Dia tidak menyangka bahwa dirinya dibohongi oleh Nenek dan juga Stefan. Dia pikir suaminya hanya karyawan biasa, tetapi ternyata tuan muda dari keluarga terkaya nomor satu. Cerita hidupnya seperti cerita-cerita di novel yang membuat Olivia sendiri merasa bingung.Jalan hidup yang dilalui tantenya sangat sulit untuk diikuti oleh Olivia. Zaman dulu tidak sama dengan zaman sekarang. Olivia tahu kalau seorang perempuan harus kuat. Dia juga tidak pernah ingin bergantung pada lelaki. Pernikahan kakaknya menjadi sebuah pelajaran paling berharga bagi Olivia. Dia tidak akan percaya dengan kalimat-kalimat manis lelaki.Beberapa orang lelaki berseragam jas rapi masuk dan mengelilingi seorang lelaki yang masuk ke dalam ruang rawat. Kemunculan mereka menarik Olivia kembali ke alam nyata. Mereka berdua menoleh ke arah orang-orang itu secara bersamaan.Amelia pikir orang yang datang adalah Stefan. Namun matanya mengerjap ketika melihat lelaki yang dikelilingi itu dan bergumam, “Kok bisa dia?”Bisa-bi
“Oh iya, pemimpin keluarga Junaidi juga sama seperti kamu. Dia menikah kilat. Istrinya juga berasal dari desa dan tumbuh di desa. Nasibnya lebih baik saja karena meski dia anak pungut, tetapi dia dirawat seperti anak kandung.”“Dia ada orang tua yang menyayanginya dengan tulus dan juga kakak yang sangat memanjakannya. Setelah itu dia menemukan orang tua kandungnya yang ternyata merupakan orang terkaya di Kota Dawan. Mendadak identitasnya sebagai anak desa berubah total! Dia menjadi orang yang pantas bersanding dengan pemimpin keluarga Junaidi.”Amelia merupakan anak orang kaya. Dia cukup mengerti tentang keluarga kaya. Akan tetapi, adik sepupunya tidak seberuntung Nyonya Muda Junaidi.“Olivia, menurutmu aku perlu menyapa dia? Aku dan Tuan Muda itu juga pernah bertemu.”“Kalau kenal kamu sapa saja,” ujar Olivia sambil tertawa.“Aku juga merasa aku harus menyapanya. Kamu tunggu di sini dulu. Kenapa ke rumah sakit harus bawa anak buah sebanyak ini? Takut perawat menusuk dia dengan jarum?”
Beberapa menit kemudian, Stefan tampak tiba dengan ekspresi panik.“Olivia.”Di matanya hanya ada sosok Olivia dan tidak fokus pada Amelia yang tengah berbincang dengan Jonas di samping. Dengan langkah besar lelaki itu menghampiri Olivia. Dia melihat cairan infus dan menunduk untuk menggenggam jari Olivia yang terluka dengan hati-hati.“Sakit, nggak?” tanya Stefan.“Kamu coba saja biar tahu sakit atau nggak.”“Olivia, maaf. Aku salah lagi,” kata Stefan menyalahkan dirinya sendiri.“Nggak ada hubungannya denganmu. Aku yang nggak hati-hati.”Stefan menatapnya dan membuang wajahnya setelah bertatapan sejenak dengan perempuan itu. Hatinya terasa sakit sekali. Dia bangkit berdiri dan berkata, “Aku antar kamu pulang setelah selesai infus. Kamu istirahat yang benar, beberapa hari ini jangan kena air. Takut infeksi lagi.”“Pekerjaanmu sangat sibuk, nggak perlu antar aku pulang. Amelia akan mengantarkanku.”Hari ini adalah hari sabtu. Semua orang yang ada di perusahaannya lembur dan sepertinya
“Oliv, kamu mau dia yang antar atau aku?” tanya Amelia.“Biar aku naik taksi sendiri.”Olivia tidak membiarkan mereka berdua mengantarnya karena keduanya tidak boleh dibuat tersinggung.“Biar Stefan yang antar kamu. Aku sudah terlalu lama keluar dan sudah harus balik. Mama nggak tahu kalau aku pergi,” kata Amelia memilih mengalah.Dia menatap Stefan dalam-dalam kemudian melepaskan pegangannya pada Olivia untuk pergi.“Stefan,” panggil Amelia yang tiba-tiba menghentikan langkahnya. Dia menoleh dan berkata, “Stefan, jangan paksa Olivia! kami itu keluarga dan akan begitu selamanya! Kamu jangan pikir Olivia nggak ada keluarga yang membelanya! Kalau kamu berani menyakitinya lagi dan memaksa kebebasan dia, aku nggak akan diam!”Rahang Stefan mengetat dan dengan dingin berkata, “Kamu nggak akan ada kesempatan untuk mengancamku!”“Oliv, kalau dia jahat sama kamu, kamu harus kasih tahu aku. Aku akan bantu kamu kasih dia pelajaran! Oh iya, Stefan, kamu harus panggil aku ‘Kakak’! Kalau nggak, ber
“Kenapa kamu tiba-tiba kepikiran soal cari uang? Kamu lagi kekurangan uang sekarang?” tanya Junia.“Tabunganku hanya beberapa ratus juta. Aku nggak kekurangan uang, tapi juga belum jadi orang kaya. Amelia katakan banyak hal padaku. Semua itu memang masalah nyata di hadapan aku dan Stefan. Mau nggak mau aku harus pertimbangkan baik-baik.”Junia bertanya dengan nada bercanda, “Nggak marah lagi sama dia?”“Marah atau nggak, aku tetap harus mempertimbangkan masa depan aku dan dia.”Olivia menghela napas dan berkata lagi, “Aku hanya ingin cari suami biasa, kenapa malah jatuh ke lubang besar begini. Sudah jatuh ke dalam nggak bisa keluar lagi. Amelia bilang, sekalipun aku mengajukan cerai, aku tetap nggak bisa cerai kalau Stefan nggak mau cerai.”“Kalau kamu berani ajukan cerai, dia bakal berani buat kamu jadi tahanan rumah seumur hidup.”“Jangan ungkit hal-hal menyebalkan yang dia lakukan,” tukas Olivia.Olivia mengambil sepotong melon dan memakannya, “Melonnya manis juga.”“Aku yang pilih,
Setelah menelepon Stefan, Olivia juga memberi tahu kakaknya. Malam ini dia akan kembali ke Lotus Residence dulu. Dia akan bicara baik-baik dengan Stefan. Oleh karena itu, dia akan pulang ke rumah kakaknya agak malam.“Nggak masalah, aku akan tetap bukakan pintu untuk kamu nggak peduli seberapa malam kamu pulang,” kata Odelina.Selesai menelepon, Olivia tidak langsung kembali ke toko. Dia berjalan sendirian di jalan depan sekolah, lalu menyusuri tepi sungai. Pada saat menikmati angin dingin menerpanya, pikirannya perlahan-lahan menjadi lebih tenang. Hal terpenting di hadapan Olivia dan Stefan saat ini bukanlah Olivia marah atau tidak, melainkan kesenjangan nyata antara dirinya dan Stefan. Setelah cukup lama berjalan, dia baru menyadari kalau dia telah berjalan terlalu jauh. Pada saat Olivia berbalik, dia melihat Junia yang sedang mengikutinya dari kejauhan. Dia tercengang seenak, lalu berjalan ke arah Junia.“Aku nggak akan berpikiran pendek.”Junia tersenyum dan berkata, “Aku tahu kam
Olivia memegang pot bunga di tangan kanannya. Pada saat dia menoleh untuk melihat Stefan, dia mengangkat pot bunga di tangan kanannya. Maksudnya dia bisa menggunakan tangan kanannya. Yang terluka hanya tangan kirinya.“Kerja pakai satu tangan pasti capek. Aku sudah minta Bi Lesti rawat bunga-bunga ini dengan baik. Kamu nggak usah khawatir.”Stefan tetap mengambil pot bunga dari tangan Olivia. Dia tidak membiarkan Olivia menyirami bunga. Dia menarik Olivia dan menyuruhnya duduk di kursi ayun.“Kamu paling suka duduk di sini. Kamu duduk di sini saja. Aku masuk ambil jaket dulu untuk kamu,” ujar Stefan.“Aku nggak dingin.”Namun, Stefan seolah tidak mendengar apa yang Olivia katakan. Dia tetap pergi ke dalam dan mengambil jaket untuk Olivia. Dia meminta Olivia untuk memakai jaket itu, tapi Olivia tidak mau. Stefan pun meminta Olivia menutupi kakinya dengan jaket. Dengan begitu, dia tidak akan merasa kedinginan duduk di kursi ayun.“Aku masak dulu. Kalau ada apa-apa panggil saja aku. Tanga
“Sewaktu baru tahu kamu bohong padaku, aku sangat marah .... Lupakan saja, kita nggak bahas ini dulu. Lihat tampangmu ini, rasanya rambutmu itu sudah berdiri tegak. Aku masih marah, hati pun belum tenang. Tapi satu per satu orang datang cari aku untuk wakili kamu minta maaf, bujuk aku untuk maafkan kamu.”Sahabat Olivia yang selalu berpihak padanya sekalipun juga ikut membicarakan hal baik tentang Stefan.“Oliv, kamu berhak marah. Aku yang salah. Aku seharusnya nggak sembunyikan hal ini darimu begitu lama. Aku nggak punya keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya di depanmu langsung. Aku bahkan memilih cara lain untuk beri tahu kamu. Yose yang kasih aku ide buruk ini.”Stefan sendiri yang meminta saran pada Yose. Sekarang dia malah balik menyalahkan pria itu. Entah apa reaksi Yose kalau mendengar perkataan Stefan barusan.Olivia terdiam sejenak lalu berkata, “Inti dari permasalahan ini yaitu kamu nggak cukup percaya padaku.”“Oliv, aku akui dulu aku memang nggak percaya padamu. Aku m
Ingatan anak sebelum usia tiga tahun biasanya akan hilang seiring bertambahnya usia. Namun, kejadian itu meninggalkan luka yang terlalu dalam bagi Russel, sehingga dia tidak dapat melupakannya.Setelah kejadian itu, Russel mengalami mimpi buruk untuk waktu yang lama. Dia juga selalu ingat adegan di mana ibunya terluka dan berlumuran darah ketika menyelamatkannya.“Aku hanya percaya Mama, Tante, Om Stefan, Om Daniel dan yang lainnya.” Russel berkata dengan serius, “Aku nggak berani percaya papaku dan yang lainnya.”Russel mengerti segalanya. Olivia mengelus wajah mungil keponakannya dan menatapnya dengan lembut.“Kamu segalanya bagi mamamu. Apa pun yang terjadi, Tante nggak akan biarkan kalian terpisah. Russel, mamamu sudah melewati banyak masa-masa sulit. Setelah dewasa, kamu harus berbakti pada mamamu.”“Pasti, Tante. Kalau aku sudah besar, aku akan cari banyak uang untuk beli rumah besar dan mobil baru untuk Mama. Biar Mama nggak perlu capek-capek kerja lagi. Aku juga akan belikan ru
Pukul sembilan malam, Kota Mambera.Setelah melakukan panggilan video dengan kakaknya, Olivia berkata kepada Russel, “Kamu sudah selesai kemas barangmu, belum? Jangan lupa bawa hadiah untuk Liam.”“Sudah. Aku hanya bawa beberapa mainan dan hadiah untuk Liam,” jawab Russel. “Biar aku yang ketinggalan, hadiah untuk Liam juga nggak akan ketinggalan.”Olivia tertawa pelan. “Kalau kamu ketinggalan, siapa yang kasihkan hadiah untuk Liam?”Russel tersipu malu. Olivia menggendongnya, lalu mendudukkannya di tempat tidur. “Om Stefan lagi ke luar kota. Malam ini kamu tidur sama Tante. Besok pagi habis sarapan, kita langsung pergi ke rumah Om Yose. Suruh kamu pergi bareng kakek-kakek itu, kamu nggak mau. Padahal mereka suka banget sama kamu. Mereka akan jaga kamu dengan baik.”Russel baring di tempat tidur, tapi dia menyandarkan kepalanya di paha Olivia dan berkata, “Mereka sangat suka sama aku. Tapi aku nggak terlalu kenal mereka. Tante dan Mama sering bilang jangan mau pergi dengan orang lain se
Kepala pelayan hanya bisa menghela napas dalam hati. Bahkan Cakra saja tidak memiliki kebebasan seperti ini, padahal dia adalah suami dari Patricia. Namun, perempuan itu lebih memercayai Dikta. Dia adalah asisten setia yang telah menemani Patricia sepanjang hidupnya. Sementara itu, sejak skandal perselingkuhannya, Cakra sudah tidak memiliki posisi apa pun di hati Patricia. Jika bukan karena mereka memiliki anak, demi mempertimbangkan masa depan anak dan cucunya, mungkin mereka sudah lama bercerai. Setelah naik ke lantai atas, Dikta langsung menuju ruang kerja. Dia mengetuk pintu beberapa kali. Setelah mendapatkan izin dari Patricia, barulah lelaki itu masuk. Di dalam, Patricia sedang berlatih kaligrafi. Dikta berjalan mendekat dan mengamati tulisan yang dibuatnya. "Bagaimana menurutmu?" Patricia bertanya. "Tulisan tanganku ini." "Hati Bu Patricia sedang gelisah. Tulisan tangan pun ikut gelisah. Lebih baik berhenti saja, jangan buang-buang tinta dan kertas." Dikta adalah satu-sa
"Kapan Pak Stefan datang?" Felicia bertanya. "Baru saja tiba. Setelah mendengar bahwa kamu dirawat di rumah sakit, dia ikut bersama kami untuk menjengukmu." Stefan berbohong kepada istrinya, mengatakan bahwa dia harus pergi dalam perjalanan bisnis, padahal dia sebenarnya datang ke Cianter. Dia ingin melihat situasi di Cianter dan berdiskusi dengan kakak iparnya sebelum kembali ke Mambera. Lelaki itu hanya memiliki waktu dua hingga tiga hari di sini, tidak bisa tinggal terlalu lama, agar Olivia tidak mengetahuinya. Felicia tersenyum dan berkata, "Pak Stefan benar-benar perhatian." Secara teknis, meskipun Felicia lebih muda beberapa tahun dari Stefan, dia adalah seniornya, karena dia adalah bibi nenek dari Olivia. Seharusnya, Stefan memanggilnya "Bibi Nenek". Seorang junior menjenguk seniornya sebagai bentuk hormat dan perhatian adalah hal yang wajar. Meskipun semua orang tahu alasan sebenarnya di balik kunjungan ini. Jika bukan karena Felicia memberi tahu Odelina sebelumnya, orang
Vandi khawatir Felicia akan merasa pusing saat baru bangun, jadi dia membantunya berdiri dengan hati-hati. Felicia duduk di sofa dan melihat hidangan yang tersaji penuh di meja. Dia berkata, "Hanya kita berdua yang makan, kita nggak akan bisa menghabiskan sebanyak ini. Nggak perlu memasak terlalu banyak." "Nggak banyak, porsinya hanya untuk dua orang." Vandi mengambil semangkuk sup dan meletakkannya di depan Felicia, kemudian menyuruhnya minum sup terlebih dahulu. "Kamu juga makan." "Iya." Vandi tidak menolak. Dia sudah menyiapkan makanan ini sebelumnya dan membawanya dengan termos makanan. Dia sendiri belum makan. Dia suka makan bersama Felicia. Gadis itu memiliki nafsu makan yang baik, tidak seperti para putri konglomerat lainnya yang makan lebih sedikit daripada kucing hanya demi menjaga bentuk tubuh. Felicia selalu makan sesuai selera dan kebutuhannya, tidak pernah menelantarkan perutnya sendiri. Ponsel Felicia berbunyi di dalam kamar rawatnya. "Aku ambilkan untukmu." Van
Menjadi seorang aktris, tidak ada yang tidak berharap suatu hari nanti bisa menjadi pemeran utama berkat kecantikan dan aktingnya. Sayangnya, semua wanita yang mencoba peruntungan memiliki wajah yang cantik. Dengan penampilannya, dia hanya bisa dikatakan lumayan, bukan seorang calon bintang sejati. Menjadi pengganti Giselle sudah memberinya bayaran yang cukup tinggi. Jika mendapat tamparan, masih ada kompensasi tambahan. Jauh lebih menguntungkan daripada menjadi figuran. "Mudah sekali mendapatkan uang ini. Kalau lain kali kamu mau mencari masalah dengan kakakmu lagi, aku bisa sengaja membuatnya marah dan membiarkan dia menamparku beberapa kali lagi, jadi aku bisa mendapatkan lebih banyak uang." Giselle tertawa sinis, "Hanya beberapa juta saja, apakah itu sepadan?" "Bu Giselle, Anda berasal dari keluarga kaya, tumbuh dalam kemewahan, sejak kecil nggak pernah kekurangan apa pun, dan memiliki uang yang nggak akan habis digunakan. Anda nggak akan pernah memahami kesulitan orang biasa s
Semua ini salah bibinya yang terlalu ikut campur. Jika tida, si buta pasti sudah mati sejak lama. Rosalina sudah buta selama sepuluh tahun, siapa sangka suatu hari nanti dia bisa kembali melihat? Benar-benar manusia berencana, tetapi takdir yang menentukan. Pengganti itu terdiam saat ditanya oleh Giselle seperti ini. Dia hanyalah seorang pengganti, bahkan Giselle yang asli pun tidak bisa menikah masuk ke keluarga Adhitama sebagai nyonya muda. Selain itu, Giselle sudah menyinggung Calvin, jadi tidak ada lagi kesempatan baginya untuk masuk ke keluarga Adhitama. Dengan sedikit penyesalan, dia berkata,"Aku masih berharap bisa mendapatkan keberuntungan seperti Olivia, masuk ke keluarga Adhitama dan menjadi nyonya muda. Tapi sepertinya itu hanya harapanku yang berlebihan." Giselle tertawa, "Nggak heran kamu punya pemikiran seperti itu. Setiap gadis yang pernah melihat salah satu anak dari keluarga Adhitama, terlepas dari latar belakang mereka, pasti akan tergoda. Sayangnya, nggak ada sat
Pengganti itu menatap Giselle dengan penuh harapan dan bertanya, "Berapa banyak anak lelaki keluarga Adhitama yang masih lajang?" Dari pertanyaan itu, Giselle langsung tahu apa yang ada di dalam pikirannya. Dengan nada sarkastik, Giselle berkata, "Kenapa? Kamu juga bermimpi menikah masuk ke keluarga Adhitama?""Keluarga Adhitama bukanlah tempat yang bisa dimasuki oleh sembarang orang. Lihat aku, aku ini putri kedua dari keluarga Siahaan yang asli. Saat papa dan mamaku masih mengurus keluarga, aset kami ada triliunan. Tapi tetap saja, kami nggak bisa bergaul dekat dengan keluarga Adhitama." "Di acara perjamuan, saat mamaku menyapa para nyonya dari keluarga Adhitama, mereka hanya mengangguk dan tersenyum sebagai balasan. Kalau mau berbincang akrab dengan mereka, itu hal yang mustahil." "Para nyonya keluarga Adhitama jarang menghadiri pesta. Kalau mereka datang ke suatu acara, itu pasti undangan dari orang-orang yang memiliki status dan kedudukan yang sangat tinggi di Kota Mambera, bar
Penggantinya sudah tiba lebih dulu, tetapi dia tidak memiliki kunci untuk masuk, sehingga hanya bisa menunggu di depan vila. Setelah Giselle masuk, barulah pengganti itu mengendarai mobilnya dan mengikuti masuk ke dalam. Beberapa menit kemudian. Di ruang tamu yang megah, hanya ada dua wanita duduk di sofa mewah. Mereka saling menatap, mengamati satu sama lain. "Apakah wajahku terlihat sangat jelek sekarang? Rasanya wajahku bengkak seperti roti kukus yang mengembang." Orang pengganti itu meraba pipinya yang merah dan bengkak, terasa sangat sakit. Para pengawal keluarga Adhitama benar-benar kejam dalam menghukum orang. Giselle tidak bisa menahan tawanya, "Memang sangat jelek, hahaha, wajahmu bengkak sekali." Pengganti itu melotot padanya. "Kamu masih bisa tertawa? Aku ini menggantikanmu untuk menanggung hukuman! Cepat ambilkan es untukku, biar aku bisa mengompres wajahku. Ini sakit sekali!" "Kamu menyuruhku mengambilkan es untukmu?" Giselle membelalakkan matanya. "Aku ini nyonya