Stefan membersihkan bagian kompor dan membilas kain bekas tersebut. Setelah itu dia mencuci tangannya dan memutar tubuhnya untuk berdiri di hadapan Olivia. Kedua tangannya mencubit pipi Olivia pelan sambil berkata,“Sudah aku bilang, belajarlah kalau memang kamu ingin. Kalau nggak ingin, nggak perlu ikut. Aku nggak masalah.”Olivia menangkap tangan lelaki itu dan mengajaknya untuk duduk di ayunan yang ada di balkon. Perempuan itu menyandarkan kepalanya di bahu Stefan dan keduanya memandangi bangunan tinggi yang ada di luar sana.“Waktu semua lampu menyala, bangunan di depan sana terlihat gelap sekali. Mereka sepertinya pulang kampung semua.”“Besok pagi kita juga akan pulang kampung. Aku sudah bilang sama Nenek dan Nenek juga sudah minta orang bereskan kamar buat kita,” kata Stefan sambil memeluk bahu perempuan yang ada di sampingnya itu.“Olivia, rumah keluargaku sangat tua sekali. Kamu jangan keberatan waktu ke sana.”“Seberapa tua? Masih rumah jerami?”Stefan tertawa dan berkata, “N
Olivia mengangguk dan berkata, “Kamu juga harus pakai jaket. Kalau masuk angin, siap-siap minum obat pahit lagi.”“Selama ada kamu yang setiap hari pantau aku, aku nggak berani sakit.”Obat tradisional yang sudah diminum oleh Stefan selama beberapa hari kemarin sudah membuatnya takut dan trauma. Lelaki itu masuk ke kamar dan keluar dengan membawa baju jaket. Namun tiba-tiba ponsel Olivia berdering. Perempuan itu tampak tidak langsung menerimanya.“Halo, dengan siapa ini?”Mendengar pertanyaan Olivia membuat Stefan tahu bahwa yang menghubunginya adalah nomor asing.“Kak Olivia, ini aku.”Terdengar suara familiar dari seberang telepon. Ekspresi Olivia berubah seketika dan segera mematikan sambungan telepon.“Kak Olivia, jangan dimatikan dulu. Aku hanya mau bicara saja dan nggak akan mengganggu dan melihat Kakak. Kak, aku sudah mau gila.”Albert terdengar memelas sekali dan berharap Olivia tidak memutuskan teleponnya. Dia sudah menahannya sangat lama karena takut ibunya akan balas dendam
Kalau memang hal itu terjadi, maka Reiki dan Junia sudah tidak akan ada harapan lagi. Dia harus menyisakan kesempatan untuk temannya itu.“Jelas-jelas dia tahu kamu sudah menikah, hubungan kita juga sudah stabil, tapi kenapa dia masih menggangguku? Kamu masih bilang kalau kalian hanya hubungan kakak adik saja? Kalau aku nggak cemburu dan nggak ribut sama kamu, kemungkinan kamu masih nggak tahu dia naksir sama kamu.”Stefan menusuk-nusuk lembut kening Olivia. Sedangkan Olivia hanya menyentuh keningnya sambil berkata dengan nada tidak bersalah, “Kami sudah kenal dari kecil, apalagi aku lihat dia dari kecil hingga besar. Aku selalu menganggap dia adik. Sama sekali nggak nyangka dia bakalan suka sama aku.”“Ini juga bukan salahku, aku nggak pernah mengganggu dia,” tambah Olivia lagi.Perempuan itu memeluk lengan Stefan dan berjalan keluar dari rumah sambil berkata, “Kalau ada yang suka sama aku, bukannya membuktikan kalau pandangan Nenek itu bagus? Dia sudah memilih istri yang tepat buat k
Stefan berkata dengan datar, “Aku sudah nggak mengingatnya lagi. Dia juga nggak pernah muncul di hadapanku lagi sekarang.”“Nggak ingat?”“Apa aku perlu mengingatnya? Aku nggak menyukainya, untuk apa aku mengingatnya? Kalau aku mengingatnya, bagaimana kalau kamu cemburu? Kamulah yang akan hidup bersamaku selamanya. Aku hanya perlu mengingatmu. Wanita lain hanyalah orang-orang yang mampir sebentar ke hidupku. Kalau mereka lewat di depanku pun, aku mungkin nggak mengenali wajah mereka.”Stefan tidak peduli dengan wanita. Memang dari sananya seperti itu.Seumur hidupnya, dia tidak akan menyukai wanita lain selain Olivia.Olivia tersenyum dan berkata, “Aku kan juga nggak akan marah dan nggak akan cemburu. Kamu nggak perlu seperti itu karena aku.”“Aku benar-benar bukan melakukannya karena kamu. Selain keluargaku, orang yang aku pedulikan hanya kamu. Semua orang bisa aku abaikan atau nggak aku pedulikan.”“Kalau begitu, kita impas. Albert menyukaiku, dan kamu juga ada yang suka.”Stefan ing
Olivia mendudukkan diri, mengambil ponselnya dan berkata, “Aku mau nonton film saja, deh.”Stefan mengambil ponsel wanita itu, lalu pergi ke ruang kerjanya dan mengambil sebuah buku. Kemudian, dia menyelipkannya ke tangan Olivia dan berkata, “Baca buku saja. Baca buku mudah membuatmu mengantuk.”Olivia mengambil buku yang Stefan berikan padanya, melihat judul buku itu dan mengerjapkan matanya. Dia tidak salah baca, ‘kan? Buku ini ternyata ….Dia membuka halaman pertama.Stefan meletakkan ponselnya di meja samping tempat tidur, berbalik badan dan melihat sampul buku itu. Dia terkejut dan refleks mengambil kembali buku itu dengan cepat. Dengan wajah sedikit malu, dia berkata, “Aku, aku salah ambil buku. Tunggu, aku akan memberimu majalah.”Setelah mengatakan itu, dia mengambil buku itu dan pergi dengan cepat.Olivia tersadar dari keterkejutannya dan tertawa, “Stefan, ternyata kamu Stefan yang seperti ini.”Stefan sangat malu.Buku itu diberi Reiki bertahun-tahun yang lalu. Dia tidak pern
“Stefan, apa kamu seorang pembohong?” tanya Olivia pada Stefan.Stefan menatapnya, tapi tidak menjawab pertanyaannya.“Stefan, apa kamu benar-benar seorang pembohong?”Olivia mengeraskan volume suaranya dan bertanya pada pria itu dengan suara keras. Kemudian, dia terbangun.Olivia terbangun dalam keadaan linglung. Setelah beberapa saat, dia mulai terjaga dan bergumam, “Ternyata hanya mimpi. Mimpi macam apa itu?”Dia menolehkan kepalanya untuk melihat sekeliling. Pria yang dengan sengaja mencoba menidurkannya tadi telah pergi.“Sudah kuduga, pasti ada yang disembunyikan makanya mau membujukku untuk tidur dengan cepat. Pantas saja aku bermimpi buruk seperti itu.”Olivia mengambil ponselnya untuk melihat waktu, lalu kembali tidur.Kali ini, dia tidak bermimpi lagi dan tidur dengan nyenyak.Di Hotel Mambera.Adam Pratama duduk di lobby di lantai pertama, menunggu Stefan datang.Tiba-tiba, dia mendapat telepon dari Reiki. Pria itu bilang Stefan bersedia meluangkan waktu untuk bertemu dengan
Namun, dia tetap bersikeras untuk mengontrol putranya, agar putranya tidak mengganggu Olivia lagi.Putranya memang sangat menderita sekarang, tapi seiring berjalannya waktu, anak itu akan terbebas dari penderitaan ini dan tidak lagi berada di jalan yang buntu.Waktu adalah obat terbaik untuk menyembuhkan luka emosional.“Apa yang telah terjadi?” Adam terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sehingga tidak tahu kalau putranya menyukai Olivia.Bella mengira dia bisa mengontrol putranya dan membuat anak menyerah sepenuhnya. Jadi, dia tidak memberi tahu suaminya tentang hal itu.Bella menghela napas dan berkata, “Putramu menyukai seseorang.”Adam berkata dengan bingung, “Dia sudah dewasa, wajar saja kan kalau menyukai seseorang? Ada orang yang sudah punya pacar di umur belasan tahun, sedangkan anak kita itu nggak pernah. Aku bahkan sempat khawatir dia itu nggak normal. Siapa yang dia sukai? Apa latar belakang keluarga wanita itu nggak baik? Kalau nggak, kamu nggak mungkin melarangnya.”Perkataan
Stefan langsung naik ke kamar president suite di lantai paling atas di hotel itu.Beberapa menit kemudian, Adam dan istrinya dibawa pengawal Stefan untuk mengetuk pintu dan masuk.Stefan mempersilakan mereka duduk.“Terima kasih, Pak Stefan.”Pasangan itu saling mengucapkan terima kasih, setelah itu mereka baru berani duduk di seberang Stefan.Setelah duduk, mereka tidak berani berbicara, karena mereka juga tidak tahu harus berkata apa.Mereka tidak tahu apa yang ingin dibicarakan Stefan. Mengapa pria ini mengajak mereka untuk bertemu.Stefan tidak ingin membuang-buang waktunya untuk masalah ini, jadi dia mengambil inisiatif untuk berbicara duluan. Dia juga mengatakannya tanpa berbelit-belit, “Pak Adam, aku meminta Bapak untuk datang ke sini dan bertemu denganku karena aku ingin memintamu untuk mengatur putramu, Albert. Jangan sampai dia mengganggu istriku lagi.”Mendengar itu, ekspresi Adam dan istrinya langsung berubah drastis.Bella tergagap, “Pak Stefan, ini, ini ... apa ada kesala