“Panas!” Alvan mengeluhkan tubuhnya. Dia berdiri di bawah shower, tetapi sama sekali tidak membuatnya betah maka pemuda ini segera kembali ke dalam kamar setelah tiga menit yang lalu berpamitan ke kamar mandi.
Tatapan Alvan segera mengarah pada Aulya yang sudah melepaskan baju pengantinnya digantikan baju dinas malam, kado pemberian tantenya Alvan. “Ini baju apa sih, saya malu memakainya ....” Selimut sudah menguburnya hingga ke bagian dada, Aulya sedang terduduk di atas ranjang seiring memasang wajah semerah tomat. Samar, Alvan melihat bahu yang mulus hingga dirinya menyeringai sangat genit. “Tidak apa, pakai saja.” Segera, dia mengunjungi Aulya yang seolah sudah menyodorkan diri tanpa harus dipaksa. “Saya sudah panas,” aku Alvan bersama suara berat hingga malam ini dirinya melakukannya sangat binal akibat dorongan obat perangsang yang lumayan berdosis tinggi. Alvan tidak tahu jika minuman pemberian kawan-kawannya mengandung obat perangsang. Namun, tentu saja hal ini kurang membuat Aulya nyaman karena ternyata dirinya masih suci terbukti dari bercak darah yang berceceran mewarnai seprai putih yang awalnya sangat bersih. Pada pagi harinya Alvan baru saja melihat banyak bercak merah, dari semalam dirinya sudah dapat merasakan jika Aulya adalah seorang perawan karena yang dibacanya dari internet sama dengan pengalamannya semalam. “Kamu belum pernah menikah dan tidak mungkin punya anak.” Senyuman bangga dibetuk laki-laki ini seiring menatap wajah tidur istrinya. Malam tadi sangat melelahkan untuk Aulya karena tidak disangka jika malam pertama seperti malam penyiksaan akibat dewa jalang yang mengubur akal sehat Alvan. Kecupan kembali mendarat di permukaan bibir dan dahi Aulya, Alvan memperlakukan istrinya sangat lembut. “Sayang, ayo bangun, kita harus mandi besar. Kita harus beribadah,” tutur lembut Alvan di daun telinga Aulya hingga si gadis membuka matanya perlahan, tatapannya begitu sayu. Pipi Aulya segera memerah. “Kenapa melihat saya?” “Saya sedang mencoba membangunkan kamu.” Senyuman teduh Alvan menjadi satu-satunya lukisan di wajahnya, diiringi tatapan cinta yang tidak pernah musnah dari pelupuk matanya. “Ini jam berapa?” Aulya mengerang saat menggerakan sedikit tubuhnya, sekujur tubuhnya terasa hampir remuk. “Pukul empat pagi, Sayang. Sebentar lagi adzan subuh.” “Saya akan menyusul. Badan saya sakit ....” Kalimat Aulya diiringi erangan meringis hingga membuat Alvan tidak tega. “Sesakit itu, Sayang?” “Iya ...,” rintih Aulya. “Apa saya terlalu kasar melakukannya?” cemas Alvan karena ternyata malam luar biasa tadi sekarang membuat Aulya tidak nyaman. “Iya, kamu tidak mau diam walau saya sudah merintih,” aku Aulya yang baru bisa disampaikannya. “Saya minta maaf. Saya juga tidak tahu kenapa malam tadi seperti orang hiper sex!” bingung Alvan yang masih belum mendapatkan jawaban. “Mungkin karena pengalaman pertama,” tebak Aulya yang juga tidak apapun. “Mungkin.” Maka, Alvan membiarkan istrinya terbaring sebentar, sedangkan dirinya segera membersihkan diri. Hawa panas yang dirasakannya telah hilang, maka dia merasa kembali menemukan jati dirinya. Hari ini Alvan mengambil cuti kuliah karena ini adalah detik-detik bulan madu. “Kalian mau pergi kemana, hm?” goda Ibrahim bersama kekeh. “Tidak tahu Abi, lagian kata Aulya cuma mau rebahan.” Alvan menyesap kopi yang disediakan Aisyah. “Apa sakit kepalanya kambuh?” cemas Aisyah. “Tidak Umi. Itu karena-eu-semalam, Umi,” ragu Alvan saat mengatakannya bersama wajah hampir memerah. Aisyah dan Ibrahim segera saling pandang selama beberapa detik, kemudian terkekeh kegelian karena tidak bisa menahannya. Pria ini kembali menggoda, “Makannya, jangan langsung dicoblos sekaligus!” “Mana bisa Alvan menahan untuk tidak melakukannya.” Seringai lebarnya. Aisyah menyajikan martabak manis sebagai teman kopi panas ada juga bakwan yang baru saja diangkat dari penggorengan. “Alhamdulillah karena ternyata Aul seorang perawan. Umi yakin, masa lalunya baik-baik saja.” Wanita ini menyimpulkan dari jawaban putranya. “Iya, Umi. Alhamdulillah, tapi bagaimanapun juga Alvan tetap akan mencari tahu jati diri Aulya.” Ibrahim segera memberikan nasihat, “Keputusan ada pada kamu, tapi jangan dipaksakan, jalani saja kehidupan kalian sekarang." Jarum jam sudah berhenti di angka sembilan, tetapi Aulya masih berada di dalam kamar maka Aisyah memeriksa. “Sayang ... sedang apa, Nak?” Suara lembutnya seiring dengan ketukan lembut di daun pintu. “Silakan masuk, Umi. Aul sedang beres-beres.” Suara lembut seorang gadis yang sudah berubah status. Maka atas seizin pemilik kamar, Aisyah menjamah kamar pengantin. Tampak, Aulya sedang mengganti seprai. “Seprai kotornya masukan saja ke mesin cuci.” Aiyah hendak meraih seprai yang berserakan di lantai, tetapi Aulya mendahului mertuanya. “Iya Umi, biar Aul yang masukan.” Suara malu-malunya, “eu-tapi Umi.” Kalimatnya dijeda seiring memandangi Aisyah. “Ada apa, Sayang ....” “Begini Umi, di seprainya banyak darah Aul. Apa bisa hilang cuma pakai mesin cuci?” Wajahnya semerah kepiting rebus, sedangkan Aisyah terkekeh kecil. “Inyaallah hilang.” Namun, kenyataannya Aisyah membersihkan noda merah itu tanpa sepengetahuan Aulya maupun Alvan. Dengan penuh rasa syukur dan tulus wanita ini melakukannya. Hari ini Alvan tidak keluar rumah, dia hanya menjamah teras, itu sudah paling berani karena jika berkeliaran pasti para pemuda menggoda dan menanyakan malam pertamanya. Sama halnya dengan Aulya yang tidak ingin kemanapun karena satu alasan, tubuhnya sakit. Di sisi lain, team basket sedang menantikan kehadiran Alvan. Maka, pelatih mencoba meminta pengertian anak-anak didiknya. “Tidak lama lagi kalian akan menghadapi pertandingan, tapi hari ini kalian harus berlatih tanpa Alvan, beri teman kalian waktu bulan madu,” kekehnya. Zayden menyeringai di dalam hatinya. ‘Silakan kamu ambil gadis bekas saya!’ Laki-laki ini memiliki masa lalu dengan Aulya. Nama asli gadis itu jelas tidak diketahui siapapun selain dirinya. Bersambung ...Alvan kembali ke sisi Aulya setelah meninggalkan istrinya beberapa saat. “Bagaimana kabar kamu sekarang?” Pelukannya mendarat di belakang tubuh Aulya.“Membaik, tapi ... kalau bisa malam ini biasa saja ya.” Aulya memohon, memasang wajah cemas.“Iya, Sayang.” Alvan mengecup leher sebelah kanan Aulya sangat sensual. Semalam adalah pengalaman paling memuaskan maka sulit dilupakan dan selalu ingin mengulang lagi dan lagi.Malam ini adegan itu masih terjadi tapi situasinya sangat berbeda dari malam sebelumnya, jadi Alvan mencari tahu lewat internet hingga akhirnya menemukan obat perangsang. “Pasti saya dijahili teman-teman. Dasar,” rutuk kecilnya.Aulya sudah terlelap. Seperti niatnya, Alvan masih ingin menggali tentang Aulya. Maka, mencoba mencari akun yang memiliki gambar wajah istrinya dirasa salah satu cara. Dirinya asal memasukan nama karena entah siapa nama asli Aulya, menikah pun hanya bisa secara agama karena surat-surat resmi si gadis tidak diketahui. Memang sangat kecil kemungkin
"Aul tidak ada!" Aisyah mengatakan hal ini dengan panik pada Ibrahim dan Alvan. Wanita ini juga menjelaskan kepergian menantunya yang tiba-tiba dan tidak terlihat di mana pun walau dia sudah menyusuri daerah ini, termasuk membuat penguman di speaker masjid hingga banyak warga membantu mencari karena semua orang di daerah ini tahu jika konsidi si gadis masih hilang ingatan.Maka, Alvan dan Ibrahim segera mencari Aulya hingga tanpa terasa waktu cepat sekali berlalu, tetapi gadis itu belum ditemukan. Alvan mencari hingga malam hari. “Sayang, kamu di mana?” rintihan membatinnya tanpa siapapun yang tahu.Dua hari berlalu. Alvan, Ibrahim dan Aisyah masih mencari. Satu keluarga mengabaikan rutinitas mereka demi menemukan Aulya. Lalu, di saat sendiri handphone Alvan berdering. Nomor tidak diketahui adalah pemanggilanya. “Halo, assalamualaikum!” Grasah-grusuh laki-laki ini saat menerima panggilan.“Alvan, ini saya.” Suara Aulya sangat nyata hingga membuat Alvan melonjak kegirangan.“Sayang, ka
Alvan memandang dalam ke arah si gadis yang selalu bernama Aulya di matanya. “Saya sangat mencintai dan menyayangi kamu, tapi jika memang tidak ada cara untuk kita melanjutkan hubungan ini, insya’allah saya ikhlas, tapi kamu harus berjanji hidup bahagia sama Zayden, saya tidak mau melihat kamu terluka.”Hingga detik ini, Alvan masih menunjukan ketulusannya. Bahkan melepaskan Aulya adalah salah satu bukti ketulusannya karena dia ingin melihat gadis itu bahagia walaupun di atas lukanya. “Zayden tidak akan melukai saya.”Alvan mengulurkan tangannya ke arah Venus, membelai sebelah pipinya, bagaimanapun juga gadis itu masih istrinya, maka dirinya masih leluasa menyentuh dan memeluk si gadis sangat sayang. Tidak ada kalimat yang keluar, hanya tenggelam dalam pelukan terakhir ini.Kini, Alvan dan keluarganya kembali ke kota mereka setelah keputusan pertama dibuat, yaitu pisah ranjang untuk sementara, tetapi Alvan berharap keputusan ini akan membuat kehidupan pernikahannya dengan Aulya kembal
Keputusan Alvan membawanya pada ruang operasi setelah serangkaian tes fisik dan beberapa prosedur sebagai persyaratan.“Bismillah ...,” gumam Alvan hingga akhirnya tidak sadarkan diri.Di luar ruang operasi, Aisyah tidak berhenti berdoa seiring menunggu kedatangan Aulya. Tetapi Ibrahim kurang setuju pada keputusan istrinya. “Sudah Abi katakan, tidak perlu menghubungi Aulya karena mungkin menantu kita tidak akan datang.”“Umi masih berharap, semoga saja Aul mau menemani masa-masa sulit Alvan walaupun hanya sekejap ....”Ibrahim hanya bisa menghela napas seiring lantunan doa terbaik untuk Alvan dan juga untuk hubungan Alvan dan Aulya ke depannya.Satu hari sebelum operasi, Aisyah meminta izin Alvan untuk menghubungi Aulya, tetapi putranya menolak, “Tidak usah Umi, takutnya malah akan mengganggu Aul ....”Namun, justru keikhlasan Alvan membuat Aisyah ingin membantu putranya memperjuangkan Aulya hingga wanita ini memberi kabar operasi tanpa sepengetahuan Alvan.Akhirnya jam-jam menegangka
Ibrahim berbicara pada putranya setelah pertemuan keluarga berakhir, “Abi sudah mendengar dari Umi tentang pendapat kamu tentang pernikahan kalian. Abi meminta maaf dan mewakilkan seluruh keluarga.”Alvan tersenyum santun sebagaimana caranya berbicara. “Dulu Al sama Aul tidak pernah berpikir akan menikah kalau keluarga tidak menikahkan kita. Tapi itu bukan masalah, jadi Abi tidak perlu meminta maaf.”“Bagaimanapun, Abi merasa bersalah ....” Pria ini mendesah.“Al tidak pernah menganggap pernikahan dengan Aul sebuah kesalahan. Jadi Abi tidak perlu merasa bersalah. Hanya saja, tadi Al sedang tidak ingin membicarakan pernikahan Al dan Aul, jadi Al malas ikut berkumpul dalam pertemuan, Al minta maaf ....”Tatapan Ibrahim masih menyimpan penyesalan. “Tidak apa, Nak. Abi mengerti. Hal ini sangat berat untuk kamu.”“Iya, Abi. Al merasa selalu dicampakan oleh Aul. Dan Al juga tidak suka saat paman dan Kakek ikut campur dalam rumah tangga Al dan Aul walau sudah sewajarnya sesepuh keluarga ikut
Alvan menggandeng tangan Aulya saat mereka baru saja keluar dari mobil. Maka, senyuman Ibrahim dan Aisyah adalah penyambutnya.Aisyah tidak segan memeluk Aulya. “Umi sama Abi sangat merindukan kamu. Apalagi Alvan ....” Tatapannya tidak berubah, tetap tulus seperti biasanya.Aulya berkata gugup karena merasa malu. Dia sudah mengecewakan keluarga ini, tetapi dia masih diterima sangat baik. “Umi sama Abi sehat?”Aisyah balik bertanya dengan nada lembut, “Alhamdulillah ... bagaimana kabar Aul dan keluarga Aul?”“Alhamdulillah. Sehat, Umi ....” Saat ini Aulya sedikit menunduk karena tidak sanggup menatap mata Aisyah dan Ibrahim.Ucapan Ibrahim tidak kalah hangat dari Aisyah, “Mari masuk. Pasti kalian lelah.”Selama beberapa saat mereka berkumpul di ruang keluarga, lalu Aulya dan Alvan masuk ke dalam kamar, tetapi gadis ini hanya berdiri di depan pintu saat suaminya sudah merebahkan tubuhnya di sofa.“Jangan canggung,” ucap lembut Alvan.Aulya mengumpat kecil seiring melangkah, “Wajar. Saya
Wajah Alvan berubah kecut, dia juga segera meninggalkan tempat tidur dan berbaring di sofa, sedangkan Aulya membelalakan matanya saat membaca chat dari Zayden.Segera, Aulya menjelaskan dengan gugup, “Maaf. Bukan maksud saya menyakiti kamu ....”Alvan membuang wajahnya seiring menutup mata. “Kamu tidak perlu minta maaf!” Hatinya berisik karena menahan amarah. ‘Saya harus mempertahankan pernikahan dengan Aul, tapi saya juga tidak lupa kalau kamu tunangannya Zayden. Dan kamu sangat mencintai Zayden. Saya tidak ingin menjadi orang bodoh karena mempertahankan pernikahan ini, tetapi pernikahan bukan permainan. Bagaimanapun juga saya harus berusaha memperjuangkan pernikahan ini. Dan saya sangat tulus mencintai kamu bagaimanapun kamu dan bagaimanapun masa lalu kamu!’Aulya mengabaikan chat dari Zayden demi menghampiri Alvan. “Maaf kalau saya menjadi seorang istri yang menyakiti suaminya
Aulya berkata sedikit ketus untuk menunjukan perasaan tidak nyaman, “Saya sudah bilang, jangan dibahas!”Alvan ingin membahas hal ini sampai ke akar, tetapi kunci dari masalah ini justru tidak ingin bicara. Tapi dia tidak ingin membuat Aulya merasa tertekan, maka Alvan memilih mengalah setidaknya untuk sementara.Siang ini Aulya mengikuti pengajian bersama Aisyah walaupun awalnya menolak, tapi gadis ini terlalu risau jika Alvan kembali membahas tentang Zayden.Aulya mendapatkan banyak sapaan sekaligus pertanyaan dari ibu-ibu pengajian tentang kabarnya sekarang. Jadi, gadis ini menjawab apa adanya, “Aul sudah berhasil bertemu keluarga Aul ....”Aisyah melanjutkan, “Alhamdulillah, Tuhan sudah menunjukan jalan terbaik.”Namun, penasaran ibu-ibu masih berlanjut, “Tapi kenapa keluarga Neng Aul belum silaturahmi?”Aisyah yang menjawab karena Aulya kebingungan, “Kami yang silaturahmi ke keluarga Neng Aul.”“Sesekali silaturahmi kesini, kami juga ingin mengenal keluarga Neng Aul,” kekeh ibu-ib
Malam ini Aulya mendapatkan chat dari Niana. [Sayang, besok Mama akan menelepon, tapi jangan sampai Alvan tahu!]Dahi Aulya berkerut heran setelah membaca isi chat yang menurutnya aneh.Alvan baru saja masuk ke dalam kamar setelah menyaksikan pertandingan bola di lapangan bersama Fauzan. “Kok belum tidur?” Wajah teduhnya akan membuat siapapun yang melihat merasa nyaman, termasuk Aulya.Senyuman manis menghiasi wajah Aulya. “Belum ngantuk. Katanya akan pulang jam sepuluhan, tapi ini masih jam sembilan.”“Saya tidak mau meninggalkan istri saya lama-lama.” Alvan hendak naik ke atas ranjang. Maka Aulya segera menonaktifkan handphone untuk menjaga kerahasiaan chat dari ibunya.“Padahal tidak apa, kok.” Aulya tersenyum kecil kepada Alvan yang sudah duduk di sampingnya.Pun, Alvan membalas senyuman Aulya. “Tidak mau.”Malam ini Alvan segera menyentuh tubuh Aulya yang selalu wangi dan terlihat segar berkat kulit halus dan sehat yang dimiliki si gadis.Pun, Aulya tidak mungkin menolak karena t
Aulya berhasil melihat ibunya, tetapi tidak memiliki kesempatan bicara karena Niana selalu bersama Aisyah.Jadi, akhirnya Aulya menemui ibunya di waktu tidur. Tentu saja Niana menganggap perbuatan putrinya salah karena seharusnya Aulya menemani Alvan.“Jangan tinggalkan suami kamu ...,” nasihat Niana diambang pintu sebelum mempersilakan Aulya masuk.“Venus mau bicara sebentar.”Dari raut wajah Aulya, Niana sudah bisa menebak. Jadi, mau tidak mau wanita ini mempersilakan putrinya masuk dibandingkan harus berbicara di luar kamar karena mungkin seseorang akan mendengar obrolan mereka.Aulya duduk di samping ibunya dan langsung mengungkapkan maksudnya, “Tadi Mama ketemu mamanya Zayden di rumah sakit?”“Iya, tadi Mama menjenguk Zayden.”“Mama ngobrol apa sama mamanya Zayden?”Niana mendesah kecil karena dugaannya benar. “Jadi ini tujuan kamu sampai meninggalkan suami kamu.” Niana menyisir rambut Aulya menggunakan jemarinya.“Iya, Venus penasaran karena Mama sama mamanya Zayden sering ketem
Niana menemui Maria, tetapi wanita ini lebih banyak berbicara dengan Zayden. “Zayden minta maaf kalau Zayden lancang sama Tante. Tapi Zayden sudah tidak bisa memendam lagi, Zayden masih suka sama Venus!”Terkejut, itu yang dirasakan Niana walaupun dia sudah mendengar perasaan Zayden dari Maria. Wanita ini menjawab bersama perasaan tidak enak hati, “Tante berterimakasih karena kamu masih tulus menyukai Venus, tapi sekarang Venus sudah menikah dengan Alvan. Jadi Tante harap, kamu bisa berusaha melupakan Venus ....”“Justru itu, Zayden tidak bisa ....” Raut wajahnya sangat memprihatinkan. Lalu, Zayden menambahkan, tetapi ini hanya bualan, “Sebenarnya, alasan Zayden kecelakaan karena terlalu banyak memikirkan Venus, jadi Zayden tidak bisa fokus.”“Ya ampun ....” Tentu saja Niana semakin merasa tidak enak hati walaupun sebenarnya kesalahan murni ada pada Zayden karena dirinya maupun Venus tidak pernah menyuruh lelaki ini memikirkan hubungan yang telah kandas.“Begitulah. Zayden terlalu dal
Alvan kembali malam hari, tetapi tidak segera ke rumah karena menemui Fauzan. “Anggota geng Zayden lagi ngincar kamu!”“Tahu dari mana?”Mereka sedang duduk di tepian lapangan di daerah rumah.“Teman saya di mana-mana. Saya juga aktif di kampus sama di karang taruna. Banyak info yang saya dengar. Apalagi pas kamu sakit!”“Biarkan saja!” Alvan tidak peduli pada ancaman yang didapatkannya dari Zayden.“Saya khawatir.” Fauzan menggendikan bahunya. “Mendingan kamu sama Aul jangan pergi berdua. Emang lebih bagus sama sopir.”“Itu emang keseharian saya, tapi sekarang saya sudah bisa bawa mobil. Cuma Umi selalu khawatir.”“Mendingan jangan deh. Kalau sama sopir, anggota geng Zayden tidak akan berani menyakiti kamu!”Alvan mendesah geram. “Saya tidak takut, tapi saya harus melindungi Aul dan menjaga keselamatan saya demi Aul ....”“Bener. Bayangin sesedih apa Aul kalau kamu disakiti geng Zayden!”Alvan kembali mendesah, tetapi hanya berkata di dalam hatinya. ‘Dulu saat saya kecelakaan, Aul me
Alvan adalah satu-satunya tujuan Aulya. Nomor suaminya dihubungi, dan Alvan yang memang sangat tulus mencintai istrinya tidak pernah mengabaikan panggilan si gadis hingga akhirnya dia tiba di depan pintu.“Aul?” Suara Alvan dipenuhi rasa cemas.Aulya menjawab cemas sekalian tenang dengan keberadaan suaminya. “Al, saya di dalam, tapi pintunya dikunci dari luar!”“Tunggu sebentar.” Alvan berusaha merusak lubang kunci karena jika didobrak mungkin akan merusak properti kampus. Lagipula saat ini Aulya tidak sedang berada di tangan Zayden, jadi rasa cemasnya tidak sebesar sebelumnya.Hanya sekitar satu menit akhirnya Alvan berhasil merusak lubang kunci dan Aulya segera masuk ke dalam pelukannya. “Saya takut ....” Gadis ini sedikit merengek.Alvan mengusap punggung Aulya sangat sayang. “Kenapa kamu bisa di sini?”Aulya tengadah ke arah suaminya tanpa merengek, justru mengungkapkan kesalnya, “Tadi ada tiga gadis yang mengunci saya. Mereka benci saya karena menganggap kecelakaan Zayden gara-g
Tanpa sengaja, Alvan mendengar ucapan Aulya. Jadi, dia segera berusaha menyembuhkan dirinya sendiri. “Wajar saja kalau Mamanya Aul lebih suka Aul sama Zayden karena tadinya mereka sudah tunangan. Mungkin hari ini saya masih belum diterima di kelurga Aul karena kemunculan saya terlalu mendadak.”Alvan mengurungkan niatnya masuk ke dalam kamar, lalu sepuluh menit kemudian Aulya menemuinya yang sedang berada di halaman belakang. “Ini kan udah malem, kenapa diem di sini?”“Tidak apa-apa. Cuma cari angin.” Alvan tetap tersenyum hangat.Aulya duduk di sisi suaminya. “Mama akan menginap selama dua malam karena katanya capek kalau bulak-balik luar kota.”“Alhamdulillah.” Alvan bersyukur karena sudah pasti Aulya bahagia jika tinggal bersama ibunya.Aulya tetap merahasiakan kenyataan tentang ibunya, tapi dia tidak tahu jika baru saja Alvan mengetahuinya.Makan malam tetap berjalan sangat hangat, bahkan lebih hangat dari biasanya karena kehadiran Niana.Malam ini Alvan tetap tidur dengan damai w
Maria terusik oleh suara Aulya karena gadis itu membahas tentang hal yang dibencinya. ‘Zayden bilang masih suka Venus dan minta pengaruhi mamanya Venus agar mereka bercerai. Tapi kenapa sekarang berubah!’Sementara, Zayden menjawab santai saat berbicara dengan Aulya, “Saya tidak dekat sama gadis mana pun.”“Tapi ....” Aulya menyodorkan amplop berwarna peach pada Zayden. “Dia sampai menitipkan ini. Mungkin isinya ungkapan sukanya ke kamu.”Zayden menerima, lalu tanpa sungkan membuka dan membaca isi amplop tanpa bicara. Terakhir, senyumannya menyungging dingin.Tanpa diduga, Zayden meremas secarik kertas kecil itu lalu melemparnya ke tempat sampah hingga membuat Aulya kaget.Zayden berkata lembut pada Aulya saat si gadis belum habis dari rasa kaget, “Dia bilang suka saya, tapi saya tidak bisa membalas perasaannya.” Terakhir, senyumannya menjadi hambar karena tidak terlihat sedikit pun rasa cemburu di wajah Aulya padahal sudah jelas seorang gadis sedang mencoba mengungkapkan perasaan pad
Aulya tidak berhenti menatap amplop di tangannya seiring mendesah saat meyakini jika di dalamnya berisi surat pernyataan cinta. “Dari kapan Zayden deket sama cewek tadi, padahal baru kemarin-kemarin Zayden tahan-tahan saya karena pilih Alvan ....”Persaan Aulya tidak karuan, sakit, tapi dia juga menyakiti. Kini, Aulya sedikit meraung karena merasa telah kehilangan hati dan raga Zayden yang tadinya hanya miliknya.Namun, di sisi lain perasaannya mengatakan jika Zayden mengambil langkah yang benar karena saat ini mereka tidak memiliki hubungan khusus, dan Aulya sudah menentukan pilihannya yaitu Alvan. Jadi, alasan apa yang membuat Zayden harus tetap menyimpan hati padanya?Satu butir air mata jatuh ke atas kertas yang digenggam Aulya hingga menambah rasa sakit. “Saya harus sampaikan ungkapan perasaan seorang cewek pada Zayden yang masih saya sukai ....”Saat ini Niana menghubungi putrinya. “Sayang, sore ini Mama akan menjenguk Zayden. Kamu mau ikut?”Aulya mengerjap excited, tetapi terh
Hari ini Alvan dan Aulya menghabiskan waktu bersama, lalu pulang esok paginya. Tentu saja Aisyah dan Ibrahim menyambut dengan gembira karena ikut ke dalam kebahagiaan anak dan menantunya.Namun, tidak lupa membahas kabar Zayden. “Umi belum mendengar kabar Zayden dari mamanya Aul.”Segera, Aulya merasa canggung karena keberadaan Alvan, tapi tetap memberikan jawaban pada Aisyah, “Zayden terluka cukup parah.”Ibrahim dan Aisyah beristigfar. Lalu wanita ini bertanya lebih lanjut, “Apa yang terjadi sama Zayden?”“Katanya kecelakaan.” Suara Aulya tetap terdengar canggung walaupun Alvan bersikap biasa saja seolah tidak terbebani apapun.“Doakan Zayden supaya cepat sembuh dan bersabar menghadapi musibah yang sedang menimpanya.”Ibrahim dan Alvan mengaminkan secara bersamaan, lalu disusul Aulya dengan kata ‘Amin’ yang sangat tulus.Ibrahim baru saja bersuara. “Sekarang apa kegiatan kalian?”Alvan menjawab lebih dulu. “Al mau ke kampus karena masih ada tugas kelompok.”Aulya menyusul dengan suar