Sementara itu, Olivia sama sekali tidak menyadari kalau suaminya cemburu. Dia kembali ke tokonya dan mulai membuat kerajinan tangan lainnya.“Liv, beberapa hari terakhir kenapa kamu selalu bikin bunga terus? Memangnya selaku itu?” tanya Junia ketika dia melihat Olivia lagi-lagi membuat barang yang sama.Olivia yang kebetulan baru saja selesai membuat karyanya beristirahat sejenak, lalu dia tersenyum dan menjawab pertanyaan temannya, “Toko online-ku lagi ramai banget akhir-akhir ini. Yang pesan pohon ini terlalu banyak.”“Apa mungkin mereka tergerak buat beli karena kasihan sama kamu dan Kak Odelina?”“Kayaknya bukan karena itu. Cuma nomor telepon dan foto waktu aku masih kecil yang tersebar, tapi mereka nggak tahu apa-apa lagi selain itu. Postingannya juga sudah dihapus, bahkan postingan yang diunggah sama akun-akun verified juga sudah dihapus.”Bisa jadi mereka menghapus postingan itu karena takut terlibat keributan dengan keluarga Hermanus.“Untung ada gosip soal Stefan yang mengalih
Olivia langsung menghentikan obrolan dan aktivitasnya dan langsung keluar dari meja kasir ketika melihat kakaknya datang membawa Russel. Junia sudah bergerak lebih cepat menggendong dan mencium Russel, membuatnya tertawa riang.“Ada apa Kakak kemari?” tanya Olivia.Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh. Di jam seperti ini seharusnya Odelina sedang di rumah menyiapkan makan siang. Suaminya pasti akan mengeluh jika tidak ada makanan di meja ketika dia pulang kerja.“Aku bosan di rumah, Russel juga rewel minta diajak kemari,” kata Odelna, lalu dia melepas kacamata hitamnya dan menyeka keringat, “Sudah bulan November masih panas begini.”Musim gugur dan musim panas id Mambera memiliki suhu yang kurang lebih sama, bahkan musim dingin pun tidak terasa dingin. Udara di pagi dan malam hari cukup sejuk, tapi matahari berada di puncak tertinggi di siang hari, dan panasnya itu membuat sekujur tubuh berkeringat.“Sudah jam segini, Kakak nggak masa?”“Aku sudah ngasih makan Russel sebelum datang ke
“Aku kesal banget gara-gara patungan, jadi hadiah yang Olivia dan Stefan beliin waktu itu langsung aku bawa ke kamar.”Odelina duduk di kursi sementara Olivia masuk ke dapur dan mengeluarkan beberapa buah dari kulkas dan menyajikannya pada sang kakak setelah dicuci. Junia juga menyajikan segelas air hangat untuk Odelina.Odelina tidak takut aib rumah tangganya tersebar ke khalayak ramai. Tujuan dari kedatangannya hari ini adalah untuk mencurahkan isi hatinya kepada sang adik. Jika tidak mencari teman bicara untuk curhat, mungkin Odelina bisa depresi. Dia juga sudah kenal lama dengan Junia dan tahu Junia bisa dipercaya.“Waktu aku baru bangun beberapa hari yang lalu, mereka sudah diantar pulang sama Roni. Aku sih nggak peduli mereka mau pergi atau nggak, tapi masalahnya, mereka juga bawa pergi hadiah yang dikasih sama Olivia. Bahkan beberapa mainannya Russel juga dibawa pergi. Jelaslah aku marah. Roni masih bisa bilang biar kakaknya bawa pulang pula,” kata Odelina.“Memang kakaknya Roni
Olivia menyanggupi permintaan kakaknya dan mencium Russel sambil bertanya padanya, “Russel mau sekolah?”“Nggak mau,” jawabnya.Di usianya Russel sekarang ini, setiap anak pasti ingin dekat-dekat dengan ibunya.“Kakak sudah mikir mau masukkin Russel ke TK mana? Kalau sudah, weekend nanti kita bawa dia main ke sana saja biar lebih familier sama lingkungannya. Kalau dia suka, dia pasti bakal senang belajarnya,” usul Olivia.Di akhir pekan banyak taman kanak-kanak yang mempersilakan para orang tua membawa anak mereka melihat-lihat lingkungan sekolah.Odelina menyetujui saran Olivia dan kembali mengomel, “Masih ada satu lagi yang bikin aku marah setengah mati. Kakaknya si Roni pernah bilang kalau dia mau bawa anaknya sekolah di kota dan izin tinggal di rumahku. Dia minta aku yang antar jemput anaknya sekolah, masak, dan ngajarin mereka tugas sekolah. Dia pikir aku ini babysitter gratis? Roni mau kasih aku tiga juta sebagai upah. Masalahnya, buat apa aku susah-susah demi anak orang lain? Ro
“Tapi bukan berarti semua cowok kayak Roni. Jun, jangan sampai kamu takut menikah gara-gara dengar ceritaku, ya,” ucap Odelina.“Aku paham nggak cowok nggak cewek pasti ada yang begitu. Menikah atau nggak itu tinggal lihat ketemu orang yang cocok dan mau berjuang bersama seumur hidup. Aku nggak bakal terpengaruh sama cerita Kak Odelina barusan, tapi kalau mau menikah nanti, aku pasti bakal mempertimbangkan sifat pasanganku nanti,” jawab Junia.Ibunya Junia sering bilang bahwa menikah itu bukan hanya berkomitmen terhadap satu orang, tapi juga keluarganya. Jadi, setiap orang juga harus bisa bergaul dengan anggota keluarga pasangan.Junia sungguh salut kepada kedua temannya ini. Kehidupan rumah tangga Odelina jelas tidak baik. Dia hanya punya Russel, jadi tentu Odelina tidak bisa gegabah jika ingin bercerai. Dia harus mempersiapkan dengan baik jalan keluarnya agar taraf kehidupannya membaik dan bisa bersaing dengan Roni dengan penuh percaya diri. Berbeda dengan Olivia yang menikah kilat d
“Dari kejadian ini seharusnya mereka nggak bakal berani lagi,” kata Stefan.“Biasanya siang kamu makan di mana?”“Di luar. Mau traktir aku?”“Aku mau traktir kalau kamu memang ada waktu. Kamu sudah ngebantu aku banyak banget. Yang bisa aku lakukan sebagai ucapan terima kasih cuma dengan traktir makan. Tapi kamu jangan pilih restoran yang terlalu mahal, takutnya aku nggak sanggup.”Stefan ingin tertawa mendengarnya. Katanya ingin traktir makan sebagai ucapan terima kasih, tapi takut tidak sanggup kalau pergi ke restoran yang terlalu mahal. Jadi sebenarnya dia tulus atau tidak?“Waktu istirahat siang nggak banyak, jam pulang kerja juga terlalu ramai. Kalau kamu beneran mau traktir aku makan, pulang lebih cepat terus buatin aku makanan yang enak. Porsinya nggak usah terlalu banyak. Yang penting cukup untuk berdua saja.”Stefan tidak akan membawakan makanan buatan Olivia untuk Calvin lagi. Lagi pula untuk apa juga dia membawakannya? Kalau Calvin ingin memakan masakan rumah, biar dari cari
Olivia memasukkan ponselnya ke saku celana dan ketika hendak kembali ke tokonya, dia melihat Odelina baru saja keluar.“Kakak mau ke mana?”“Aku mau beli bahan makanan buat kalian. Nanti siang nggak usah pesan, terlalu sering pesan makanan di luar nggak bagus. Liv, tolong jagain Russel, ya.”Tidak lupa Olivia mengingatkan kakaknya untuk berhati-hati di jalan. Dia lebih memilih menggunakan sepeda listriknya untuk berangkat kerja daripada mobil baru karena sepeda listrik lebih cepat dan praktis. Dia khawatir akan terjebak macet di jam sibuk jika menggunakan mobil.“Kak, uangnya aku transfer, ya.”Karena tidak ingin sang kakak menggunakan uang dari Roni untuk membeli bahan makanan, Olivia mentransfer sejumlah uang kepada kakaknya.Olivia masuk ke tokonya setelah mengantar kepergian kakaknya. Ini bukan pertama kalinya Russel datang kemari. Dia sudah cukup dekat dengan Junia, jadi ketika ibunya sedang tidak ada, dia tidak akan menangis atau merengek. Russel sudah biasa jalan ke sana kemari
Sarah cukup tertarik ketika mendengar Olivia menanyakan apa yang disukai oleh cucunya. Dia pun dengan senang hati memberi tahu apa yang Stefan sukai kepadanya, termasuk rahasia seperti apa warna celana dalam favoritnya. Semua pakaian Stefan dibuat khusus untuknya dan dikirim langsung ke rumah begitu selesai dibuat. Sarah bisa tahu warna celana dalamnya Stefan karena pernah melihatnya langsung.“Liv, barang yang Stefan suka nggak banyak, jadi kamu nggak usah terlalu pikirin. Beliin dia baju mana saja nggak masalah. Biar Nenek kasih tahu ukuran bajunya.”“Tapi gimana kalau yang aku beli ternyata dia nggak suka?”“Yang penting maksud kamu sudah tersampaikan. Dia pakai atau nggak itu urusan dia. Tapi, Nenek rasa dia pati bakal pakai.”Walau dari luar terlihat seolah dia tidak menyukai baju pemberian sang istri, sebenarnya dia akan tetap memakainya ke kantor. Sarah memang sudah tidak terlibat dengan urusan di kantor, tapi dia tetap tahu apa yang terjadi di sana terkait cucu sulungnya. Stefa
Olivia menjawab, "Baik, nanti biar Papa dan Mama yang menjaga Russel. Kami akan kembali lebih awal untuk urus pekerjaan. Menjelang Tahun Baru, kami akan kembali menjemput kalian."Para orang tua dari kedua keluarga sudah pensiun dan tidak banyak kesibukan. Jika mereka berkumpul, bahkan hanya untuk bermain kartu, pasti akan terasa ramai. Yose juga pasti akan menyetujuinya.Dewi tertawa senang, lalu pergi ke dapur untuk meminta koki menyiapkan beberapa hidangan favorit Olivia, sambil tetap memperhatikan selera makan putranya juga.Ketika keluar dari dapur, Nenek sudah kembali. Mendengar bahwa cucu pertama dan istrinya datang berkunjung mencarinya, Nenek pun meninggalkan sekumpulan teman lamanya dan kembali ke vila.“Nenek.”Olivia menyapa dengan manis.Senyum Nenek sangat ramah dan penuh kasih sayang. Setelah saling menyapa dengan hangat, Nenek menarik Olivia untuk duduk bersamanya di sofa.Dewi secara pribadi mempersiapkan buah-buahan, camilan, dan berbagai makanan ringan untuk menantu
Meskipun di rumah ada asisten rumah tangga, seorang ibu tetap harus berbagi perhatian untuk merawat anaknya. Mengurus anak sering kali membuat istri kurang memperhatikan suaminya. Jika ingin menikmati waktu berdua seperti sekarang, kesempatan itu tidak akan banyak lagi. Dewi, sebagai seorang yang berpengalaman, sangat memahami hal ini.“Baik, kalau libur musim dingin, aku bawa Russel untuk tinggal dua hari di sini.” Olivia tidak tega mengecewakan kebahagiaan ibu mertuanya, sehingga dia memutuskan untuk mengantar Russel ke sini selama dua hari. Setelah itu, mereka akan membawa bocah itu ke Kota Aldimo untuk bermain selama seminggu, sebelum pulang mempersiapkan Tahun Baru. “Hanya tinggal dua hari? Apa Russel akan pergi ke Cianter?” Dewi bertanya dengan penuh perhatian, “Cianter itu sangat dingin, sering turun salju. Apa Russel bisa tahan di sana? Kalau hanya tinggal satu atau dua hari, dia mungkin akan merasa senang. Tapi kalau setiap hari di sana, dia bisa masuk angin. Kita ini ngga
Stefan tetap rutin berolahraga setiap hari, menjaga pola makan seperti sebelum menikah. Berat badannya pun hampir tidak pernah berubah, selalu stabil di angka yang sama. "Vitamin milik menantumu memang ada aku makan sedikit, tapi itu karena Olivia nggak bisa menghabiskannya, jadi dia memintaku membantunya makan. Baru setelah itu aku makan." Stefan ingin menegaskan bahwa dia tidak akan pernah memakan suplemen milik istrinya. Namun,mengingat dia hampir setiap hari membantu istrinya menghabiskan makanan tersebut, dia tidak bisa berkata tidak. Yang lebih dia khawatirkan adalah bentuk tubuhnya. Dengan cemas dia bertanya kepada istrinya, "Olivia, lihat aku, apa aku gemuk? Apa aku punya perut buncit?" Dia bahkan mencubit perutnya sendiri untuk memastikan. Melihat reaksi suaminya, Olivia tertawa hingga memegang perutnya. Suaminya benar-benar lucu, ternyata dia sangat peduli dengan penampilannya yang tampan. "Sayang, kamu nggak gemuk dan nggak buncit. Bentuk tubuhmu masih sangat bagus, te
Dewi melanjutkan, "Keluarga ini memang selalu didominasi laki-laki, sudah beberapa generasi nggak ada anak perempuan. Kalau bisa punya seorang anak perempuan, tentu saja semua orang akan memanjakannya.""Aku hanya ingin dia bisa hidup tanpa beban, melakukan apa pun yang dia inginkan dan nggak perlu memikul tanggung jawab besar keluarga." "Masih banyak saudara laki-laki yang bisa membantunya memikul tanggung jawab dan melindunginya, memastikan badai sehebat apa pun nggak akan mengenainya," tambahnya. Olivia berpikir sejenak, lalu tersenyum dan berkata, "Mama benar juga, tugas berat seperti menjadi penerus keluarga memang lebih baik diberikan kepada anak laki-laki." Mengetahui pandangan keluarga suaminya sudah cukup bagi Olivia. Dia pun tidak ingin jika suatu saat anak perempuannya harus memikul tanggung jawab besar keluarga. Namun, dia berpikir sambil tertawa kecil, "Kalau pun aku benar-benar bisa melahirkan anak perempuan, aku rasa itu mungkin terjadi di kehamilan kedua atau bahkan
"Nggak ada, sangat baik." Keluarga suaminya menunjukkan tingkat perhatian yang berlebihan terhadapnya, tetapi itu juga menandakan betapa mereka peduli padanya dan tentu saja pada bayi kecil yang ada di dalam perutnya. "Bagus kalau begitu. Mama sekarang paling takut mendengar kabar bahwa kamu mengalami sesuatu." Dewi akhirnya merasa lega, lalu berkata, "Ada seorang teman Mama, menantunya juga lagi hamil lima bulan. Tapi dua hari yang lalu, bayinya nggak berkembang lagi. Dia menangis sampai seperti kehilangan akal. Bayinya laki-laki dan sudah terbentuk, tapi entah bagaimana kejadiannya, tiba-tiba janinnya nggak berkembang." "Ah, Cih! Olivia sehat, dan bayi kita juga sangat sehat." Kekhawatiran Dewi terhadap Olivia memang dipicu oleh kejadian yang menimpa menantu temannya itu. "Hamil lima bulan masih bisa mengalami janin nggak berkembang?" Dewi menggandeng tangan menantunya dengan hangat. Keduanya masuk ke dalam rumah dengan akrab layaknya ibu dan anak kandung. Sedangkan Stefan? Di
Olivia berkata, "Aku hanya mau bilang, kamu sekarang sudah setegang ini, nanti saat aku melahirkan, apakah kamu akan seperti Amelia, langsung mengemudi sendiri ke rumah sakit?" Stefan menjawab dengan serius, "Jangan bandingkan aku dengan Amelia. Aku nggak akan seperti itu. Memang aku pasti akan tegang, tapi nggak sampai lupa padamu. Aku akan menemanimu masuk ke ruang bersalin." "Kamu mau masuk ke ruang bersalin bersamaku?" "Iya, aku akan menemanimu. Nggak peduli kapan dan apa yang terjadi, aku harus ada di sisimu." Olivia tersenyum, senyumnya begitu manis. "Stefan, terima kasih. Terima kasih karena sangat mencintaiku dan memperlakukanku dengan begitu baik!"Stefan kembali mengoreksinya, "Panggil aku "Sayang". Aku suka mendengar kamu memanggilku begitu. Seharusnya aku yang berterima kasih sama kamu karena mau melahirkan anak untukku. Kamu adalah pahlawan besar di keluarga kita." "Kita nggak perlu saling berterima kasih terus." Olivia tertawa kecil sambil menyandarkan dirinya ke p
Terutama sejak Olivia hamil, Stefan berharap bisa menemani istrinya selama 24 jam sehari. Namun, Olivia tidak mengizinkannya untuk terus menempel padanya. “Aku masih harus kerja,” katanya sambil tersenyum. Melihat istrinya yang sedang hamil tetap bekerja, Stefan merasa tidak enak jika dirinya sendiri bermalas-malasan. “Harus kerja juga, cari uang buat beli susu bayi,” katanya sambil bercanda. Russel bilang, bayinya nanti laki-laki. Kalau benar anak laki-laki, Stefan mulai berpikir tentang masa depannya. “Harus cari uang buat beli rumah, mobil, dan biaya menikah. Itu semua butuh banyak uang.” Namun, kemudian dia tersenyum lega. Sebagai pewaris keluarga Adhitama, dia memiliki kekayaan melimpah. “Bisa dibilang, aku kekurangan segalanya kecuali uang. Uangku cukup untuk anakku hidup nyaman seumur hidup. Kelak ada cucu dan cicit, harus tetap menjaga keluarga Adhitama sebagai keluarga terkaya di Mambera, dari generasi ke generasi.” “Nicho mulai kerja tahun depan, ya?” Olivia merasa s
"Olivia, mari kita kembali ke rumah lama sebentar dan beri tahu Nenek. Dia pasti ingin bertemu dengan para tetua itu," kata Stefan. Mereka adalah orang-orang dari masa yang sama. Di zamannya, Nenek adalah sosok yang cukup terkenal di Mambera. Kemungkinan besar, para tetua itu juga mengenal neneknya. Namun, memikirkan bahwa Olivia sudah bangun pagi-pagi, Stefan mengubah keputusannya. Dia berkata, "Kamu pulang saja untuk istirahat. Aku sendiri yang akan pergi ke rumah lama. Kalau Nenek ingin datang, aku akan mengantarnya ke sini." Olivia menjawab, "Aku nggak lelah. Aku akan menemanimu pergi." "Sudah lama kita nggak pulang ke sana. Akhir pekan ini, kita bawa Russel untuk menginap dua hari. Sekalian beri tahu keluarga, setelah libur musim dingin minggu depan, aku mau bawa Russel ke Kota Aldimo untuk bermain beberapa hari." Stefan dengan perhatian bertanya, "Apa kamu nggak akan merasa terlalu capek? Kalau lelah, sebaiknya istirahat saja, jangan memaksakan diri." Olivia menepuk ringan
Yuna mengangguk."Sore nanti ajak Russel bersama ke sini." Setelah berpikir sejenak, Yuna menambahkan, "Dokter Panca bilang, waktu Kakek Setya nggak banyak lagi. Biarkan dia bertemu dengan anak-anak satu per satu." Semua orang saling memandang. Olivia dengan cemas bertanya, "Penyakit apa yang diderita Kakek Setya?" "Mungkin karena luka lama yang meninggalkan efek samping, ditambah usia lanjut. Orang tua pasti punya penyakit kecil di sana-sini," jawab Yuna sambil menghela napas, dia tidak melanjutkan lebih jauh. Dokter Panca sudah menyuruh mereka bersiap secara mental. "Sore nanti, aku akan menjemput Russel, lalu kita akan datang bersama." Olivia juga memahami bahwa usia Setya yang sudah sangat tua, ditambah keinginannya yang sudah terpenuhi, mungkin tidak akan bertahan lama lagi. "Apakah perlu memberi tahu Kak Odelina agar pulang?" "Untuk sementara nggak perlu. Kakek Setya belum menyerahkan bukti-buktinya ke aku, jadi dalam waktu dekat sepertinya nggak akan ada apa-apa. Saat dia