Mendengar kalimat itu membuat Albert tergagap dan tidak percaya.“Ma, Mama sedang membohongiku, kan? Biar aku bisa menyerah? Bagaimana mungkin suaminya Kak Olivia adalah Tuan Muda Adhitama? Aku ….” Albert teringat bahwa dia belum pernah bertemu dengan suaminya perempuan itu semenjak Olivia menikah.“Mama nggak perlu membohongimu karena Mama juga baru tahu. Stefan sendiri yang bilang sama kami, katanya kamu menginginkan istrinya makanya dia menyerang perusahaan kita. Albert, kalau kamu masih mengganggu Olivia, perusahaan kita yang akan jadi korbannya.”Dengan tegas Dessy berkata, “Kamu nggak bisa mendatangkan keuntungan buat Pratama Group, tapi kamu juga nggak boleh menghancurkan Pratama Group.”Albert merasa tidak percaya kalau suaminya Olivia adalah Tuan Muda Adhitama.“Yang paling penting, dia itu suaminya Olivia! Kita lupakan status dari suaminya Olivia, dengan kamu mengejar istrinya orang lain, kamu sudah salah besar! Dia itu sudah memiliki suami, kamu akan mencelakai dia!”“Mama s
Ponsel Stefan nyaris terlempar jatuh ke lantai. Dia bergegas menghubungi Reiki dan bertanya, “Reiki, Olivia ada di rumah sakit mana?”Satu kalimatnya ternyata memberikan dampak begitu besar bagi perempuan itu dan membuat Olivia terluka. Stefan menyesal dan merasa bersalah. Kenapa dia tidak bisa mengendalikan emosinya?“Aku juga nggak tahu ada di rumah sakit mana. Aku datang ke toko dan hanya melihat Junia sendiri. Aku tanya dia dan tahu kalau Ibu Direktur terluka. Amelia yang antar ke rumah sakit. Kalau kamu mau tahu, kamu telepon saja.”Stefan langsung memutuskan sambungan telepon. Dia mencoba menghubungi Olivia dan diangkat oleh perempuan itu beberapa saat kemudian.“Olivia, kamu ada di rumah sakit mana? Lukanya parah nggak? Aku segera ke sana.”Orang yang menerima telepon tersebut adalah Amelia. Sekarang Olivia sedang diinfus. Amelia baru melihat luka Olivia yang cukup dalam saat tiba di rumah sakit. Dokter membersihkan luka Olivia yang masih mengalirkan darah segar. Saat melihat da
Wajah Stefan menggelap. Tidak heran kalau Amelia adalah adik kandungnya Aksa. Keduanya memiliki sifat yang sama persis! Setelah mengetahui dia adalah suaminya Olivia, mereka bersikap angkuh di hadapannya.Stefan memutuskan sambungan telepon. Rumah sakit yang paling dekat dengan toko Olivia adalah Mambera Medical Center.Telepon Amelia yang diputuskan secara sepihak oleh Stefan tidak membuat perempuan itu marah. Dia meletakkan ponsel Olivia ke dalam tas perempuan itu dan berkata, “Oliv, Mama kamu itu tantenya aku. Kita berdua sepupu kandung dan sudah dipastikan dengan tes DNA. Kenyataan itu nggak akan pernah bisa ditutupi.”“Aku lebih tua satu tahun dibandingkan kamu, bukankah sudah seharusnya kamu panggil aku ‘Kakak’? Stefan itu suami kamu, sudah sewajarnya dia memanggilku ‘Kakak’ juga. Kamu harus paksa dia panggil aku ‘Kakak’, kalau nggak aku nggak akan terima!”Olivia ingin tertawa dan berkata, “Mulutnya ada di Stefan, aku nggak bisa mengatur dia mau manggil kamu ‘Kakak’ atau nggak.”
Oliva mengerjapkan matanya menatap Amelia yang terus berbicara panjang lebar.“Aduh, mulut aku kering karena berbicara. Aku mau ambil air dulu, kamu mau minum?”“Boleh, terima kasih.”Amelia mencubit pipi Olivia dan tertawa sambil berkata, “Nggak perlu sungkan. Oliv, kulitmu bagus sekali. Perawatanmu bagus juga. Stefan suka sentuh wajah kamu, nggak?”Olivia terdiam dan tidak menjawab. Tanpa menunggu jawaban perempuan itu, Amelia pergi dengan tawanya. Dia menuangkan air untuknya dan juga Olivia kemudian menyuapkan minuman itu.“Sini aku bantu suapin.”“Aku bisa sendiri. Jariku memang diperban dan nggak bisa melakukan apa pun. Tapi aku masih bisa pegang gelas dan minum air.”Setelah minum, Amelia duduk dan berkata lagi, “Aku sudah ngomong sama kamu panjang kali lebar. Kamu harus memikirkannya dengan baik-baik. Kalau nggak bersedia berjuang dan merubah dirimu sendiri, kamu harus bilang dengan Stefan. Kalau dia dan keluarganya nggak bisa terima, kalian hanya perlu segera mengakhirinya.”“K
Dia tidak menyangka bahwa dirinya dibohongi oleh Nenek dan juga Stefan. Dia pikir suaminya hanya karyawan biasa, tetapi ternyata tuan muda dari keluarga terkaya nomor satu. Cerita hidupnya seperti cerita-cerita di novel yang membuat Olivia sendiri merasa bingung.Jalan hidup yang dilalui tantenya sangat sulit untuk diikuti oleh Olivia. Zaman dulu tidak sama dengan zaman sekarang. Olivia tahu kalau seorang perempuan harus kuat. Dia juga tidak pernah ingin bergantung pada lelaki. Pernikahan kakaknya menjadi sebuah pelajaran paling berharga bagi Olivia. Dia tidak akan percaya dengan kalimat-kalimat manis lelaki.Beberapa orang lelaki berseragam jas rapi masuk dan mengelilingi seorang lelaki yang masuk ke dalam ruang rawat. Kemunculan mereka menarik Olivia kembali ke alam nyata. Mereka berdua menoleh ke arah orang-orang itu secara bersamaan.Amelia pikir orang yang datang adalah Stefan. Namun matanya mengerjap ketika melihat lelaki yang dikelilingi itu dan bergumam, “Kok bisa dia?”Bisa-bi
“Oh iya, pemimpin keluarga Junaidi juga sama seperti kamu. Dia menikah kilat. Istrinya juga berasal dari desa dan tumbuh di desa. Nasibnya lebih baik saja karena meski dia anak pungut, tetapi dia dirawat seperti anak kandung.”“Dia ada orang tua yang menyayanginya dengan tulus dan juga kakak yang sangat memanjakannya. Setelah itu dia menemukan orang tua kandungnya yang ternyata merupakan orang terkaya di Kota Dawan. Mendadak identitasnya sebagai anak desa berubah total! Dia menjadi orang yang pantas bersanding dengan pemimpin keluarga Junaidi.”Amelia merupakan anak orang kaya. Dia cukup mengerti tentang keluarga kaya. Akan tetapi, adik sepupunya tidak seberuntung Nyonya Muda Junaidi.“Olivia, menurutmu aku perlu menyapa dia? Aku dan Tuan Muda itu juga pernah bertemu.”“Kalau kenal kamu sapa saja,” ujar Olivia sambil tertawa.“Aku juga merasa aku harus menyapanya. Kamu tunggu di sini dulu. Kenapa ke rumah sakit harus bawa anak buah sebanyak ini? Takut perawat menusuk dia dengan jarum?”
Beberapa menit kemudian, Stefan tampak tiba dengan ekspresi panik.“Olivia.”Di matanya hanya ada sosok Olivia dan tidak fokus pada Amelia yang tengah berbincang dengan Jonas di samping. Dengan langkah besar lelaki itu menghampiri Olivia. Dia melihat cairan infus dan menunduk untuk menggenggam jari Olivia yang terluka dengan hati-hati.“Sakit, nggak?” tanya Stefan.“Kamu coba saja biar tahu sakit atau nggak.”“Olivia, maaf. Aku salah lagi,” kata Stefan menyalahkan dirinya sendiri.“Nggak ada hubungannya denganmu. Aku yang nggak hati-hati.”Stefan menatapnya dan membuang wajahnya setelah bertatapan sejenak dengan perempuan itu. Hatinya terasa sakit sekali. Dia bangkit berdiri dan berkata, “Aku antar kamu pulang setelah selesai infus. Kamu istirahat yang benar, beberapa hari ini jangan kena air. Takut infeksi lagi.”“Pekerjaanmu sangat sibuk, nggak perlu antar aku pulang. Amelia akan mengantarkanku.”Hari ini adalah hari sabtu. Semua orang yang ada di perusahaannya lembur dan sepertinya
“Oliv, kamu mau dia yang antar atau aku?” tanya Amelia.“Biar aku naik taksi sendiri.”Olivia tidak membiarkan mereka berdua mengantarnya karena keduanya tidak boleh dibuat tersinggung.“Biar Stefan yang antar kamu. Aku sudah terlalu lama keluar dan sudah harus balik. Mama nggak tahu kalau aku pergi,” kata Amelia memilih mengalah.Dia menatap Stefan dalam-dalam kemudian melepaskan pegangannya pada Olivia untuk pergi.“Stefan,” panggil Amelia yang tiba-tiba menghentikan langkahnya. Dia menoleh dan berkata, “Stefan, jangan paksa Olivia! kami itu keluarga dan akan begitu selamanya! Kamu jangan pikir Olivia nggak ada keluarga yang membelanya! Kalau kamu berani menyakitinya lagi dan memaksa kebebasan dia, aku nggak akan diam!”Rahang Stefan mengetat dan dengan dingin berkata, “Kamu nggak akan ada kesempatan untuk mengancamku!”“Oliv, kalau dia jahat sama kamu, kamu harus kasih tahu aku. Aku akan bantu kamu kasih dia pelajaran! Oh iya, Stefan, kamu harus panggil aku ‘Kakak’! Kalau nggak, ber
Calvin ingin menjemput Rosalina di bandara, tapi Rosalina tidak mengizinkannya pergi. Rosalina pulang bersama pengawalnya. Rosalina bilang dia sudah bisa melihat. Calvin tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya lagi. Biar dia bisa jadi lebih mandiri.Baiklah, Calvin hanya bisa menuruti apa kata istrinya. Kebetulan dia juga sangat sibuk. Rosalina perhatian padanya, tidak butuh Calvin jemput di bandara. Calvin pun segera menyelesaikan pekerjaannya dan pulang untuk menunggu Rosalina.Calvin sudah menyiapkan satu meja penuh dengan makanan favorit istrinya. Rosalina sudah makan di pesawat. Namun sesampainya di rumah, dia sudah lapar lagi. Jarak bandara dan rumahnya agak jauh.Entah kapan hujan yang menetes di luar berhenti. Akan tetapi, ada air di mana-mana. Langit masih mendung. Suhu lebih rendah dibandingkan tadi pagi.Begitu mendengar suara mobil, Calvin langsung keluar untuk menyambut Rosalina. Tepat saat Rosalina keluar dari mobil, Calvin pun segera menuruni tangga sambil tersenyum. “Sud
“Bukannya Ronny kerja dengan baik? Yohanna juga nggak pilih-pilih masakan yang dia buat.”Risa bertanya dengan heran. Tanpa menunggu jawaban Jaka, dia pun berkata lagi, “Padahal masakannya benar-benar enak. Tapi dia sendiri sudah jadi bos. Mungkin dia nggak bisa terima perubahan status secara tiba-tiba.”Bekerja sebagai koki pribadi di keluarga Pangestu sama saja dengan menjadi pelayan. Ronny memiliki kemampuan, dia juga telah menjadi bos. Dia tidak kekurangan uang. Dia menjadi koki pribadi keluarga Pangestu hanya untuk sebuah tantangan. Wajar saja kalau dia sudah tidak tahan lagi.Sayang sekali, baru dua hari sudah harus diganti lagi. Risa sudah terbiasa dengan seringnya pergantian koki di rumahnya.“Tommy sangat suka sarapan yang dibuat Ronny. Banyak jenis, bahkan bisa buat bentuk hewan kecil. Tommy dan yang lainnya sangat suka.”Jaka menunggu hingga Risa selesai bicara. Setelah itu, dia baru menjelaskan, “Bukan karena Ronny nggak kerja, Bu. Bu Yohanna mau ke luar kota, jadi Ronny ik
Rasanya Jaka yang menjadi kepala pengurus villa ini sangat mengkhawatirkan Yohanna. Yohanna mau ke luar kota, Jaka pun pesan kepada Ronny berulang kali. Satu hal diulang terus berulang kali, seolah takut Ronny akan lupa.Awalnya Jaka ingin meminta Ronny menjaga Yohanna. Mungkin karena Jaka mengingat Ronny masih muda dan belum menikah, begitu pula dengan Yohanna. Jaka pun berubah pikiran.Pria dan perempuan lajang tinggal bersama, mudah untuk terjadi masalah. Jadi Jaka tidak boleh membiarkan Ronny punya niat tidak baik. Lebih baik biarkan Ronny hanya bertanggung jawab memasak. Ada pengawal perempuan yang menjaga Yohanna.Padahal Ronny sama sekali tidak punya niat jahat. Lagi pula, dia baru saja hadir dalam kehidupan Yohanna. Meskipun sejak awal dia sudah tahu kalau Yohanna adalah calon istri yang neneknya pilihkan untuknya. Mereka baru saja saling kenal. Bagaimana mungkin ada perasaan di antara mereka?Tanpa perasaan, Ronny tidak menginginkan apa pun. Dia hanya ingin fokus memasak. Jika
Ronny dan Jaka datang dengan mobil yang sama. Dalam perjalanan pulang, Ronny bertanya pada Jaka, “Biasa kalau Bu Yohanna dinas ke luar kota, dia tinggal di hotel atau dia ada beli rumah dan tinggal sendiri?”“Bu Yohanna nggak bilang mau ke mana. Kalau tempat yang ada perusahaan cabang, biasanya ada rumah sendiri. Setiap kali ke sana, Bu Yohanna tinggal di rumahnya sendiri. Rumahnya mungkin nggak besar, tapi ada karyawan. Barang kebutuhan sehari-hari pasti sudah ada,” jawab Jaka.“Kalau dia pergi sekadar bahas kerja sama dengan orang lain, Bu Yohanna akan tinggal di hotel. Sekalipun tinggal di hotel, dia akan tinggal di kamar presidential suite. Bisa masak sendiri. Saat ikut Bu Yohanna ke luar kota, kamu hanya perlu bawa barang yang kamu butuhkan. Kalau nggak bisa masak, dia nggak akan bawa kamu ke sana.”Ronny berpikir sejenak. “Benar juga, ya. Kalau begitu aku pulang dan beres-beres dulu. Nggak perlu bawa banyak barang. Cukup bawa bumbu. Untuk bahan-bahan, beli di sana saja.”Sungguh
Ternyata Yohanna mau keluar kota. Ronny pun menjawab dengan hormat, “Baik, Bu.”Saat ini, Jaka tiba-tiba bertanya, “Bu Yohanna mau keluar kota, nggak bawa Ronny?”Yohanna begitu pilih-pilih makanan. Saat berada di luar kota, sulit baginya untuk menemukan makanan yang bisa dia makan. Lebih baik kalau dia membawa koki pribadinya. Dulu, Yohanna jarang dinas ke luar kota.Yohanna terdiam. Sementara itu, Ronny membersihkan meja tanpa bersuara. Dalam hati justru berkata, “Dia begitu pemilih. Kalau bepergian jauh, dia pasti kelaparan terus.”Setelah berpikir selama beberapa menit dan mempertimbangkan perutnya, Yohanna baru berkata dengan suara pelan, “Kalau begitu, Ronny, kamu pulang dan siap-siap. Jam lima sore kamu datang ke sini lagi. Ikut aku ke luar kota. Pak Jaka, jangan beritahu siapa pun selain keluargaku soal Ronny ikut aku keluar kota.”Yohanna takut kalau orang lain tahu dia ke luar kota dengan membawa koki pribadi muda, mereka akan bicara ini-itu dan membuat segala macam rumor. Se
Dulu Fendi sering menindas Dira, sehingga Dira sering berkelahi dengannya. Setelah dewasa, meskipun tidak berkelahi lagi, Dira sebisa mungkin menghindar jika seseorang membahas Fendi.Dira benar-benar membenci mata Fendi. Pria itu selalu menatap Dira sambil tersenyum. Bagi yang tidak tahu akan mengira Fendi menyukainya.“Baiklah,” kata Dira dengan enggan.“Balik ke kantormu sana. Istirahat dulu, nanti sore ada rapat.”Yohanna mengambil kotak dessert dan menjejalkannya ke tangan Dira, lalu berkata, “Kalau Fendi berani ganggu kamu, tunggu aku pulang, aku akan bantu kamu balas dia.”“Sekarang dia nggak akan kelahi denganku. Sekalipun dia main tangan, aku juga nggak takut. Aku nggak pernah kalah saat kelahi dengannya.”Begitu teringat Dira yang dulu suka menggila, Yohanna sengaja memasang raut wajah cemas. “Kamu tangguh begitu, gimana mau nikah? Bikin orang cemas saja.”Dira spontan memasang wajah cemberut. “Aku hanya tangguh di depan Fendi. Di depan orang lain, aku tetap perempuan yang ba
Apalagi Ronny sudah bilang kalau dia memiliki bisnisnya sendiri. Ronny punya beberapa perusahaan. Ditambah lagi auranya, penampilannya, tutur katanya membuat orang langsung tahu kalau Ronny bukan dari keluarga biasa. Wajar saja kalau orang tua Yohanna berpikir macam-macam.Orang tua Yohanna tidak ingin Yohanna menikah dengan pria dari kota lain dan pindah ke tempat yang jauh dari rumah. Yohanna sendiri juga tidak mau. Namun dalam kondisi terdesak, bisa saja orang tua Yohanna akan meminta Ronny untuk pindah ke Kota Aldimo.“Nggak. Mana mungkin Om dan Tante suruh aku ngomong begini? Ronny baru kerja dua hari. Semua orang belum terlalu kenal dia,” jawab Dira sambil tertawa pelan. “Malam hari kalau lagi nggak bisa tidur, biasanya aku baca novel. Makanya aku jadi lebih sensitif. Aku sering bayangkan diri sendiri masuk ke dalam alur novel.”“Kamu nggak bisa tidur? Itu artinya kamu kurang sibuk. Kamu follow up proyek dengan Banjaya saja,” kata Yohanna.“Kak, aku nggak mau proyek itu. Penanggu
“Kak Yohanna bahkan nggak perlu olahraga. Bentuk badanmu tetap standar model, karena kurang makan.”Kalau Yohanna merasa makanan itu tidak enak, dia lebih memilih kelaparan. Dia sering tidak makan, tekanan pekerjaan juga besar. Tidak heran kalau dia tidak bisa gemuk.“Ronny buat Kakak makan dengan nyaman. Bukankah itu perhatian? Aku nggak bisa bilang dessert yang dia siapkan adalah dessert kesukaan Kakak. Itu karena Kakak nggak ada dessert favorit. Tapi yang dia siapkan adalah makanan yang bisa Kakak makan.”“Aku sudah bandingkan. Dessert untuk aku ini kesannya lebih asal-asalan. Tentu saja, makanan yang dia buat sangat cantik dan rasanya juga enak. Tapi tetap saja bisa dilihat mana yang benar-benar dia siapkan dengan sepenuh hati. Selama dua hari ini, kita jadi punya lebih banyak waktu untuk istirahat. Sore Kakak jadi nggak perlu minum terlalu banyak kopi.”“Dira, aku benar-benar curiga kamu sudah disuap Ronny. Apa motifnya dengan suruh kamu ngomong hal-hal baik tentangnya di depanku?
“Bu Dira.”Ronny dan Jaka berdiri di depan pintu kantor. Begitu pintu terbuka, kedua orang itu menyapa Dira dengan hormat. Saat ini, baru waktunya pulang kerja. Sekretaris juga siap-siap turun untuk makan malam.Ronni meminjam dapur perusahaan untuk menyiapkan makan siang untuk Yohanna. Ronny juga mengontrol waktunya dengan baik. Beberapa menit sebelum jam pulang kerja, dia sudah mengantar makanan buatannya ke lantai atas. Dengan begitu, dia bisa menghindari karyawan lainnya dengan sempurna. Selain itu, dia juga tidak akan menyita waktu kerja Yohanna.Butuh beberapa menit bagi Ronny dan Jaka untuk pergi dari kantin perusahaan ke gedung kantor, lalu naik lift menuju lantai paling atas.“Pak Jaka, Ronny, kalian sudah datang.”Dira minggir ke samping agar kedua pria itu bisa masuk. “Kami baru saja pulang kerja,” kata Dira.Jaka dan Ronny masuk ke kantor. “Bu Yohanna.”Keduanya menyapa Yohanna dengan sopan, lalu berjalan ke sofa dan meletakkan kotak bekal di atas meja. Kemudian, mereka mem