Kenapa bisa diam-diam merayu kakak iparnya?Calvin terlihat lembut dan sopan, tetapi ternyata semua lelaki keluarga Adhitama tidak ada yang benar-benar lembut. Mereka memiliki tangan yang sangat kuat. Karena Calvin sangat mencintai Rosalina, dia juga memperlakukan adik iparnya dengan baik.Namun jika dihadapkan pada Giselle, lelaki itu tidak akan berbaik hati. Calvin tidak ikut campur karena mungkin dilarang oleh Rosalina. Perempuan itu beranggapan bahwa dirinya bisa menyelesaikan urusan keluarganya. Jika tidak, tidak ada yang tahu bagaimana nasib Giselle.Jordan mendongak dan ketika ingin meminta maaf dengan Rosalina, dia mendapati perempuan itu sudah tidak ada di hadapannya. Dia tidak tahu kapan perempuan itu masuk. Lelaki itu tenggelam dalam pikirannya sendiri dan tidak sadar dengan kepergian kakaknya. Dia diam dengan kaki yang terasa berat.Jordan merasa bersalah dengan Rosalina. Karena dia yang iba, sehingga membuat hal seperti ini terjadi. Calvin emosi dan pasti Rosalina juga aka
Setelah ciuman tersebut, Rosalina bersandar di dada lelaki itu. Setelah itu, dia menjauhkan diri dan mengelus wajah Calvin sambil berkata, “Lain kali aku nggak akan membiarkan dia menyentuhmu. Nggak ada yang boleh menyentuhmu selain aku.”“Sayang, kamu harus tepati janjimu.”Emosi Calvin sudah reda. Ketika Giselle hanya memeluk pinggangnya dari belakang dan menyentuh dadanya. Setelah dia menyadari itu bukan istrinya, Calvin langsung mendorongnya.“Jangan sampai perempuan itu muncul di hadapanku. Kalau nggak, aku akan menendangnya. Biasanya aku nggak menyakiti perempuan. Tapi, untuk orang seperti dia, aku nggak keberatan untuk buat pengecualian.”Rosalina ikut menimpali, “Kelak, aku nggak akan biarkan dia muncul di hadapanku. Kalau dia berani datang, aku yang akan pukul dia! Dasar nggak tahu malu!”Dia mengelus wajah suaminya lagi dan berkata, “Kamu terlalu tampan dan berbakat makanya menarik perhatian semua orang. Makanya banyak orang yang mencoba mendekatimu.”“Banyak oarng yang meras
Selesai makan, Calvin membawa buah yang sudah dia siapkan dan meletakkannya di hadapan Jordan.“Bawa keluar dan makan dengan kakakmu.”Jordan hanya membulatkan mulutnya saja. Dua menit kemudian, lelaki itu berdiri di hadapan kakaknya yang tengah duduk di sofa.“Kenapa harus canggung di rumah sendiri? Duduklah,” kata Rosalina.“Kak, aku berdiri saja. Kak, aku sungguh nggak tahu Kak Giselle bisa melakukan hal seperti itu. Maaf, Kak, marahlah sama aku.”Dia merasa tidak enak jika tidak dimarahi oleh kakaknya.“Kenapa harus memarahimu? Kamu sudah bilang kalau kamu nggak tahu kakakmu akan melakukan hal itu. Kakak juga nggak menyangka kalau dia berani merayu kakak iparmu. Lebih baik bilang dia berani atau nggak ada akal?”“Itu kakak kandungmu. Kalau memintamu untuk menolaknya di depan pintu, tentu saja nggak realistis. Aku akan menenangkan kakak iparmu. Masalah ini sudah selesai, kamu nggak perlu merasa bersalah. Yang penting kamu ingat tujuanmu pulang.”“Aku yang membekukan kartu bank Gisel
Jordan berkata, “Asalkan ada Kak Calvin, aku nggak akan bawa Kak Giselle masuk. Ini rumahnya Kakak, Kak Giselle juga jarang datang.”“Kak, Kakak masih mau menemaniku menjenguk?”“Iya.” Jordan menghela napas lega.Setengah jam kemudian, Rosalina dan Jordan duduk di sebuah mobil dengan sebuah mobil pengawal yang mengikutinya.Calvin berdiri di pintu vila sambil menatap kepergian kakak beradik itu. Setelah mereka pergi, dia baru melangkah ke mobilnya. Dia tidak ikut mereka untuk mengunjungi penjara. Awalnya dia berencana untuk ikut, tetapi karena keributan yang dibuat oleh Giselle, dia tidak ingin melihat kedua orang tua perempuan itu.***Di Adhitama Group, tampak seorang perempuan yang tengah berjalan di pintu masuk. Dia ingin masuk, tetapi selalu mengurungkan niatnya. Sekuriti yang bertugas sudah mengawasinya cukup lama dan bersikap seolah dia adalah pencuri.Hingga akhirnya Calvin muncul di depan pintu kantor, perempuan itu memberanikan diri menghentikan mobil Calvin. Satpam yang meli
Gadis itu jelas tidak percaya dengan kata-kata Calvin. Calvin hanya tersenyum dan berkata, “Memang benar, ini Adhitama Group. Selain itu, ada banyak orang yang nama belakangnya Adhitama kerja di sini. Tapi Adhitama Group punya banyak cabang perusahaan di berbagai bidang. Nggak semuanya orang dari keluarga Adhitama kerja di sini. Ada beberapa di antaranya kerja di perusahaan cabang. Satu hal lagi, nggak semua orang yang punya nama belakang Adhitama bisa kerja di Adhitama Group.”Beberapa orang dari keluarga Adhitama yang tidak kompeten tidak memenuhi kualifikasi untuk kerja di Adhitama Group. Ada juga karena keinginan mereka sendiri yang tidak mau bekerja di Adhitama Group. Orang-orang itu akan bekerja di perusahaan lain.“Oh gitu, ya. Kalau begitu, aku yang berpikir terlalu sederhana. Maaf sudah mengganggu Bapak.”Gadis itu merasa perkataan Calvin masuk akal. Bukan berarti semua orang yang memiliki nama belakang Adhitama pasti akan bekerja di Adhitama Group. Samuel mungkin benar-benar
“Sam, kamu salah apa sama dia? Sampai dia datang ke sini cari kamu,” kata Calvin.Samuel terdiam sejenak. “Seorang gadis? Namanya siapa?”“Dia nggak bilang.” Calvin bertanya lagi, “Kamu curi barangnya? Atau habis kamu apakan dia? Aku lihat dia sepertinya geram sekali setiap kali ungkit soal kamu. Dia datang karena mau buat perhitungan denganmu, kan?”Setelah mendengar gadis itu tidak memberitahu alasan dia mencari Samuel, Samuel pun berkata, “Kak Calvin, memangnya aku orang seperti itu? Lagi pula, keluarga kita nggak kekurangan apa pun. Untuk apa aku curi barang dia? Yang ada orang lain yang curi barang kita.”“Aku juga nggak mungkin lakukan apa pun padanya. Dia pasti salah orang. Lagi pula, aku nggak kenal banyak gadis muda. Biasanya aku lebih sering hadapi ibu-ibu.”Para wanita karier yang cukup tangguh sampai memenuhi kualifikasi untuk berbisnis dengan Samuel umumnya sudah berusia di atas 40 tahun.“Jangan-jangan dia target yang Nenek tetapkan untuk kamu?” ujar Calvin.Samuel berkat
Samuel hanya bertemu dengan orang yang mengganggunya dalam mimpinya. Kemudian, dia melakukan sesuatu yang membuat orang itu marah. Faktanya, dia bahkan tidak tahu nama orang tersebut. Samuel sama sekali tidak menyangka orang itu tahu namanya, bahkan bisa sampai datang ke Kota Mambera untuk mencarinya. Terlebih lagi, orang itu sampai datang ke Adhitama Group.Hati nurani Samuel merasa bersalah. Meskipun dia sendiri merasa perbuatannya tidak termasuk buruk, tetap saja dia merasa sangat gelisah, takut ketahuan oleh kakaknya.***Stefan menemani Olivia pergi ke bagian rawat inap. Olivia membawa sebuket bunga, sedangkan Stefan membawa beberapa kantong di tangannya. Keduanya sangat merendah, tidak membawa tim pengawal mereka. Mereka bahkan sengaja memakai kacamata hitam dan masker agar tidak dikenali.Keduanya pergi ke bagian rawat inap Obstetri dan Ginekologi dengan menggunakan lift. Begitu keluar dari lift, Olivia mempercepat langkah kakinya.Stefan mengikutinya dan mengingatkannya dengan
“Kak Tiara hari ini sudah boleh keluar dari rumah sakit. Jadi aku kepikiran beli buket bunga untuk Kak Tiara.” Olivia melihat ke sekeliling ruangan, lalu tertawa pelan. “Aku nggak menyangka semua orang berpikiran sama seperti aku. Semua barang sudah dibereskan? Nggak ada yang bisa aku bantu. Kalau begitu aku bantu bawa bunga saja.”Usai berkata, Olivia tertawa lagi. Tiara keluar dari rumah sakit setelah melahirkan anak. Rombongannya begitu menarik perhatian.Olivia dan Stefan berada di tengah kerumunan, masing-masing memegang buket bunga. Keduanya berjalan berdampingan, sesekali mereka akan saling menatap dan memberikan senyuman kepada satu sama lain. Mereka terlihat begitu bahagia dan mesra.Setelah keluar dari bangsal rawat inap, semua orang berjalan menuju tempat parkir rumah sakit. Tempat parkir berada di depan pintu masuk poli rawat jalan. Jadi mereka mau tidak mau harus melewati pintu masuk poli rawat jalan. Siapa sangka, Stefan dan Olivia berpapasan dengan Giselle di pintu masu
Samuel hanya bisa terdiam. “Kenapa kamu diam? Kamu tidak berani memberitahuku namanya, ya?” tanya Katarina sambil mengerutkan alisnya. “Tenang saja, aku akan bersaing secara sehat. Aku tidak akan menggunakan cara kotor untuk menyakitinya. Ini adalah pertama kalinya aku suka sama laki-laki, makanya aku akan memperjuangkannya. Aku mungkin akan menyerah pada lawanku kalau saja kamu adalah laki-laki kedua yang kusukai.”Katarina bukan hanya tertarik dengan Samuel, tapi juga dengan keluarga Adhitama. Keluarga Adhitama terkenal memiliki tradisi yang sangat baik. Para tetua di keluarga itu memiliki pikiran yang terbuka dan akan selalu mendukung apa pun yang dilakukan oleh para junior mereka. Mereka juga tidak akan menahan para junior mereka, sekalipun mereka tidak setuju dengan keputusan para junior mereka. Mereka sangat berbeda dengan tetua keluarga lainnya di luar sana. Selain itu, Katarina juga mendengar kalau laki-laki keluarga Adhitama sangat menyayangi dan setia kepada pasangan merek
Ini adalah pertama kalinya Katarina mendengar seorang Nenek yang mencarikan jodoh untuk cucu-cucunya. Apa hal seperti itu masih lumrah dilakukan di jaman modern ini? Bukankah semua orang memiliki kebebasan dalam memilih cinta mereka masing-masing? Namun nyatanya, masih ada saja para tetua yang mengendalikan pernikahan keturunan mereka. Katarina tiba-tiba menarik kembali pemikirannya karena teringat akan keluarganya. Ada banyak pernikahan yang dilakukan oleh keluarga kaya raya dengan alasan aliansi dan kebanyakan di antaranya diatur langsung oleh tetua keluarga mereka. Mereka tidak bisa memilih pasangan dengan bebas. Karena keluarga mereka lebih mengutamakan keuntungan yang akan didapatkan oleh kedua keluarga jika menikahkan anggota keluarga mereka satu sama lain. “Kenapa nenekmu memilihku? Aku saja belum pernah bertemu dengannya,” ujar Katarina bingung. Katarina merasa tidak pernah bertemu dengan Nenek dari Samuel. Mungkin saja, mereka pernah bertemu, tapi Katarina sama sekali tidak
Terlambat bagi Samuel untuk melarikan diri. Dia hanya bisa duduk tenang di tempatnya sambil menatap Katarina. Tatapan itu tampak sangat dalam dan gelap sampai Katarina tidak bisa menebak apa yang sedang dipikirkan oleh Samuel. Katarina membungkuk lalu mendekati Samuel sampai berada di hadapan laki-laki itu. Jarak di antara mereka berdua saat ini sangatlah dekat sampai Samuel bisa mencium aroma tubuh Katarina. Entah parfum apa yang digunakan Katarina, tapi aromanya cukup enak bagi Samuel.“Samuel,” panggil Katarina dengan suara lembut. “Katakan saja, aku akan mendengarkanmu,” balas Samuel.“Aku hanya mau menanyakan satu hal padamu. Sebenarnya, kamu anggap apa aku ini? Apa kamu sedang mengejarku, makanya kamu bersikap sangat baik padaku? Tapi, kenapa kamu justru mengacuhkanku?”Samuel mengerutkan bibirnya sambil menatap Katarina dalam lalu berkata, “Pertanyaanmu itu bukan cuma satu.”Dia sempat terdiam sejenak lalu kembali berkata, “Aku juga nggak tahu, aku menganggapmu apa. Apa kamu m
“Kak Olivia, kenapa kamu cepat sekali kenyang?”Olivia tersenyum dan berkata, "Aku dan suamiku memang terbiasa makan dengan cepat. Biasanya kami sibuk bekerja, jadi makan pun selalu berlomba dengan waktu. Akhirnya, kami terbiasa dengan ritme ini." Katarina tersenyum mengerti. Olivia menggandeng Russel, memberikan isyarat kepada suaminya untuk mengikutinya. Mereka bertiga kamartersebut. Sebelum pergi, mereka bahkan menutup pintu dengan hati-hati, memberi perhatian khusus kepada dua orang yang tertinggal di dalam kamar. Stefan juga memberikan instruksi kepada para pengawalnya, "Kalian boleh pergi makan dulu. Nggak perlu berjaga di sini." Samuel dan Katarina paham betul bahwa Olivia sengaja menciptakan kesempatan agar mereka bisa berbicara berdua. Ketika hanya tinggal mereka berdua di dalam ruangan, Katarina mengangkat gelas anggurnya dengan elegan, menikmati rasa anggur itu, sementara pandangannya tertuju pada lelaki itu.Samuel diam-diam menghela napas. Yang harus datang pada akhirn
Olivia pura-pura tidak melihat dua orang itu sedang saling menyindir. Dia tersenyum dan berkata, "Kalau begitu, aku akan pesan dua botol anggur yang bagus. Aku sendiri nggak bisa minum karena demi kesehatan bayiku. Stefan, juga jarang minum lagi. Jadi, biarkan Samuel menemani Bu Katarina minum beberapa gelas." "Samuel, nanti kamu harus benar-benar menemani Bu Katarina minum dengan baik. Berapa pun kalian ingin minum, silakan saja. Jangan khawatir mabuk. Ada aku dan kakakmu di sini. Nggak perlu takut apa pun." Dia bahkan mengedipkan mata kepada Katarina. Katarina diam-diam membalas dengan isyarat tangan "OKE", membuat Olivia merasa lega. Dia tahu perempuan itu punya kemampuan minum yang cukup kuat. Dia ingat bahwa Katarina masih ingin bertanya kepada Samuel tentang apa maksud sebenarnya pria itu, tetapi dia khawatir kalau-kalau Katarina mabuk. Namun, karena Katarina sudah mengatakan tidak masalah, dia tidak akan ikut campur lagi. Saat makanan dan minuman mulai disajikan di meja, Ka
Katarina menyapa Stefan dengan sopan sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Stefan. Lelaki itu menyambut uluran tangan tersebut karena menghormati Samuel.Pasangan suami istri itu terlebih dahulu mempersilakan Katarina duduk di sofa. Samuel ikut duduk di samping. Untuk menyembunyikan kegelisahan dalam hatinya, dia menggendong Russel dan mendudukkannya di pangkuannya, sesekali mengajak bocah itu dengan bermain. Namun, sudut matanya sesekali melirik ke arah Katarina.Setelah beberapa saat berbincang, Stefan memanggil pelayan. Semua orang lalu beralih ke meja makan. Olivia mengambil buku menu dari pelayan, kemudian menyerahkannya kepada Katarina sambil berkata dengan ramah,"Bu Katarina, silakan pilih makanan. Pesan saja makanan apa pun yang kamu suka. Masakan di hotel ini cukup terkenal jadi yang terbaik di Mambera.”Katarina tidak menerima buku menu itu. Dia tersenyum dan berkata, "Bu Olivia saja yang memilih. Aku nggak memilih makanan. Kebetulan aku juga menginap di
Katarina menatap Samuel dengan tajam, seolah mencoba mencari tanda-tanda rasa bersalah di wajahnya. Namun, lelaki yang ditatap tetap tenang, wajahnya tanpa sedikit pun menunjukkan rasa cemas. Setelah beberapa saat, Katarina berkata, “Benarkah begitu? Pantas saja saat aku menelepon, kamu nggak menjawab. Waktu aku kirim pesan, kamu juga nggak balas. Tapi anehnya, meski sudah lebih dari sepuluh hari, ponselmu tetap menyala dan masih bisa dihubungi.” “Ponsel apa yang kamu gunakan, Pak Samuel? Sepertinya baterainya sangat tahan lama.” Ekspresi Samuel tetap tidak berubah. Dia menjawab, “Baterainya tidak sekuat itu. Sebelum pergi, aku meninggalkan ponselku dalam keadaan terhubung ke pengisi daya, jadi baterainya terus penuh.” Katarina tahu bahwa dia hanya mengarang alasan, tetapi dia tidak melanjutkan pertanyaan. Jika Samuel memang berniat mengelak, sebanyak apa pun dia bertanya, lelaki itu pasti akan menemukan cara untuk menjawab. “Kakak iparku menyuruhku menunggu tamu penting di sini.
Olivia memutuskan sambungan telepon terlebih dahulu. Dia berkata pada Stefan, “Setelah Katarina datang baru pesan makan.”“Iya, sesuai dengan permintaanmu saja.”Stefan tidak masalah. Katarina adalah istri pilihan nenek untuk Samuel. Jika tidak ada kendala, kemungkinan kelak akan menjadi adik iparnya. Lebih awal bertemu juga tidak ada salahnya.Namun, siapa yang akhirnya akan dipilih oleh Samuel, itu urusan dia. Biar saja dia sendiri yang pusing, Stefan malas ikut campur. Olivia membawa Russel untuk mencuci tangan terlebih dahulu, sementara Stefan duduk di sofa. Sedangkan Samuel berdiri di depan pintu dengan bertanya-tanya siapa tamu lain yang diundang oleh kakak iparnya untuk makan malam bersama mereka. Dia mencoba mengirim pesan lagi kepada Hansen, tetapi pesan itu tetap tidak mendapat balasan. “Dasar Hansen yang menyebalkan, dengar aku bikin masalah langsung nggak mau balas pesan. Takut aku menyeretmu atau takut aku melibatkanmu?” ujar Samuel sambil bersungut-sungut.Sesaat kemud
Samuel sudah pernah mencari Nenek dan membicarakannya. Namun, Nenek meminta dia untuk menyelesaikannya sendiri. Dia meminta persetujuan Nenek untuk mengganti orang, tetapi Nenek berkata bahwa ini hanya pilihan untuk lelaki itu. Jika Samuel memang tidak menyukainya, dia juga boleh mencari orang yang dia sukai. Yang penting sifat dan kepribadiannya harus sesuai.Pemuda itu merasa sifat dan kepribadian Rubah itu juga tidak buruk. Meski emosinya sedikit meledak-ledak, perempuan itu cukup masuk akal. Dia hanya tidak tahu latar belakang perempuan itu saja.“Sudah selesai?” tanya Olivia dengan lembut.Suara perempuan itu menarik kembali kesadaran Samuel.“Iya, kita sudah boleh pergi.”Olivia berdiri dan memanggil keponakannya, “Russel, bereskan buku-bukumu. Kita akan pergi makan sekarang.” Russel mengiyakan dengan cepat, dia langsung merapikan buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tas, lalu mengenakan tasnya sendiri. Setelah itu, dia merentangkan tangan ke arah Stefan meminta untuk digendo