Aroma pahit semangkuk besar ramuan tradisional itu tercium tajam di hidung Stefan. “Bangun, minum obat.” Olivia berkata dengan wajah garang. Stefan bangun dengan wajah masam. Dia menelan ludah melihat semangkuk besar ramuan itu, mencoba bertanya, “Oliv, boleh kasih aku manisan, nggak?”“Menurut kamu?” balas Olivia tajam.Karena dipelototi oleh sang istri, Stefan bungkam. Dia mengambil mangkuk obat tersebut, mencium aroma pahitnya. Stefan seketika merasa mual."Oliv, ini masih panas banget, aku minum nanti saja, ya?""Terserah."Olivia duduk di sofa, bersandar ke belakang, kemudian mengeluarkan ponselnya. Dia mengirimkan pesan suara kepada Odelina, "Kak, tolong kunci pintu, aku nggak pulang malam ini."Mendengar kalimat Olivia, mata Stefan berbinar. Bibirnya tidak bisa menahan senyum.Meskipun perut Stefan terasa sakit dan harus minum semangkuk besar ramuan pahit, dia senang karena Olivia akan menginap.Melihat senyum bahagia Stefan, Olivia melihat ke kiri dan ke kanan, lalu meraih b
Saat Stefan merintih kesakitan, Olivia dengan keras melepaskan diri dari rangkulan lengan Stefan. Olivia berdiri, lalu menyodorkan mangkuk berisi ramuan obat itu ke depan Stefan. Dengan ekspresi mengancam, Olivia berkata, "Cepat minum obat!"Stefan, yang bibir dan wajahnya sakit karena digigit, sekarang masih harus minum semangkuk besar obat. Stefan menatap Oliva sejenak, kemudian menerima ramuan obatnya."Nggak usah akting sok melas gitu. Nggak ada ngaruhnya sama aku." Stefan tertawa getir. Stefan tahu meski berbicara kasar, tapi hati Olivia lembut.Sambil memandangi Olivia, Stefan minum obat.Obat itu pahit, tapi dengan Stefan memandangi Olivia, obat itu jadi terasa tidak pahit sama sekali. Bahkan malah terasa manis.Tak lama, mangkuk berisi ramuan obat itu pun habis diminum oleh Stefan.Olivia mengambil mangkuk dari tangan Stefan, kemudian berbalik pergi ke dapur untuk mencucinya.Ketika sang istri pergi, Stefan segera kebingungan mencari sesuatu di ruang tamu.Pahit!Stefan ingin m
Sarapan Olivia bermacam-macam. Dia sengaja ingin membuat Stefan tergoda."Malam ini aku mau pergi ke pesta sama tante. Nggak bisa nemenin kamu makan malam. Kalau kamu nggak mau makan di hotel, nanti aku siapin makan malam di toko. Suruh Dimas ambil." Olivia memberi tahu Stefan rencana hari itu, sembari makan sarapannya yang beraneka ragam."Mau aku temenin nggak? Pestanya siapa memang?" tanya Stefan. "Nggak usah lah. Tante bawa aku sama Amelia juga perginya. Pesta siapa, ya? Nggak tahu, deh. Lupa. Banyak banget undangannya, aku nggak ingat satu-satu.”Stefan menggerutu dalam hati, berkata, “Ya sudah kalau kamu perginya sama tante dan sepupumu. Aku jadi tenang. Kalau gitu aku lembur deh nanti malam. Kamu suruh Dimas bawain aku makanan saja.”Kalau istrinya membuat dia makanan, Stefan tidak mau makan di hotel. "Boleh lembur, tapi jangan terlalu larut. Nanti aku pulang sebelum jam sebelas malam. Kalau aku pulang nanti kamu nggak di rumah, aku kunci pintu. Kamu tidur di luar saja. Aku ng
Nenek menjawab, “Mereka nggak tahu Nenek naik mobil apa, tapi pernah cegat mobil Mama kamu. Terus pernah juga sekali, mobil bibi kamu.”Melihat ekspresi masam Olivia, Nenek menghiburnya, “Kami semua tahu mereka orang seperti apa. Sekarang mereka beralasan minta mas kawin, padahal sebenarnya mereka pengin kami jadi kesal sama kamu. Bikin kamu nggak bahagia tinggal bersama keluarga kami.”“Niat mereka itu, kami tahu, kok. Oliv, tenang saja, mereka nggak bakal dapat apa-apa. Waktu mereka nyegat mobil mertuamu, mertuamu langsung telepon polisi, bilang kalau ada orang yang mau rampok.”“Kakekmu itu yang paling nggak tahu malu. Nggak ada angin, nggak ada hujan, bilang ditabrak. Dia nggak sadar aja ada kamera cctv di jalanan yang biasa kami lewati. Akibatnya, begitu polisi datang dan mengecek cctv, kakekmu malah kena marah. Anak dan cucunya ditelpon untuk membawa kakekmu pergi.”“Yang paling ngeselin, mereka nyuruh wartawan berdandan seperti mereka, lalu diam-diam memfoto kami. Tapi juga keta
Karena Olivia dan Stefan tidak tinggal bersama, setiap hari Bi Lesti hanya datang ke Lotus Residence untuk bersih-bersih dan menyiram tanaman di balkon. Dia tidak tinggal di sana lagi. Bi Lesti tinggal di tempat tinggal lamanya, di vila pegunungan.Setelah kembali dari cuti, Pak Arif, si kepala urusan rumah tangga, memberikan Bi Lesti sebuah mobil agar dia bisa keluar masuk dengan mudah."Non Oliv." Bi Lesti baru saja selesai mengepel lantai ketika melihat Olivia datang. Dia menyapa dengan sopan."Bi Lesti, panggil aku kayak dulu saja, “Mbak Oliv” saja. Jangan panggil aku Non gitu. Aneh banget dengarnya.”Olivia sama sekali tidak ingin terlihat tinggi di depan Bi Lesti.Bi Lesti tidak berani, dia berkata, "Kalau begitu, nanti Den Stefan potong gaji saya.”"Nanti kalau sudah sering dengar, pasti akan terbiasa.”Olivia diam. Stefan memang sering mengancam orang.Olivia kemudian masuk ke dalam toko. Junia melihat Olivia masuk, memandangnya dari atas ke bawah."Ada apa, nih? Semangat sek
Olivia tersenyum, "Bi Lesti sama aku saja yang bantu-bantu, sudah cukup, kok.”Toko yang disewa Odelina tidak terlalu besar. Jika terlalu banyak orang yang membantu, toko itu malah akan terasa penuh. Di tengah percakapan mereka, ada dua orang masuk. Oh bukan, ternyata tiga orang. Salah satunya adalah Hendra, sepupu termuda Olivia. Dialah orang yang tahun lalu menghadang mobil Olivia tengah malam, berusaha memberi pelajaran pada Olivia tetapi justru Olivia yang membawanya ke kantor polisi.Hendra sempat mendekam lima hari di sel penjara. Setelah bebas, Hendra bukannya menyesal, malah makin membenci Olivia. Hendra putus sekolah. Dia sendiri yang tidak bersedia pergi ke sekolah. Orang tuanya terlalu memanjakan Hendra. Orang tua Hendra merasa karena prestasi Hendra tak begitu bagus, jadi pasti dia tidak akan bisa masuk ke perguruan tinggi bagus. Mereka berkesimpulan, tak ada gunanya Hendra sekolah. Setelah berhenti sekolah, Hendra hanya main gim sepanjang hari di rumah. Tidak punya ke
Awalnya, Olivia tidak tahu yang mana mobil Hendra, Hendra sendiri yang memberitahu Olivia dari gerak-geriknya. Olivia tahu bahwa itu adalah mobil Bobby, karena di antara saudara-saudaranya yang lain, mobil Bobby adalah yang terbaik.Olivia mendekati mobil tersebut. Dengan pisau kecilnya, dia menusuk keempat ban mobil itu sampai bocor. Ban-ban tersebut seketika kehilangan udara, kempes."Oh, no!" Hendra melihat keempat ban yang kempes dengan ekspresi ketakutan, "Aku nggak punya uang buat ganti ban mobil baru. Olivia!”Hendra berteriak, "Kamu harus ganti!”Olivia melihat Hendra dengan tatapan dingin sambil bermain-main dengan pisau kecilnya.Olivia berjalan mendekat ke arah Hendra, membuat teriakan Hendra semakin pelan.Olivia berdiri di depan Hendra, kemudian menepuk-nepuk wajah Hendra dengan pisau kecil itu.Hendra ketakutan. Dia bahkan tidak berani mengeluarkan nafas. Hendra takut Olivia akan menggoreskan pisau di wajahnya. Dia takut wajahnya rusak. Hendra belum menikah. "Siapa yang
"Hendra, kamu sudah pernah berurusan sama aku, ‘kan!? Kalau kamu tetap nggak mau bicara, kamu pasti tahu kalau aku bisa sayat wajahmu itu sekarang juga. Mukamu itu sudah jelek, jerawatan pula. Kalau sampai kena sayatan pisau lagi, sudah pasti makin kelihatan menakutkan. Kamu nggak akan pernah bisa punya istri, jadi bujang lapuk.”Hendra pucat pasi, dengan terbata-bata berkata, "Aku, aku nggak bisa bilang apa-apa ...."Ketika Hendra mengatakan itu, Olivia tahu bahwa kerabat-kerabatnya di kampung pasti sedang merencanakan sesuatu untuk mencelakai dirinya.Kemudian Olivia berkata kepada dua pengawalnya, "Bawa dia masuk, biar kuurus adik sepupuku ini.”"Kak, aku bisa masuk sendiri, jangan suruh mereka menyentuhku. Mereka kasar banget." Hendra melompat mengikuti Olivia masuk ke dalam toko.Saat tertangkap basah oleh Olivia, Hendra sadar bahwa tak akan ada untungnya jika dia tidak bicara. Hendra justru akan dihajar sampai babak belur.Setelah masuk ke dalam toko, Hendra takut-takut mempersil