"Ha? Nggak salah ngomong gitu?" tanya Mika terhadap Ridwan Ridwan menggeleng. "Tidak. Kamu memang berubah, Mika. Kamu tidak seperti Mika yang dulu," ujar Ridwan menatap Mika dengan sendu. Seperti seseorang yang baru saja dikecewakan. Sinta dan Mika saling tatap dengan ekspresi yang sulit diartikan. Keduanya seolah menunjukkan sikap malas terhadap Ridwan. Seolah, apa sih yang dilakukan Ridwan ini? "Ridwan. Jangan mendrama di sini. Lebih baik kau segera pergi dari sini," usir Mika sekali lagi. Ridwan menggeleng pelan. "Dulu kamu nggak kasar seperti ini, Mika. Kamu memang sudah berubah." "Ya iyalah sudah berubah. Udah jadi istri orang. Tambah cantik dan mempesona. Secara ada yang mencintai dengan tulus. Beda sama dulu yang dicintai karena bulus," ujar Sinta dengan tatapan sinis dan kata-katanya yang menyindir. Ridwan mendelik. Dia mencoba mengabaikan Sinta dan menatap Mika. "Mik. Aku mohon sama ka
Keduanya berada dalam posisi romantis. Seperti pasangan yang baru menyelesaikan sesi dansa. Beberapa saat kemudian keduanya sama-sama tersadar. Mika pun segera melepaskan diri dari pelukan itu. Terlihat dia yang tampak kikuk setelah kejadian itu. Berusaha mengalihkannya dengan memperbaiki penampilan."Kamu nggak papa?" tanya Noval kemudian.Mika tersenyum canggung. Dia menggeleng pelan. "Tidak. Tidak apa.""Kita berangkat sekarang?" tanya Noval sekali lagi.Mika mengerjapkan matanya beberapa kali. Sebelum itu dia menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Dia tengah menguatkan diri. "Baiklah. Ayo kita berangkat," ujar Mika. Keduanya pun keluar dari kamar bersama-sama.Pak Purnomo dan yang lain berada di ruang tamu. Tentu mereka melihat kehadiran Noval dan juga Mika. Tatapan Bu Tuti pun memicing melihat penampilan suami istri yang tampak rapi itu. Dia memerhatikan Mika dan Noval dari atas sampai bawah yang mana mereka memang terlihat sangat berbeda.Noval dengan setelah jas rap
Bola mata Mika memanas hingga memerah. Tangannya terus menutupi bibir yang terbatuk tiada henti sejak beberapa saat lalu. Bahkan dadanya kini terasa sesak sehingga dia harus memukulnya pelan beberapa kali."Kamu kenapa?" tanya Noval panik.Melihat Mika yang seperti itu, Noval yang berada di sampingnya pun sigap mengambil air dalam gelas. Tak peduli itu miliknya atau milik Mika. Dia membantu sang istri untuk meminumkan air itu. "Minum secara perlahan," ujar Noval pada Mika. Satu tangannya yang bebas memukul punggung sang istri dengan pelan."Kalau makan pelan-pelan saja. Tidak perlu terburu-buru," lanjut Noval. Di sela batuknya Mika melirik Noval tajam. Dia bertanya dalam hati apakah Noval tidak paham karena apa dia terbatuk? Namun, dia bisa melihat senyum satu sudut bibir Noval yang tersungging."Kamu tidak papa, Sayang?" tanya Meysa khawatir. Dia menatap menantunya dengan perasaan bersalah karena sebab perkataannyalah Mika menjadi seperti ini.Surya. Pria itu menatap sang istri deng
Mika dibuat bengong kala sudah mendapati oleh-oleh dari kedua mertuanya telah dibongkar oleh Olip. Banyak macam kue yang sudah terbuka dan isinya sudah tidak utuh lagi sebab Olip memakannya."Lip. Kok kamu makan sih?" tanya Mika dengan kesal. Dia sedikit membanting paperbag yang sebelumnya dia pegang.Olip yang baru saja memasukkan kue cokelat ke mulutnya tersenyum lebar. "Salah sendiri. Siapa suruh naroknya sembarangan. Mana isinya makanan enak-enak lagi. Ya sudah aku makan." Dia berujar santai."Ya setidaknya izin dulu lah. Biarkan yang punya makan duluan," ujar Mika dengan mengentakkan kakinya kesal."Ah. Kelamaan kalau izin dulu. Toh yang punya ada di rumah ini kan? Jadi nggak masalah lah kalau isinya dimakan sesama penghuni rumah ini," ujar Olip. Dia bahkan kembali mengambil kue yang masih ada di atas meja."Nggak sopan banget sih jadi orang Lip. Suka banget ngambil punya orang." Mika memaki adiknya. Dia, kan belum mencicipinya. Enak saja Olip sudah lebih dulu membuka dan memakan
Sejak bertemu dengan kedua orang tua Noval, Mika kembali memikirkan mengenai kedua orang tua kandungnya yang belum dia ketahui identitas mereka hingga saat ini. Noval memang mengatakan ingin membantunya, tetapi tetap saja Mika merasa tidak sabar. Contohnya saja malam ini. Mika tidak bisa tidur dengan tenang. Perempuan itu berusah untuk memejamkan matanya tetapi tetap tidak bisa. Dia miring ke sini lalu miring ke sana. Terlentang lalu tengkurap tetap tidak bisa tertidur juga. Akhirnya dia pun memilih untuk bangun saja mendudukkan dirinya. "Kenapa sih?" tanyanya dengan perasaan kesal. Ada perasaan takut juga hadir dalam diri perempuan itu. Kedua orang tua Noval begitu baik pada dirinya. Hal yang belum pernah dia dapat dari Pak Purnomo dan Bu Tuti selama ini. Dalam hati dia terus bertanya bagaimana kalau nanti kedua orang tuanya itu tidak sesuai harapan Mika. Noval yang tertidur di sebelaah Mika tentu saja merasa terganggu. Pria itu membuka matanya dan melihat Mika yang terbangun. Dia
Meskipun Noval sudah memperingatinya, Mika tetap merasa tidak tenang. Bagaimana kalau kedua orang tuanya benar-benar penipu? Mika merasa kesal karena otaknya ini tidak bisa berpikir yang baik-baik saja. "Hei." Sinta menepuk pundak Mika karena sejak tadi dia memanggil temannya itu tidak ada tanggapan sama sekali. Mika terkejut dan gelagapan. "Maaf-maaf." "Kamu kenapa sih?" tanya Sinta yang sejak tadi melihat Mika melamun. Mika menatap Sinta lalu menggeleng pelan. "Tidak. Tidak apa," ujarnya kemudian. "Jangan bohong. Kentara sekali kamu memiliki masalah. Ada apa? Tidak lagi ada masalah sama Noval, kan?" tanya Sinta dengan tatapan menyelidik. Mika menggeleng. "Tidak kok." "Lalu? Masalah dengan adik kamu?" Sinta masih belum menyerah untuk mengetahui masalah temannya ini. Mika kembali menggeleng. "Tidak kok." "Lalu ada apa? Cerita sini." Kedua bahu Sinta menurun. Mika terdiam beberapa saat. Dia tampak menimang apakah dia harus mengatakannya pada Sinta? "Hei. Kita ini
Baru saja Mika merasa senang karena Bu Ane mau menceritakan kisah masa lalu kedua orang tuanya, tetapi sedetik kemudian dia dibuat patah hati kembali ketika mendapati kenyataan tentang mereka yang sudah tiada. Bola mata Mika memanas seketika. Tak lama, air bening jatuh dari kelopaknya dan membasahi pipi. Kenyataan yang baru dia dapat benar-benar menyakiti hati. Bu Ane yang melihat itu langsung merasa panik. Dia berpindah duduk di dekat Mika. "Mika. Mika kamu tidak papa, Nak?" tanyanya khawatir melihat Mika yang menangis. Tiba-tiba saja dia merasa bersalah. "Maaf, Mika. Ibu tidak bermaksud membuat kamu sedih." Dia mengelus pundak Mika. "Mungkin kita bisa lanjutkan ceritanya lain kali saja jika kamu sudah siap?" Bu Ane memberi saran. Namun, Mika segera menggeleng. Dia menolak saran itu karena sudah lama dia ingin tahu kebenarannya. Dia akan mendengarkannya sekarang juga meski akan terasa menyakitkan. "Tidak, Bu. Sekarang saja. Saya ingin tahu mengenai mereka sekarang saja." "Tap--
Noval menghentikan motorya tepat di hadapan Mika yang berjalan menunduk. Pria itu sebelumnya tengah berada di perjalanan pulang ketika melihat istrinya yang berjalan tanpa melihat ke depan. Noval pun tahu kalau ada yang tidak beres dengan Mika.Tak lama, dia mendapat perhatian perempaun itu. "Apa yang kamu lakukan?" Suara Mika terdengar marah. Namun, ekspresi wajahnya menunjukkan kesedihan."Makanya. Kalau jalan lihat depan. Untung aku yang ada di sini. Kalau orang lain, mungkin kamu tinggal nama." Jangan harap Noval akan menghibur Mika meski tahu istrinya dalam keadaan bersedih."Cepat naik," ujar Noval dengan menunjuk ke arah jok belakang ketika melihat Mika akan menangis.Tanpa banyak kata, Mika pun menaiki motor milik Noval. Perempuan itu langsung memeluk suaminya erat dan meletakkan pipi di punggung Noval. Dia menangis tanpa suara di sana, tidak peduli kalau kaus pria di hadapannya ini akan basah.Sesampainya di rumah, bersyukur kalau tidak ada orang di depan. Entah mereka di man
Setelah menutup panggilan telepon dari ibunya beberapa menit lalu, itu membuat Olip termenung. Perempuan itu berpikir cukup lama dengan acara syukuran di rumah baru Mika."Datang nggak ya?" tanyanya pada diri sendri. Tentu kita tahu apa yang dikatakan oleh Olip pada ibunya tadi di telepon kalau dia tidak mau datang ke acara itu.Ya. Kita tahu kalau Olip semakin merasa kesal dengan apa yang dicapai oleh kakanya, apalagi kelakuan Ridwan akhir-akhir ini yang memperlihatkan seperti dirinya tida ada artinya lagi untuk Ridwan.Olip menggigit bibir bawahnya dengan ekspresi gelisah. Dia menunduk melihat perutnya yang rata. Dia mengelusnya pelan dengan ekspresi sedih."Pasti di sana sekarang banyak makanan. Pasti banyak yang enak-enak juga." Olip membayangkan makanan yang kini ada di rumah Mika. Ayam, daging, sayur, buah dan juga jajanan. Belum lagi kue-kuenya."Apa aku ke sana saja, ya? Sudah lama banget nggak makan enak. Udah berapa hari ini makanya cuma emi," ujarnya sekali lagi. Dia masih
Keluarga Noval dan juga neneknya Mika saling mengobrol bersama di sebuah ruangan yang terpisah dengan tempat acara syukuran berjalan. Kedua keluarga berkenan dan bercerita mengenai kilas balik.Mika dan Noval memasuki ruangan. "Maaf, ya. Kami baru bisa menemani," ujar Mika merasa bersalah."Tidak apa. Namanya juga lagi punya hajatan. Pasti sibuk ngurusin para tamu." Nenek Saseka berujar dengan senyuman.Nyonya Maysa tersenyum. Dia menepuk punggung tangan Mika. "Semoga di rumah baru ini hubungan kalian semakin erat," ujarnya mendoakan yang terbaik."Dan yang pasti, semoga kalian segera mendapat momongan," lanjutnya dengan senyuman mengembang.Noval yang mendengar itu langsung menatap papanya di mana sang papa hanya memberikan senyum miring di sana."Benar tidak Nyonya Saseka?" tanya Nyonya Maysa pada nenek Mika."Betul itu. Saya juga pengen segera dapat cicit dari Mika. Saya sudah tua. Harus cepet. Takutnya keburu diambil sama yang maha kuasa." Nyonya Saseka berujar.Mika yang mendenga
Bu Tuti yang kepikiran mengenai Olip setelah mendapat pertanyaan dari beberapa tetangganya tadi gegas menuju tempat paling belakang agar tida diketahui orang. Tidak. Dia bukannya ingin berbuat curang. Dia hanya ingin mencoba menghubungi Olip karena merasa heran putrinya itu bum datang juga. Padahal, dia sudah memberitahu mengenai acara ini."Jangan-jangan dia beneran tidak mau datang lagi. Kemarin, kan dia bilang gitu." Bu Tuti mulai berkutat dengan ponsel miliknya, mencari nomor milik Olip dan mencoba untuk menghubunginya.Panggilan pertama tidak mendapat jawaban meski dia tahu kalau nomor Olip aktif. Hingga percobaan ketempat, dia pun akhirnya bisa mendengar suata Olip. Bu Tuti terlihat lega akan hal itu."Olip. Kamu ini ke man aja sih? Dihubungi dari tadi coba," ujar Bu Tuti yang langsung mengomel. Padahal beberapa saat lalu dia terlihat khawatir."Maaf, Bu. Tadi Olip dari kamar mandi. Ibu tahu sendiri kalau kamar mandi di kontrakan ini harus antre." Olip berujar dari seberang sana
Acara syukuran rumah Mika berlangsung. Jika siang ini diperuntukan untuk para ibu-ibu, naka di acara malam nanti akan diperuntukan untuk para bapak-bapak. Biar tidak tercampur begitu. Terlihat Bu Tuti yang tampak sibuk dan juga kerepotan karena perempuan itu memang diserahi tugas untuk mengatur makanan oleh Mika. Bukan karena semangat, tetapi diahanya tidak ingin kalau acara ini apan memiliki masalah pada makanannya karena itu akan menjadi hal yang tidak baik nantinya. Para tamu sudah datang. Mereka mulai pengajian dengan seseorang yang memimpin. Namun, kita tahu kalau seperti ini pasti ada saja beberapa orang yang tidak fokus. "Bu Tuti tumben giat gitu bantuin Mika." Ya. Beberapa ibu-ibu malah salfok sama keberadaan Bu Tuti yang terlihat sangat sibuk mengatur menu yang ada di acara syukuran ini. "Iya. Dia seperti paling sibuk ngatur menu sejak tadi." 'Tumben. Kan ini acaranya Mika." "Memang kenapa kalau acaranya Mika?" tanya salah satu ibu-ibu yang sejak tadi mendengar pembicar
Olip meringkuk ketakutan. Dia menunduk sembari menangis, sesekali melirik ke arah keberadaan suaminya dengan tubuh bergetar. Bagamana tidak? Ridwan yang biasanya akan selalu menurutmu kemauannya, selalu mengalah kikadia marah, kini berubah seratus delapan pukul derajat. Bahkan kini Olip sangat ketakutan melihat suaminya itu. "Enak?" tanya Ridwan dengan senyum miring. Pria itu pun bangkit lalu mengenakan pakaianya secara cepat semampu melirik sinis ke arah Olip. Terlihat ekspresi penuh kepuasan di wajah pria itu. Setelah mengenakan pakaiannya dengan lengkap, dia pun mendekati Olip. Hal itu membuat Olip kembali merasakan takut. Dia menarik tubuhnya untuk semakin merapat ke dinding yang ada di belakangnya. Sedikit gerakan saja dia sudah berdesis. Olip merasakan kesakitan di sekujur tubuhnya karena mendapat penyiksaan dari Ridwan. Yang paling parah adalah bagian intinya karena Ridwan sudah menggangg*hinya secara brutal dan kasar. "Jangan," bisik Olip. Ridwan pun hanya terkekeh. Tak
Ridwan merasa marah dan kesal dengan insiden yang terjadi padanya di warung kopi tadi. Niat hati bertemu teman lama yang dulunya sama-sama bekerja mejadi guru, dia malah dipermalukan oleh ibu mertuanya. "Sial*n! Kurang ajar sekali orang tua itu. Berani-beraninya dia mempermalukan aku di tempat umum," ujar Ridwan yang terus menggerutu sepanjang perjalanan tadi. "Mana pukulannya sakit semua lagi?" Dia masih di atas motor menuju kontrakannya. Sesekali Ridwan melihat lengannya yang tadi juga terkena pukulan dari Bu Tuti. Terlihat beberapa ruam di sana akibat cubitan juga. Tiba-tiba pandangannya menajam lurus ke arah depan. Giginya bergemerut satu sama lain menandakan amarah pria itu. "Olip" Dia mengucapkan nama istrinya dengan suara menggeram. Kilat emosi terpancar di sorot matanya. Entah seberapa marah pria itu saat ini. "Awas saja kau Olip. Kau sudah membuat aku dipermalukan oleh ibumu di tempat umum. Tungu saja pembalasanku," ujarnya kemudian. Meski sejak dipukuli tadi dia terus
Tepat ketika mobil sampai di rumahnya Bu Tuti langsung turun dan berjalan cepat memasuki rumahnya."Ada apa, Bu?" tanya Pak Purnomo yang melihat istrinya baru datang. Namun, ekspresinya membuat dia bertanya-tanya.Bu Tuti hanya menoleh sekilas pada suaminya lalu kembali membuang muka dan melanjutkan langkah untuk memasuki rumah. Dia kembali merasa kesal pada sang suami kala mengingat kalau suaminy itu duku tidk mau membela Olip ketika mendapat perlakuan tidak baik dari Ridwan.Pak Purnomo semakin merasa bingung dengan keadaan istrinya. "Ada apa sih? Ditanya bukannya jawab malah nyelonong aja." Dia menggeleng pelan sembari berkacak pinggang.Pak Purnomo berniat duduk kembali ketika pandangannya menangkap keberadaan Bu Ane yang sedang menurunkan belanjaan dibantu sopir Mika.Dia pun mengurungkan niatnya untuk duduk dan memilih untuk membantu Bu Ane. "Banyak sekali belanjaannya, Bu?" tanya Oak Purnomo uang terkejut melihat isi bagasi mobil itu.Bu Ane mengangguk. "Iya, Pak. Ini saja belu
"Dasar laki-laki tidak tahu diri. Tidak berguna. Bisanya hanya menyusahkan saja. Laki-laki macam apa kamu. Tidak bertanggung jawab. Pria macam apa kamu? Sukanya main tangan. Kurang ajar!" Bu Tuti terus menyerocos tiada henti untuk meluapkan kekesalannya. Tak lupa tangannya yang terus bergerak memukuli Ridwan."Berani-beraninya kamu, ya. Berani-beraninya kamu menampar putriku. Kurang ajar kamu. Laki-laki kurang ajar kamu," ujar Bu Tuti dengan terus memukuli pundak Ridwan."Apa sih, Bu?" tanya Ridwan yang mencoba menghindari pukulan Bu Tuti. Namun, ibu mertuanya itu terus saja memukulinya."Apa sih, Bu. Apa sih, Bu. Jangan pura-pura kamu. Laki-laki tidak tahu malu. Beraninya main tangan sama perempuan. Kamu laki-laki apa banc*?" Bu Tuti terus memberikan pukulan pada Ridwan.Ridwan yang terkejut akan kedatangan Bu Tuti dan segala tingkah lakunya kini mulai merasa kesal. Dia pun segera menepis tangan ibu mertuanya itu."Apa-apaan sih, Bu? Bikin malu aja," ujar Ridwan. Dia menatap ke seki
"Ke mana sih si Ridwan ini? Udah beberapa hari kok nggak datang. Biasanya datang cari makanan?" tanya Bu Lestari yang merasa bingung karena tidak melihat Ridwan datang beberapa hari ini."Kan mau ada yang aku tanyakan," ujarnya sekali lagi. Dia bahkan mondar-mandir di ruang tamu sembari menggigit jarinya.Suara motor terdengar mendekat. Bu Lestari tahu itu suara motor siapa. "Itu suara motor Ridwan," ujarnya semangat.Bu Lestari pun dengan bersemangat langsung keluar dari rumah. Dia tersenyum melihat putranya memarkirkan motornya."Kamu ini ke mana aja sih, Wan? Kok dua hari ini nggak ke sini?" tanya Bu Lestari.Ridwan yang mendengar perkataan ibunya pun mengerutkan keningnya, merasa heran dengan ibunya. "Ada apa memang, Bu?" tanyanya kemudian."Ada yang mau ibu tanyain," ujar Bu Lestari. Dia langsung meraih tangan Ridwan dan menariknya memasuki rumah dan mengajaknya duduk."Ibu mau tanya," ujar Bu Lestari kemudian.Ridwan berdecak. "Nanti aja deh, Bu. Ridwan laper nih. Pengen makan,"