“Felicia, jangan begitu, dong. Aku jatuh cinta padamu pada pandangan pertama. Rasa cintaku semakin besar saat bertemu lagi denganmu. Kita bisa ngobrol baik-baik dulu.”Tatapan Warren tertuju pada kerah jas Felicia. Perempuan itu memang tumbuh besar di desa, tapi hal itu tidak menghalanginya untuk tumbuh menjadi seorang perempuan cantik. Dia memiliki aura yang bagus, tidak salah lagi dia anak kandung keluarga Gatara. Aura itu memang bawaan dari lahir, yang tidak akan hilang karena lingkungan tempat dia dibesarkan.Felicia juga memiliki bentuk tubuh yang sangat bagus. Hanya dengan melihatnya saja sudah membuat hati Warren tergelitik, bahkan air liur hampir menetes dari mulutnya. Warren ingin segera menghambur ke arah Felicia dan menjatuhkannya ke tempat tidur. Dia pasti bisa membuat Felicia jadi cinta mati padanya.Pemikiran itu membuat Warren menjadi tidak sungkan-sungkan lagi. Dia pun mengulurkan tangan untuk menyentuh wajah Felicia. Felicia langsung mencekal tangan besar pria itu dan
Mulai sekarang, Warren tidak akan menginjakkan kakinya di tempat ini lagi. Meskipun kejayaan dan kekayaan keluarga Gatara sangat menggoda, Warren juga tidak bisa menikmatinya. Ternyata benar, perempuan keluarga Gatara galak-galak semua.Vandi bisa menebak apa yang terjadi di dalam ketika melihat Warren yang berlari terbirit-birit. Dia merasa khawatir. Baru saja hendak menelepon Felicia, dia pun melihat Felicia berjalan keluar dengan santai. Karena Vandi datang menjemputnya, Felicia tidak mengemudikan mobilnya sendiri.“Bu Felicia.”Satpam-satpam yang bertugas segera menyapa Felicia ketika melihatnya keluar. Felicia tiba-tiba berhenti dan melihat ke arah mereka.Para satpam merasa bingung dipandang seperti itu oleh Felicia. Salah satu dari mereka memberanikan diri untuk bertanya, “Bu Felicia, apakah kami melakukan kesalahan?”“Kalian lihat pria yang baru saja lari keluar?”Beberapa satpam itu saling menatap satu sama lain. Kemudian, mereka menganggukkan kepala dengan serempak. Kemudian,
Vandi datang ke sini memang untuk mengajak Felicia jalan-jalan, cari angin segar. Dia pun tidak bertanya pada Felicia mau ke mana. Karena di mana ada jalan, di situ dia pergi.Setelah menghabiskan es krimnya, Felicia baru berkata, “Papaku yang baik itu jodohkan aku dengan seorang pria mesum. Aku bertemu dengannya di depan lift. Dia cegat aku, juga ingin sentuh aku. Aku banting saja dia pakai jurus yang kamu ajari. Selain itu, aku juga tendang dia habis-habisan. Aku rasa dia nggak akan berani macam-macam denganku lagi.”Vandi orang yang terpelajar, juga menguasai ilmu bela diri. Meskipun Felicia bisa berkelahi, itu karena dia terlalu sering berkelahi. Dia tidak pernah mempelajari ilmu bela diri. Orang tua angkatnya tidak baik padanya. Bagaimana mungkin mereka rela mengeluarkan uang untuk Felicia pergi belajar ilmu bela diri?Sejak Vandi menjadi asisten Felicia, dia menyadari kalau Felicia sangat gesit, responsif dan kuat. Jadi dia mengajari Felicia beberapa jurus. Makanya Felicia bisa m
Vandi tersenyum, “Aku ada memang untuk Bu Felicia.”Vandi sangat suka dengan sifat Felicia. Felicia terlihat lemah, tapi kenyataannya dia lebih kejam dari siapa pun. Felicia juga memiliki pandangan hidup yang bagus, bisa memisahkan budi dan dendam dengan jelas.“Bu Patricia gagal menjalankan rencananya di Kota Mambera,” kata Vandi.Felicia tertawa sinis, “Dia kira Kota Mambera sama seperti Kota Cianter? Sekalipun di Kota Cianter, dia juga nggak bisa berbuat seenaknya. Jangankan dengan keluarga besar di Kota Mambera, keluarga Gatara sama sekali nggak bisa dibandingkan dengan keluarga Arahan di Kota Cianter.”Kota Cianter saat ini bukan lagi Kota Cianter seperti ketika Patricia baru menjadi kepala keluarga. Keluarga Gatara juga bukan keluarga Gatara yang dulu lagi.Felicia merasa ibunya cukup kejam, tapi ibunya masih sedikit tertinggal dalam urusan bisnis. Gatara Group sedang mengalami kemunduran, tapi ibunya malah tidak berdaya. Manajemen internal perusahaan juga kurang memuaskan.Mungk
“Kamu bisa hamil dan melahirkan anak?” tanya Felicia dengan nada bercanda.“Kalau itu ... aku benar-benar nggak bisa.”Felicia tertawa, Vandi juga ikut tertawa. Hanya saja, telinganya diam-diam memerah. Pada saat yang sama, di rumah keluarga Gatara.Fani bertanya pada ayahnya dengan gugup, “Pa, Warren berguna, nggak?”“Aku rasa kalau untuk hadapi Felicia sudah cukup. Lagi pula, Vandi nggak lagi bareng Felicia. Tenang saja.” Cakra sangat percaya diri.“Sebentar lagi mamamu pulang. Selama Warren selesaikan tugasnya, begitu mamamu pulang, dia akan atur pernikahan Felicia. Biar dia menikah dengan pria nggak berguna. Dengan begitu, dia akan kalah dari kamu. Kamu juga harus kerja lebih keras, cepat taklukkan Riko.”“Pa, percuma saja aku kerja keras. Aku nggak bisa taklukkan hati Riko. Aku bahkan sama sekali nggak punya kesempatan. Apa lagi Mama sudah pesan berulang kali jangan provokasi Ricky lagi. Kita nggak boleh singgung orang seperti dia.” Fani memanyunkan bibir dan berkata, “Aku harus g
“Mama juga suruh aku ganti rugi biaya perbaikan mobil Felicia. Lagi pula dia nggak hanya punya satu mobil. Kalau mobil yang ini rusak, ganti yang lain saja. Masih bisa pakai juga. Dia malah mau aku ganti rugi segala. Sekali minta ratusan juta lagi. Sekarang tabunganku sudah menipis. Ratusan juta sama saja dengan potong dagingku. Terlebih lagi untuk bayar ganti rugi pada Felicia.”“Mau bagaimana lagi? Siapa suruh dia anak kandung keluarga Gatara,” kata Cakra.Keduanya sangat tidak senang dengan Felicia, tapi mereka tidak bisa melakukan apa pun terhadap Felicia. Mereka hanya bisa berharap Warren berhasil meniduri Felicia, agar Felicia menikah dengannya.Saat ini, terdengar suara pertengkaran di luar rumah. Semakin lama suara itu semakin keras. Bahkan sepertinya ada yang berkelahi. Cakra dan Fani mendengar suara pengurus rumah tangga yang berusaha melerai.Cakra dan Fani saling menatap satu sama lain. Kemudian, mereka segera berdiri dan berjalan keluar. Ternyata menantu pertama keluarga G
Olivia dan yang lainnya yang berada jauh di Kota Mambera tidak mengetahui tentang kekacauan keluarga Gatara di Kota Cianter.Olivia tahu kalau Patricia pergi ke rumah keluarga Sanjaya. Saat istirahat di malam hari, dia mengobrol dengan sang suami dan mengungkit masalah itu. Mereka menduga kalau Patricia tinggal di Kota Mambera selama lebih dari setengah bulan karena Patricia memiliki rencana tersembunyi.Stefan menenangkan Olivia, menyuruhnya untuk tidak khawatir. Stefan memperhatikan jejak Patricia, juga menyuruh orang mengawasinya secara diam-diam. Patricia tidak bisa membuat keributan di Kota Mambera.Dari dulu Olivia selalu percaya pada suaminya. Kalau Stefan memintanya tidak perlu khawatir, maka dia tidak akan khawatir. Dia pun tidur dengan tenang. Sekarang Olivia tidak muntah-muntah lagi. Untung saja, dia hanya muntah sebentar. Olivia takut dia akan terus muntah sampai melahirkan seperti Tiara.Namun, Olivia masih mudah mengantuk. Begitu tidur, dia tidur dengan sangat lelap dan l
Stefan juga tidak perlu pergi kerja. Keduanya menghabiskan sepanjang hari bersama, seperti amplop dan perangko yang telah bersatu.Setelah mereka sarapan bersama di kamar, mereka baru turun bersama ke lantai bawah. Stefan tidak lupa membereskan piring kotor dan membawanya ke bawah. Di ruang tengah lantai bawah, Dewi dan Handi sedang mengobrol dengan Odelina dan Daniel. Russel digendong oleh Dewi.Dari tangga Olivia sudah bisa mendengar suara ibu mertuanya yang berkata, “Akhir-akhir ini Russel jadi kurus. Russel, nanti kalau makan, makan lebih banyak. Dua hari ini lagi libur, di rumah saja. Kamu harus makan yang enak-enak. Kamu jadi kurus begini, Nenek sedih lihat kamu.”Odelina tertawa pelan, “Tante, dia nggak jadi kurus. Berat badannya justru naik sedikit.”Setiap kali pertemuan keluarga, yang tua pasti melihat yang muda jadi kurus. Kemudian, mereka akan cari segala cara untuk mengisi kembali nutrisi tubuh dan menyuruhnya makan lebih banyak.Usai berkata, Dewi mencium wajah kecil Russ
Yuna mengangguk."Sore nanti ajak Russel bersama ke sini." Setelah berpikir sejenak, Yuna menambahkan, "Dokter Panca bilang, waktu Kakek Setya nggak banyak lagi. Biarkan dia bertemu dengan anak-anak satu per satu." Semua orang saling memandang. Olivia dengan cemas bertanya, "Penyakit apa yang diderita Kakek Setya?" "Mungkin karena luka lama yang meninggalkan efek samping, ditambah usia lanjut. Orang tua pasti punya penyakit kecil di sana-sini," jawab Yuna sambil menghela napas, dia tidak melanjutkan lebih jauh. Dokter Panca sudah menyuruh mereka bersiap secara mental. "Sore nanti, aku akan menjemput Russel, lalu kita akan datang bersama." Olivia juga memahami bahwa usia Setya yang sudah sangat tua, ditambah keinginannya yang sudah terpenuhi, mungkin tidak akan bertahan lama lagi. "Apakah perlu memberi tahu Kak Odelina agar pulang?" "Untuk sementara nggak perlu. Kakek Setya belum menyerahkan bukti-buktinya ke aku, jadi dalam waktu dekat sepertinya nggak akan ada apa-apa. Saat dia
Wajah Yuna berubah drastis. “Dokter Panca, apakah nggak ada cara agar Om Setya bisa hidup beberapa tahun lagi?” Dokter Panca berkata, “Saya dan murid-murid saya sudah pakai semua obat terbaik yang kami tanam untuknya. Kami sudah melakukan yang terbaik. Dia bisa bertahan sampai sejauh ini, pertama karena kami membantu memulihkan tubuhnya, dan kedua karena obsesi yang ada di hatinya.” “Meski dendam besar mamamu belum terbalaskan, melihat kalian hidup dengan baik, memiliki kekuatan dan dukungan, Om Setya merasa lebih tenang. Dia percaya bahwa balas dendam untuk ibumu bisa diserahkan sama kalian, jadi dia bisa pergi menemui majikannya dengan hati lega.” “Begitu obsesi itu hilang, seperti yang saya katakan sebelumnya, semangatnya akan turun. Ketika itu terjadi, dia nggak akan bertahan lama lagi. Apalagi, usianya sudah hampir seratus tahun. Bahkan kalua hari itu tiba, kalian harus menerimanya dengan tenang.” Hidup hingga seratus tahun, meski sering diucapkan, berapa banyak orang yang be
Sama seperti para lelaki di keluarga menantunya. Tidak heran kedua keluarga itu bisa memiliki hubungan yang erat. Mereka adalah orang-orang yang sejenis. “Dokter Panca,” sapa Stefan dengan hormat. Lelaki tua itu mengangguk lagi. Kemudian, dia memperkenalkan beberapa teman lamanya kepada pasangan itu. Terakhir, dia menunjuk Setya dan berkata kepada Olivia, “Bu Olivia, kakakku ini adalah orang yang selama ini kalian cari. Tantemu memanggilnya Om Setya.” “Dokter Panca, panggil aku Olivia saja,” kata Olivia dengan sopan. Dia menoleh ke Setya dan menyapanya, “Kakek Setya.” Sebagai generasi muda, Olivia belum pernah bertemu dengan asisten tua itu, dan begitu pula sebaliknya. Karena itu, baik Olivia maupun Setya, tidak memiliki perasaan emosional yang sama seperti Yuna. Setya tersenyum dan mengangguk, lalu berkata, “Kamu pasti Olivia, 'kan?” Bu Yuna benar, Olivia tidak begitu mirip dengan Reni. Sekilas terlihat sedikit mirip, tapi kalau diperhatikan lebih saksama, ternyata nggak. Keli
“Om Setya, putri sulung Reni sudah pergi ke Cianter untuk berkarier. Anda untuk sementara nggak bisa bertemu dengannya,” kata Yuna dengan suara lembut.Dia tahu alasan Setya sering memandang Amelia. Mungkin lelaki itu khawatir bahwa keluarga ibunya tidak ada yang mampu mengambil alih keluarga Gatara. Setya sangat setia, dan menganggap keluarga Gatara itu adalah milik keturunan majikannya.Meskipun Patricia telah duduk di posisi kepala keluarga selama lebih dari 40 tahun, Setya tetap tidak mengakui kedudukan Patricia yang sah. Perempuan itu tidak ingin Setya hidup, karena selama dia masih hidup, Patricia selalu merasa posisinya tidak kokoh. Tanpa Setya, dengan semua saudaranya ang telah tiada, mengambil alih keluarga Gatara menjadi hal yang wajar baginya, sehingga dia akan merasa lebih percaya diri. “Olivia sedang dalam perjalanan. Sebentar lagi Anda bisa bertemu dengannya,” “Olivia lebih mirip ayahnya, sedangkan Odelina lebih mirip Reni. Anak laki-laki Odelina, Russel, sangat mirip
Yuna menangis sejadi-jadinya di depan nisan adiknya. Namun, tidak peduli seberapa keras tangisnya, dia tidak dapat menghidupkan kembali adiknya. Satu hal yang bisa dia lakukan hanyalah menjadi sosok ibu bagi kedua keponakannya dan memberikan mereka lebih banyak kasih sayang.Yuna dan adiknya mengalami masa kecil yang tragis. Kemudian, keduanya dipisahkan oleh dua alam yang berbeda. Setelah mengetahui penyebab kematian orang tuanya, Yuna sangat membenci Patricia.“Kalau nggak ingin orang tahu apa yang kamu lakukan, lebih baik nggak usah lakukan. Dia akan membayar harga atas semua perbuatannya,” ujar Setya dengan penuh kebencian.“Benar, Om. Dia akan bayar harga atas semua yang telah dia lakukan.”“Aku yang nggak berguna. Aku nggak punya banyak bukti. Hanya ada sedikit. Karena orang-orang yang tahu masalah ini sudah mati semua, jadi sulit untuk memberatkannya dengan bukti yang sedikit ini.” Usai berkata, Setya kembali menyalahkan dirinya sendiri dan menangis.“Aku nggak peduli ada bukti
Tahun lalu, Setya baru saja kembali dari gerbang kematian. Setelah mendengar perkataan Panca, Setya pun berusaha menenangkan dirinya. Dia menganggukkan kepala kepada teman-temannya, lalu berkata kepada yuna, “Non Yuna, aku akan berusaha tetap hidup. Sampai kalian membalaskan dendam orang tuamu, agar Bu Patricia terima hukuman atas perbuatannya. Kalau nggak, aku nggak bisa mati dengan tenang.”“Ini juga salahku. Selama bertahun-tahun, aku nggak bisa membalaskan dendam orang tuamu. Aku juga nggak bisa temukan keberadaan kamu dan adikmu.”Kalau saja Setya menemukan Yuna dan Reni lebih awal, Reni tidak akan meninggal secepat ini. Setya gagal melindungi kepala keluarga Gatara sebelumnya, juga gagal melindungi kedua putri kepala keluarga Gatara sebelumnya. Setya merasa sangat bersalah.Setya yang telah menjalani pelatihan khusus menjadi asisten terpercaya kepala keluarga Gatara. Dia telah melakukan banyak hal untuk kepala keluarga Gatara. Namun pada akhirnya, dia gagal melaksanakan dua hal t
Yuna memanggil pria itu Setya, adik Yuna juga ikut memanggilnya dengan nama itu. Setiap kali Yuna dan adiknya memanggil Setya, pria itu selalu menjawab sambil tersenyum.Dalam ingatan Yuna yang samar-samar, orang tuanya dan Setya sangat sibuk. Namun, kesehatan ibunya kurang baik, jadi ibunya sering meminta bibinya yang tidak lain adalah Patricia untuk melakukan sesuatu.Sekarang kalau dipikir-pikir, justru karena ibunya Yuna sakit. Jadi ibunya Yuna mau tidak mau sering minta Patricia mengurus perusahaan dan urusan keluarga, sehingga timbul keinginan di dalam hati Patricia untuk merebut kekuasaan.Patricia pasti merasa dia telah berbuat banyak, tapi semua orang tetap berpihak pada ibu Yuna. Oleh karena itu, Patricia ingin mengambil alih. Karena dia mengira hanya dengan menjadi kepala keluarga, semua orang akan sepenuhnya berpihak padanya.“Huh ....”Syuna memanggil Sety, Setya menghela napas sambil menahan air matanya. Keduanya sama-sama tidak memiliki kesan mendalam terhadap satu sama
Stefan tertawa pelan. “Oke, asal kamu nggak berebut dengan tantemu untuk dapat perhatian, sebenarnya kamu akan merasa sangat bahagia. Ada begitu banyak orang yang sayang sama kamu. Cepat gosok gigi dan cuci muka. Habis itu ambil tasmu dan turun untuk sarapan dulu. Nanti om sopir yang antar kamu ke sekolah. Om dan tantemu ada urusan, nggak bisa antar kamu.”Russel memanyunkan bibir lagi. Namun pada akhirnya, dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia pun pergi mencuci muka dan menggosok gigi dengan tenang. Sedangkan Stefan kembali ke kamarnya untuk membangunkan Olivia. Dia memberitahu Olivia kalau Dokter Panca membawa asisten nenek Olivia ke rumah keluarga Sanjaya.Olivia langsung bangun dan mandi secepatnya. Selesai ganti baju, dia bergegas turun bersama suaminya. Di sisi lain, Aksa juga telah membangunkan orang tuanya. Begitu mengetahui kedatangan para pria tua dan salah satu di antaranya adalah guru Kellin, Yuna langsung keluar dari kamar. Namun, suaminya segera menghentikannya.“Yuna, k
Mereka berdua sedang bertelepon, tapi Stefan malah bilang kalau dia tidak bicara dengan Aksa. Karena Aksa tahu Stefan pasti sedang mengurus Russel, Aksa pun tidak marah.“Oke, kamu bisa bicara sekarang.” Stefan akhirnya bicara dengan Aksa.Kalau bukan karena tahu Olivia masih tidur saat ini, Aksa sungguh tidak ingin menelepon Stefan. Dengar saja nada bicara Stefan, sangat menjengkelkan, bukan? Seolah-olah Aksa akan melapor ke Stefan saja.Aksa pun berkata sambil menahan amarahnya, “Dokter Panca bawa asisten nenekku datang ke sini. Selain mereka berdua, ada beberapa pak tua lainnya. Mereka mungkin para master yang menguasai dunia beberapa puluh tahun yang lalu. Kamu bilang sama Olivia. Kalau kamu bisa datang, kamu temani Olivia datang ke sini sebentar.”“Dokter Panca?” Stefan spontan mengerutkan kening. “Kamu yakin orang itu Dokter Panca?”“Aku nggak yakin. Makanya aku suruh Jonas datang. Jonas pernah bertemu dengannya. Tapi aku rasa mereka nggak akan berbohong. Nggak akan ada yang bera