Lelaki itu berjalan dengan santai ke dalam dapur sambil bersenandung ringan. Stefan berencana menyiapkan makan malam yang lezat untuk istrinya tercinta. Dia membutuhkan waktu dua jam untuk selesai memasak makan malam mereka kali ini.Stefan memandangi meja makan yang dipenuhi masakan kesukaan sang istri yang dimasak oleh dirinya sendiri. Dia mengeluarkan ponsel dan mengambil foto untuk diunggah di media sosialnya.Unggahannya kali ini membuat media sosialnya ramai kembali. Banyak yang meninggalkan komentar di foto tersebut.“Pak Stefan, saya bisa ke sana sekarang? Masih keburu?”“Pak, saya baru tahu kalau ternyata Pak Stefan pintar masak.”“Pak, cepat kirim ke sini! Biar saya bantu habiskan.”“Kakak ipar benar-benar beruntung, aku iri. Aku sudah bekerja sama kamu sekian tahun, tapi belum pernah satu kali pun makan masakanmu,” komentar Reiki.Stefan langsung menyimpan ponselnya setelah mengunggah foto tersebut dan tidak melihat komentar teman-temannya dan rekan kerjanya lagi. Dia kembal
Junia menatap Reiki ketika mengatakan kalimat tersebut. Hal itu membuat Reiki merasa sangat tertekan karena dia tidak bisa masak. Lelaki itu tidak akan bisa masak makanan enak seperti apa yang dibuat oleh Stefan. Dia mengumpati teman baiknya di dalam hati.“Kamu juga akan sangat bahagia nantinya,” ujar Reiki. Dia mengakui kalau dirinya tidak bisa masak, tetapi dia akan bersikap baik dengan istrinya. Kalau nanti Reiki dan Junia bisa berlanjut, mereka akan menjadi pasangan yang sangat romantis.“Pak Reiki nggak bisa masak?”Dengan jujur Reiki berkata, “Aku pernah masak tapi masakanku nggak enak. Bisa dimakan kalau dipaksakan. Junia, suami pilihan kamu harus lelaki yang bisa masak?”Lelaki itu memutuskan untuk tidak memanggil Junia dengan sapaan “Ibu” lagi karena terlalu asing.“Koki di rumahku masakannya sangat enak,” tambah Reiki lagi.Junia menyendokkan makanan dan berkata, “Aku nggak minta pasanganku harus bisa masak. Aku hanya merasa sesuatu yang bisa dikerjakan oleh keduanya, setela
Reiki bisa mencari tahu semua tentang keluarganya dengan jelas sedangkan Junia tidak mengetahui apa pun. Dia hanya tahu ayah lelaki itu ada lima saudara, Junia pikir kakek dan nenek lelaki itu hanya melahirkan lima anak saja.Namun suatu hari Reiki mengatakan kalau ayahnya Junia ada sembilan saudara. Akan tetapi yang dewasa hanya lima orang saja, empat lainnya meninggal ketika masih bayi. Saat itu juga Junia langsung melongo.Saat pulang ke rumah, dia menanyakan pada ayahnya tetapi ayahnya tidak mengetahui hal itu. Junia bertanya pada neneknya lagi dan dibenarkan oleh sang nenek. Kehidupan orang dulu memang sangat sulit, mereka memiliki banyak anak, tetapi pada akhirnya ada yang meninggal saat masih bayi. Bahkan Nenek menanyakan dari mana Junia mengetahuinya.Keempat anaknya Nenek yang meninggal merupakan anak yang lahir di awal, sedangkan lima yang terakhir yang berhasil tumbuh dewasa. Oleh karena itu, ayahnya tidak tahu kalau dia pernah kehilangan empat saudaranya. Hal itu membuat Ju
Di satu sisi Reiki gagal dalam menyatakan perasaannya, dan disisi lain tampak Stefan dan istrinya yang sedang bahagia menikmati suasana pengantin baru.Setelah makan malam, Olivia duduk di sofa sambil menonton televisi dan Stefan mencuci piring di dapur. Kehidupan seperti ini membuat Olivia merasa sangat bahagia sekali. Setelah duduk sesaat, dia bangkit dan jalan ke arah dapur untuk memandangi Stefan yang sedang mencuci piring.“Nggak mau nonton TV?”Stefan langsung dapat merasakan tatapan perempuan itu. Dia menoleh sesaat, kemudian melanjutkan kegiatannya mencuci piring.“Nggak tahu mau nonton apa lagi. Dari tadi nggak ketemu siaran yang bagus. Mungkin karena usiaku makin tua, semua film nggak ada yang cocok bagiku. Efek televisinya terlalu dibuat secara berlebihan.”Stefan tertawa dan berkata, “Kamu baru umur berapa sudah bilang dirimu tua. Biasanya kamu selalu pulang malam, nggak pernah nonton TV. Aku juga nggak ada waktu buat nonton dan mengikuti seri drama apa pun, tapi aku setuju
Stefan membersihkan bagian kompor dan membilas kain bekas tersebut. Setelah itu dia mencuci tangannya dan memutar tubuhnya untuk berdiri di hadapan Olivia. Kedua tangannya mencubit pipi Olivia pelan sambil berkata,“Sudah aku bilang, belajarlah kalau memang kamu ingin. Kalau nggak ingin, nggak perlu ikut. Aku nggak masalah.”Olivia menangkap tangan lelaki itu dan mengajaknya untuk duduk di ayunan yang ada di balkon. Perempuan itu menyandarkan kepalanya di bahu Stefan dan keduanya memandangi bangunan tinggi yang ada di luar sana.“Waktu semua lampu menyala, bangunan di depan sana terlihat gelap sekali. Mereka sepertinya pulang kampung semua.”“Besok pagi kita juga akan pulang kampung. Aku sudah bilang sama Nenek dan Nenek juga sudah minta orang bereskan kamar buat kita,” kata Stefan sambil memeluk bahu perempuan yang ada di sampingnya itu.“Olivia, rumah keluargaku sangat tua sekali. Kamu jangan keberatan waktu ke sana.”“Seberapa tua? Masih rumah jerami?”Stefan tertawa dan berkata, “N
Olivia mengangguk dan berkata, “Kamu juga harus pakai jaket. Kalau masuk angin, siap-siap minum obat pahit lagi.”“Selama ada kamu yang setiap hari pantau aku, aku nggak berani sakit.”Obat tradisional yang sudah diminum oleh Stefan selama beberapa hari kemarin sudah membuatnya takut dan trauma. Lelaki itu masuk ke kamar dan keluar dengan membawa baju jaket. Namun tiba-tiba ponsel Olivia berdering. Perempuan itu tampak tidak langsung menerimanya.“Halo, dengan siapa ini?”Mendengar pertanyaan Olivia membuat Stefan tahu bahwa yang menghubunginya adalah nomor asing.“Kak Olivia, ini aku.”Terdengar suara familiar dari seberang telepon. Ekspresi Olivia berubah seketika dan segera mematikan sambungan telepon.“Kak Olivia, jangan dimatikan dulu. Aku hanya mau bicara saja dan nggak akan mengganggu dan melihat Kakak. Kak, aku sudah mau gila.”Albert terdengar memelas sekali dan berharap Olivia tidak memutuskan teleponnya. Dia sudah menahannya sangat lama karena takut ibunya akan balas dendam
Kalau memang hal itu terjadi, maka Reiki dan Junia sudah tidak akan ada harapan lagi. Dia harus menyisakan kesempatan untuk temannya itu.“Jelas-jelas dia tahu kamu sudah menikah, hubungan kita juga sudah stabil, tapi kenapa dia masih menggangguku? Kamu masih bilang kalau kalian hanya hubungan kakak adik saja? Kalau aku nggak cemburu dan nggak ribut sama kamu, kemungkinan kamu masih nggak tahu dia naksir sama kamu.”Stefan menusuk-nusuk lembut kening Olivia. Sedangkan Olivia hanya menyentuh keningnya sambil berkata dengan nada tidak bersalah, “Kami sudah kenal dari kecil, apalagi aku lihat dia dari kecil hingga besar. Aku selalu menganggap dia adik. Sama sekali nggak nyangka dia bakalan suka sama aku.”“Ini juga bukan salahku, aku nggak pernah mengganggu dia,” tambah Olivia lagi.Perempuan itu memeluk lengan Stefan dan berjalan keluar dari rumah sambil berkata, “Kalau ada yang suka sama aku, bukannya membuktikan kalau pandangan Nenek itu bagus? Dia sudah memilih istri yang tepat buat k
Stefan berkata dengan datar, “Aku sudah nggak mengingatnya lagi. Dia juga nggak pernah muncul di hadapanku lagi sekarang.”“Nggak ingat?”“Apa aku perlu mengingatnya? Aku nggak menyukainya, untuk apa aku mengingatnya? Kalau aku mengingatnya, bagaimana kalau kamu cemburu? Kamulah yang akan hidup bersamaku selamanya. Aku hanya perlu mengingatmu. Wanita lain hanyalah orang-orang yang mampir sebentar ke hidupku. Kalau mereka lewat di depanku pun, aku mungkin nggak mengenali wajah mereka.”Stefan tidak peduli dengan wanita. Memang dari sananya seperti itu.Seumur hidupnya, dia tidak akan menyukai wanita lain selain Olivia.Olivia tersenyum dan berkata, “Aku kan juga nggak akan marah dan nggak akan cemburu. Kamu nggak perlu seperti itu karena aku.”“Aku benar-benar bukan melakukannya karena kamu. Selain keluargaku, orang yang aku pedulikan hanya kamu. Semua orang bisa aku abaikan atau nggak aku pedulikan.”“Kalau begitu, kita impas. Albert menyukaiku, dan kamu juga ada yang suka.”Stefan ing