Brian Indra sahabat karibnya itu masuk dengan seyuman khasnya. Manan berjalan beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri pria itu.
"Kemana saja kau? Kenapa tiba-tiba saja menghilang? Tidak memberiku kabar dan tidak menghadiri pernikahanku," cerca Manan."Maaf, ada yang harus ku perbaiki dalam hidupku ini Manan. Aku mendengar tentang kakak Ipar, aku turut berdukacita," ucap Brian."Trimakasih, apa kau berhasil menikahinya?" tanya Manan sambil duduk di sofa."Tidak, dia malah menyuruhku pergi dan menghilang dari kehidupannya serta mengancam akan menggugurkan kandungannya," ucap Brian."Lalu aku bisa apa? Aku bukan lelaki tampan dengan penuh sejuta pesona seperti dirimu, hanya seorang pengusaha rumah makan yang omsetnya Beberapa puluh juta saja, sedang dia seorang anak pengusaha kaya.Manan menghelah nafasnya. Aku curiga dia di balik peristiwa meninggalnya istriku, An," ucap Manan."Aku mendengar ia telah menikah setahuSetengah jam kemudian mereka sampai di rumah mewah yang sangat megah, Brian menyuruh sopir berhenti sesaat, kembali terbias ingatannya. "Brian Kau harus membantuku sekali lagi," ucap Hani."Apa?" tanya Brian dengan tatapan penuh cinta"Aku hamil anak Manan, kau harus membantu menekan Manan agar menikahiku," ucap Hanie"Cukup Hanie! Cukup sampai di sini kau memperalatku! Dia bukan anak Manan tetapi anakku!" ucap Brian lantang."Apa? Kau bergurau, 'kan, Brian?" tanya Hanie terkejut."Tidak, aku tidak bergurau, aku yang melakukannya pertama kali, kau menikmatinya dan aku melakukan berkali-kali hingga dini hari baru kupindahkan Manan di sebelah tubuh yang telanj4ng.Hanie menampar Brian dengan sangat kencangnya. "Kenapa kau lakukan itu? Kau tahu aku mencintai Manan!" teriak Hanie"Karena aku cinta kau dan Manan mencintai Laila, Kenapa kau tetap mengejarnya?" teriak Brian."Aku tidak peduli aku akan minta i
"Aku hanya menyuruhmu Makan yang banyak bukan sedang memperkosa4mu, kenapa kau menganggapku keterlaluan padamu?" tanya Manan."Tetapi kamu telah melakukannya tadi," ucapnya lirihManan menatap tajam, "Kau istriku, apa aku harus melakukan dengan wanita lain? Aku perna menikah Safia, tentunya aku butuh menyalurkan hormon testoteronku," ucap Manan penuh dengan penekanan."Tetapi kau tidak mencintaiku, Mas," ucap Safia."Tidak perlu ada itu! Sudah kubilang padamu bukan? Kau memilih untuk menikah denganku itu artinya kau bersedia kupelakukan apa pun, Fia," ucap Manan."Jika ternyata hidupku akan begini aku akan menolak menikah denganmu, Mas. Kalau kau memang tidak menyukaiku tolong jangan sentuh aku!" ucap Safia sambil menunduk."Awalnya aku berfikir untuk tidak menyentuhmu, tetapi kulihat kau haus belaian. Jadi aku berubah pikiran. Mulai sekarang kau tidur denganku di kamarku!" perintah Manan dan ia pergi tanpa menunggu jawaban Safia
Safia menatap punggung yang berlalu itu, ia tidak mengerti mengapa Manan meminta haknya padahal ia tidak ingin pernikahan ini, lalu apa yang membuatnya melakukan itu padanya, apakah hanya ingin menyiksa hatinya. semua pertanyaan hanya mengendap di hatinya saja.Ia menghela napas terasa sangat berat menjalani pernikahan ini, ingin rasanya ia pergi meninggalkan rumah ini, roh Amar bukanlah putranya tetapi ia tidak sampai hati untuk meninggalkan bayi mungil itu. Safia menatap bayi yang anteng di pangkuannya. walaupun ayah begitu sangat menyebalkan tetapi ia tidak mampu mengabaikannya.Manan keluar dari kamar mandi dengan balutan handuk berjalan melewati Safia yang duduk di bibir ranjang sambil memamerkan tubuhnya yang sixpack itu.Safia membuang tatapannya ke arah lain ia tidak mau manatap tubuh yang terlihat menggoda itu. Manan menoleh ke arah Safia lalu tersenyum sinis. Ia membuka lemarinya dan mengambil pakaiannya lalu berganti di ruangan itu jug
Mobil berhenti di depan hotel berbintang saat hari sudah gelap, Manan menatap hotel itu dan membuka mobilnya lalu turun serta berjalan menuju lobby hotel lalu menelpon seseorang."Aku sudah ada di ruang tunggu keluarlah!" pinta Manan melalui sambungan telponnya kemudian memutuskan sambungannya lalu ia duduk di sofa di ruang tunggu. Seorang lelaki keluar dari lift dan menghampiri pria itu lalu duduk di sebelahnya. Manan menoleh dan berdecak."Lama sekali, apa kau harus berhias dulu untuk menemuiku, Brian?" tanya Manan kesal."Kau ini kenapa mengganggu istirahatku? Bukannya kau sudah punya istri lagi untuk bisa kau ganggu?" tanya Brian sambil terkekeh "Aku belum ingin mengganggunya saat ini, Ayo temani aku di club, apa kau tidak bosan tidur sendiri setidaknya carilah teman yang bisa membuat kau berkelahi di kamar tidur," kekeh Manan."Aku tidak bisa ingin sama dia lagi, tetapi sayangnya ia sudah bersuami," jawab Brian tertawa."Suami hanya jadi bonekanya, aku bisa jamin lelaki itu tid
Mobil berjalan dengan kecepatan sedang menembus pekatnya malam melewati jalan yang sepi menuju hotel di mana ia menginap. Satu jam berikutnya ia sampai didepan hotel ia memapa sahabatnya masuk melewati lobby hotel masuk kedalam lift.Lift terbuka Brian pun keluar dan memapa Manan menuju kamarnya lalu membaringkannya di sofa."Brian tertawa. "Aku menginap di hotel karena ingin kenyamanan, tetapi malah kau datang menggangguku, lebih baik kau tidur di sini saja lagian kamu kalau mabuk tidak akan bangun sampai pagi.""Brian membaringkan tubuhnya di atas ranjang dan masih belum terpejam. Ia masih teringat kejadian tadi di club malam. Ingin rasanya ia melumpuhkan pria itu tadi dan mengambil Hanie dalam gendongan pria itu.Sementara Lelaki yang bersama Hanie tidak lain dan tidak bukan adalah Akran membawa mobil dengan kecepatan sedang menuju rumah mewah mertuanya. Lelaki itu menoleh sekilas pada Hanie. Ia pernah mencintai wanita ini. Namun ketika ia di jadikan alat untuk balas dendamnya cin
Pagi buta Safia terjaga, ia memeriksa Amar apakah popok bayi itu basah,.dan ternyata benar itu sebabnya kenapa tubuh Amar beberapa kali menggeliat. Safia mengganti popok Amar yang akhirnya bayi itu tidur dengan pulasnya. Safia berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, setengah jam kemudian dia telah selesai dan keluar dengan pakaian lengkap lalu melaksanakan sholat subuh di kamar itu.Sejak sepeninggal kakaknya ia tidak lagi melihat Manan mengerjakan sholat lima yang dulu pria itu lakukan.Safia mencoba berfikir untuk menyibak tabir rahasia yang di simpan pria itu sendiri. Safia keluar dari kamar Manan dan berjalan ke ruangan kerja Manan mencoba membuka ruangan itu akan tetapi ternyata Terkunci rapat.Wanita itu menghembuskan napasnya ia sangat jengkel. Kenapa seperti ada suatu hal yang di sembunyikan darinya lalu kenapa pula Manan menyalahkan almarhum suaminya.Sungguh tidak bagus membicarakan keburukan orang yang telah mening
Manan mengendari mobilnya melintasi jalanan yang padat sesekali ia berhenti karena padatnya lalulintas pada saat itu. Ia menggerutu dalam hati, 'Kenapa kehidupanku begitu membosankan,' pikirnya.Ia menunggu dengan perasaan gusar, kendaraan berjalan merayap membuang waktunya yang begitu berharga, menoleh kebelakang ternyata di belakangnya sudah mobil yang lainnya dan ia tidak bisa bergerak."Kenapa setiap pagi harus seperti ini," gerutunya. tigapuluh menit kemudian baru lancar, ia kembali mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang menuju kantornya.tiga puluh menit kemudian ia sampai dan keluar dari berjalan melenggang masuk ke dalam lift tak lama kemudian lift terbuka dan ia kembali berjalan menuju ruangannya, ia ymasuk tanpa menghiraukan sekertarisnya yang memberikan penghormatan padanya Citra menghembuskan nafas 'Hari yang sulit akan di hadapi sepanjang waktu bekerja,' pikirkan"Interkom terhubung terdengar suara Manan yang sangat keras. "Citra mana File yang harus aku tandatangan
Pintu lift terbuka dan mereka keluar dan masuk kedalam mobil Manan. "Aku sudah menawarkanmu libur, Citra. Namun, kamu menolak itu artinya kamu harus meningkatkan kinerja kamu lagi. Aku tidak ingin kejadian tadi terulang kembali, Kau mengerti Citra!" ucap Manan."Baik, Pak, siap," jawab Citra yang duduk disebelah Manan."Jangan hanya, baik Pak -baik Pak saja tetapi harus kamu perhatikan dengan yang sebaik-baiknya, mengerti kamu! Jangan mentang-mentang saya suka kinerja kamu, kamu jadi keenakan sendiri," ucap Manan sambil memasang sabuk pengamannya."Baik, Pak. Saya pasti ingat hal ini," ucap Citra.Mobil berjalan dengan kecepatan sedang menuju sebuah restoran dan tak lama kemudian, mereka sampai lalu mereka keluar dari mobil dan berjalan masuk kedalam restoran.Di dalam klien sudah menunggu mereka, Manan dan Citra pun duduk di tempat yang sudah di pesan bersama klien mereka.Dua jam mereka saling bernegosiasi tentang kesepakatan setelah itu mereka menyepakati kerja sama itu lalu makan
Hari berjalan terus Manan sibuk dengan Lala bahkan tidak memperhatikan anak-anaknya selalu berangkat lebih awal, dan tidak pernah lagi sarapan pagi di rumah, ia lebih suka melakukannya di apartemen Lala. Amar mulai kehilangan sosok sang ayah, berbeda lagi dengan Safia, ia selalu saja menyempatkan dirinya untuk sarapan pagi dengan anak -anaknya dan masih mengantar jemput mereka. Akan tetapi Amar merasa sangat tidak suka saat Safia bersama lelaki lain saat menjemputnya bersama sang adik. Namun, Amar tidak bisa memprotesnya sebab sang mama bilang mereka baru meninjau bersama dan sekalian menjemput mereka. Sesampainya di atar di rumah, Safia kembali ke kantor bersama pria itu sedangkan Amar dan Erina berada di rumah dengan Ira sang asisten rumah tangga. Amar menatap mobil yang keluar dari pintu gerbang rumahnya lalu mengajaknya sang adik masuk ke dalam sambil berfikir bagaimana cara agar orang tuanya tahu, bahwa ia dan adiknya membutuhkan mereka berdua. Sampai di dalam mereka disa
Safia dengan tergesa-gesa berjalan menaiki tangga menuju kamar Sang Putri, Ia pun berhenti beberapa saat untuk menetralkan kemarahannya pada Manan yang entah kenapa bersikap sinis padanya. ia menghembuskan nafas beratnya lalu tersenyum kemudian berjalan masuk ke dalam kamar yang putri terlihat wajah lelaki yang duduk di bibir ranjang menemani sang adik yang belum tidur sana menunggu papanya untuk menemaninya tidur. "Mana Papa? Kenapa Mama kembali ke sini sendirian?" tanya Amar "Papa masih harus menyelesaikan pekerjaannya dia akan menyusul kemari, nanti setelah pekerjaannya selesai dan kamu Amar, Pergilah tidur di kamar tidurmu biar mama yang akan menemani adikmu sampai bapakmu kemari," perintah Safia. "Mama mengusir Amar?" tanya bocah lelaki itu. "Tidak, hanya besok kamu harus sekolah, jadi lebih kamu beristirahat di kamarmu sendiri lagi pulang adiknya masih sakit kan takutnya kamu juga akan terkena virusnya lalu ikut sakit yang repot siapa kan Mama juga," ucap Safiah. "Oh
Safia menatap kepergian Manan dengan hati galau. 'Apa ini benar, andai pun terjadi masalah antara aku dan Manan harusnya aku tidak boleh mempunyai ketertarikan dengan pria lain hingga masalah rumah tanggaku beres, tetapi lelaki yang memenjarakan dirinya dalam hubungan pernikahan hanya mau melepaskanku saat ada seseorang pria yang mampu menyentuh hatiku dan saat ini pria itu hadir, Namun kenapa aku merasa Mas Manan tidak sungguh-sungguh untuk melepaskanku. Meski tak ada rasa cinta dari sebuah hubungan pernikahan, tetaplah salah jika membina hubungan dengan pria lain di atas pernikahan yang rapuh.' batinnya sedih ia menatap putra sambungnya dan tersenyum berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. "Apa Mama baik-baik saja?" tanya Amar pada Safia. "Mama baik-baik saja sayang, jangan cemas tidak ada sesuatu yang di perdebatkan dengan papa, kami hanya mitra kerja, jangan terlalu berfikir yang belum saatnya kamu pikirkan," ucap Safia pada Amar. "Aku hanya ingin selalu bersama kalian,
Saya yang minta maaf, karena menyentuhmu, saya tunggu di ruang tamu," ucap Manan berjalan keluar dari kamar Lala sambil merapikan pakaiannya. Lala menghebuskan napas. 'Liar juga si Bapak punya anak dua itu,' gumamnya dalam hati. sambil melihat bercak merah di leher dan dada. ia pun mengambil pakaian di dalam lemari dan memakainya lalu berjalan keluar menuju ruang tamu untuk menemui Manan. "Hemm ... Bapak mau minum apa?" tanya Lala menghilangkan kecanggungannya terhadap pria itu. "Tidak usah repot-repot, kamu duduk di sini dengan saya saja, sebenarnya saya ingin meminta maaf padamu tetang perbuatan Amar padamu, malah jadi berlaku tidak senonoh, mestinya kamu menampar saya," jawab Manan. "Saya yang salah, keluar hanya memakai handuk saja, jadi maaf bukan maksud saya untuk menggoda Anda. "Tidak, saya merasa kamu tidak menggoda saya wajar saja karena saya tidak memberi tahumu sebelumnya kalau saya datang. Justru saya minta maaf atas kelancangannya saya, Saya jamin tidak akan ter
"Bagaimana?" tanya Aran saat Safia telah tiba di ruang tamu. "Hem gak tahu, kayaknya di sekolah ada masalah sehingga seperti itu," jawab Safia pada lelaki itu. "Oke, karena anakmu sudah pulang aku pulang saja, takut menganggu quali time kamu saja," pamit Aran. "Oh ya, maaf penyambutan putraku yang mungkin membuat kamu tidak enak hati," ucap Safia pada pria itu. "Tidak apa-apa, jangan lupa besok pagi-pagi kita harus sudah sampai ke lokasi proyek, jika mobilmu masih di perbaiki maka nanti akan kujemput, bagaimana?" tanya pria itu pada Safia. "Tidak usah aku mau ke kantor dulu," ucap Safia. "Iya, di kantor maksudku," ucap Aran pada Safia. "Baiklah terserah Anda saja," ucap Safia tersipu dan Aran menggangguk sopan lalu pria itu pun keluar dari ruang tamu menuju mobilnya dan masuk serta mengemudikannya berjalan melewati gerbang rumah Manan. Safia menatap mobil itu hingga pergi menjauh. Ia menggelengkan kepalanya menepikan rasa yang ada dalam dirinya. Ia berjalan masuk kem
Taksi membawa Manan dan putranya pulang ke rumah, tadi dia berniat untuk pulang tetapi ia berfikir untuk meminta maaf secara langsung pada Lala. Ditengah perjalanan ia pun berubah pikiran. "Hem, sepertinyq Papa hanya bisa mengantarkanmu sampai pintu gerbang karena Sekertarisnya Papa, mbak Citra mengingatkan papa kalau jam satu akan ada rapat," jelas Manan pada sang putra. "Baiklah terserah Papa, dari tadi kan Amar ingin pulang sendiri, Papa saja yang memaksa untuk mengantarku pulang," jawab Amar pada Manan dengan ketusnya. Bocah lelaki itu menduga pasti sang ayah akan menemui Tante-tante yang menjemputnya tadi untuk miminta maaf. Manan menatap putra dengan lekat sambil menghelah napas. Taksi pun berhenti tepat di depan pintu gerbang rumahnya dan Amar pun turun sendiri tanpa sang ayah, menutup dengan keras dan berjalan tanpa menengok ke arah ayahnya. "Marah anaknya, Pak?" tanya sang sopir taksi dan Manan hanya tertawa lalu memberi tahukan alamat mana yang harus dituju dan tak
"Papa, membela Tante itu?" tanyanya pada sang papa. "Bukan membela, kalau sikapmu seperti itu, mungkin tadi papa tidak meminta tolong padanya. Papa akan Andi untuk menjemputmu. "kenapa tidak menyuruh paman Andi," tanya sambil memakan makanannya. "Oke Papa yang salah dan papa kira anak Papa bisa sopan terhadap teman Papa ternyata Papa salah anak Papa tidak sesopan yang papa harapkan," ucap Manan. Didalam kemasan itu pun disediakan pula alat pemecah cangkang dan Manan membantu memecahkan kulit cangkang makanan milik Amar. "Ya Amar minta maaf kan semua terjadi karena Amar gak sengaja membuat pakaian Tante kotor," ucap Amar tanpa merasa bersalah pada wanita itu. Manan tak lagi berbicara karena berbicara dengannya saat ini akan percuma saja karena anak itu pasti mengira dirinya ada hubungan Lala Manan menghelah napas dan menatap putranya dengan kecewa karena membuat pujaan hatinya terlihat buruk, mungkin Lala tadi juga dapat cemoohan dari karyawan yang tak sengaja berpapasan
"Ia menghembuskan nafasnya. 'Hemm ... anak kecil lihat aku menjadi pusat perhatian dan gunjingan mereka padahal ini baru mulai bagaimana nanti selanjutnya apa harus mundur, Aaahhh ... tidak, aku tidak boleh mundur walaupun apa yang terjadi.' Pintu lift terbuka Lala pun belum beranjak dari tempatnya berdiri, ia masih menatap pakaiannya yang sangat kotor. "Tante selanjutnya kita kemana?" tanya Amar sambil mengulum senyum samar ia sangat puas telah mengerjai wanita itu. 'jangan pikir muda untuk dapatkan Papa, hadapi anaknya dulu,' pikir Amar sambil menunggu jawaban dari Lala. "Ahh ... iya ayo keluar," ajak Lala saat tersadar kalau dia harus mengantar Amar sampai di kantor ayahnya dan ia sudah mengirim foto pada pria itu tetang pesanan makanan anaknya yang begitu banyak. Mereka berjalan menuju kantor Manan, Lala sangat beruntung di lantai ini hanya ada ruangan Manan dan Asistennya. Hingga sampai akhirnya mereka sampai di ruangan itu dan Lala mengetuk pintunya terbuka lalu Manan m
"Aku kenyang, Tante karena Tante cemberut," protes Amar. Lala duduk dengan memijit kepalanya sambil melirik bocah yang duduk tertunduk kepalanya itu. Ia menghela napas lalu berkata lagi," pesanlah kepiting lalu makanlah!" Wanita memecahkan cangkang kepiting dengan alat pemecah cangkang lalu menyuapkan dagingnya ke dalam mulutnya. "Baiklah aku akan coba beberapa porsi yang gak pedas," ucap anak itu sampai membuat Lala hampir tersedak. "Anak tampan pesan satu porsi saja dan makanlah, Oke, pesan yang biasa kamu makan dengan ayahmu, mengerti anak manis?" ucap Lala sambil menekan rasa jengkelnya yang sudah sampai ubun-ubun. "Baiklah aku hanya pesan satu porsi saja dan memakannya karena aku takut Tante kehabisan dan di suru cuci piring!" ucap amar tersenyum sambil memanggil pelayan. Tak berapa lama pelayan pun datang Amar mulai memesan makanan yang biasa di makannya dan dia juga memesan es krim coklat kesukaannya satu gelas besar. Beberapa saat kemudian pelayan kembali dengan