Junia menatap Reiki ketika mengatakan kalimat tersebut. Hal itu membuat Reiki merasa sangat tertekan karena dia tidak bisa masak. Lelaki itu tidak akan bisa masak makanan enak seperti apa yang dibuat oleh Stefan. Dia mengumpati teman baiknya di dalam hati.“Kamu juga akan sangat bahagia nantinya,” ujar Reiki. Dia mengakui kalau dirinya tidak bisa masak, tetapi dia akan bersikap baik dengan istrinya. Kalau nanti Reiki dan Junia bisa berlanjut, mereka akan menjadi pasangan yang sangat romantis.“Pak Reiki nggak bisa masak?”Dengan jujur Reiki berkata, “Aku pernah masak tapi masakanku nggak enak. Bisa dimakan kalau dipaksakan. Junia, suami pilihan kamu harus lelaki yang bisa masak?”Lelaki itu memutuskan untuk tidak memanggil Junia dengan sapaan “Ibu” lagi karena terlalu asing.“Koki di rumahku masakannya sangat enak,” tambah Reiki lagi.Junia menyendokkan makanan dan berkata, “Aku nggak minta pasanganku harus bisa masak. Aku hanya merasa sesuatu yang bisa dikerjakan oleh keduanya, setela
Reiki bisa mencari tahu semua tentang keluarganya dengan jelas sedangkan Junia tidak mengetahui apa pun. Dia hanya tahu ayah lelaki itu ada lima saudara, Junia pikir kakek dan nenek lelaki itu hanya melahirkan lima anak saja.Namun suatu hari Reiki mengatakan kalau ayahnya Junia ada sembilan saudara. Akan tetapi yang dewasa hanya lima orang saja, empat lainnya meninggal ketika masih bayi. Saat itu juga Junia langsung melongo.Saat pulang ke rumah, dia menanyakan pada ayahnya tetapi ayahnya tidak mengetahui hal itu. Junia bertanya pada neneknya lagi dan dibenarkan oleh sang nenek. Kehidupan orang dulu memang sangat sulit, mereka memiliki banyak anak, tetapi pada akhirnya ada yang meninggal saat masih bayi. Bahkan Nenek menanyakan dari mana Junia mengetahuinya.Keempat anaknya Nenek yang meninggal merupakan anak yang lahir di awal, sedangkan lima yang terakhir yang berhasil tumbuh dewasa. Oleh karena itu, ayahnya tidak tahu kalau dia pernah kehilangan empat saudaranya. Hal itu membuat Ju
Di satu sisi Reiki gagal dalam menyatakan perasaannya, dan disisi lain tampak Stefan dan istrinya yang sedang bahagia menikmati suasana pengantin baru.Setelah makan malam, Olivia duduk di sofa sambil menonton televisi dan Stefan mencuci piring di dapur. Kehidupan seperti ini membuat Olivia merasa sangat bahagia sekali. Setelah duduk sesaat, dia bangkit dan jalan ke arah dapur untuk memandangi Stefan yang sedang mencuci piring.“Nggak mau nonton TV?”Stefan langsung dapat merasakan tatapan perempuan itu. Dia menoleh sesaat, kemudian melanjutkan kegiatannya mencuci piring.“Nggak tahu mau nonton apa lagi. Dari tadi nggak ketemu siaran yang bagus. Mungkin karena usiaku makin tua, semua film nggak ada yang cocok bagiku. Efek televisinya terlalu dibuat secara berlebihan.”Stefan tertawa dan berkata, “Kamu baru umur berapa sudah bilang dirimu tua. Biasanya kamu selalu pulang malam, nggak pernah nonton TV. Aku juga nggak ada waktu buat nonton dan mengikuti seri drama apa pun, tapi aku setuju
Stefan membersihkan bagian kompor dan membilas kain bekas tersebut. Setelah itu dia mencuci tangannya dan memutar tubuhnya untuk berdiri di hadapan Olivia. Kedua tangannya mencubit pipi Olivia pelan sambil berkata,“Sudah aku bilang, belajarlah kalau memang kamu ingin. Kalau nggak ingin, nggak perlu ikut. Aku nggak masalah.”Olivia menangkap tangan lelaki itu dan mengajaknya untuk duduk di ayunan yang ada di balkon. Perempuan itu menyandarkan kepalanya di bahu Stefan dan keduanya memandangi bangunan tinggi yang ada di luar sana.“Waktu semua lampu menyala, bangunan di depan sana terlihat gelap sekali. Mereka sepertinya pulang kampung semua.”“Besok pagi kita juga akan pulang kampung. Aku sudah bilang sama Nenek dan Nenek juga sudah minta orang bereskan kamar buat kita,” kata Stefan sambil memeluk bahu perempuan yang ada di sampingnya itu.“Olivia, rumah keluargaku sangat tua sekali. Kamu jangan keberatan waktu ke sana.”“Seberapa tua? Masih rumah jerami?”Stefan tertawa dan berkata, “N
Olivia mengangguk dan berkata, “Kamu juga harus pakai jaket. Kalau masuk angin, siap-siap minum obat pahit lagi.”“Selama ada kamu yang setiap hari pantau aku, aku nggak berani sakit.”Obat tradisional yang sudah diminum oleh Stefan selama beberapa hari kemarin sudah membuatnya takut dan trauma. Lelaki itu masuk ke kamar dan keluar dengan membawa baju jaket. Namun tiba-tiba ponsel Olivia berdering. Perempuan itu tampak tidak langsung menerimanya.“Halo, dengan siapa ini?”Mendengar pertanyaan Olivia membuat Stefan tahu bahwa yang menghubunginya adalah nomor asing.“Kak Olivia, ini aku.”Terdengar suara familiar dari seberang telepon. Ekspresi Olivia berubah seketika dan segera mematikan sambungan telepon.“Kak Olivia, jangan dimatikan dulu. Aku hanya mau bicara saja dan nggak akan mengganggu dan melihat Kakak. Kak, aku sudah mau gila.”Albert terdengar memelas sekali dan berharap Olivia tidak memutuskan teleponnya. Dia sudah menahannya sangat lama karena takut ibunya akan balas dendam
Kalau memang hal itu terjadi, maka Reiki dan Junia sudah tidak akan ada harapan lagi. Dia harus menyisakan kesempatan untuk temannya itu.“Jelas-jelas dia tahu kamu sudah menikah, hubungan kita juga sudah stabil, tapi kenapa dia masih menggangguku? Kamu masih bilang kalau kalian hanya hubungan kakak adik saja? Kalau aku nggak cemburu dan nggak ribut sama kamu, kemungkinan kamu masih nggak tahu dia naksir sama kamu.”Stefan menusuk-nusuk lembut kening Olivia. Sedangkan Olivia hanya menyentuh keningnya sambil berkata dengan nada tidak bersalah, “Kami sudah kenal dari kecil, apalagi aku lihat dia dari kecil hingga besar. Aku selalu menganggap dia adik. Sama sekali nggak nyangka dia bakalan suka sama aku.”“Ini juga bukan salahku, aku nggak pernah mengganggu dia,” tambah Olivia lagi.Perempuan itu memeluk lengan Stefan dan berjalan keluar dari rumah sambil berkata, “Kalau ada yang suka sama aku, bukannya membuktikan kalau pandangan Nenek itu bagus? Dia sudah memilih istri yang tepat buat k
Stefan berkata dengan datar, “Aku sudah nggak mengingatnya lagi. Dia juga nggak pernah muncul di hadapanku lagi sekarang.”“Nggak ingat?”“Apa aku perlu mengingatnya? Aku nggak menyukainya, untuk apa aku mengingatnya? Kalau aku mengingatnya, bagaimana kalau kamu cemburu? Kamulah yang akan hidup bersamaku selamanya. Aku hanya perlu mengingatmu. Wanita lain hanyalah orang-orang yang mampir sebentar ke hidupku. Kalau mereka lewat di depanku pun, aku mungkin nggak mengenali wajah mereka.”Stefan tidak peduli dengan wanita. Memang dari sananya seperti itu.Seumur hidupnya, dia tidak akan menyukai wanita lain selain Olivia.Olivia tersenyum dan berkata, “Aku kan juga nggak akan marah dan nggak akan cemburu. Kamu nggak perlu seperti itu karena aku.”“Aku benar-benar bukan melakukannya karena kamu. Selain keluargaku, orang yang aku pedulikan hanya kamu. Semua orang bisa aku abaikan atau nggak aku pedulikan.”“Kalau begitu, kita impas. Albert menyukaiku, dan kamu juga ada yang suka.”Stefan ing
Olivia mendudukkan diri, mengambil ponselnya dan berkata, “Aku mau nonton film saja, deh.”Stefan mengambil ponsel wanita itu, lalu pergi ke ruang kerjanya dan mengambil sebuah buku. Kemudian, dia menyelipkannya ke tangan Olivia dan berkata, “Baca buku saja. Baca buku mudah membuatmu mengantuk.”Olivia mengambil buku yang Stefan berikan padanya, melihat judul buku itu dan mengerjapkan matanya. Dia tidak salah baca, ‘kan? Buku ini ternyata ….Dia membuka halaman pertama.Stefan meletakkan ponselnya di meja samping tempat tidur, berbalik badan dan melihat sampul buku itu. Dia terkejut dan refleks mengambil kembali buku itu dengan cepat. Dengan wajah sedikit malu, dia berkata, “Aku, aku salah ambil buku. Tunggu, aku akan memberimu majalah.”Setelah mengatakan itu, dia mengambil buku itu dan pergi dengan cepat.Olivia tersadar dari keterkejutannya dan tertawa, “Stefan, ternyata kamu Stefan yang seperti ini.”Stefan sangat malu.Buku itu diberi Reiki bertahun-tahun yang lalu. Dia tidak pern
Calvin ingin menjemput Rosalina di bandara, tapi Rosalina tidak mengizinkannya pergi. Rosalina pulang bersama pengawalnya. Rosalina bilang dia sudah bisa melihat. Calvin tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya lagi. Biar dia bisa jadi lebih mandiri.Baiklah, Calvin hanya bisa menuruti apa kata istrinya. Kebetulan dia juga sangat sibuk. Rosalina perhatian padanya, tidak butuh Calvin jemput di bandara. Calvin pun segera menyelesaikan pekerjaannya dan pulang untuk menunggu Rosalina.Calvin sudah menyiapkan satu meja penuh dengan makanan favorit istrinya. Rosalina sudah makan di pesawat. Namun sesampainya di rumah, dia sudah lapar lagi. Jarak bandara dan rumahnya agak jauh.Entah kapan hujan yang menetes di luar berhenti. Akan tetapi, ada air di mana-mana. Langit masih mendung. Suhu lebih rendah dibandingkan tadi pagi.Begitu mendengar suara mobil, Calvin langsung keluar untuk menyambut Rosalina. Tepat saat Rosalina keluar dari mobil, Calvin pun segera menuruni tangga sambil tersenyum. “Sud
“Bukannya Ronny kerja dengan baik? Yohanna juga nggak pilih-pilih masakan yang dia buat.”Risa bertanya dengan heran. Tanpa menunggu jawaban Jaka, dia pun berkata lagi, “Padahal masakannya benar-benar enak. Tapi dia sendiri sudah jadi bos. Mungkin dia nggak bisa terima perubahan status secara tiba-tiba.”Bekerja sebagai koki pribadi di keluarga Pangestu sama saja dengan menjadi pelayan. Ronny memiliki kemampuan, dia juga telah menjadi bos. Dia tidak kekurangan uang. Dia menjadi koki pribadi keluarga Pangestu hanya untuk sebuah tantangan. Wajar saja kalau dia sudah tidak tahan lagi.Sayang sekali, baru dua hari sudah harus diganti lagi. Risa sudah terbiasa dengan seringnya pergantian koki di rumahnya.“Tommy sangat suka sarapan yang dibuat Ronny. Banyak jenis, bahkan bisa buat bentuk hewan kecil. Tommy dan yang lainnya sangat suka.”Jaka menunggu hingga Risa selesai bicara. Setelah itu, dia baru menjelaskan, “Bukan karena Ronny nggak kerja, Bu. Bu Yohanna mau ke luar kota, jadi Ronny ik
Rasanya Jaka yang menjadi kepala pengurus villa ini sangat mengkhawatirkan Yohanna. Yohanna mau ke luar kota, Jaka pun pesan kepada Ronny berulang kali. Satu hal diulang terus berulang kali, seolah takut Ronny akan lupa.Awalnya Jaka ingin meminta Ronny menjaga Yohanna. Mungkin karena Jaka mengingat Ronny masih muda dan belum menikah, begitu pula dengan Yohanna. Jaka pun berubah pikiran.Pria dan perempuan lajang tinggal bersama, mudah untuk terjadi masalah. Jadi Jaka tidak boleh membiarkan Ronny punya niat tidak baik. Lebih baik biarkan Ronny hanya bertanggung jawab memasak. Ada pengawal perempuan yang menjaga Yohanna.Padahal Ronny sama sekali tidak punya niat jahat. Lagi pula, dia baru saja hadir dalam kehidupan Yohanna. Meskipun sejak awal dia sudah tahu kalau Yohanna adalah calon istri yang neneknya pilihkan untuknya. Mereka baru saja saling kenal. Bagaimana mungkin ada perasaan di antara mereka?Tanpa perasaan, Ronny tidak menginginkan apa pun. Dia hanya ingin fokus memasak. Jika
Ronny dan Jaka datang dengan mobil yang sama. Dalam perjalanan pulang, Ronny bertanya pada Jaka, “Biasa kalau Bu Yohanna dinas ke luar kota, dia tinggal di hotel atau dia ada beli rumah dan tinggal sendiri?”“Bu Yohanna nggak bilang mau ke mana. Kalau tempat yang ada perusahaan cabang, biasanya ada rumah sendiri. Setiap kali ke sana, Bu Yohanna tinggal di rumahnya sendiri. Rumahnya mungkin nggak besar, tapi ada karyawan. Barang kebutuhan sehari-hari pasti sudah ada,” jawab Jaka.“Kalau dia pergi sekadar bahas kerja sama dengan orang lain, Bu Yohanna akan tinggal di hotel. Sekalipun tinggal di hotel, dia akan tinggal di kamar presidential suite. Bisa masak sendiri. Saat ikut Bu Yohanna ke luar kota, kamu hanya perlu bawa barang yang kamu butuhkan. Kalau nggak bisa masak, dia nggak akan bawa kamu ke sana.”Ronny berpikir sejenak. “Benar juga, ya. Kalau begitu aku pulang dan beres-beres dulu. Nggak perlu bawa banyak barang. Cukup bawa bumbu. Untuk bahan-bahan, beli di sana saja.”Sungguh
Ternyata Yohanna mau keluar kota. Ronny pun menjawab dengan hormat, “Baik, Bu.”Saat ini, Jaka tiba-tiba bertanya, “Bu Yohanna mau keluar kota, nggak bawa Ronny?”Yohanna begitu pilih-pilih makanan. Saat berada di luar kota, sulit baginya untuk menemukan makanan yang bisa dia makan. Lebih baik kalau dia membawa koki pribadinya. Dulu, Yohanna jarang dinas ke luar kota.Yohanna terdiam. Sementara itu, Ronny membersihkan meja tanpa bersuara. Dalam hati justru berkata, “Dia begitu pemilih. Kalau bepergian jauh, dia pasti kelaparan terus.”Setelah berpikir selama beberapa menit dan mempertimbangkan perutnya, Yohanna baru berkata dengan suara pelan, “Kalau begitu, Ronny, kamu pulang dan siap-siap. Jam lima sore kamu datang ke sini lagi. Ikut aku ke luar kota. Pak Jaka, jangan beritahu siapa pun selain keluargaku soal Ronny ikut aku keluar kota.”Yohanna takut kalau orang lain tahu dia ke luar kota dengan membawa koki pribadi muda, mereka akan bicara ini-itu dan membuat segala macam rumor. Se
Dulu Fendi sering menindas Dira, sehingga Dira sering berkelahi dengannya. Setelah dewasa, meskipun tidak berkelahi lagi, Dira sebisa mungkin menghindar jika seseorang membahas Fendi.Dira benar-benar membenci mata Fendi. Pria itu selalu menatap Dira sambil tersenyum. Bagi yang tidak tahu akan mengira Fendi menyukainya.“Baiklah,” kata Dira dengan enggan.“Balik ke kantormu sana. Istirahat dulu, nanti sore ada rapat.”Yohanna mengambil kotak dessert dan menjejalkannya ke tangan Dira, lalu berkata, “Kalau Fendi berani ganggu kamu, tunggu aku pulang, aku akan bantu kamu balas dia.”“Sekarang dia nggak akan kelahi denganku. Sekalipun dia main tangan, aku juga nggak takut. Aku nggak pernah kalah saat kelahi dengannya.”Begitu teringat Dira yang dulu suka menggila, Yohanna sengaja memasang raut wajah cemas. “Kamu tangguh begitu, gimana mau nikah? Bikin orang cemas saja.”Dira spontan memasang wajah cemberut. “Aku hanya tangguh di depan Fendi. Di depan orang lain, aku tetap perempuan yang ba
Apalagi Ronny sudah bilang kalau dia memiliki bisnisnya sendiri. Ronny punya beberapa perusahaan. Ditambah lagi auranya, penampilannya, tutur katanya membuat orang langsung tahu kalau Ronny bukan dari keluarga biasa. Wajar saja kalau orang tua Yohanna berpikir macam-macam.Orang tua Yohanna tidak ingin Yohanna menikah dengan pria dari kota lain dan pindah ke tempat yang jauh dari rumah. Yohanna sendiri juga tidak mau. Namun dalam kondisi terdesak, bisa saja orang tua Yohanna akan meminta Ronny untuk pindah ke Kota Aldimo.“Nggak. Mana mungkin Om dan Tante suruh aku ngomong begini? Ronny baru kerja dua hari. Semua orang belum terlalu kenal dia,” jawab Dira sambil tertawa pelan. “Malam hari kalau lagi nggak bisa tidur, biasanya aku baca novel. Makanya aku jadi lebih sensitif. Aku sering bayangkan diri sendiri masuk ke dalam alur novel.”“Kamu nggak bisa tidur? Itu artinya kamu kurang sibuk. Kamu follow up proyek dengan Banjaya saja,” kata Yohanna.“Kak, aku nggak mau proyek itu. Penanggu
“Kak Yohanna bahkan nggak perlu olahraga. Bentuk badanmu tetap standar model, karena kurang makan.”Kalau Yohanna merasa makanan itu tidak enak, dia lebih memilih kelaparan. Dia sering tidak makan, tekanan pekerjaan juga besar. Tidak heran kalau dia tidak bisa gemuk.“Ronny buat Kakak makan dengan nyaman. Bukankah itu perhatian? Aku nggak bisa bilang dessert yang dia siapkan adalah dessert kesukaan Kakak. Itu karena Kakak nggak ada dessert favorit. Tapi yang dia siapkan adalah makanan yang bisa Kakak makan.”“Aku sudah bandingkan. Dessert untuk aku ini kesannya lebih asal-asalan. Tentu saja, makanan yang dia buat sangat cantik dan rasanya juga enak. Tapi tetap saja bisa dilihat mana yang benar-benar dia siapkan dengan sepenuh hati. Selama dua hari ini, kita jadi punya lebih banyak waktu untuk istirahat. Sore Kakak jadi nggak perlu minum terlalu banyak kopi.”“Dira, aku benar-benar curiga kamu sudah disuap Ronny. Apa motifnya dengan suruh kamu ngomong hal-hal baik tentangnya di depanku?
“Bu Dira.”Ronny dan Jaka berdiri di depan pintu kantor. Begitu pintu terbuka, kedua orang itu menyapa Dira dengan hormat. Saat ini, baru waktunya pulang kerja. Sekretaris juga siap-siap turun untuk makan malam.Ronni meminjam dapur perusahaan untuk menyiapkan makan siang untuk Yohanna. Ronny juga mengontrol waktunya dengan baik. Beberapa menit sebelum jam pulang kerja, dia sudah mengantar makanan buatannya ke lantai atas. Dengan begitu, dia bisa menghindari karyawan lainnya dengan sempurna. Selain itu, dia juga tidak akan menyita waktu kerja Yohanna.Butuh beberapa menit bagi Ronny dan Jaka untuk pergi dari kantin perusahaan ke gedung kantor, lalu naik lift menuju lantai paling atas.“Pak Jaka, Ronny, kalian sudah datang.”Dira minggir ke samping agar kedua pria itu bisa masuk. “Kami baru saja pulang kerja,” kata Dira.Jaka dan Ronny masuk ke kantor. “Bu Yohanna.”Keduanya menyapa Yohanna dengan sopan, lalu berjalan ke sofa dan meletakkan kotak bekal di atas meja. Kemudian, mereka mem