Ketika Odelina masih menjadi istrinya Roni, kehidupan lelaki itu dipersiapkan semuanya oleh sang istri. Sekarang justru kehidupan yang dijalani Roni dulu terjadi pada diri Yenny. Lelaki itu memang mencintai perempuan yang sudah merusak pernikahannya.Setelah mengalahkan Odelina dengan sukses dan mendapatkan kasih sayang Roni, Yenny tidak sabar ingin menunjukkan kemesraannya dengan lelaki itu di hadapan Odelina. Dia ingin membuat Odelina marah dan benci padanya.Akan tetapi sayangnya Odelina justru mengabaikan mereka berdua dan sibuk memilih pakaian dengan santai. Melihat hal itu membuat Yenny ingin maju untuk merebut pakaian yang diambil oleh Odelina.Olivia bergegas menahan lengan perempuan itu dan berkata, “Hei, jangan pikir kakakku mudah kamu hadapi! Kakakku malas ribut sama kamu, aku juga nggak membiarkanmu mengganggu dia!”Olivia menepis tangan perempuan itu dengan kuat hingga membuat Yenny mundur beberapa langkah.“Roni, urus pacar kamu dengan benar! Jangan buat aku marah dan m
“Tante-“ Ucapan Odelina terhenti karena Yuna mengangkat tangannya dan memintanya tidak perlu berbicara apa pun. Dia menatap Yenny dengan tajam dan dingin.“Bu-bu Yuna,” gagap Yenny.Yuna menoleh ke arah putrinya dan berkata, “Amelia, kamu telepon anak buah kita untuk bawa semua mobil mewah di dalam garasi rumah kita. Biarkan kakak sepupumu ini mengendarainya dan menggantinya sesuka hati.”“Bu Yuna, Ibu sudah salah paham,” potong Roni buru-buru.“Bu, kami nggak beli baju lagi. Kami pergi sekarang juga.” Roni khawatir pekerjaannya akan terhambat sehingga dia tidak berani menentang Yuna. Lelaki itu merebut baju di tangan Yenny dan menyerahkannya pada karyawan toko. Setelah itu dia menarik tangan Yenny untuk bergegas kabur dari sana.Yenny yang ditarik hanya sibuk mengumpati Roni, “Tadi kamu ke mana saja? Kamu diam saja melihatku diserang sama kakak beradik itu! Kerjaannya hanya gendong anak kesayangan kamu saja! Mau gugat ulang buat rebut hak asuh anakmu itu?”“Yang kaya itu tantenya, kel
“Dia memang dapat uang dari aku, kemungkinan bakalan habis kalau dia beli rumah atau foya-foya. Sekarang dia sudah nggak ada pekerjaan tetap lagi. Dia nggak akan bisa bahagia seperti kita, kecuali kalau tantenya mau menghidupi dia.”Mendengar berita itu membuat perasaan Yenny menjadi jauh lebih baik.“Uang segitu kalau digunakan beli rumah, untuk DP saja nggak akan cukup. Temanku beberapa waktu yang lalu beli rumah biasa saja harganya sudah 10 miliar!”“Aku sudah cari tahu, Bu Yuna merupakan perempuan yang sangat hebat. Dia nggak suka orang yang menyakiti orang yang lemah. Odelina nggak akan bisa bertahan hidup, Yuna juga nggak akan bantu dia dan kasih dia uang. Kamu jangan iri lagi sama dia karena mempunyai tante kaya. Orang tua kita sendiri yang kaya raya belum tentu bisa kasih uang, apalagi seorang tante saja?”Perasaan Yenny sudah jauh membaik. Dia dan Roni menuju ke toko perhiasan dengan langkah ringan. Keduanya tidak menyadari ada orang yang mengikuti mereka dan sudah merekam per
Olivia mengambil kertas tersebut dan melihatnya terlebih dahulu. Di dalam kertas tersebut tertulis, “Ini adalah perekam suara. Dengarkanlah ketika nggak ada orang. Reiki.”Reiki yang meminta anak buahnya untuk mengantarkan barang tersebut. Apa isi rekaman itu hingga tidak ada yang boleh mendengarnya? Olivia sangat penasaran sekali.Reiki memintanya untuk mendengar rekaman tersebut ketika sedang sendirian. Oleh karena itu Olivia hanya bisa menunggu hingga selesai makan malam dan masuk ke kamarnya.“Olivia, itu apa? Siapa yang kasih ke kamu?” tanya Yuna.Olivia menyimpan kembali gulungan kertas dan berkata, “Ini pulpen yang aku gunakan, Bi Lesti yang minta orang anterin buat aku.”Yuna hanya membulatkan mulutnya dan tidak bertanya lagi. Olivia makan malam dengan perasaan penasaran. Ketika kakaknya ingin naik untuk memandikan Russel, dia ikut naik dengan sang kakak. Kamar kedua kakak beradik itu sengaja diletakkan bersebelahan.Olivia masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu kamar. Setel
Stefan tertawa terpaksa dan berkata, “Istriku sudah mengaturku? Aku nggak selera makan dan nggak ingin makan. Aku kerja keras biar bisa menyelesaikan pekerjaanku lebih cepat dan pulang menemuimu.”“Walaupun kamu buru-buru mau pulang, kamu harus memperhatikan kesehatanmu sendiri! Kamu tinggal di hotel atau di mana? Kalau nggak selera, kamu makan bubur saja. Paksain untuk makan sedikit saja.”“Stefan, kamu angkat ponselnya dulu. Biar aku lihat keadaan kamu,” ujar Olivia lagi dengan nada sedikit memohon.Stefan diam dan tidak bergerak. Rasa marah menyerang Olivia secara tiba-tiba.“Stefan, aku hitung sampai tiga! Kalau kamu nggak mau kasih aku lihat wajahmu, tahun ini aku nggak akan memedulikanmu lagi! Aku nggak mau angkat teleponmu dan balas pesanmu. Satu …”Baru satu hitungan saja, wajah Stefan sudah muncul di layar ponselnya. Lelaki itu terlihat sangat tersiksa. Wajah yang selalu memasang raut dingin itu tampak sedikit memerah. Olivia terkejut dan dengan suara meninggi bertanya,“Kamu
Wajah Reiki menggelap dan berkata, “Kondisi Stefan selalu dalam keadaan yang fit dan baik. Dia nggak mungkin demam. Kamu jangan panik dulu, aku akan menghubungi orang di cabang untuk mengantarnya ke rumah sakit. Sekalian nanti aku atur keberangkatanmu. Kamu siap-siap dulu dan berangkat setengah jam lagi.”Di saat dia panik dengan keadaan Stefan, Reiki ingin diam-diam mengumpati Stefan bahwa lelaki itu pintar sekali memilih waktu untuk sakit.“Terima kasih, Pak Reiki.”Mendengar Reiki mengatakan bahwa lelaki itu akan bantu mengaturkan keberangkatannya untuk menyusul Stefan membuat Olivia melonjak girang. Dengan lembut Reiki berkata,“Stefan rekan kantorku, aku juga khawatir kalau dia sakit. Dia orangnya sangat keras kepala. Meski nggak enak badan, dia nggak akan mau jujur. Kalau kamu bisa menjaganya, aku dan atasan yang lain juga pasti akan tenang.”“Kamu siap-siap dulu, aku akan telepon teman kantor yang ada di sana untuk mengantar Stefan ke rumah sakit dulu.”“Baik.”Setelah sambungan
Pamannya Tiara merupakan seorang dokter tradisional. Jika di rumahnya ada yang tidak enak badan, maka Tiara akan mencari pamannya untuk meminta resep obat tradisional. Oleh karena itu, Aksa sangat takut sekali dipaksa untuk minum jamu.Dia menjadi sangat peduli dengan kesehatan tubuhnya dan berusaha keras agar tidak sakit. Setiap ingin bersin, maka dia akan berusaha sembunyi dari sang istri. Kepanikan yang terlihat jelas di raut wajah Olivia tampak seperti raut panik Tiara ketika melihatnya sakit.“Kamu jangan terlalu khawatir. Ke rumahnya keluarga Ardaba? Biar Kakak saja yang antar kamu.”“Terima kasih, Kak.”Aksa menoleh dan berkata pada Tiara, “Tiara, kamu tunggu aku di rumah. Aku antar Olivia dulu, aku nggak tenang kalau orang lain yang mengantarnya.”“Iya, kamu antar Olivia dulu.”Kak Aksa, Kak Tiara, kalau kalian ada urusan, biar sopir yang antar aku saja.”“Kenapa?” tanya Odelina yang baru saja keluar setelah memandikan Russel. Dia mendengar suara orang tengah berbincang di luar
“Atasannya di kantor lagi bantu keberangkatan aku. Aku berangkat sekarang juga.”“Kalau gitu kamu cepat pergi dulu. Kalau atasannya sampai turun tangan, kemungkinan bakalan pakai pesawat pribadi. Ayo cepat! Aksa, kamu antar Olivia.”Yuna pikir atasan yang disebut oleh Olivia itu adalah Stefan. Seharusnya lelaki itu akan mengerahkan pesawat pribadinya sehingga dia membiarkan Olivia pergi dengan perasaan tenang. Beberapa menit kemudian, Aksa dan Olivia sudah berada di dalam mobil dan melaju meninggalkan rumah.Di perjalanan, Aksa bertanya pada adik sepupunya itu, “Olivia, Kakak ingin minta sebuah permintaan yang nggak masuk akal.”“Katakan saja, Kak.”“Kamu tahu sendiri bagaimana cinta matinya Amelia pada Tuan Muda Adhitama. Walaupun dia bilang sudah menyerah, dia sudah mencintai lelaki itu bertahun-tahun dan nggak mungkin dilupakan begitu saja. Pasti akan butuh waktu yang cukup lama untuk benar-benar mengikhlaskannya.”Mendadak Olivia teringat akan sosok Albert. Bukankah lelaki itu juga
"Biarkan saja mereka, hari ini adalah hari terakhir mereka bisa bersenang-senang seperti ini." Besok, para tetua itu akan meninggalkan Mambera. Dokter Panca akan terbang ke Vila Ferda milik keluarga Junaidi untuk merayakan Tahun Baru di rumah muridnya. Setya akan tinggal di rumah keluarga Sanjaya untuk menikmati masa tuanya. Sementara Rubah Perak dan yang lainnya akan kembali ke tempat mereka masing-masing. Setelah beberapa hari berada di luar, mereka merasa bahwa tidak peduli seberapa bagus dunia luar, rumah mereka tetap yang terbaik. Mereka memilih untuk pulang. Tahun Baru makin dekat, dan murid-murid mereka juga akan kembali dari berbagai daerah. Meskipun mereka tidak seberuntung nenek tua itu yang memiliki anak dan cucu yang banyak, mereka punya banyak murid dan murid-murid itu juga akan kembali. Suasananya pasti akan sangat ramai, bahkan lebih meriah daripada di Vila Permai. Dewi bangkit dan berjalan keluar rumah. Karena Yuna telah datang, dia harus menyambutnya. Begitu sampa
Ronny juga tidak bodoh. Dia bisa langsung bisa menebak dan berkata, "Kakak pasti membantuku menutupinya sedikit, jadi ketika Yohanna menyelidiki dua kali, dia tetap nggak bisa menemukan semuanya dengan jelas." Dewi terdiam sejenak sebelum berkata, "Jadi saat nanti kami ke sana untuk menjengukmu, apakah perlu kami ikut menyembunyikannya?" Tanpa berpikir panjang, Ronny langsung menolak. Dia menjawab, "Nggak perlu disembunyikan, tapi juga nggak perlu sengaja diekspos. Kalau dia tahu, ya sudah, kalau belum tahu juga nggak masalah. Cepat atau lambat, dia pasti akan tahu." "Baiklah kalau begitu." "Oh iya, Mama bilang ada tamu penting yang datang ke rumah kita?" Dewi mengangguk dan menceritakan tentang kedatangan Dokter Panca dan yang lainnya kepada putra bungsunya. Ronny mendengarkan dengan penuh penyesalan, "Sayang sekali, aku sedang bepergian dengan Yohanna untuk urusan bisnis, jadi nggak bisa pulang. Mama, tolong bantu aku bicara yang baik-baik di depan para tetua itu, biar mereka m
Ronny terdiam sejenak, lalu berkata, "Ma, kalau dia terlahir di keluarga kita, bagaimana mungkin Mama bisa mendapatkan menantu perempuan seperti dia? Kalau Mama merasa kasihan padanya, nanti setelah dia menikah dengan aku, Mama bisa memperlakukannya dengan baik, anggap saja dia seperti putri kandung Mama sendiri." "Sama seperti bagaimana Mama memperlakukan Kak Olivia." Dalam pandangan Ronny, orang tuanya memperlakukan kakak iparnya seperti putri sendiri. Meskipun mereka tidak sering berinteraksi dan tidak tinggal bersama, setiap kali kakak dan kakak iparnya pulang ke rumah saat perayaan besar, hubungan mereka tetap harmonis tanpa ada konflik antara ibu mertua dan menantu.Ronny merasa bahwa orang tuanya adalah mertua yang sangat baik. Mereka tidak pernah ikut campur dalam kehidupan rumah tangga anak-anak mereka, tidak pernah membicarakan keburukan menantu perempuan di depan anak laki-laki mereka, dan selalu menjaga jarak yang cukup, karena jarak bisa menciptakan keindahan dalam hub
"Rasa kagum adalah awal dari perasaan suka." Dewi memberi semangat kepada putra bungsunya sembari berkata, "Perlakukan dia dengan baik, buatkan makanan enak untuknya. Setelah perutnya terbiasa dengan masakanmu, perlahan-lahan dia nggak akan bisa lepas darimu. Bukankah itu berarti kamu sudah berhasil mengejar istrimu?" "Entah bagaimana, nenekmu bisa memilihkan seorang gadis yang begitu pemilih dalam hal makanan untukmu." "Rasanya nenekmu memang memilih calon istri untuk kalian yang semuanya pecinta kuliner. Mungkin karena beliau sendiri adalah seorang pecinta makanan, sangat pemilih soal makanan, jadi menantu-menantunya juga harus seperti itu." Dewi berkata dengan nada sedikit tidak berdaya. Olivia, Rosalina, dan Rika semuanya sangat suka makan. Jika sembilan bersaudara ini menikah dengan istri yang semuanya pecinta kuliner, setiap kali berkumpul saat perayaan tahun baru, pasti akan berubah menjadi surga makanan. Dewi hanya membayangkan suasana itu dan sudah tidak bisa menahan taw
Makin muda maka makin sedikit orang yang mengenalnya. Misalnya, adik bungsunya, Sandy, bahkan di sekolahnya sendiri, hampir tidak ada yang tahu bahwa dia adalah anak bungsu dari keluarga Adhitama. Bahkan di kalangan kelas atas, hanya segelintir orang yang pernah bertemu dengannya. Nenek mereka sangat melindungi cucu-cucunya. Sebelum mereka memasuki dunia kerja, beliau tidak akan membiarkan kekuatan eksternal mana pun mengganggu kehidupan mereka. Ketika mereka sudah tidak ingin melanjutkan pendidikan dan mulai mencari pekerjaan, barulah nenek akan membawa mereka ke berbagai acara sosial, memperkenalkan mereka ke publik, agar orang-orang tahu bahwa mereka adalah salah satu anak dari keluarga Adhitama. Namun, apakah orang-orang akan mengingat mereka atau tidak, itu tergantung pada seberapa besar kemampuan mereka dan seberapa besar pengaruh mereka di Mambera. Jika mereka memilih untuk memulai karier dari bawah, nenek juga tidak akan membawa mereka ke acara sosial. Mereka akan dibiarka
Ronny berkata, "Meskipun adik laki-laki Ibu sudah dewasa, belum tentu dia memiliki kemampuan untuk mengambil alih bisnis keluarga. Ibu memang seorang perempuan, tapi tetap bagian dari keluarga Pangestu. Kalau Ibu memiliki kemampuan untuk memimpin, kenapa harus terjebak dalam perdebatan tentang siapa yang harus menjadi penerus?" Di keluarga Adhitama, tidak ada pola pikir seperti itu. Menurut neneknya, jika semua saudara memiliki kemampuan, maka yang tertua akan mewarisi bisnis. Namun, jika yang tertua tidak mampu, maka yang paling berbakatlah yang akan mengambil alih, tidak harus anak pertama atau cucu tertua. Yang paling penting adalah kemampuan. Jika keluarga mereka memiliki anak perempuan yang bisa mengambil alih bisnis dan bersedia melakukannya, tentu saja diperbolehkan. Namun, jika tidak ingin mengambil alih, juga tidak akan dipaksakan. Melihat betapa besar keinginan para orang tua untuk memiliki anak perempuan, Ronny merasa bahwa jika suatu hari nanti dia memiliki keponakan per
Ronny menjawab dengan suara lembut, "Baik, selama Bu Yohanna nggak keberatan dengan cara makanku, maka aku akan dengan senang hati menerimanya." "Kamu ini, dari luar terlihat sangat berpendidikan dan beretika tinggi. Orangnya juga lembut dan sopan. Walaupun aku belum pernah makan satu meja denganmu, aku bisa menebak kalau cara makanmu pasti nggak buruk." Ronny tersenyum. Dalam hati, dia memuji, "Istriku memang luar biasa! Pandai menilai orang!""Oh iya, ada satu hal yang ingin kutanyakan sebelumnya." Ronny menatapnya dengan lembut, menunggu pertanyaannya. "Saat Tahun Baru nanti, apakah kamu akan pulang? Dari tempat kami ke Mambera sangat jauh, 'kan? Kudengar di sana musim dinginnya nggak terlalu dingin." Ronny menjawab, "Aku akan pulang saat Tahun Baru. Apakah makan siang dan makan malam Bu Yohanna sudah ada yang mengurusinya? Kalau sudah, aku ingin pulang sebentar. Nenekku sudah tua, beliau selalu berharap kami para cucunya bisa berkumpul saat hari raya." "Biasanya, karena pekerj
Yohanna tersenyum dan berkata, "Kamu juga beli oleh-oleh, ya? Aku sesekali keluar untuk jalan-jalan, tapi nggak pernah terpikir untuk membeli oleh-oleh." "Mungkin karena aku terlalu pemilih dalam soal makanan. Kalau menurutku nggak enak, aku nggak tertarik untuk membelinya," lanjutnya. Makanan khas dari berbagai daerah memang tidak banyak yang cocok di lidah Yohanna. "Setiap kali pergi ke suatu tempat, aku selalu membeli sedikit oleh-oleh khas daerah itu untuk dibawa pulang, agar keluarga bisa mencicipinya. Kadang kalau beli terlalu banyak, aku juga membagikannya ke kerabat dan teman-teman," ujar Ronny dengan senyum di wajahnya. Saat dia menatap seseorang sambil tersenyum, mudah sekali menimbulkan kesalahpahaman. Seakan-akan dia memiliki ketertarikan khusus pada orang tersebut. Bahkan seseorang yang tenang seperti Yohanna pun merasa hatinya lebih ringan saat berhadapan dengan Ronny yang lembut dan penuh perhatian. Tidak heran adiknya langsung memiliki kesan baik terhadap lelaki i
Yohanna menanggapi sambil berjalan ke sofa dan duduk. Ronny mendorong pintu dan masuk, membawa makan siangnya. "Bu, sudah waktunya makan siang," katanya sambil menyusun hidangan satu per satu di meja. Karena hanya Yohanna yang makan, dia hanya menyiapkan tiga lauk dan satu sop, dengan porsi yang cukup untuk satu orang saja. Yohanna cukup pemilih dalam hal makanan. Tidak banyak yang benar-benar bisa membuatnya menikmati hidangan dengan senang hati, sehingga porsi makannya tidak terlalu besar. Saat melihat menu hari ini, dia menyadari bahwa hidangannya telah berganti dari kemarin. Namun, tetap saja terlihat menggugah selera dengan warna, aroma, dan rasa yang menarik. Ronny dengan perhatian mengambil semangkuk sop setengah penuh dan menyodorkannya kepadanya. "Makan sop dulu, biar tubuh Ibu lebih hangat," katanya lembut. Padahal, di dalam ruangan sudah ada pemanas, jadi Yohanna sama sekali tidak merasa kedinginan. Pakaian yang dia kenakan hanyalah seragam kerja sehari-hari, tanpa jak