“Sayang, minum air.”Stefan mengikuti istrinya kembali ke tempat tidur, lalu dia mengangkat gelas berisi air hangat dan mengulurkannya pada Olivia. Perempuan itu hanya meminumnya dua teguk saja.”“Cukup basahi tenggorokan saja. Aku nggak mau minum terlalu banyak biar nggak bangun ke kamar mandi. Tadi siapa yang meneleponmu?”Dengan tenang Stefan berbohong, “Reiki nggak bisa tidur makanya tengah malam mengusikku. Aku memarahinya jadi dia mau balas dendam. Dulu aku sering membangunkannya tengah malam.”Olivia menatapnya dan berkata, “Sayang, aku tahu waktu kamu terima telepon. Karena aku terlalu mengantuk, jadi aku nggak mau bangun. Meski aku nggak kedengaran jelas kamu bicara apa, tapi aku yakin bukan Reiki.”“Kamu membohongiku karena takut aku khawatir. Ricky yang telepon, ya?”Stefan memeluknya dan berkata, “Kata orang begitu hamil akan langsung bodoh, tapi istriku tetap cerdas.”“Apa kata Ricky? Kakakku terjadi sesuatu?”“Kakak nggak apa-apa, tapi keluarga Gatara yang terjadi sesuatu
Cukup sekali mengalami ketakutan seperti itu. Stefan tidak ingin mengalami untuk kedua kalinya.“Apa yang terjadi dengan keluarga Gatara?” tanya Olivia. Kemudian, dia menambahkan, “Aku sudah melek begini, nggak bisa tidur lagi. Ceritakan padaku, dong.”Stefan mendekat dan mencium wajah Olivia, lalu mengecup bibir istrinya itu. Setelah itu, dia tertawa pelan dan berkata, “Aku takut akan kotori telinga kamu. Benar-benar bukan hal yang baik. Ralat, boleh dibilang itu termasuk hal baik bagi kita. Hal buruk yang terjadi pada keluarga Gatara adalah hal baik bagi kita.”Melihat wajah Olivia yang penuh rasa penasaran, Stefan pun membisikkan beberapa kata ke telinganya yang membuat mata Olivia seketika terbelalak. Dia menatap Stefan dengan wajah tidak terlalu percaya.Stefan mengangguk dan berkata, “Ricky yang bilang. Ricky juga lihat dengan mata kepalanya sendiri. Dia bilang dia saja kaget bukan main, sampai bola matanya lompat keluar. Dia raba-raba di lantai lama baru berhasil ambil bola mata
Stefan tertawa pelan. “Anak-anak pada dasarnya memang suka main. Biasanya Russel nggak punya teman main. Dia selalu sendirian. Sekalipun kita temani dia, dia juga akan merasa kesepian. Anak-anak lebih suka main dengan anak-anak.”Stefan mengelus perut Olivia dan berkata, “Tahun depan anak kita baru lahir. Kalau dia sudah sebesar Russel, Russel sudah nggak suka main dengan anak-anak lagi.”“Russel pasti sayang adik-adiknya. Dia mirip Kak Odelina yang selalu punya aura seorang kakak.”“Tentu saja. Ayo tidur. Kalau kamu masih nggak mau tidur, bantu aku sesuatu.”“Aku tidur, aku sudah tidur.”Olivia segera menutup mata dan berkata kalau dia sudah tidur. Stefan tertawa pelan. “Sudah tidur tapi masih bisa ngomong.”“Aku lagi ngigau.”Stefan tersenyum dan menggigit bibir Olivia dengan pelan. Kemudian, dia memeluk istri tercinta dan tidur lagi.Malam berlalu dengan tenang. Keesokan paginya, di rumah keluarga Gatara di Kota Cianter.Felicia yang terbiasa bangun pagi sudah mengenakan baju olahra
“Apa serunya nonton sendirian? Ajak Kak Raina dan Kak Benita juga baru seru. Kalau Mama pulang dan lihat kalian, Kak Dania nggak sendirian. Mama nggak akan apa-apakan kalian bertiga,” kata Felicia.“Meskipun Mama marah lalu usir dia dan bilang nggak akan biarkan dia pakai nama keluarga Gatara, Mama bisa apa kalau Fani nggak mau ubah nama belakangnya? Dia pasti nggak mau ganti nama. Dia sangat benci dengan orang tua kandungnya. Ibu kandungnya datang cari dia, dia usir ibunya seperti usir seorang pengemis.”Terakhir kali ibu kandung Fani datang mencari Fani. Felicia tahu bagaimana cara Fani memperlakukan ibu kandungnya. Ibu kandung Fani sangat jahat pada Felicia, dia pantas diperlakukan buruk oleh putri kandungnya sendiri.“Aku khawatir setelah amarah Mama mereda, Fani menangis dan memelas di depannya, nanti Mama nggak tega padanya lagi,” kata Felicia.Dania berkata dengan kaget, “Setelah semua ini, Mama masih bakal biarkan dia kembali?”“Siapa tahu, kan.”Setelah teringat betapa ibu mer
“Yang penting di depan mamaku jangan panggil dia Bu Fani lagi. Mamaku masih marah,” kata Felicia dengan murah hati. Usai berkata, dia berjalan keluar rumah.Pengurus rumah tangga mengikuti Felicia dan bertanya sambil berjalan, “Maaf, Bu Felicia, saya mau tanya sebentar. Apa yang Pak Cakra dan Fani lakukan tadi malam? Sampai buat Bu Patricia murka begitu. Fani diusir dari rumah, Pak Cakra dilarikan ke rumah sakit. Fani melukai Pak Cakra?”Pengurus rumah tangga sebelumnya bukanlah pengurus rumah tangga. Namun, dia sudah lama bekerja di keluarga Gatara. Boleh dibilang, sejak Patricia menjadi kepala keluarga, dia sudah mulai bekerja untuk keluarga Gatara sampai sekarang. Dia tahu seperti apa hubungan Cakra dan Patricia. Jika Fani melukai Cakra, sudah pasti Patricia akan marah.“Jangan tanya-tanya tentang hal-hal yang mamaku nggak ingin kamu tahu. Tahu terlalu banyak nggak akan ada gunanya bagimu. Aku ngomong seperti ini juga demi kebaikanmu sendiri.”Pengurus rumah tangga terkekeh, “Bu Fel
Tidak peduli dulu, sekarang atau di masa depan, Fani tidak akan pernah memiliki peluang. Selera Riko begitu tinggi. Dia tidak pernah menyukai siapa pun. Ralat, dia menyukai pria. Sekarang dia dan Ricky selalu pergi ke mana pun berdua.Di mana ada Ricky, di situ pasti ada Riko. Selama ada Riko, Ricky juga akan selalu ada di situ. Kalah dari seorang pria membuat banyak perempuan yang muda dan cantik merasa terpukul dan tidak terima, tapi tidak ada yang bisa mereka lakukan.“Kenapa semua jadi begini?” gumam Fani pada dirinya sendiri.Tadi malam, Fani masih putri kedua keluarga Gatara. Hari ini, dia sudah menjadi anak yang dibuang keluarga Gatara. Ibunya tidak menginginkannya lagi. Dia juga tidak punya muka untuk bertemu dengan orang tuanya lagi. Apakah dia harus kembali mencari orang tua kandungnya? Ayahnya masih di penjara. Sedangkan ibunya ....Setiap kali memikirkan kehidupan keluarga kandungnya, Fani sungguh tidak ingin kembali ke sana. Sekalipun ibu kandungnya sangat menyayanginya, F
“Kalau bukan milikmu, nggak akan pernah jadi milikmu. Kehidupan sejahtera yang kamu miliki selama dua puluh tahun lebih itu adalah kehidupan orang lain yang kamu curi. Mulai sekarang, kamu akan jadi miskin melarat. Cepat pergi dari sini, kembali ke kampungmu sana.”“Berani-beraninya kamu bilang Felicia kampungan. Orang yang benar-benar kampungan itu kamu! Cih!”Ketiga menantu keluarga Gatara mencaci-maki Fani. Saat ini, kehidupan Fani telah hancur. Mereka pun terus mengejeknya.Fani duduk di tanah dan berkata, “Nggak, aku nggak akan pergi. Aku mau tunggu Mama pulang. Aku mau jelaskan pada Mama. Bukan aku yang ingin begitu. Aku dijebak orang. Kalau sampai aku tahu siapa yang jebak aku, aku akan balas dia seratus kali lipat!”Fani memelototi ketiga kakak iparnya. Tiba-tiba, dia bertanya, “Kalian yang jebak aku?”Dania berjalan ke depan Fani dan menamparnya dengan keras. “Kamu kira kamu siapa? Sampai harus aku turun tangan dan kotori tanganku. Kamu sendiri yang j*lang, nggak tahu malu. Ma
Setelah berhasil duduk dengan bantuan Ivan, Fani langsung melemparkan dirinya ke dalam pelukan Ivan sambil menangis histeris. Apa salahnya? Mengapa semua orang memperlakukannya dengan cara seperti ini? Padahal dia juga menjadi korban dalam masalah ini.Ivan memeluk Fani dan berkata, “Sudah, jangan menangis lagi. Kamu pergi dulu, daripada nanti mereka datang pukul kamu lagi. Sekarang mereka sangat benci kamu. Begitu ada kesempatan, mereka pasti akan siksa kamu habis-habisan.”Karena Fani selalu berpihak pada Ivan dan kedua adiknya. Jadi, istrinya sangat membenci Fani. Sekalipun mereka sama-sama perempuan, Fani adalah adik mereka. Kalau tidak berpihak pada kakaknya, memangnya Fani harus berpihak pada kakak iparnya? Mana ada adik ipar yang benar-benar memihak kakak iparnya?Felicia membantu ketiga kakak iparnya bukan karena solidaritas, tapi karena dia tidak dekat dengan kakak-kakaknya.“Aku nggak mau pergi. Kak Ivan, aku nggak akan pergi. Aku mau tunggu Mama pulang. Aku mau jelaskan pada