinya untuk sarapan pagi dengan anak -anaknya dan masih mengantar jemput mereka. Akan tetapi Amar merasa sangat tidak suka saat Safia bersama lelaki lain saat menjemputnya bersama sang adik. Namun, Amar tidak bisa memprotesnya sebab sang mama bilang mereka baru meninjau bersama dan sekalian menjemput mereka. Sesampainya di atar di rumah, Safia kembali ke kantor bersama pria itu sedangkan Amar dan Erina berada di rumah dengan Ira sang asisten rumah tangga. Amar menatap mobil yang keluar dari pintu gerbang rumahnya lalu mengajaknya sang adik masuk ke dalam sambil berfikir bagaimana cara agar orang tuanya tahu, bahwa ia dan adiknya membutuhkan mereka berdua. Sampai di dalam mereka disa

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Ada Apa Denganmu, Mas

    Safia dengan tergesa-gesa berjalan menaiki tangga menuju kamar Sang Putri, Ia pun berhenti beberapa saat untuk menetralkan kemarahannya pada Manan yang entah kenapa bersikap sinis padanya. ia menghembuskan nafas beratnya lalu tersenyum kemudian berjalan masuk ke dalam kamar yang putri terlihat wajah lelaki yang duduk di bibir ranjang menemani sang adik yang belum tidur sana menunggu papanya untuk menemaninya tidur. "Mana Papa? Kenapa Mama kembali ke sini sendirian?" tanya Amar "Papa masih harus menyelesaikan pekerjaannya dia akan menyusul kemari, nanti setelah pekerjaannya selesai dan kamu Amar, Pergilah tidur di kamar tidurmu biar mama yang akan menemani adikmu sampai bapakmu kemari," perintah Safia. "Mama mengusir Amar?" tanya bocah lelaki itu. "Tidak, hanya besok kamu harus sekolah, jadi lebih kamu beristirahat di kamarmu sendiri lagi pulang adiknya masih sakit kan takutnya kamu juga akan terkena virusnya lalu ikut sakit yang repot siapa kan Mama juga," ucap Safiah. "Oh

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Dilema

    Safia menatap kepergian Manan dengan hati galau. 'Apa ini benar, andai pun terjadi masalah antara aku dan Manan harusnya aku tidak boleh mempunyai ketertarikan dengan pria lain hingga masalah rumah tanggaku beres, tetapi lelaki yang memenjarakan dirinya dalam hubungan pernikahan hanya mau melepaskanku saat ada seseorang pria yang mampu menyentuh hatiku dan saat ini pria itu hadir, Namun kenapa aku merasa Mas Manan tidak sungguh-sungguh untuk melepaskanku. Meski tak ada rasa cinta dari sebuah hubungan pernikahan, tetaplah salah jika membina hubungan dengan pria lain di atas pernikahan yang rapuh.' batinnya sedih ia menatap putra sambungnya dan tersenyum berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. "Apa Mama baik-baik saja?" tanya Amar pada Safia. "Mama baik-baik saja sayang, jangan cemas tidak ada sesuatu yang di perdebatkan dengan papa, kami hanya mitra kerja, jangan terlalu berfikir yang belum saatnya kamu pikirkan," ucap Safia pada Amar. "Aku hanya ingin selalu bersama kalian,

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Liar Juga Dia

    Saya yang minta maaf, karena menyentuhmu, saya tunggu di ruang tamu," ucap Manan berjalan keluar dari kamar Lala sambil merapikan pakaiannya. Lala menghebuskan napas. 'Liar juga si Bapak punya anak dua itu,' gumamnya dalam hati. sambil melihat bercak merah di leher dan dada. ia pun mengambil pakaian di dalam lemari dan memakainya lalu berjalan keluar menuju ruang tamu untuk menemui Manan. "Hemm ... Bapak mau minum apa?" tanya Lala menghilangkan kecanggungannya terhadap pria itu. "Tidak usah repot-repot, kamu duduk di sini dengan saya saja, sebenarnya saya ingin meminta maaf padamu tetang perbuatan Amar padamu, malah jadi berlaku tidak senonoh, mestinya kamu menampar saya," jawab Manan. "Saya yang salah, keluar hanya memakai handuk saja, jadi maaf bukan maksud saya untuk menggoda Anda. "Tidak, saya merasa kamu tidak menggoda saya wajar saja karena saya tidak memberi tahumu sebelumnya kalau saya datang. Justru saya minta maaf atas kelancangannya saya, Saya jamin tidak akan ter

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Makin Jauh.

    "Bagaimana?" tanya Aran saat Safia telah tiba di ruang tamu. "Hem gak tahu, kayaknya di sekolah ada masalah sehingga seperti itu," jawab Safia pada lelaki itu. "Oke, karena anakmu sudah pulang aku pulang saja, takut menganggu quali time kamu saja," pamit Aran. "Oh ya, maaf penyambutan putraku yang mungkin membuat kamu tidak enak hati," ucap Safia pada pria itu. "Tidak apa-apa, jangan lupa besok pagi-pagi kita harus sudah sampai ke lokasi proyek, jika mobilmu masih di perbaiki maka nanti akan kujemput, bagaimana?" tanya pria itu pada Safia. "Tidak usah aku mau ke kantor dulu," ucap Safia. "Iya, di kantor maksudku," ucap Aran pada Safia. "Baiklah terserah Anda saja," ucap Safia tersipu dan Aran menggangguk sopan lalu pria itu pun keluar dari ruang tamu menuju mobilnya dan masuk serta mengemudikannya berjalan melewati gerbang rumah Manan. Safia menatap mobil itu hingga pergi menjauh. Ia menggelengkan kepalanya menepikan rasa yang ada dalam dirinya. Ia berjalan masuk kem

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Kecewa 2

    Taksi membawa Manan dan putranya pulang ke rumah, tadi dia berniat untuk pulang tetapi ia berfikir untuk meminta maaf secara langsung pada Lala. Ditengah perjalanan ia pun berubah pikiran. "Hem, sepertinyq Papa hanya bisa mengantarkanmu sampai pintu gerbang karena Sekertarisnya Papa, mbak Citra mengingatkan papa kalau jam satu akan ada rapat," jelas Manan pada sang putra. "Baiklah terserah Papa, dari tadi kan Amar ingin pulang sendiri, Papa saja yang memaksa untuk mengantarku pulang," jawab Amar pada Manan dengan ketusnya. Bocah lelaki itu menduga pasti sang ayah akan menemui Tante-tante yang menjemputnya tadi untuk miminta maaf. Manan menatap putra dengan lekat sambil menghelah napas. Taksi pun berhenti tepat di depan pintu gerbang rumahnya dan Amar pun turun sendiri tanpa sang ayah, menutup dengan keras dan berjalan tanpa menengok ke arah ayahnya. "Marah anaknya, Pak?" tanya sang sopir taksi dan Manan hanya tertawa lalu memberi tahukan alamat mana yang harus dituju dan tak

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar    Kecewa

    "Papa, membela Tante itu?" tanyanya pada sang papa. "Bukan membela, kalau sikapmu seperti itu, mungkin tadi papa tidak meminta tolong padanya. Papa akan Andi untuk menjemputmu. "kenapa tidak menyuruh paman Andi," tanya sambil memakan makanannya. "Oke Papa yang salah dan papa kira anak Papa bisa sopan terhadap teman Papa ternyata Papa salah anak Papa tidak sesopan yang papa harapkan," ucap Manan. Didalam kemasan itu pun disediakan pula alat pemecah cangkang dan Manan membantu memecahkan kulit cangkang makanan milik Amar. "Ya Amar minta maaf kan semua terjadi karena Amar gak sengaja membuat pakaian Tante kotor," ucap Amar tanpa merasa bersalah pada wanita itu. Manan tak lagi berbicara karena berbicara dengannya saat ini akan percuma saja karena anak itu pasti mengira dirinya ada hubungan Lala Manan menghelah napas dan menatap putranya dengan kecewa karena membuat pujaan hatinya terlihat buruk, mungkin Lala tadi juga dapat cemoohan dari karyawan yang tak sengaja berpapasan

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Kau Kenapa?

    "Ia menghembuskan nafasnya. 'Hemm ... anak kecil lihat aku menjadi pusat perhatian dan gunjingan mereka padahal ini baru mulai bagaimana nanti selanjutnya apa harus mundur, Aaahhh ... tidak, aku tidak boleh mundur walaupun apa yang terjadi.' Pintu lift terbuka Lala pun belum beranjak dari tempatnya berdiri, ia masih menatap pakaiannya yang sangat kotor. "Tante selanjutnya kita kemana?" tanya Amar sambil mengulum senyum samar ia sangat puas telah mengerjai wanita itu. 'jangan pikir muda untuk dapatkan Papa, hadapi anaknya dulu,' pikir Amar sambil menunggu jawaban dari Lala. "Ahh ... iya ayo keluar," ajak Lala saat tersadar kalau dia harus mengantar Amar sampai di kantor ayahnya dan ia sudah mengirim foto pada pria itu tetang pesanan makanan anaknya yang begitu banyak. Mereka berjalan menuju kantor Manan, Lala sangat beruntung di lantai ini hanya ada ruangan Manan dan Asistennya. Hingga sampai akhirnya mereka sampai di ruangan itu dan Lala mengetuk pintunya terbuka lalu Manan m

  • Pernikahan Kedua Dengan Kakak Ipar   Dibuat Jengkel

    "Aku kenyang, Tante karena Tante cemberut," protes Amar. Lala duduk dengan memijit kepalanya sambil melirik bocah yang duduk tertunduk kepalanya itu. Ia menghela napas lalu berkata lagi," pesanlah kepiting lalu makanlah!" Wanita memecahkan cangkang kepiting dengan alat pemecah cangkang lalu menyuapkan dagingnya ke dalam mulutnya. "Baiklah aku akan coba beberapa porsi yang gak pedas," ucap anak itu sampai membuat Lala hampir tersedak. "Anak tampan pesan satu porsi saja dan makanlah, Oke, pesan yang biasa kamu makan dengan ayahmu, mengerti anak manis?" ucap Lala sambil menekan rasa jengkelnya yang sudah sampai ubun-ubun. "Baiklah aku hanya pesan satu porsi saja dan memakannya karena aku takut Tante kehabisan dan di suru cuci piring!" ucap amar tersenyum sambil memanggil pelayan. Tak berapa lama pelayan pun datang Amar mulai memesan makanan yang biasa di makannya dan dia juga memesan es krim coklat kesukaannya satu gelas besar. Beberapa saat kemudian pelayan kembali dengan

DMCA.com Protection Status