Pagi buta Safia terjaga, ia memeriksa Amar apakah popok bayi itu basah,.dan ternyata benar itu sebabnya kenapa tubuh Amar beberapa kali menggeliat.
Safia mengganti popok Amar yang akhirnya bayi itu tidur dengan pulasnya. Safia berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, setengah jam kemudian dia telah selesai dan keluar dengan pakaian lengkap lalu melaksanakan sholat subuh di kamar itu.Sejak sepeninggal kakaknya ia tidak lagi melihat Manan mengerjakan sholat lima yang dulu pria itu lakukan.Safia mencoba berfikir untuk menyibak tabir rahasia yang di simpan pria itu sendiri. Safia keluar dari kamar Manan dan berjalan ke ruangan kerja Manan mencoba membuka ruangan itu akan tetapi ternyata Terkunci rapat.Wanita itu menghembuskan napasnya ia sangat jengkel. Kenapa seperti ada suatu hal yang di sembunyikan darinya lalu kenapa pula Manan menyalahkan almarhum suaminya.Sungguh tidak bagus membicarakan keburukan orang yang telah meningManan mengendari mobilnya melintasi jalanan yang padat sesekali ia berhenti karena padatnya lalulintas pada saat itu. Ia menggerutu dalam hati, 'Kenapa kehidupanku begitu membosankan,' pikirnya.Ia menunggu dengan perasaan gusar, kendaraan berjalan merayap membuang waktunya yang begitu berharga, menoleh kebelakang ternyata di belakangnya sudah mobil yang lainnya dan ia tidak bisa bergerak."Kenapa setiap pagi harus seperti ini," gerutunya. tigapuluh menit kemudian baru lancar, ia kembali mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang menuju kantornya.tiga puluh menit kemudian ia sampai dan keluar dari berjalan melenggang masuk ke dalam lift tak lama kemudian lift terbuka dan ia kembali berjalan menuju ruangannya, ia ymasuk tanpa menghiraukan sekertarisnya yang memberikan penghormatan padanya Citra menghembuskan nafas 'Hari yang sulit akan di hadapi sepanjang waktu bekerja,' pikirkan"Interkom terhubung terdengar suara Manan yang sangat keras. "Citra mana File yang harus aku tandatangan
Pintu lift terbuka dan mereka keluar dan masuk kedalam mobil Manan. "Aku sudah menawarkanmu libur, Citra. Namun, kamu menolak itu artinya kamu harus meningkatkan kinerja kamu lagi. Aku tidak ingin kejadian tadi terulang kembali, Kau mengerti Citra!" ucap Manan."Baik, Pak, siap," jawab Citra yang duduk disebelah Manan."Jangan hanya, baik Pak -baik Pak saja tetapi harus kamu perhatikan dengan yang sebaik-baiknya, mengerti kamu! Jangan mentang-mentang saya suka kinerja kamu, kamu jadi keenakan sendiri," ucap Manan sambil memasang sabuk pengamannya."Baik, Pak. Saya pasti ingat hal ini," ucap Citra.Mobil berjalan dengan kecepatan sedang menuju sebuah restoran dan tak lama kemudian, mereka sampai lalu mereka keluar dari mobil dan berjalan masuk kedalam restoran.Di dalam klien sudah menunggu mereka, Manan dan Citra pun duduk di tempat yang sudah di pesan bersama klien mereka.Dua jam mereka saling bernegosiasi tentang kesepakatan setelah itu mereka menyepakati kerja sama itu lalu makan
Wajah Safia pucat pasih, ia sangat malu dan marah, ingin berontak tetapi Manan pasti akan berbuat lebih brutal lagi."Kenapa masih diam, cepat buka dan lepaskan!" perintah MananKembali Safia melanjutkan apa yang diperintahkan oleh Manan. Ia membuka resleting celana Manan dan dilepaskan."Apa ini juga harus dilepaskan?" tanya Safia Ragu."Apa sebegitu ingin kau melihat milikku yang berada dalam hingga kau ingin melepaskannya?" tanya Manan sambil memiringkan kepalanyw"Ti- tidak aku hanya bertanya," ucap Safia sambil menunduk.Hari ini dia benar-benar seperti wanita murahan dihadapan Manan dan lelaki itu terus saja menghinanya serta merendahkannya.Tiba-tiba tubuhnya melayang dan sekarang berada dalam gendongan Manan. Lelaki itu membawa dirinya ke kamar Mandi."Aku ingin Mandi, siapkan air hangat untukku!" titahnya sambil memindahi tubuh Safia yang setengah telanj4ng itu.Safia menyiapkannya ia menyalakan kran air panas dan mencampur dengan air dingin lalu menuangkan sabun cair dan aro
Akran mendes4h, aku yang salah harusnya saat itu aku tidak menuruti Hanie, tetapi hanya itu yang bisa kulakukan demi adik-adikku dan Ibuku. Hingga aku melibatkanmu Safia. Sekarang Manan menggunakanmu untuk menyakitiku, ia tahu aku akan sangat terluka melihatmu disentuh olehnya dan aku tidak bisa berbuat apa-apa.Lelaki itu menyimpan handponenya di laci meja kerjanya lalu menguncinya. Dia sekarang tahu apa yang menjadi penyebab Manan tidak merusak kamera yang berada di kamar Safia. Bagaimana pun ia harus melupakan Safia dan kembali kehidupannya semula walaupun sekarang tidak akan seperti dulu lagi.Akran keluar dari ruangan kerjanya dan berjalan menuju kamarnya. Terlihat Hanie sedang membersihkan wajahnya. Wanita itu menoleh pada Akran."Kenapa dengan dirimu?" tanya wanita itu di saat Akran sudah duduk di sofa."Aku kita kembali ke Amerika, toh di sini apa yang kau lakukan? Tidak ada, selain mabuk setiap malam. Hentikan ambisi itu!" Tekan
Safia tersenyum ia merasa sangat lega, satu Minggu ia akan terbebas dari tekanan pria yang bernama Manan itu.ia pun mencoba untuk rileks agar ASInya keluar dengan keluar dengan lancar. Amar berhenti menagis dan mulai menyesap ASI yang sudah mulai mengalir deras seperti biasa dan tak lama kemudian bayi itu pun tertidur pulas.Safia kembali meletakan Amar di dalam Boxnya lalu ia pun mengambil koper dan mulai mengemas pakaian Manan, tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan suara bariton dari seseorang."Apakah begitu sangat menyenangkan untukmu bisa terbebas dariku, atau kau memang sengaja melakukan itu agar aku kalah, begitu?" tanya Manan pada Safia. Wanita itu mendongak dan menatap Manan"Tidak, bukankah kau tahu sendiri bahwa Amar menangis karena ASI tidak lancar," protes Safia."Kalau begitu buat hatimu bergembira, aku sudah mentransfer sejumlah uang padamu sebagai pembayaran Asimu dan pelayanan ranjang untukku. Jadi siapkan dirimu saat aku pulang nanti, karena aku akan menagih hakku seb
Safia menyusul Manan yang ada di depannya dengan berjalan lunglai, sampai kapan ia harus menahan kata-kata pedas pria itu.Manan duduk di meja makan ia menyesap kopi dengan perlahan. "Kenapa kopinya tidak sedap? Seperti wajahmu sekarang ini. Apa kau membuatnya dengan kebencian yang mendalam?" tanya Manan mencibirnya."Tidak usah kau minum, Mas Manan. Kalau kamu tidak suka," jawab Safia Jengkel."Sudah kau buat, kalau tidak ku minum lalu kuapakan? Kau mudah marah juga ternyata," ucap Manan pada Safia."Terserah!" ucap Safia singkat."Kalau begitu bantu aku menghabiskannya," ucap Manan Manan tahu bahwa Safia tidak menyukai kopi, mencium aroma kopi saja ia sudah mual apa lagi untuk meminumnya, wanita itu tadi pasti terpaksa membuatkan kopi untuknya dengan menahan rasa mualnya.Safia terdiam ia menatap kopi yang dibuatnya tadi yang telah disodorkan ke arah dirinya, aroma menyengat menyeruak ke dalam hidungnya. Lelaki ini mulai mengerjainya lagi."Kenapa diam, apa kau tidak mendengarku?" t
"Kenapa kau berteriak?" tanya Manan"Karena aku kaget kau meminta banyak nasi. Ayolah jangan kau suruh aku menghabiskan lagi!" rengeknya dengan memelas."Itu Aku yang makan, kenapa kamu takut sekali," jawab Manan."Itu sering kau lakukan!" protesnya."Itu pun kulakukan karena aku tidak ingin anakku kurus, ia makan dari kamu bukan jadi yang harus makan banyak itu, kamu," ucap Manan tidak mau kalah."Ahh ... kau benar-benar menyebalkan!" teriak Safia."Sini biar kutambah sendiri! Kamu lelet kayak kura-kura!" makinya sambil merampas piring yang dipegang Safia.ia menambahkan nasi setengah centong lalu mengambil lauk, sayur dan kuahnya kemudian ia makan beberapa sendok setelah itu, dia menyendok makanan dan diarahkan ke mulut Safia."Lagi?" teriak Safia."Kenapa? Aku lagi berbaik hati padamu, perutmu saat ini sedang kosong dan mintak di isi," ucap Manan."Aku belum lapar, Mas!" teriaknya kembali."kau kusuap pakai apa? Tangan apa mulutku? kau tahu bukan siapa dirimu saat ini? Jadi jangan
Adzan subuh terdengar oleh telinga Safia dan ia pun terbangun dari tidurnya ia menoleh ke samping dan Manan masih tertidur pulas, setelah Laila meninggal, Manan tidak lagi menunaikan sholatnya, Safia pun tak berani membangunkannya jika ia membangunkannya sama saja membangunkan ular yang sedang tidur.Ia berinsut dengan pelan, ke ujung tempat tidur untung saja letak tempat tidurnya hanya satu sisi yang menempel di dinding dan ujungnya tidak sehingga ia tidak akan melewati tubuh Manan jika harus bangun terlebih dahulu dan meninggalkan ranjangnya.Setelah itu ia meninggalkan ruangan Manan menuju ruangan sendiri ia tidak mengerti kenapa Manan tidak memperbolehkan tidur Ia di sini tetapi pria itu lebih suka menggunakan tempat ini untuk merendahkan dan menyiksa hati Safia.Ia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya lalu keluar hanya memakai handuk saja yang membalut tubuhnya dia atas adanya hingga mencapai batas pahanya.Ia berjalan menuju lemari dan mengambil pakaian lalu ak
Hari berjalan terus Manan sibuk dengan Lala bahkan tidak memperhatikan anak-anaknya selalu berangkat lebih awal, dan tidak pernah lagi sarapan pagi di rumah, ia lebih suka melakukannya di apartemen Lala. Amar mulai kehilangan sosok sang ayah, berbeda lagi dengan Safia, ia selalu saja menyempatkan dirinya untuk sarapan pagi dengan anak -anaknya dan masih mengantar jemput mereka. Akan tetapi Amar merasa sangat tidak suka saat Safia bersama lelaki lain saat menjemputnya bersama sang adik. Namun, Amar tidak bisa memprotesnya sebab sang mama bilang mereka baru meninjau bersama dan sekalian menjemput mereka. Sesampainya di atar di rumah, Safia kembali ke kantor bersama pria itu sedangkan Amar dan Erina berada di rumah dengan Ira sang asisten rumah tangga. Amar menatap mobil yang keluar dari pintu gerbang rumahnya lalu mengajaknya sang adik masuk ke dalam sambil berfikir bagaimana cara agar orang tuanya tahu, bahwa ia dan adiknya membutuhkan mereka berdua. Sampai di dalam mereka disa
Safia dengan tergesa-gesa berjalan menaiki tangga menuju kamar Sang Putri, Ia pun berhenti beberapa saat untuk menetralkan kemarahannya pada Manan yang entah kenapa bersikap sinis padanya. ia menghembuskan nafas beratnya lalu tersenyum kemudian berjalan masuk ke dalam kamar yang putri terlihat wajah lelaki yang duduk di bibir ranjang menemani sang adik yang belum tidur sana menunggu papanya untuk menemaninya tidur. "Mana Papa? Kenapa Mama kembali ke sini sendirian?" tanya Amar "Papa masih harus menyelesaikan pekerjaannya dia akan menyusul kemari, nanti setelah pekerjaannya selesai dan kamu Amar, Pergilah tidur di kamar tidurmu biar mama yang akan menemani adikmu sampai bapakmu kemari," perintah Safia. "Mama mengusir Amar?" tanya bocah lelaki itu. "Tidak, hanya besok kamu harus sekolah, jadi lebih kamu beristirahat di kamarmu sendiri lagi pulang adiknya masih sakit kan takutnya kamu juga akan terkena virusnya lalu ikut sakit yang repot siapa kan Mama juga," ucap Safiah. "Oh
Safia menatap kepergian Manan dengan hati galau. 'Apa ini benar, andai pun terjadi masalah antara aku dan Manan harusnya aku tidak boleh mempunyai ketertarikan dengan pria lain hingga masalah rumah tanggaku beres, tetapi lelaki yang memenjarakan dirinya dalam hubungan pernikahan hanya mau melepaskanku saat ada seseorang pria yang mampu menyentuh hatiku dan saat ini pria itu hadir, Namun kenapa aku merasa Mas Manan tidak sungguh-sungguh untuk melepaskanku. Meski tak ada rasa cinta dari sebuah hubungan pernikahan, tetaplah salah jika membina hubungan dengan pria lain di atas pernikahan yang rapuh.' batinnya sedih ia menatap putra sambungnya dan tersenyum berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. "Apa Mama baik-baik saja?" tanya Amar pada Safia. "Mama baik-baik saja sayang, jangan cemas tidak ada sesuatu yang di perdebatkan dengan papa, kami hanya mitra kerja, jangan terlalu berfikir yang belum saatnya kamu pikirkan," ucap Safia pada Amar. "Aku hanya ingin selalu bersama kalian,
Saya yang minta maaf, karena menyentuhmu, saya tunggu di ruang tamu," ucap Manan berjalan keluar dari kamar Lala sambil merapikan pakaiannya. Lala menghebuskan napas. 'Liar juga si Bapak punya anak dua itu,' gumamnya dalam hati. sambil melihat bercak merah di leher dan dada. ia pun mengambil pakaian di dalam lemari dan memakainya lalu berjalan keluar menuju ruang tamu untuk menemui Manan. "Hemm ... Bapak mau minum apa?" tanya Lala menghilangkan kecanggungannya terhadap pria itu. "Tidak usah repot-repot, kamu duduk di sini dengan saya saja, sebenarnya saya ingin meminta maaf padamu tetang perbuatan Amar padamu, malah jadi berlaku tidak senonoh, mestinya kamu menampar saya," jawab Manan. "Saya yang salah, keluar hanya memakai handuk saja, jadi maaf bukan maksud saya untuk menggoda Anda. "Tidak, saya merasa kamu tidak menggoda saya wajar saja karena saya tidak memberi tahumu sebelumnya kalau saya datang. Justru saya minta maaf atas kelancangannya saya, Saya jamin tidak akan ter
"Bagaimana?" tanya Aran saat Safia telah tiba di ruang tamu. "Hem gak tahu, kayaknya di sekolah ada masalah sehingga seperti itu," jawab Safia pada lelaki itu. "Oke, karena anakmu sudah pulang aku pulang saja, takut menganggu quali time kamu saja," pamit Aran. "Oh ya, maaf penyambutan putraku yang mungkin membuat kamu tidak enak hati," ucap Safia pada pria itu. "Tidak apa-apa, jangan lupa besok pagi-pagi kita harus sudah sampai ke lokasi proyek, jika mobilmu masih di perbaiki maka nanti akan kujemput, bagaimana?" tanya pria itu pada Safia. "Tidak usah aku mau ke kantor dulu," ucap Safia. "Iya, di kantor maksudku," ucap Aran pada Safia. "Baiklah terserah Anda saja," ucap Safia tersipu dan Aran menggangguk sopan lalu pria itu pun keluar dari ruang tamu menuju mobilnya dan masuk serta mengemudikannya berjalan melewati gerbang rumah Manan. Safia menatap mobil itu hingga pergi menjauh. Ia menggelengkan kepalanya menepikan rasa yang ada dalam dirinya. Ia berjalan masuk kem
Taksi membawa Manan dan putranya pulang ke rumah, tadi dia berniat untuk pulang tetapi ia berfikir untuk meminta maaf secara langsung pada Lala. Ditengah perjalanan ia pun berubah pikiran. "Hem, sepertinyq Papa hanya bisa mengantarkanmu sampai pintu gerbang karena Sekertarisnya Papa, mbak Citra mengingatkan papa kalau jam satu akan ada rapat," jelas Manan pada sang putra. "Baiklah terserah Papa, dari tadi kan Amar ingin pulang sendiri, Papa saja yang memaksa untuk mengantarku pulang," jawab Amar pada Manan dengan ketusnya. Bocah lelaki itu menduga pasti sang ayah akan menemui Tante-tante yang menjemputnya tadi untuk miminta maaf. Manan menatap putra dengan lekat sambil menghelah napas. Taksi pun berhenti tepat di depan pintu gerbang rumahnya dan Amar pun turun sendiri tanpa sang ayah, menutup dengan keras dan berjalan tanpa menengok ke arah ayahnya. "Marah anaknya, Pak?" tanya sang sopir taksi dan Manan hanya tertawa lalu memberi tahukan alamat mana yang harus dituju dan tak
"Papa, membela Tante itu?" tanyanya pada sang papa. "Bukan membela, kalau sikapmu seperti itu, mungkin tadi papa tidak meminta tolong padanya. Papa akan Andi untuk menjemputmu. "kenapa tidak menyuruh paman Andi," tanya sambil memakan makanannya. "Oke Papa yang salah dan papa kira anak Papa bisa sopan terhadap teman Papa ternyata Papa salah anak Papa tidak sesopan yang papa harapkan," ucap Manan. Didalam kemasan itu pun disediakan pula alat pemecah cangkang dan Manan membantu memecahkan kulit cangkang makanan milik Amar. "Ya Amar minta maaf kan semua terjadi karena Amar gak sengaja membuat pakaian Tante kotor," ucap Amar tanpa merasa bersalah pada wanita itu. Manan tak lagi berbicara karena berbicara dengannya saat ini akan percuma saja karena anak itu pasti mengira dirinya ada hubungan Lala Manan menghelah napas dan menatap putranya dengan kecewa karena membuat pujaan hatinya terlihat buruk, mungkin Lala tadi juga dapat cemoohan dari karyawan yang tak sengaja berpapasan
"Ia menghembuskan nafasnya. 'Hemm ... anak kecil lihat aku menjadi pusat perhatian dan gunjingan mereka padahal ini baru mulai bagaimana nanti selanjutnya apa harus mundur, Aaahhh ... tidak, aku tidak boleh mundur walaupun apa yang terjadi.' Pintu lift terbuka Lala pun belum beranjak dari tempatnya berdiri, ia masih menatap pakaiannya yang sangat kotor. "Tante selanjutnya kita kemana?" tanya Amar sambil mengulum senyum samar ia sangat puas telah mengerjai wanita itu. 'jangan pikir muda untuk dapatkan Papa, hadapi anaknya dulu,' pikir Amar sambil menunggu jawaban dari Lala. "Ahh ... iya ayo keluar," ajak Lala saat tersadar kalau dia harus mengantar Amar sampai di kantor ayahnya dan ia sudah mengirim foto pada pria itu tetang pesanan makanan anaknya yang begitu banyak. Mereka berjalan menuju kantor Manan, Lala sangat beruntung di lantai ini hanya ada ruangan Manan dan Asistennya. Hingga sampai akhirnya mereka sampai di ruangan itu dan Lala mengetuk pintunya terbuka lalu Manan m
"Aku kenyang, Tante karena Tante cemberut," protes Amar. Lala duduk dengan memijit kepalanya sambil melirik bocah yang duduk tertunduk kepalanya itu. Ia menghela napas lalu berkata lagi," pesanlah kepiting lalu makanlah!" Wanita memecahkan cangkang kepiting dengan alat pemecah cangkang lalu menyuapkan dagingnya ke dalam mulutnya. "Baiklah aku akan coba beberapa porsi yang gak pedas," ucap anak itu sampai membuat Lala hampir tersedak. "Anak tampan pesan satu porsi saja dan makanlah, Oke, pesan yang biasa kamu makan dengan ayahmu, mengerti anak manis?" ucap Lala sambil menekan rasa jengkelnya yang sudah sampai ubun-ubun. "Baiklah aku hanya pesan satu porsi saja dan memakannya karena aku takut Tante kehabisan dan di suru cuci piring!" ucap amar tersenyum sambil memanggil pelayan. Tak berapa lama pelayan pun datang Amar mulai memesan makanan yang biasa di makannya dan dia juga memesan es krim coklat kesukaannya satu gelas besar. Beberapa saat kemudian pelayan kembali dengan