Aksa juga berkata dengan dingin di telepon, “Kalau kamu nggak datang, aku akan mengungkapkan identitasmu di depan Olivia. Dia mungkin nggak akan marah kalau kamu menyembunyikan hal lain darinya, tapi dia pasti akan sangat marah karena kamu menyembunyikan identitasmu, bahwa kamu adalah tuan muda keluarga Adhitama. Karena Amelia.”Raut muka Stefan semakin masam sekarang. Dia berkata dengan dingin, “Sudah kubilang, aku akan ke sana. Kamu tunggu saja di sana.”Berani-beraninya pria ini mengancamnya!“Aku ini kakak sepupumu. Bukannya seharusnya kamu yang datang lebih awal dan menungguku di sana?”Stefan berkata dengan dingin, “Great Hotel adalah hotel milik keluargamu. Kamu bisa berada di sana kapan saja. Kalau mau diganti saja tempatnya, jadi Mambera Hotel. Kalau di sana, aku akan tiba duluan dan menunggumu di kamar presidential suite.”“Kamu merasa bersalah? Takut? Sengaja mau membuat kakak sepupumu ini menunggu?”“Aksa, jangan sebut dirimu kakak di depanku.”Aksa tertawa dan berkata, “Ak
Aksa harus memberi tahu istrinya apa yang dia dan Stefan bicarakan di telepon, agar kecurigaan istrinya hilang dan membuat dia terlepas dari citra “suka pria dan wanita” di mata istrinya.Stefan tidak memberi tahu Olivia kalau Aksa meneleponnya dan mengajaknya bertemu.Setelah kembali ke dalam rumah, dia dan Olivia duduk di sofa, dan menonton TV.Setelah menonton sebentar, Olivia menguap berkali-kali. Dia pun mematikan TV dengan tidak sabar dan menggendong istrinya itu naik ke atas.Sesampainya di kamar, dia pun menemani istrinya berbaring di tempat tidur dan mengobrol. Hanya saja, setelah mengobrol cukup lama, wanita di sebelahnya tidak bersuara lagi. Dia mencondongkan diri dan memanggil dengan suara pelan, “Oliv. Oliv.”Olivia sudah tertidur, tidak mendengar panggilannya.Stefan menjadi lega. Dia mengecup pipi istrinya itu sekali, lalu berkata dengan lembut, “Oliv, selamat tidur.”Setelah itu, dia menyibak selimut dan turun dari tempat tidur dengan pelan.Dia kemudian menyelimuti Oli
“Pak Stefan.” Pengawal itu berkata lagi.Stevan menatapnya.Pengawal itu berkata, “Pak Aksa bilang Bapak harus pergi membelinya sendiri, nggak boleh menyuruh pengawal. Dengan begitu Bapak akan terkesan tulus. Kalau Pak Stefan hormat dengan Pak Aksa, itu berarti Bapak sangat mencintai Non Olivia.”Artinya, kalau Stefan tidak pergi membeli sendiri, dia akan dianggap tidak menghormati Aksa. Kalau dia tidak menghormati Aksa, itu artinya dia tidak terlalu mencintai Olivia.Stefan sampai kesal karena dipersulit oleh Aksa, tapi Aksa membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa.Meskipun Olivia belum lama mengetahui bahwa Yuna Sanjaya adalah bibinya, mereka memang punya hubungan darah.Stefan benar-benar tidak boleh meremehkan keluarga Sanjaya.Dia tidak mengatakan apa-apa lagi, berbalik badan dan pergi.Pergi membeli sesuatu untuk diberikan pada Aksa sebagai buah tangan atas “pertemuan mereka yang pertama kali”.Supermarket besar sudah tutup jam segini.Stefan hanya bisa berbelanja di minimarket yan
Setelah melihat apa yang jatuh ke pangkuannya, Stefan terlihat sangat malu.Dia pergi ke minimarket untuk membeli barang karena dipersulit oleh Aksa, lalu membeli barang melihat barang apa yang dia ambil. Dia mengambil semua barang di rak minimarket, dan karena mengambil terlalu banyak barang, ada beberapa bungkus pembalut yang tercampur di dalamnya. Dia tidak menyadarinya.“Kamu kan punya istri,” ujar Stefan, melempar pembalut itu ke Aksa lagi.Aksa tertawa. Tawanya itu membuat Stefan ingin melompat, menerkam, dan mencekiknya!Setelah bertahun-tahun bertengkar bersama Aksa, dia tidak pernah merasa semalu ini di depan pria itu.Aksa tertawa lama sekali, baru berhenti. Dia mengusap perutnya dan berkata kepada Stefan, “Stefan, kamu ini mau membuatku tertawa sampai mati, supaya kamu bisa mewarisi harta keluargaku, ya? Perutku sakit karena tertawa terlalu keras.”“Sebelum kamu mati tertawa, buatlah surat wasiat dan wariskan semua harta yang kepemilikannya atas namamu kepadaku. Kemudian, ka
Setelah terdiam beberapa saat, Stefan berkata dengan suara berat, “Bagaimana cara menghindari Amelia? Menurutku kamu yang harus mengaturnya.”Dia tidak mungkin bisa menghindari Amelia.“Kita harus mengaturnya bersama. Sebelum kamu datang, kirim pesan padaku terlebih dahulu. Aku akan mengalihkan perhatian Amelia dan mencegahnya melihatmu. Aku akan menjelaskannya terlebih dahulu kepada orang tuaku.”Stefan tidak keberatan dengan hal itu.Dia juga tak ingin Amelia mengetahui hubungannya dengan Olivia sekarang.Apabila Amelia tahu di saat-saat termanis dalam pernikahannya, dia juga tidak tahu hal gila apa yang akan dilakukan Amelia nanti.“Aku rasa aku nggak ada waktu untuk ke sana sebelum tahun baru. Aku akan meluangkan waktu untuk menemani Olivia pergi ke sana setelah tahun baru.”Kedua orang tua Olivia sudah meninggal. Olivia tidak akan mungkin mengunjungi sanak-sanak keluarganya yang di kampung itu. Selain kakaknya, Olivia hanya memiliki keluarga Sanjaya.Aksa bertanya pada Stefan, “Ka
Pengawal mereka mengikuti mereka berjalan dalam diam. Para pengawal juga tidak bersuara. Kalau bukan karena mereka mengeluarkan suara saat berjalan, orang-orang akan mengira mereka melihat hantu saat melihat mereka seperti itu di tengah malam begini.Sebelum memasuki lift, Aksa berhenti.“Stefan,” ujarnya dengan suara rendah.Stefan menoleh ke arahnya.Aksa tidak bersuara lagi. Setelah diam beberapa saat, dia akhirnya berkata, “Jangan selalu merebut klienku.”Stefan berkata dengan acuh tak acuh, “Selama kamu belum ada kontrak dengan mereka, mereka masih bisa membatalkan kerja sama dengan kalian. Terkadang, keadaan bahkan masih bisa berubah meskipun sudah tanda tangan kontrak. Di dalam bisnis memang seperti itu. Kamu nggak bisa bilang aku merebut klienmu. Aku cuma bisa bilang, Sanjaya Group kurang hebat, makanya klien memilih Adhitama Group.”“Bisnis ya bisnis. Jangan saling mengalah.”Aksa berkata, “Stefan, berani sekali kamu.”Stefan masih berkata dengan cuek, “Tentu saja aku berani,
Siapa yang datang sepagi ini?Setelah turun dari lantai atas, Olivia mengambil kunci kemudian membuka pintu utama rumah. Saat keluar, Olivia melihat seseorang membawa dua bungkusan di tangan yang berdiri di depan gerbang vila. Sekilas, dia terlihat seperti kurir pengantar makanan. “Pagi, Mbak Oliv!”Pak Darion tersenyum menyapa. "Oh, hai, Pak Darion! Selamat pagi," balas Olivia.Olivia tidak menyangka ternyata manajer Mambera Hotel yang berdiri di sana. Pak Darion mengangkat bungkusan yang dipegangnya sambil tersenyum lebar. "Pak Stefan menelepon saya semalam. Dia pesan dua porsi sarapan dan minta saya antar sarapan ini di jam segini. Makanya saya ke sini pagi-pagi mengganggu Mbak Oliv."Olivia berpikir dalam hati, entah kapan Stefan meminta Pak Darion untuk mengantarkan sarapan ke sana padahal semalaman dia bersama Stefan. Selain itu juga, orang Mambera Hotel yang mengirim makanan.Meski Stefan bekerja di Adhitama Group dan bisa mendapatkan diskon di Mambera Hotel, tapi bukan berart
Karena sekarang belum punya anak, mereka berdua memang masih bebas. Namun saat nanti punya anak, pengeluaran akan semakin banyak. Membesarkan anak memerlukan biaya yang sangat besar. Jika tidak, bagaimana mungkin anak disebut dengan monster penelan uang. “Aku ‘kan juga punya pemasukan, jadi seharusnya aku juga punya tanggung jawab untuk keluarga ini. Biar aku saja yang bayar beberapa pengeluaran rumah tangga. Kamu berhemat. Kalau tabungannya sudah cukup, lunasi saja cicilannya lebih awal. Makin cepat lunas, makin cepat lega, ‘kan?”Olivia tidak bilang ingin membantu melunasi cicilan rumah. Vila ini adalah properti yang memang sudah dimiliki Stefan sejak sebelum mereka menikah. Stefan yang selama ini membayar cicilannya, seperti kakak Olivia dan suaminya dulu. Meskipun mereka baru saja menjadi pasangan suami istri yang sah dan sedang dalam masa-masa yang sangat manis, Olivia ingin menghindari nasib seperti kakaknya. Vila itu adalah milik Stefan. Olivia tidak akan merasa berhak atas
Ternyata Yohanna mau keluar kota. Ronny pun menjawab dengan hormat, “Baik, Bu.”Saat ini, Jaka tiba-tiba bertanya, “Bu Yohanna mau keluar kota, nggak bawa Ronny?”Yohanna begitu pilih-pilih makanan. Saat berada di luar kota, sulit baginya untuk menemukan makanan yang bisa dia makan. Lebih baik kalau dia membawa koki pribadinya. Dulu, Yohanna jarang dinas ke luar kota.Yohanna terdiam. Sementara itu, Ronny membersihkan meja tanpa bersuara. Dalam hati justru berkata, “Dia begitu pemilih. Kalau bepergian jauh, dia pasti kelaparan terus.”Setelah berpikir selama beberapa menit dan mempertimbangkan perutnya, Yohanna baru berkata dengan suara pelan, “Kalau begitu, Ronny, kamu pulang dan siap-siap. Jam lima sore kamu datang ke sini lagi. Ikut aku ke luar kota. Pak Jaka, jangan beritahu siapa pun selain keluargaku soal Ronny ikut aku keluar kota.”Yohanna takut kalau orang lain tahu dia ke luar kota dengan membawa koki pribadi muda, mereka akan bicara ini-itu dan membuat segala macam rumor. Se
Dulu Fendi sering menindas Dira, sehingga Dira sering berkelahi dengannya. Setelah dewasa, meskipun tidak berkelahi lagi, Dira sebisa mungkin menghindar jika seseorang membahas Fendi.Dira benar-benar membenci mata Fendi. Pria itu selalu menatap Dira sambil tersenyum. Bagi yang tidak tahu akan mengira Fendi menyukainya.“Baiklah,” kata Dira dengan enggan.“Balik ke kantormu sana. Istirahat dulu, nanti sore ada rapat.”Yohanna mengambil kotak dessert dan menjejalkannya ke tangan Dira, lalu berkata, “Kalau Fendi berani ganggu kamu, tunggu aku pulang, aku akan bantu kamu balas dia.”“Sekarang dia nggak akan kelahi denganku. Sekalipun dia main tangan, aku juga nggak takut. Aku nggak pernah kalah saat kelahi dengannya.”Begitu teringat Dira yang dulu suka menggila, Yohanna sengaja memasang raut wajah cemas. “Kamu tangguh begitu, gimana mau nikah? Bikin orang cemas saja.”Dira spontan memasang wajah cemberut. “Aku hanya tangguh di depan Fendi. Di depan orang lain, aku tetap perempuan yang ba
Apalagi Ronny sudah bilang kalau dia memiliki bisnisnya sendiri. Ronny punya beberapa perusahaan. Ditambah lagi auranya, penampilannya, tutur katanya membuat orang langsung tahu kalau Ronny bukan dari keluarga biasa. Wajar saja kalau orang tua Yohanna berpikir macam-macam.Orang tua Yohanna tidak ingin Yohanna menikah dengan pria dari kota lain dan pindah ke tempat yang jauh dari rumah. Yohanna sendiri juga tidak mau. Namun dalam kondisi terdesak, bisa saja orang tua Yohanna akan meminta Ronny untuk pindah ke Kota Aldimo.“Nggak. Mana mungkin Om dan Tante suruh aku ngomong begini? Ronny baru kerja dua hari. Semua orang belum terlalu kenal dia,” jawab Dira sambil tertawa pelan. “Malam hari kalau lagi nggak bisa tidur, biasanya aku baca novel. Makanya aku jadi lebih sensitif. Aku sering bayangkan diri sendiri masuk ke dalam alur novel.”“Kamu nggak bisa tidur? Itu artinya kamu kurang sibuk. Kamu follow up proyek dengan Banjaya saja,” kata Yohanna.“Kak, aku nggak mau proyek itu. Penanggu
“Kak Yohanna bahkan nggak perlu olahraga. Bentuk badanmu tetap standar model, karena kurang makan.”Kalau Yohanna merasa makanan itu tidak enak, dia lebih memilih kelaparan. Dia sering tidak makan, tekanan pekerjaan juga besar. Tidak heran kalau dia tidak bisa gemuk.“Ronny buat Kakak makan dengan nyaman. Bukankah itu perhatian? Aku nggak bisa bilang dessert yang dia siapkan adalah dessert kesukaan Kakak. Itu karena Kakak nggak ada dessert favorit. Tapi yang dia siapkan adalah makanan yang bisa Kakak makan.”“Aku sudah bandingkan. Dessert untuk aku ini kesannya lebih asal-asalan. Tentu saja, makanan yang dia buat sangat cantik dan rasanya juga enak. Tapi tetap saja bisa dilihat mana yang benar-benar dia siapkan dengan sepenuh hati. Selama dua hari ini, kita jadi punya lebih banyak waktu untuk istirahat. Sore Kakak jadi nggak perlu minum terlalu banyak kopi.”“Dira, aku benar-benar curiga kamu sudah disuap Ronny. Apa motifnya dengan suruh kamu ngomong hal-hal baik tentangnya di depanku?
“Bu Dira.”Ronny dan Jaka berdiri di depan pintu kantor. Begitu pintu terbuka, kedua orang itu menyapa Dira dengan hormat. Saat ini, baru waktunya pulang kerja. Sekretaris juga siap-siap turun untuk makan malam.Ronni meminjam dapur perusahaan untuk menyiapkan makan siang untuk Yohanna. Ronny juga mengontrol waktunya dengan baik. Beberapa menit sebelum jam pulang kerja, dia sudah mengantar makanan buatannya ke lantai atas. Dengan begitu, dia bisa menghindari karyawan lainnya dengan sempurna. Selain itu, dia juga tidak akan menyita waktu kerja Yohanna.Butuh beberapa menit bagi Ronny dan Jaka untuk pergi dari kantin perusahaan ke gedung kantor, lalu naik lift menuju lantai paling atas.“Pak Jaka, Ronny, kalian sudah datang.”Dira minggir ke samping agar kedua pria itu bisa masuk. “Kami baru saja pulang kerja,” kata Dira.Jaka dan Ronny masuk ke kantor. “Bu Yohanna.”Keduanya menyapa Yohanna dengan sopan, lalu berjalan ke sofa dan meletakkan kotak bekal di atas meja. Kemudian, mereka mem
Melihat sang kakak tersenyum seperti itu, Dira pun tahu kalau Yohanna salah paham padanya lagi. Dira bahkan sudah malas mau menjelaskan. Dira sudah bilang kalau dia hanya menyukai makanan yang dibuat Ronny, baik itu makanan berat maupun makanan ringan seperti dessert. Semuanya sangat sesuai dengan selera Dira.Tidak hanya Dira yang merasa enak. Yohanna juga tidak pernah mengomentari makanan buatan Ronny. Pokoknya selama dua hari sejak Ronny yang memasak, Yohanna tidak menemukan kekurangan apa pun pada masakan Ronny.“Masakan yang dibuat Ronny nggak berubah, tapi rasa masakannya begitu sempurna, buat orang nggak bisa cari kekurangannya. Dia seumuran aku, tapi dia punya pencapaian luar biasa dalam memasak. Harus kuakui, dia memang berbakat. Selain itu, dia juga sangat niat mempelajari resep.”Yohanna yang jarang memberikan pujian kini memuji Ronny dan mengakui keterampilan memasak pria itu.“Pak Jaka bilang koper yang dibawa Ronny hanya isi sedikit pakaian. Sisanya buku resep berbagai ma
Benar saja, bakat dan hobi itu sangat penting. Ronny terjun ke industri kuliner, penjualannya pasti sangat bagus. Untungnya, bisnis Ronny berada di Kota Mambera, sangat jauh dari mereka sehingga tidak memengaruhi bisnis keluarga mereka.Jika tidak, dengan pesaing kuat seperti Ronny, keluarga Pangestu yang juga berkecimpung di industri kuliner pasti akan gagal. “Mau turunkan badan susah, kalau mau gemuk sangat gampang.”Yohanna melihat jam. Memang sudah waktunya pulang kerja. Dia pun mematikan komputer dan berkata kepada Dira, “Semakin lama kamu semakin jadi seperti tukang makan.”“Yang penting bisa makan makanan terenak di dunia setiap hari. Mau sebut aku tukang makan juga nggak apa-apa. Setiap orang perlu makan. Manusia mana yang nggak makan? Orang yang nggak makan dan nggak minum baru bukan tukang makan.”Dira bicara sambil melihat jam. “Pak Jaka dan Ronny sebentar lagi sampai.”Yohanna tidak pulang saat makan siang, karena waktu terlalu mepet. Kadang-kadang dia pergi hotel keluarga
“Kamu nggak beritahu aku kalau kamu pulang lebih awal. Kalau aku nggak datang ke sin, aku bahkan nggak tahu kamu sudah pergi,” ujar Olivia.Katarina tertawa pelan. “Aku yang salah. Aku pikir kamu pasti sangat sibuk. Hari ini suhu Kota Mambera turun drastis. Ditambah hujan pula. Aku nggak mau buat kamu bolak-balik ke sana-sini.”Katarina melihat perut Olivia. Olivia memakai mantel tebal, tidak terlihat perutnya yang sudah membuncit.“Apalagi kamu lagi hamil.”“Tunggu aku sudah melahirkan, aku akan pergi ke Kota Harsa cari kamu.”“Oke, nanti aku akan traktir kamu semua makanan khas Kota Harsa. Nggak kalah dari makanan khas Kota Mambera, loh.”“Janji, ya. Kamu lagi buru-buru? Aku bawa sedikit barang untuk kamu. Sebenarnya bukan dari aku. Samuel yang minta aku antar ke sini. Dia siapkan banyak barang khas Kota Mambera untuk kamu. Katanya sebagai permintaan maaf padamu,” kata Olivia.Katarina terdiam sejenak. “Barangnya banyak?”“Lumayan banyak. Kamu mungkin nggak sanggup bawa sendiri. Kala
Olivia makan seadanya. Setelah itu dia pergi dengan mobil menuju ke perusahaan. Sampai di perusahaan dan masuk ke kantornya, Olivia pun melihat banyak hadiah.“Pak Samuel bilang dia belikan semuanya untuk Bu Katarina dan minta Bu Olivia bantu serahkan ke Bu Katarina. Anggap saja ini permintaan maaf darinya kepada Bu Katarina,” kata Devina.Devina sangat penasaran, ingin tahu gosip tentang Samuel. Namun, kalau Olivia tidak beritahu, dia juga tidak akan bertanya.“Kenapa dia nggak kasih sendiri?”Olivia melihat sekilas tumpukan hadiah di depannya. Banyak di antaranya merupakan produk khas Kota mambera. Semua barang yang ingin Olivia belikan untuk Katarina sudah dibelikan Samuel. Dengan begitu, Olivia pun tidak perlu repot-repot lagi.“Pak Samuel nggak bilang.”“Oke, aku mengerti. Kamu lanjut kerja saja.”Olivia berjalan ke mejanya, lalu mengeluarkan ponsel dari tasnya untuk menelepon Samuel. Samuel mengangkat telepon dengan cepat. Di telepon, pria itu kembali meminta tolong pada kakak ip