Vandi datang ke sini memang untuk mengajak Felicia jalan-jalan, cari angin segar. Dia pun tidak bertanya pada Felicia mau ke mana. Karena di mana ada jalan, di situ dia pergi.Setelah menghabiskan es krimnya, Felicia baru berkata, “Papaku yang baik itu jodohkan aku dengan seorang pria mesum. Aku bertemu dengannya di depan lift. Dia cegat aku, juga ingin sentuh aku. Aku banting saja dia pakai jurus yang kamu ajari. Selain itu, aku juga tendang dia habis-habisan. Aku rasa dia nggak akan berani macam-macam denganku lagi.”Vandi orang yang terpelajar, juga menguasai ilmu bela diri. Meskipun Felicia bisa berkelahi, itu karena dia terlalu sering berkelahi. Dia tidak pernah mempelajari ilmu bela diri. Orang tua angkatnya tidak baik padanya. Bagaimana mungkin mereka rela mengeluarkan uang untuk Felicia pergi belajar ilmu bela diri?Sejak Vandi menjadi asisten Felicia, dia menyadari kalau Felicia sangat gesit, responsif dan kuat. Jadi dia mengajari Felicia beberapa jurus. Makanya Felicia bisa m
Vandi tersenyum, “Aku ada memang untuk Bu Felicia.”Vandi sangat suka dengan sifat Felicia. Felicia terlihat lemah, tapi kenyataannya dia lebih kejam dari siapa pun. Felicia juga memiliki pandangan hidup yang bagus, bisa memisahkan budi dan dendam dengan jelas.“Bu Patricia gagal menjalankan rencananya di Kota Mambera,” kata Vandi.Felicia tertawa sinis, “Dia kira Kota Mambera sama seperti Kota Cianter? Sekalipun di Kota Cianter, dia juga nggak bisa berbuat seenaknya. Jangankan dengan keluarga besar di Kota Mambera, keluarga Gatara sama sekali nggak bisa dibandingkan dengan keluarga Arahan di Kota Cianter.”Kota Cianter saat ini bukan lagi Kota Cianter seperti ketika Patricia baru menjadi kepala keluarga. Keluarga Gatara juga bukan keluarga Gatara yang dulu lagi.Felicia merasa ibunya cukup kejam, tapi ibunya masih sedikit tertinggal dalam urusan bisnis. Gatara Group sedang mengalami kemunduran, tapi ibunya malah tidak berdaya. Manajemen internal perusahaan juga kurang memuaskan.Mungk
“Kamu bisa hamil dan melahirkan anak?” tanya Felicia dengan nada bercanda.“Kalau itu ... aku benar-benar nggak bisa.”Felicia tertawa, Vandi juga ikut tertawa. Hanya saja, telinganya diam-diam memerah. Pada saat yang sama, di rumah keluarga Gatara.Fani bertanya pada ayahnya dengan gugup, “Pa, Warren berguna, nggak?”“Aku rasa kalau untuk hadapi Felicia sudah cukup. Lagi pula, Vandi nggak lagi bareng Felicia. Tenang saja.” Cakra sangat percaya diri.“Sebentar lagi mamamu pulang. Selama Warren selesaikan tugasnya, begitu mamamu pulang, dia akan atur pernikahan Felicia. Biar dia menikah dengan pria nggak berguna. Dengan begitu, dia akan kalah dari kamu. Kamu juga harus kerja lebih keras, cepat taklukkan Riko.”“Pa, percuma saja aku kerja keras. Aku nggak bisa taklukkan hati Riko. Aku bahkan sama sekali nggak punya kesempatan. Apa lagi Mama sudah pesan berulang kali jangan provokasi Ricky lagi. Kita nggak boleh singgung orang seperti dia.” Fani memanyunkan bibir dan berkata, “Aku harus g
“Mama juga suruh aku ganti rugi biaya perbaikan mobil Felicia. Lagi pula dia nggak hanya punya satu mobil. Kalau mobil yang ini rusak, ganti yang lain saja. Masih bisa pakai juga. Dia malah mau aku ganti rugi segala. Sekali minta ratusan juta lagi. Sekarang tabunganku sudah menipis. Ratusan juta sama saja dengan potong dagingku. Terlebih lagi untuk bayar ganti rugi pada Felicia.”“Mau bagaimana lagi? Siapa suruh dia anak kandung keluarga Gatara,” kata Cakra.Keduanya sangat tidak senang dengan Felicia, tapi mereka tidak bisa melakukan apa pun terhadap Felicia. Mereka hanya bisa berharap Warren berhasil meniduri Felicia, agar Felicia menikah dengannya.Saat ini, terdengar suara pertengkaran di luar rumah. Semakin lama suara itu semakin keras. Bahkan sepertinya ada yang berkelahi. Cakra dan Fani mendengar suara pengurus rumah tangga yang berusaha melerai.Cakra dan Fani saling menatap satu sama lain. Kemudian, mereka segera berdiri dan berjalan keluar. Ternyata menantu pertama keluarga G
Olivia dan yang lainnya yang berada jauh di Kota Mambera tidak mengetahui tentang kekacauan keluarga Gatara di Kota Cianter.Olivia tahu kalau Patricia pergi ke rumah keluarga Sanjaya. Saat istirahat di malam hari, dia mengobrol dengan sang suami dan mengungkit masalah itu. Mereka menduga kalau Patricia tinggal di Kota Mambera selama lebih dari setengah bulan karena Patricia memiliki rencana tersembunyi.Stefan menenangkan Olivia, menyuruhnya untuk tidak khawatir. Stefan memperhatikan jejak Patricia, juga menyuruh orang mengawasinya secara diam-diam. Patricia tidak bisa membuat keributan di Kota Mambera.Dari dulu Olivia selalu percaya pada suaminya. Kalau Stefan memintanya tidak perlu khawatir, maka dia tidak akan khawatir. Dia pun tidur dengan tenang. Sekarang Olivia tidak muntah-muntah lagi. Untung saja, dia hanya muntah sebentar. Olivia takut dia akan terus muntah sampai melahirkan seperti Tiara.Namun, Olivia masih mudah mengantuk. Begitu tidur, dia tidur dengan sangat lelap dan l
Stefan juga tidak perlu pergi kerja. Keduanya menghabiskan sepanjang hari bersama, seperti amplop dan perangko yang telah bersatu.Setelah mereka sarapan bersama di kamar, mereka baru turun bersama ke lantai bawah. Stefan tidak lupa membereskan piring kotor dan membawanya ke bawah. Di ruang tengah lantai bawah, Dewi dan Handi sedang mengobrol dengan Odelina dan Daniel. Russel digendong oleh Dewi.Dari tangga Olivia sudah bisa mendengar suara ibu mertuanya yang berkata, “Akhir-akhir ini Russel jadi kurus. Russel, nanti kalau makan, makan lebih banyak. Dua hari ini lagi libur, di rumah saja. Kamu harus makan yang enak-enak. Kamu jadi kurus begini, Nenek sedih lihat kamu.”Odelina tertawa pelan, “Tante, dia nggak jadi kurus. Berat badannya justru naik sedikit.”Setiap kali pertemuan keluarga, yang tua pasti melihat yang muda jadi kurus. Kemudian, mereka akan cari segala cara untuk mengisi kembali nutrisi tubuh dan menyuruhnya makan lebih banyak.Usai berkata, Dewi mencium wajah kecil Russ
Russel menjadi anak yang jujur. Usai berkata, dia menatap Stefan dan bertanya dengan hati-hati, “Om Stefan marah? Karena Tante nggak melahirkan adik perempuan.”Stefan membawa Russel ke depan semua orang, lalu duduk di sofa. Dia membiarkan Russel duduk di pangkuannya. Dia menunggu sampai Olivia duduk di sebelahnya baru menjawab pertanyaan Russel.“Om nggak marah. Meskipun Om lebih suka anak perempuan, anak laki-laki juga nggak masalah. Bagus juga tantemu bisa lahirkan adik laki-laki yang menggemaskan seperti kamu.”Sebenarnya Stefan tidak berani menaruh harapan. Hanya saja, neneknya pernah membawa Ahli Spiritual untuk meramal nasib nasib mereka berdua. Makanya mereka berdua menaruh harapan yang besar.Kalau kata Olivia, mereka sudah menikah setahun baru hamil. Tidak peduli anak laki-laki atau perempuan, anak itu adalah buah dari cinta mereka.Russel menghela napas lega. Dia turun dari pangkuan Stefan dan berjalan ke samping Odelina, lalu berkata pada ibunya, “Ma, Om dan Tante nggak mar
Daniel terkekeh dan berkata, “Aku juga sibuk, nggak ada waktu.” “Kamu dan Olivia juga sedang bulan madu. Aku juga nggak enak mengganggu kalian.” Meski kedua orang itu tidak bulan madu di luar negeri dan hanya di Mambera, Daniel juga sungkan mengusik mereka. Jika dirinya menikah dengan Odelina dan sedang bulan madu, dia juga tidak suka diganggu. Dia suka berdua bersama setiap hari dan berkeliling sambil menatap matahari terbit serta terbenam. Kehidupan seperti itu sungguh sangat menyenangkan. Pengurus rumah membawa Russel ke rumah Malvin. Ketika kembali, kebetulan dia melihat Reiki yang membawa Junia kemari. Dia masuk dan dengan sopan berkata pada Stefan, “Pak, Pak Reiki datang.” Dewi terkekeh dan berkata, “Baru saja dibicarakan langsung datang.” “Untung saja kita nggak menjelekkannya,” ujar Olivia menimpali. Semuanya kembali tertawa. Reiki membawa kantong cukup banyak dan masuk bersama Junia. “Junia,” panggil Olivia sambil melambaikan tangannya. Stefan bangkit berdiri meng