Selesai menelpon Bi Nani, Azam kemudian menelpon Zen sang asisten. Pria itu menyuruh Zen untuk keruangannya segera. "Permisi Tuan, apa Anda perlu sesuatu?" ucap Zen seraya melangkah menghampiri Azam. "Zen belikan susu merek XX, rasa coklat." Azam langsung memerintahkan Zen untuk membeli susu merek XX. Seketika Zen menyerengit heran. Pria itu langsung paham jika suatu yang Azam maksud adalah susu untuk ibu hamil. "Zen kau mendengarkanku!" tegur Azam melihat Zen hanya terdiam sedari tadi. "I-iya Tuan saya mendengar. Em ... Tapi bukankah susu itu adalah susu untuk ibu hamil Tuan?" Zen tak kuasa lagi menahan keingin tahuannya mengapa bosnya itu menyuruhnya membeli susu untuk ibu hamil. "Zen bisakah untuk saat ini kau jangan bertanya dulu, turuti saja perintahku," ucap Azam dengan nada dingin. Membuat Zen terdiam tak lagi bertanya. "Baik Tuan, permisi." Zen mengangguk patuh kemudian bergegas pergi. Azam menghela nafas panjangnya. Pria itu bukan tidak ingin memberi tahu Zen tentang
"Ya saya tidak memiliki pacar, melainkan saya sudah memiliki istri." Azam kembali mengulang kata-katanya. Sungguh, pria itu begitu entengnya mengatakan jika dirinya sudah menikah. Pernyataan Azam tentu saja membuat Alena ketat ketir. Alena seketika terdiam, menelan ludahnya sendiri susah payah. Wanita berparas cantik itu tak mampu membayangkan apalagi yang akan Azam katakan. "Pak Azam boleh saya bertanya?" ujar salah satu mahasiswi seraya mengangkat tangan."Silahkan." Azam tersenyum manis, membuat para mahasiswi bersorak histeris. Pria itu mempersilahkan sang mahasiswi untuk mengajukan pertanyaannya. "Em ... Apa kita boleh tahu siapa istri dari Pak Azam?" tanya mahasiswi itu dengan nada gugup. "Em ... Yang pasti dia wanita yang cantik, meski kami baru belajar saling menerima dan mencintai, tapi saya percaya kelak rumah tangga kami akan langgeng sampai maut memisahkan." Azam menjawab seraya terus menatap Alena. Senyumnya terkembang manis seolah ia sedang mengungkapkan isi hatinya
"Alena!!" teriak Azam spontan ketika melihat Alena terbaring seraya merintih di atas ranjang dengan posisi meringkuk memegangi perutnya. Azam langsung berlari menghampiri Alena yang terlihat pucat dengan keringat dingin bercucuran. Terlihat betapa wanita itu tengah menahan sakit. "Kamu kenapa Alena?" Azam bertanya dengan nada khawatir seraya meraih tubuh Alena. "Sakit Tuan," ujar Alena hanya bisa merintih menahan rasa sakitnya. Tanpa pikir panjang Azam langsung menggendong tubuh Alena. Pria itu melangkah dengan setengah berlari. Raut kepanikan bercampur rasa takut terlihat begitu jelas di wajahnya. "Arumi siapakan mobil!" Azam berteriak memanggil Arumi untuk segera menyiapkan mobil. "Hah i-iya Tuan!" ujar Arumi yang seketika ikut panik melihat Azam menggendong tubuh Alena. "Ya ampun Tuan Non Alena kenapa?" Bi Nani bertanya dengan wajah khawatirnya melihat Alena yang meringis kesakitan. "Entah Bi, aku belum tahu. Oh iya Bibi ikut saya kerumah sakit sekarang," ucap Azam mengintruk
Setelah mendengar jika saat ini, Alena tengah hamil. Jonatan akhirnya meresepkan obat yang memang dikhususkan untuk ibu hamil. Sambil memberikan obat pada Alena. Jonatan terus menatap sendu, Alena yang tengah terbaring sambil terus memeluk Azam. Pemandangan itu benar-benar membuat hati Jonatan bagai tersayat-sayat.Sungguh, pria itu tak menyangka jika kini wanita yang begitu ia cintai. Wanita yang ingin ia perjuangkan kembali ternyata tengah mengandung anak dari pria lain. Hati Jonatan kini kembali merasakan sakit. Bahkan mungkin rasa sakitnya jauh lebih besar dari yang sebelumnya.Ekspresi sedih Jonatan begitu terlihat ketara. Sampai-sampai sang suster yang mendampinginya pun. Terus menatap penuh tanda tanya pada Jonatan. Jika sang suster menatap penuh tanda tanya.Lain halnya dengan Azam, pria itu seolah tak peduli dengan tatapan Jonatan, pada sang istri. Azam tetap setia berada disamping Alena. Pria itu terus menggenggam tangan Alena. Mencoba menguatkan wanita itu seraya sesekali m
Pagi harinya, Azam terbangun dari tidurnya. Pria itu kemudian menatap lekat wajah Alena yang masih tertidur nyenyak. Begitu damai, hingga membuat hati Azam seketika menjadi teduh. "Good morning my wife." Azam berkata seraya tersenyum kemudian mencium kening Alena dengan penuh kelembutan. Tak hanya itu, tangannya pun terulur mengelus pipi mulus itu. "Kau sudah bangun! Jadi jangan berpura-pura atau aku akan—" ucapnya lagi berbisik membuat Alena seketika membuka matanya. "Aku masih nagantuk jadi— eummm!" Alena tak melanjutkan kata-katanya. Mulutnya sudah dibungkam lebih dulu oleh Azam dengan ciuman panasnya. "Jangan pernah berbohong, hem," ujar Azam mengakhiri ciumannya seraya mengusap bibir Alena dengan ibu jarinya. Alena sempat tertegun, dengan sikap manis Azam. Namun, detik berikutnya wanita itu seakan tersadar. Alena kembali teringat akan kejadian semalam. Dimana Azam mengigau jika dirinya begitu menyayangi anak dalam kandungan Karen. "Kanapa Tuan masih disini! Bukankah Karen s
Alena tertegun, wanita itu menatap kearah Azam dengan penuh tanda tanya. Alena menggeleng seolah tak mempercayai ucapan pria itu. Tak hanya itu, air mata wanita itupun mulai jatuh membasahi pipi mulusnya. "Aku? Hamil?" Alena masih saja mengulang perkataannya seolah tak puas meminta kebenaran perkataan Azam. Azam mengangguk seraya mengusap air mata Alena lembut. "Iya kau hamil Alena, kau hamil anakku," ujar Azam dengan nada lembut penuh keyakinan. Akhirnya pria itu bisa mengungkapkan yang sebenarnya pada Alena. Azam tak peduli lagi akan bagaimana reaksi Alena karena saat ini pria itu tak memiliki pilihan. "Sudah berapa usia kandunganku?" Alena menghentikan tangisnya. Wanita itu bertanya dengan nada dingin. Sontak saja Azam tercengang dengan ekspresi Alena. Sepertinya memang benar firasat Azam. Tentang Alena yang tidak menginginkan kehamilannya. "Sudah 10 minggu," jawab Azam dengan wajah yang sama dinginklnya dengan Alena. "10 minggu? Itu artinya bayi ini—""Jangan coba-coba untuk
Alena telah selesai dengan pemeriksaan kandungannya. Didampingi Azam yang selalu setia menemaninya. Alena tersenyum saat dokter menjelaskan jika kandunganya dalam keadaan baik dan sehat. Jika Alena sedari tadi tersenyum senang. Lain halnya dengan Azam, yang sedari tadi menekuk wajahnya penuh kekesalan. Pria itu menahan kesal karena tidak ada dokter kandungan wanita yang bertugas hari ini. Alhasil saat ini Alena diperiksa oleh dokter pria."Apa sudah selesai? Bukankah sudah terlihat jika bayi dalam kandungan istriku baik dan sehat!" Azam dengan kesal memprotes tindakan sang dokter yang masih saja memerikasa bagian perut Alena. Pemerikasaan yang membuaka sedikit pakaian Alena di bagian perut. Membuat pria itu benar-benar cemburu dan kesal. Apalagi ketika ia merasa jika apa yang dilakukan oleh dokter itu seharusnya sudah selesai. "I-iya Tuan, bayi dalam kandungan Nona Alena baik-baik saja dan sangat sehat," jawab dokter berusia 35 tahun itu dengan perasaan kikuk. "Lalu kenapa kau masi
Alena dan Azam kini sudah berada di dalam mobil. Azam dengan sigap membukakan pintu mobil untuk Alena. Alena tentu saja tersenyum bahagia mendapati perlakuan Azam yang begitu manis. "Terima kasih Tu— eh em ... Mas," ucap Alena terhenti ketika Azam menatap lekat wajahnya. Seakan mengisyaratkan jika Alena telah melakukan kesalahan. Tak hanya itu, Azam dengan tiba-tiba langsung mencium bibir Alena. Membuat wanita itu seketika tersentak kaget. "Ini untuk membiasakan bibirmu agar tidak melakukan kesalahan dalam memanggilku, hem." Azam tersenyum smirk seraya mengusap bibir Alena menggunakan ibu jarinya. Alena hanya terdiam seraya mengangguk kecil. Dirinya teramat malu, karena lagi-lagi Azam memperlakukannya dengan begitu rupa. Sementara, Azam tertawa kecil melihat ekspresi malu-malu yang Alena tampilkan. Azam mulai menyalakan mesin mobilnya. Pria itu mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju kediamannya. Sesekali Azam melirik Alena yang terlihat sedikit tegang. Pria itu pu
Hari berganti hari, kini sudah dua bulan Alena bekerja di perusahaan sang suami. Banyak karyawan yang menyukai Alena disana. Bagiamana tidak, wanita ramah dengan paras cantik serta penuh sopan santun. Jelas membuat banyak karyawan suka pada sosok Alena. Apalagi Alena juga termasuk karyawan yang cerdas. Terbukti saat ia diminta membuat rancangan untuk prodak terbaru Galaxy grup. Alena mampu mempersembahkan maha karya yang begitu apik. Dan itu jelas semakin membuat para karyawan terpesona pada sosok Alena. Namun, tak sedikit pula yang membenci Alena. Itu karena mereka sudah terhasut oleh kata-kata Mery. Iya Mery dan Nara semakin kesal ketika Nara yang rencananya akan kembali ke Galaxy grup dengan bantuan Nyonya Reina. Nyatanya gagal total, karena Azam menolak mentah-mentah usulan itu. Alhasil kini, Zen lah yang merangkap sebagai sekertaris Azam.Hal itu membuat Mery dan Nara mengubah rencana mereka. Mereka berdua kini justru memanfaatkan interaksi Alena dengan Azam yang kini semakin
Alena melangkah mantap menuju ruangan Azam. Bumil itu sebenarnya masih malas berhadapan dengan Azam, sang suami. Namun, apa boleh buat. Ia harus profesional karena ini adalah panggilan kerja. Alena langsung mengetuk pintu ruangan Azam. Akan tetapi, pintu tak kunjung dibuka. Alena menghembuskan nafas beratnya, mulai merasakan kekesalan di hatinya. "Dasar kekanak-kanakan!" gerutu Alena langsung membuka pintu ruangan Azam. "Akhhh!" Alena sontak berteriak ketika tiba-tiba saja, tangannya ditarik dari belakang. Rupanya Azam sengaja tidak membuka pintu dan membiarkan Alena membukanya sendiri. Sementara, pria itu bersembunyi di balik pintu. "Pak tolong lepaskan say—eummm!" protes Alena langsung dibungkam dengan ciuman oleh Azam. Pria itu mencium begitu bringas namun, masih dengan kelembutan. Ciuman Azam begitu panas, seolah pria itu tengah menegaskan sesuatu. Merasakan ada sesuatu yang lain dari suaminya. Alena yang tadinya berontak kini mulai mengalungkan tanganya. Membalas ciuman Azam
Nara langsung mengadu pada Nyonya Reina. Gadis licik itu tak mau begitu saja pergi dari Galaxy group. Rencananya bahkan belum sepenuhnya ia jalankan. "Kamu tenang saja, aku akan membuat Azam menerimamu kemabli. Tapi, ingat jangan pernah berbuat gegabah lagi! Dan mulai sekarang aku yang akan mengendalikan dan menyusun rencana. Jangan pernah berbuat diluar perintahku mengerti!" ucap Nyonya Reina geram. Wanita paruh baya itu begitu kesal dengan sikap Nara yang terlalu gegabah. "Baik Nyonya kali ini aku berjanji tidak akan bertindak gegabah lagi." Nara berkata seraya tertunduk menyesali tindakannya yang terlalu cepat. Nara begitu Pedenya berpikir jika Azam pasti akan tergoda padanya. Karena bagaimana pun, Nara sedang berperan sebagai wanita masa lalunya. Sementara, dilain tempat, Azam tengah gelisah. Pria itu terus menatap jam dinding yang terpampang di ruangannya. Azam begitu menantikan saat-saat jam pulang kantor. Pria itu ingin secepatnya bertemu dan berbicara menjelaskan kesalahpah
Keesokan harinya Alena Kembali masuk ke kantor. Insiden kemarin yang mengakibatkan Mery sang manajer dihukum akibat ulahnya pada Alena. Ternyata membuat Mery justru tambah membenci Alena. Apalagi kemarin sore setelah pulang dari kantor. Nara yang sempat menggantikan tugas Alena karena suruhan Zen. Memutuskan untuk bertemu dengan Mery. Dalam pertemuan itu, Nara rupanya langsung mengajak Mery bekerja sama. Nara nyalin betul jika Mery pasti membenci Alena. Apalagi ketika Zen juga ikut memarahinya. Mery rupanya adalah salah satu karyawan yang mengagumi bahkan menaruh rasa pada Zen. Wanita itu begitu sakit hati ketika Zen, dengan terang-terangan memarahinya hanya karena seorang Alena. Dan karena itulah Mery semakin membenci Alena.Hingga wanita itu langsung mengiyakan begitu Nara mengajaknya bekerjasama. Sedangkan Nara, wanita itu tersenyum penuh kemenangan. Mendengar Mery yang mau bekerjasama dengannya. Karena itu artinya Nara tidak perlu menggunakan tangannya untuk mengerjai Alena."Z
Azam berjalan cepat menuju departemen design produksi. Pria berparas tampan. itu benar-benar emosi. Pagi ini moodnya dibuat kacau tidak karuan. Mendapati Nara, wanita masa kecilnya yang mati-matian ia hindari demi Alena. Kini justru berada dekat dengannya. Niat hati ingin melihat sang istri dari kejauhan untuk meredakan kekesalan hatinya. Azam justru dibuat begitu emosi. Ketika melihat sang istri harus repot-repot membuat belasan minuman untuk karyawannya. "Mery!" teriak Azam langsung masuk ke dalam ruangan Mery manager design produksi. "Tuan Azam." Mery begitu terkejut melihat kedatangan Azam yang begitu tiba-tiba. "Apa di Galaxy group kekurangan OB! Apa aku perlu menambah OB untuk membuat minuman untuk para karyawan!" bentak Azam seraya menggebrak meja kerja Mery membuat wanita berusia 35 tahun itu tersentak kaget. "Ma-maaf Tuan Azam apa maksud Anda?" Mery bertanya dengan gagap, maksud kemarahan Azam sesungguhnya. "Maksud ku? Kau tanya maksudku! Kau menyuruh anak magang untuk
Nara masuk ke ruangan Azam dengan langkah gemulainya. Wanita itu begitu percaya diri menatap Azam yang terlihat terkejut. Iya, Nara rupanya dipersiapkan oleh Nyonya Reina untuk menjadi sekertaris Azam. Sementara, sekertaris Azam sendiri, sudah disuap dengan sejumlah uang untuk mengundurkan diri. Nyonya Reina benar-benar tak segan menghabiskan uang untuk memuluskan jalannya. Wanita paruh baya itu benar-benar ingin menghancurkan Azam dan Alena. "Selamat pagi Pak Azam, perkenalkan saya Anara Hendropriyono. Saya adalah mahasiswi magang, tapi saya ditempatkan untuk menjadi sekertaris Bapak," ujar Nara memperkenalkan diri. Azam terdiam menatap Nara apalagi ternyata wanita itu tegah memakai kalung berliontin separuh hati. Tentu saja pria itu terpaku, pasalnya ia tahu betul makna dari liontin itu sendiri. Meski detektif suruhnya sudah memberitahu siapa wanita masa kecilnya sekaligus pemilik liontin itu. Namun, entah mengapa hari pria itu sama sekali tak tersentuh. Azam ingin melupakan ten
Hari yang ditunggu-tunggu oleh Alena pun akhirnya tiba. Dimana hari ini adalah hari pertamanya sebagai mahasiswa magang. Alena berdandan begitu cantik dengan setelan formalnya. Meski kandungannya sudah menginjak usia 5 bulan. Namun, Alena masih terlihat begitu cantik. Perutnya yang sedikit membuncit tak mengurangi keindahan tubuh Alena. Justru wanita itu semakin terlihat seksi. "Sayang, kau yakin akan ke kantor?" tanya Azam seraya memeluk Alena dari belakang. Alena tersenyum, wanita yang tengah mematut dirinya di depan cermin, akhirnya membalikan tubunya menghadap ke arah sang suami. "Iya Mas, bukankah sudah dari satu minggu lalu aku melamar dan kau juga kan yang menyetujuinya." Alena menangkap wajah sang suami yang terlihat sendu. Entah kenapa satu minggu ini Azam menjadi pria yang begitu maja. Bak anak kecil, Azam kadang tak segan merengek minta dimanja. "Tapi kalau kamu cantik begini, apa aku bisa rela. Lagi pula kenapa status harus disembunyikan si sayang," rengek Azam lagi-la
Tiga hari setelah pertemuannya dengan ayah dan mamah tirinya. Azam terlihat semakin posesif. Tentu saja kejadian beberapa bulan lalu, ketika Alena diculik oleh Nyonya Reina dan Karen. Membuat Azam begitu posesif kali ini. Bagaimana pun pria itu tahu betul bagaimana sikap Karen dan mamah tirinya itu. Azam tentu tidak ingin ambil resiko. Apalagi saat ini Alena tengah mengandung buah cintanya. "Mas, bukankah magangku empat hari lagi, tapi kenapa sekarang aku sudah harus itu kamu ke kantor?" tanya Alena pada Azam. Kini mereka tengah berada dalam mobil yang hendak ke kantor Galaxy group. "Sayang, bukankah kau harus mengenal lebih dekat perusahaan yang akan kau singgahi." Azam menjawab pertanyaan Alena tanpa mengalihkan pandangannya ke layar laptop. "Baiklah, bararti aku langsung ke kampus setelah makan siang ya Mas," ujar Alena seraya memakan sandwich sisa sarapannya yang ia bawa. "Siapa yang menyuruhmu pergi ke kampus?" "Maksud Mas?" "Kau akan di kantor menemani ku sampai jam pulang
Pernyataan Tuan Abraham sontak membuat Azam dan Alena terkejut. Bagiamana tidak, sang ayah begitu entengnya meminta dirinya untuk menikahi wanita lain. Padahal saat ini jelas-jelas Alena ada di sampinya. Ditambah lagi, istrinya itu kini tengah mengandung. Namun, Tuan Abraham seolah tak perduli dan tak menganggap Alena sama sekali. Alena benar-benar tak ada harganya di mata kedua orang tua itu. "Apa Ayah sadar dengan permintaan Ayah barusan? Tidak kah Ayah lihat aku sedang bersama siapa? Bahkan istriku sedang hamil Yah, dan Ayah dengan entengnya memintaku untuk menikahi wanita itu!" Azam benar-benar geram, sambil menunjuk Karen. Pria itu meluapkan emosinya yang membuncah. "Persetan dengan pernihakan mu! Aku tidak merestuinya Azam! Pokoknya kau harus menikahi Keren secepatnya!" hardik Tuan Abraham tak berperasaan. "Heh, persetan dengan pernikahan ku? Kalau begitu aku pun sama, persetan dengan permintaan mu Ayah! Sampai kapanpun aku tidak akan menikahi wanita itu!" Azam membantah den