"Aul tidak ada!" Aisyah mengatakan hal ini dengan panik pada Ibrahim dan Alvan. Wanita ini juga menjelaskan kepergian menantunya yang tiba-tiba dan tidak terlihat di mana pun walau dia sudah menyusuri daerah ini, termasuk membuat penguman di speaker masjid hingga banyak warga membantu mencari karena semua orang di daerah ini tahu jika konsidi si gadis masih hilang ingatan.
Maka, Alvan dan Ibrahim segera mencari Aulya hingga tanpa terasa waktu cepat sekali berlalu, tetapi gadis itu belum ditemukan. Alvan mencari hingga malam hari. “Sayang, kamu di mana?” rintihan membatinnya tanpa siapapun yang tahu.
Dua hari berlalu. Alvan, Ibrahim dan Aisyah masih mencari. Satu keluarga mengabaikan rutinitas mereka demi menemukan Aulya. Lalu, di saat sendiri handphone Alvan berdering. Nomor tidak diketahui adalah pemanggilanya. “Halo, assalamualaikum!” Grasah-grusuh laki-laki ini saat menerima panggilan.
“Alvan, ini saya.” Suara Aulya sangat nyata hingga membuat Alvan melonjak kegirangan.
“Sayang, kamu di mana. Saya, Umi sama Abi mencari kamu setiap hari. Kamu di mana, Sayang?”
“Saya ....” Suara Aulya terdengar santai, tentu saja sangat berbeda dengan Alvan yang sangat excited.
“Sayang, katakan saja, saya akan menjemput kamu sekarang juga!”
“Saya bukan Aulya, saya Venus!” Kalimat Aulya ini membuat kedua mata Alvan membelalak.
“A-apa?”
“Saya sudah ingat semuanya. Saya Venus!” Volume suara Aulya ditambah supaya Alvan mendengarkan kenyataan ini dengan saksama.
Rasa bahagia menyelimuti Alvan sebelum dirinya mengetahui akibat dari kembalinya ingatan Aulya. “Kamu sudah ingat semuanya, Sayang?”
“Iya, saya sudah ingat. Sekarang saya sudah di rumah, sudah bertemu Mama sama Papa dan semua keluarga, termasuk Zayden.”
“Apa, Zayden!” Dahi Alvan berkerut heran, “Zayden mana Sayang, teman basket saya? Sepertinya bukan, ya?” Alvan tidak habis pikir jika orang yang dimaksud istrinya adalah kawannya sendiri.
“Iya, Zayden yang itu, dia ... tunangan saya,” ragu saat Aulya mengatakannya, tetapi kenyataan ini harus didengar oleh Alvan.
“Sa, Sayang.” Seketika Alvan lemas dibuatnya. Selama beberapa detik percakapan ini hanya diisi oleh kesunyian, “kamu jangan menjahili saya.” Alvan mencoba menampik kenyataan ini.“Ini benar. Zayden tunangan saya.”
Tiba-tiba saja suara Zayden hinggap dalam ruang dengar Alvan. “Ini saya, Zayden. Sorry Al, saya tidak mengatakan apapun tentang Venus.”
Hati Alvan hancur, dirinya tidak dapat berkata apapun, dadanya dipegangi sangat membatin. “Kalian di mana?” Lelaki ini tersedu hanya saja mencoba disembunyikan supaya tidak sampai pada Aulya dan Zayden.
“Kamu tidak perlu kesini ...,” larangan lembut Aulya.
“Harus, kamu istri saya. Saya harus tahu di mana kamu dan kabar kamu.” Alvan tetap memperlakukan Aulya sebagaimana pasangan hidupnya.
“Tidak usah, karena ....”
“Kenapa, Sayang?” Wajah sendu Alvan sangat kontras andai Aulya mengetahuinya.
“Karena Mama sama Papa mau kita bercerai dan ..., jujur saja saya juga tidak bisa meneruskan pernikahan kita.”
Jantung Alvan seakan ditikam petir yang sangat besar hingga dirinya down begitu saja, suasana kembali hening hingga Aulya kembali berkata, “Saya ingin kembali pada Zayden.”
“Sayang, kita bisa bicarakan dulu baik-baik.” Suara Alvan mulai terdengar lirih karena sekarang dirinya tidak dapat menyembunyikan sendunya.
Selama beberapa saat Aulya tidak memberikan jawaban apapun. “Kamu bisa kesini, tapi cuma buat memutus hubungan kita saja.”
Alvan mengangkat wajahnya hingga tengadah ke atas langit, mencoba menahan air matanya. “Saya mencintai kamu.”
“Saya tahu, tapi kita tetap tidak bisa bersama, saya mencintai Zayden.” Tatapan Venus mengarah langsung pada tunangannya.
Alvan kembali ke rumah setelah obrolan dengan Aulya berakhir. Dia menceritakan tentang Aulya yang sebenarnya gadis bernama Venus.
Ibrahim dan Aisyah sama terpukulnya seperti Alvan, tetapi tidak dapat melakukan apapun. Pria ini segera membuat keputusan. “Kita harus menemui Aul, bicara baik-baik pada orangtuanya.” Kemudian menasihati putranya, “jangan larut dalam kesedihan, takdir manusia sudah diatur. Kamu akan baik-baik saja, Nak.” Kalimat ini hanyalah lewat mulut saja karena sebenarnya dia merasakan penderitaan yang sama dengan Alvan, hanya saja tetap mencoba ikhlas walau tidak seinstan itu.
Maka esoknya keluarga Alvan menemui Venus di rumah si gadis, mereka berbicara formal bersama Heru dan Niana sekaligus menjelaskan alasan dari pernikahan Alvan dan Aulya. Kali ini orangtua si gadis sangat mengerti, tetapi harus bagaimana lagi karena keputusan ada di tangan Venus.
“Maaf Umi, Abi, Al ..., saya tidak bisa melanjutkan pernikahan ini.” Ini adalah ucapan Aulya yang sudah kembali menjadi Venus. Bukan hanya tatapan datar saja, tetapi penampilannya sudah kembali menjadi jati dirinya. Kaos oblong dan rok mini adalah kepribadian Venus.
“Boleh saya bicara empat mata sama kamu.” Alvan masih berusaha memperbaiki hubungan mereka karena dirinya tulus mencintai Aulya. Jadi, kini keduanya berada di halaman belakang. “Saya tidak peduli siapa kamu dan bagaimana kamu di masa lalu. Bagi saya, kamu tetap Aulya-istri saya.”
“Saya tahu kamu tulus, tapi saya Venus, saya mencintai Zayden.”
“Memang apa bedanya Venus sama Aulya. Apakah cuma Aulya yang mencinta saya?”
“Aulya mencintai kamu, tapi ... setelah Venus bangun, Aulya tahu kalau dia lebih mencintai Zayden.”
Bersambung ....
Alvan memandang dalam ke arah si gadis yang selalu bernama Aulya di matanya. “Saya sangat mencintai dan menyayangi kamu, tapi jika memang tidak ada cara untuk kita melanjutkan hubungan ini, insya’allah saya ikhlas, tapi kamu harus berjanji hidup bahagia sama Zayden, saya tidak mau melihat kamu terluka.”Hingga detik ini, Alvan masih menunjukan ketulusannya. Bahkan melepaskan Aulya adalah salah satu bukti ketulusannya karena dia ingin melihat gadis itu bahagia walaupun di atas lukanya. “Zayden tidak akan melukai saya.”Alvan mengulurkan tangannya ke arah Venus, membelai sebelah pipinya, bagaimanapun juga gadis itu masih istrinya, maka dirinya masih leluasa menyentuh dan memeluk si gadis sangat sayang. Tidak ada kalimat yang keluar, hanya tenggelam dalam pelukan terakhir ini.Kini, Alvan dan keluarganya kembali ke kota mereka setelah keputusan pertama dibuat, yaitu pisah ranjang untuk sementara, tetapi Alvan berharap keputusan ini akan membuat kehidupan pernikahannya dengan Aulya kemba
Keputusan Alvan membawanya pada ruang operasi setelah serangkaian tes fisik dan beberapa prosedur sebagai persyaratan.“Bismillah ...,” gumam Alvan hingga akhirnya tidak sadarkan diri.Di luar ruang operasi, Aisyah tidak berhenti berdoa seiring menunggu kedatangan Aulya. Tetapi Ibrahim kurang setuju pada keputusan istrinya. “Sudah Abi katakan, tidak perlu menghubungi Aulya karena mungkin menantu kita tidak akan datang.”“Umi masih berharap, semoga saja Aul mau menemani masa-masa sulit Alvan walaupun hanya sekejap ....”Ibrahim hanya bisa menghela napas seiring lantunan doa terbaik untuk Alvan dan juga untuk hubungan Alvan dan Aulya ke depannya.Satu hari sebelum operasi, Aisyah meminta izin Alvan untuk menghubungi Aulya, tetapi putranya menolak, “Tidak usah Umi, takutnya malah akan mengganggu Aul ....”Namun, justru keikhlasan Alvan membuat Aisyah ingin membantu putranya memperjuangkan Aulya hingga wanita ini memberi kabar operasi tanpa sepengetahuan Alvan.Akhirnya jam-jam menegangka
Ibrahim berbicara pada putranya setelah pertemuan keluarga berakhir, “Abi sudah mendengar dari Umi tentang pendapat kamu tentang pernikahan kalian. Abi meminta maaf dan mewakilkan seluruh keluarga.”Alvan tersenyum santun sebagaimana caranya berbicara. “Dulu Al sama Aul tidak pernah berpikir akan menikah kalau keluarga tidak menikahkan kita. Tapi itu bukan masalah, jadi Abi tidak perlu meminta maaf.”“Bagaimanapun, Abi merasa bersalah ....” Pria ini mendesah.“Al tidak pernah menganggap pernikahan dengan Aul sebuah kesalahan. Jadi Abi tidak perlu merasa bersalah. Hanya saja, tadi Al sedang tidak ingin membicarakan pernikahan Al dan Aul, jadi Al malas ikut berkumpul dalam pertemuan, Al minta maaf ....”Tatapan Ibrahim masih menyimpan penyesalan. “Tidak apa, Nak. Abi mengerti. Hal ini sangat berat untuk kamu.”“Iya, Abi. Al merasa selalu dicampakan oleh Aul. Dan Al juga tidak suka saat paman dan Kakek ikut campur dalam rumah tangga Al dan Aul walau sudah sewajarnya sesepuh keluarga ikut
Alvan menggandeng tangan Aulya saat mereka baru saja keluar dari mobil. Maka, senyuman Ibrahim dan Aisyah adalah penyambutnya.Aisyah tidak segan memeluk Aulya. “Umi sama Abi sangat merindukan kamu. Apalagi Alvan ....” Tatapannya tidak berubah, tetap tulus seperti biasanya.Aulya berkata gugup karena merasa malu. Dia sudah mengecewakan keluarga ini, tetapi dia masih diterima sangat baik. “Umi sama Abi sehat?”Aisyah balik bertanya dengan nada lembut, “Alhamdulillah ... bagaimana kabar Aul dan keluarga Aul?”“Alhamdulillah. Sehat, Umi ....” Saat ini Aulya sedikit menunduk karena tidak sanggup menatap mata Aisyah dan Ibrahim.Ucapan Ibrahim tidak kalah hangat dari Aisyah, “Mari masuk. Pasti kalian lelah.”Selama beberapa saat mereka berkumpul di ruang keluarga, lalu Aulya dan Alvan masuk ke dalam kamar, tetapi gadis ini hanya berdiri di depan pintu saat suaminya sudah merebahkan tubuhnya di sofa.“Jangan canggung,” ucap lembut Alvan.Aulya mengumpat kecil seiring melangkah, “Wajar. Saya
Wajah Alvan berubah kecut, dia juga segera meninggalkan tempat tidur dan berbaring di sofa, sedangkan Aulya membelalakan matanya saat membaca chat dari Zayden.Segera, Aulya menjelaskan dengan gugup, “Maaf. Bukan maksud saya menyakiti kamu ....”Alvan membuang wajahnya seiring menutup mata. “Kamu tidak perlu minta maaf!” Hatinya berisik karena menahan amarah. ‘Saya harus mempertahankan pernikahan dengan Aul, tapi saya juga tidak lupa kalau kamu tunangannya Zayden. Dan kamu sangat mencintai Zayden. Saya tidak ingin menjadi orang bodoh karena mempertahankan pernikahan ini, tetapi pernikahan bukan permainan. Bagaimanapun juga saya harus berusaha memperjuangkan pernikahan ini. Dan saya sangat tulus mencintai kamu bagaimanapun kamu dan bagaimanapun masa lalu kamu!’Aulya mengabaikan chat dari Zayden demi menghampiri Alvan. “Maaf kalau saya menjadi seorang istri yang menyakiti suaminya
Aulya berkata sedikit ketus untuk menunjukan perasaan tidak nyaman, “Saya sudah bilang, jangan dibahas!”Alvan ingin membahas hal ini sampai ke akar, tetapi kunci dari masalah ini justru tidak ingin bicara. Tapi dia tidak ingin membuat Aulya merasa tertekan, maka Alvan memilih mengalah setidaknya untuk sementara.Siang ini Aulya mengikuti pengajian bersama Aisyah walaupun awalnya menolak, tapi gadis ini terlalu risau jika Alvan kembali membahas tentang Zayden.Aulya mendapatkan banyak sapaan sekaligus pertanyaan dari ibu-ibu pengajian tentang kabarnya sekarang. Jadi, gadis ini menjawab apa adanya, “Aul sudah berhasil bertemu keluarga Aul ....”Aisyah melanjutkan, “Alhamdulillah, Tuhan sudah menunjukan jalan terbaik.”Namun, penasaran ibu-ibu masih berlanjut, “Tapi kenapa keluarga Neng Aul belum silaturahmi?”Aisyah yang menjawab karena Aulya kebingungan, “Kami yang silaturahmi ke keluarga Neng Aul.”“Sesekali silaturahmi kesini, kami juga ingin mengenal keluarga Neng Aul,” kekeh ibu-i
Alvan masuk ke dalam rumah, maka Aulya segera meluncurkan pertanyaan, “Apa yang kamu bicarakan sama Zayden?”Dengan tenang, Alvan menjelaskan, “Saya bilang kamu istri saya jadi Zayden harus tahu batasan.”Aulya berkata kesal, “Kenapa kamu harus berkata jahat sama Zayden. Dia tunangan saya. Sebelum saya menikah sama kamu, saya sudah tunangan sama Zayden!”Alvan terdiam dan hanya memandangi Aulya. Tapi diamnya Alvan membuat gadis itu merasa bersalah. “Saya minta maaf kalau kamu tersakiti. Saya tidak bermaksud menyakiti kamu. Tapi situasinya seperti ini ....”Alvan mengusap puncak kepala Aulya dengan lembut dan senyuman tulus. “Saya tahu kamu ada di antara dua pilihan. Tapi saya yakin kamu tahu mana yang harus kamu pilih.”Kini, Aulya yang tidak bicara dan hanya menunjukan gelisah serta raut wajah bingung, “Saya merasa harus balas budi sama kebaikan kamu dan keluarga kamu. Itu alasan saya tetap di sini.”Alvan mengangguk kecil dengan senyuman senada. “Jalani saja dan jangan dibikin pusin
Aisyah mendengar semua percakapan Aulya dan Zayden karena dengan sengaja wanita ini menguping. Lalu mengusap dadanya yang perih.Saat ini Zayden pergi tanpa Aulya, tetapi hati Aisyah tetap teriris dan dia akan merahasiakan pertemuan mereka pada Alvan. “Umi tidak ingin membuat kamu semakin terluka ....”Aisyah kembali ke dalam kamar untuk memeluk perih seorang diri. Lalu, beberapa menit kemudian Aulya menghampiri bersama air mata. “Umi, Aul minta maaf ... Aul tidak tahu kalau Zayden akan datang kesini. Aul minta maaf kalau Aul membuat Umi tidak nyaman. Aul juga malu pada Umi ....”Pipi Aulya basah karena air matanya berderai. “Umi dan semua keluarga Al baik sama Aul ..., Aul minta maaf karena Aul mengecewakan ....”Aisyah memang sedang menelan perih, tetapi dia tetap merangkul Aulya dengan tulus. “Tidak apa-apa, bukan salah Aul kok.”“Tapi Aul merasa bersalah. Aul merasa mengecewakan Umi dan semua keluarga Al ....”“Sudah ....” Aisyah tersenyum hangat sekalian menyeka air mata di pipi
Keluarga Ibrahim segera makan malam bersama. Aisyah membuat sup karena cuaca sedang sangat dingin.“Supnya enak,” pujian Alvan.Aisyah menyahut dengan hangat, “Memangnya Umi pernah buat sup tidak enak?”“Semua masakan Umi selalu enak.”“Tapi Umi masak sup dibantu Aul ....” Aisyah melirik menantunya dengan hangat, tetapi Alvan tersenyum alakadarnya pada Aulya setelah tahu jika menu yang kali ini disantapnya terdapat hasil campur tangan istrinya yang dianggap murahan.Suasana di ruang makan tetap hangat karena Alvan dan Aulya berakting sangat propesional hingga Ibrahim dan Aisyah tidak dapat membaca perang dingin yang sedang terjadi.Saat masuk waktu tidur, Alvan meraih bantal dan selimut lalu merebahkan tubuhnya di sofa.Dengan suara parau dan volume rendah, Aulya berkata lirih, “Al ..., saya minta maaf ....”“Jangan minta maaf lagi kalau kamu terus mengecewakan kami!” Alvan segera memunggungi Aulya.Saat ini Aulya melangkah mendekati Alvan, lalu duduk di atas karpet, tepat di sisi sof
Hati Alvan gelisah dan ingin segera menjemput Aulya, maka dia memutuskan bolos di kelas berikutnya. “Di mana kalian!” Dengusannya saat berbicara dengan Zayden.Zayden menjawab santai, “Saya tidak tahu di mana istri kamu karena sekarang kita sudah berpisah.”“Katakan, di mana Aul!”Nada suara Zayden tidak berubah. “Dia sudah pulang duluan.”Alvan memutus panggilan dengan Zayden untuk menghubungi Aulya, tetapi saat ini tangannya gemetaran karena menahan amarah dan sakit hati secara bersamaan hingga handphonenya terjatuh begitu saja, tetapi tubuhnya juga runtuh hingga Alvan hanya sanggup bersandar seiring memegangi pelipisnya.“Kamu tidak pernah mencintai saya, tapi jangan lakukan ini di belakang saya!” Kini, perlahan amarah Alvan mendominasi kepalanya. “Di mana harga diri kamu, Aul!”Rencana Zayden mengambil kesucian Aulya sebagai seorang istri memang gagal, tetapi dia tetap menang karena dengan hanya memeluk Aulya maka kesuciannya sebagai seorang istri sudah terkikis.Alvan tidak ingin
Zayden mengancam Aulya akan datang ke rumah Alvan jika tidak menemuinya. Maka terpaksa gadis ini pergi ke tempatnya membuat janji dengan Zayden, tentunya tempat itu sangat jauh dari kediaman keluarga suaminya.“Kenapa kamu melakukan ini sama saya?” sendu sekalian kecewa diluapkan Aulya.Zayden memeriksa arloji yang melingkar di pergelangannya. Lalu berkata datar, “Karena ini waktu yang tepat ketemu kamu. Alvan lagi kuliah dan kebetulan materi hari ini padat.”“Apa mau kamu?” Tatapan Aulya mulai dingin pada Zayden karena orang yang dicintainya sangat egois.“Tidur sama kamu!” Zayden tersenyum enteng saat mengatakan hal haram ini.Aulya segera menghardik Zayden dengan suara terjaga, “Jangan gila!”“Kita sudah tunangan. Wajar kok, kalau kita ngelakuin hubungan suami istri.”Aulya menggeleng tegas dengan suara serupa. “Saya tidak mau jadi perempuan murahan!”Zayden segera menggenggam kedua tangan Aulya. “Kamu tidak murahan ... lagian kamu ngelakuinnya sama saya.”Aulya segera melepaskan t
Sampai hari berganti, Alvan tidak pernah tahu jika Zayden berhasil menemui Aulya di rumahnya hingga salah satu tetangga nyeletuk, “Magrib kemarin teman kamu datang ke rumah. Apa teman kamu tidak tahu kalau magrib kamu tidak di rumah.” Kekehnya.“Teman.” Dahi Alvan berkerut heran.Saat ini Aulya segera berkata, “Sudah siang, nanti kamu kesiangan.”Perhatian Alvan segera teralihkan. “Iya, saya tidak boleh terlambat.” Dahi Aulya dikecup sangat sayang. Lalu berpamitan, sekalian berpamitan pada tetangga yang selalu ramah padanya.Alvan pergi bersama sopir karena masih belum mendapat izin Ibrahim untuk membawa kendaraan sendiri.Aulya bergumam penuh harapan, “Semoga hari ini Zayden tidak datang. Saya malu sama Umi, Abi dan juga Al ....”Di kampus, Alvan dan Zayden berpapasan. Zayden menatap sengit. “Apa yang kamu lakukan ke Venus sampai-sampai dia memilih kamu dibandingkan saya!”Tatapan Alvan sangat datar. “Aul memilih saya karena kita sudah menikah. Saya tidak melakukan hal khusus.”“Mung
Aisyah mendengar semua percakapan Aulya dan Zayden karena dengan sengaja wanita ini menguping. Lalu mengusap dadanya yang perih.Saat ini Zayden pergi tanpa Aulya, tetapi hati Aisyah tetap teriris dan dia akan merahasiakan pertemuan mereka pada Alvan. “Umi tidak ingin membuat kamu semakin terluka ....”Aisyah kembali ke dalam kamar untuk memeluk perih seorang diri. Lalu, beberapa menit kemudian Aulya menghampiri bersama air mata. “Umi, Aul minta maaf ... Aul tidak tahu kalau Zayden akan datang kesini. Aul minta maaf kalau Aul membuat Umi tidak nyaman. Aul juga malu pada Umi ....”Pipi Aulya basah karena air matanya berderai. “Umi dan semua keluarga Al baik sama Aul ..., Aul minta maaf karena Aul mengecewakan ....”Aisyah memang sedang menelan perih, tetapi dia tetap merangkul Aulya dengan tulus. “Tidak apa-apa, bukan salah Aul kok.”“Tapi Aul merasa bersalah. Aul merasa mengecewakan Umi dan semua keluarga Al ....”“Sudah ....” Aisyah tersenyum hangat sekalian menyeka air mata di pipi
Alvan masuk ke dalam rumah, maka Aulya segera meluncurkan pertanyaan, “Apa yang kamu bicarakan sama Zayden?”Dengan tenang, Alvan menjelaskan, “Saya bilang kamu istri saya jadi Zayden harus tahu batasan.”Aulya berkata kesal, “Kenapa kamu harus berkata jahat sama Zayden. Dia tunangan saya. Sebelum saya menikah sama kamu, saya sudah tunangan sama Zayden!”Alvan terdiam dan hanya memandangi Aulya. Tapi diamnya Alvan membuat gadis itu merasa bersalah. “Saya minta maaf kalau kamu tersakiti. Saya tidak bermaksud menyakiti kamu. Tapi situasinya seperti ini ....”Alvan mengusap puncak kepala Aulya dengan lembut dan senyuman tulus. “Saya tahu kamu ada di antara dua pilihan. Tapi saya yakin kamu tahu mana yang harus kamu pilih.”Kini, Aulya yang tidak bicara dan hanya menunjukan gelisah serta raut wajah bingung, “Saya merasa harus balas budi sama kebaikan kamu dan keluarga kamu. Itu alasan saya tetap di sini.”Alvan mengangguk kecil dengan senyuman senada. “Jalani saja dan jangan dibikin pusin
Aulya berkata sedikit ketus untuk menunjukan perasaan tidak nyaman, “Saya sudah bilang, jangan dibahas!”Alvan ingin membahas hal ini sampai ke akar, tetapi kunci dari masalah ini justru tidak ingin bicara. Tapi dia tidak ingin membuat Aulya merasa tertekan, maka Alvan memilih mengalah setidaknya untuk sementara.Siang ini Aulya mengikuti pengajian bersama Aisyah walaupun awalnya menolak, tapi gadis ini terlalu risau jika Alvan kembali membahas tentang Zayden.Aulya mendapatkan banyak sapaan sekaligus pertanyaan dari ibu-ibu pengajian tentang kabarnya sekarang. Jadi, gadis ini menjawab apa adanya, “Aul sudah berhasil bertemu keluarga Aul ....”Aisyah melanjutkan, “Alhamdulillah, Tuhan sudah menunjukan jalan terbaik.”Namun, penasaran ibu-ibu masih berlanjut, “Tapi kenapa keluarga Neng Aul belum silaturahmi?”Aisyah yang menjawab karena Aulya kebingungan, “Kami yang silaturahmi ke keluarga Neng Aul.”“Sesekali silaturahmi kesini, kami juga ingin mengenal keluarga Neng Aul,” kekeh ibu-i
Wajah Alvan berubah kecut, dia juga segera meninggalkan tempat tidur dan berbaring di sofa, sedangkan Aulya membelalakan matanya saat membaca chat dari Zayden.Segera, Aulya menjelaskan dengan gugup, “Maaf. Bukan maksud saya menyakiti kamu ....”Alvan membuang wajahnya seiring menutup mata. “Kamu tidak perlu minta maaf!” Hatinya berisik karena menahan amarah. ‘Saya harus mempertahankan pernikahan dengan Aul, tapi saya juga tidak lupa kalau kamu tunangannya Zayden. Dan kamu sangat mencintai Zayden. Saya tidak ingin menjadi orang bodoh karena mempertahankan pernikahan ini, tetapi pernikahan bukan permainan. Bagaimanapun juga saya harus berusaha memperjuangkan pernikahan ini. Dan saya sangat tulus mencintai kamu bagaimanapun kamu dan bagaimanapun masa lalu kamu!’Aulya mengabaikan chat dari Zayden demi menghampiri Alvan. “Maaf kalau saya menjadi seorang istri yang menyakiti suaminya
Alvan menggandeng tangan Aulya saat mereka baru saja keluar dari mobil. Maka, senyuman Ibrahim dan Aisyah adalah penyambutnya.Aisyah tidak segan memeluk Aulya. “Umi sama Abi sangat merindukan kamu. Apalagi Alvan ....” Tatapannya tidak berubah, tetap tulus seperti biasanya.Aulya berkata gugup karena merasa malu. Dia sudah mengecewakan keluarga ini, tetapi dia masih diterima sangat baik. “Umi sama Abi sehat?”Aisyah balik bertanya dengan nada lembut, “Alhamdulillah ... bagaimana kabar Aul dan keluarga Aul?”“Alhamdulillah. Sehat, Umi ....” Saat ini Aulya sedikit menunduk karena tidak sanggup menatap mata Aisyah dan Ibrahim.Ucapan Ibrahim tidak kalah hangat dari Aisyah, “Mari masuk. Pasti kalian lelah.”Selama beberapa saat mereka berkumpul di ruang keluarga, lalu Aulya dan Alvan masuk ke dalam kamar, tetapi gadis ini hanya berdiri di depan pintu saat suaminya sudah merebahkan tubuhnya di sofa.“Jangan canggung,” ucap lembut Alvan.Aulya mengumpat kecil seiring melangkah, “Wajar. Saya