"Apa syaratnya, hemm?" tanya Pak Bagus dengan begitu lembut."Aku mau mobil sama hape baru, terus Ini juga punya hutang tiga puluh juta." Dara terdiam sejenak lalu menatap Pak Bagus dengan tatapan manja."Mas bisakan beliin aku iPhone sama mobil plus lunasi hutang ibuku?" Wajah tirus itu sengaja dibuat manis.Pak Bagus mikir sejenak."Mobil sama iPhone ya." "Bisa 'kan? Kalau engga ya udah jangan pernah ganggu hidup Dara lagi." Bibir yang dihias lipstik pink itu mencebik."Iya iya cantik, nanti Mas beliin ya, tapi kalau Mas ngajak jalan jangan nolak dong.""Ya tentu asal Mas nepati janji." Dara masih jual mahal."Tunggu aja ya, satu Minggu lagi mobilnya udah ada, kalau iPhone malam ini beli juga ok." Pak Bagus tersenyum percaya diri.Tentu saja Dara tercengang, tak menyangka semudah itu mendapat uang.Andai saja yang dihadapannya ini Feri, sudah pasti aku makin bahagia."Beneran, Mas? Malam ini boleh beli?"Pak Bagus mengangguk."Bener dong, yang penting kesayangan Mas ini bahagia."D
"Emm, engga ah, Mas, Dara takut."Pak Bagus makin gemas, ia pikir gadis di depannya ini masih polos dan lugu."Ga usah takut, Mas ga akan ngapa -ngapain kok, kita cuma santai-santai aja berdua, kalau di hotel 'kan enak ga ada yang ganggu." Kecuali kalau khilaf, bisik Pak Bagus dalam hati "Duh gimana ya." Dara kebingungan, mencari ide agar bisa pulang sekarang, males banget harus layani aki-aki."Kamu 'kan udah Mas beliin hape, mahal lagi masa diajak ke hotel aja ga mau."Dara berdecak kesal, lelaki sama saja kalau ngasih suka ada maunya."Kalau Mas ga ikhlas ya udah, nih aku balikin." Dara menggeser kasar paper bag ponsel yang baru dibeli itu ke hadapan Pak Bagus "Mas ikhlas kok, Sayang, udah ya jangan ngambek.""Abisnya Mas perhitungan." Dara mencebik kesal."Iya iya kalau Dara ga mau ke hotel gapapa tapi temani Mas malam ini ya, Mas kangen banget sama kamu." Dara langsung melirik ke arah lain, males banget pengen pulang.*Sementara di rumah Feri sedang ditelpon mamanya yang pul
bab 34.A MS"Ibu teh bingung mau persen apa, takut kemahalan Eneng aja yang milih ya." Bu Nendah merasa tak enak diberikannya lagi selembar buku menu itu ke Naura."Ibu suka daging panggang apa rebus?""Dua-duanya." Bu Nendah terkekeh."Ya udah aku pesenin ya.""Pilih yang murah aja, Neng."Naura hanya tersenyum menanggapi kepolosan ibunya.Jangankan daging, raganya pun sanggup ia berikan untuk sang ibu."Oh ya, Neng, tempat ini teh Bagus pisan, Ibu berasa mimpi ada di sini, dulu Ibu ga jauh dari kebun dan sawah." Bu Nendah terkekeh.Tak terbayangkan akan menikmati hidup mewah, hatinya tak henti merasa bersyukur, ternyata dibalik kehidupan pahit yang ia rasakan selama bertahun-tahun berbuah manis diakhir hidupnya.Mengingat masa lalu hati Bu Nendah kembali merasa perih, masa-masa yang kelam itu sukses membuat matanya sedikit berkaca-kaca, begitu banyak waktu berharga yang terbuang sia-sia."Abis ngapain sih, Mas?" tanya Naura. Ia melihat raut wajah suaminya berbeda."Ada urusan sedik
"Papa rasa ga perlu diperdebatkan lagi, setuju ga setuju Papa tetap akan nikahi Dara secara siri dulu."Pak Bagus naik ke lantai atas, ia begitu rindu gadis yang dicintainya, tak sabar ingin segera menelpon Dara."Ma, kalau menurut aku lebih baik Mama ga usah minta cerai dulu, Mama harus siksa dulu batin gadis itu, kalau langsung cerai keenakan adiknya si Naura dong," sahut Jeni yang merasa geram."Emang ya adiknya si Naura itu kurang ajar, matrenya ga ketulungan sama kayak ibunya." Jeni menggerutu lagi."Aku antar Mama ke kamar ya, Mama harus istrahat, sebagai perempuan kita harus kuat, Mama harus balas rasa sakit itu pada Dara, dan gadis itu ga boleh menari-nari di atas penderitaan Mama.""Tapi Mama ga kuat harus dimadu, Jen, Mama mau cerai." Tak kuasa Bu Nisya memeluk menantu pertamanya menumpahkan tangisan di sana."Aku ngerti Mama ga tahan, Mama sakit. Tapi kita ga boleh membiarkan dia menang, Ma." Jeni mengelus-elus punggung mertuanya dengan lembut."Jen, lebih baik antar Mama k
"Dara! Apa betul kamu punya hubungan sama mertuanya Naura hah?!"Pulang kerja gadis itu langsung disemprot oleh murka ayahnya, ia melirik sang ibu merasa risih, sudah lelah dimarahi pula."Nanti dong, Pak, ngomongnya Dara masih capek.""Diem kamu, Bu!" Pak Endang menatap tegas istrinya."Jawab Dara! Kamu mau nikah sama Pak Bagus?"Dara menghembuskan napas secara kasar sambil melotot."Iya, Pak, emangnya kenapa? Bapak tahu Pak Bagus mau kasih aku mahar satu milyar, lagian kalau dandan dia ga kelihat tua kaya Bapak, dia masih modis wajahnya juga masih kelihatan berwibawa."Plak!Satu tamparan mendarat di pipi gadis cantik itu, Dara meringis merasakan hawa pas menjalar di pipinya."Sadar kamu! Dia sudah punya istri, dan dia juga mertuanya kakakmu, apa kamu sudah ga waras?" Pak Endang makin murka."Ya ampun zaman sekarang banyak kok lelaki beristri dua, apalagi dia kaya, udahlah Bapak ga usah berpikir berlebihan, dari pada aku nikah sama anak muda tapi kere."Amarah Pak Endang semakin mem
"Orang tua macam apa yang tega menyakiti istrinya juga memberikan contoh buruk pada anaknya!""Kalau Papa tetap mau menikahi gadis itu silakan, tapi ceraikan dulu mama!"Puas melampiaskan amarah Feri melajukan motor kembali menuju rumahnya, sementara Pak Bagus terus melanjutkan langkah ke rumah gadis impiannya.*Wajah Pak Endang terlihat merah ketika besannya itu melamar putri bungsunya, ia merasa jijik sekaligus geli dengan kelakukan lelaki seumurannya itu"Maaf, Pak Bagus, saya ga bisa menerima lamaran ini, alasannya tentu Anda sudah tahu kalau kami ini besanan dan yang kedua Anda sudah punya istri."Dara yang duduk di samping Bu Rita terlihat mencebik, apalagi Pa Bagus, hatinya mulai gelisah karena ingin secepatnya menikahi Dara."Saya akan berikan mahar satu milyar untuk Dara, tak hanya itu satu set perhiasan emas ini akan jadi milik Dara jika Bapak menerima lamaran saya." Dengan tak tahu malu Pak Bagus meminta.Ia benar-benar telah dibutakan oleh guna-guna buatan Dara, tak bisa
Kabar pernikahan Dara dan Pak Bagus sudah menyebar, termasuk para karyawan pabrik baik bagian produksi ataupun management.Feri seakan tak memiliki wajah saat teman-temannya bertanya memastikan kabar itu benar atau tidak, ia hanya bisa mengiyakan tanpa berani memberi tanggapan."Mas, aku udah resign kerja, males banget orang-orangnya pada sinis sama aku," ujar Dara saat mereka telponan."Ya udah ngapain kerja, sebentar lagi kamu akan jadi nyonya Bagus, cukup diam di rumah aja menanti Mas pulang." Pak Bagus berbunga-bunga membayangkannya."Tapi transfer aku dong, Mas, udah tipis nih buat jajan." Dara merengek manja."Ok, Mas transfer sekarang ya, Sayang, tapi awas jangan keluyuran ga jelas, dua Minggu lagi kamu jadi milik Mas loh.""Iya iya, cepetan dong transfer." Dara sedikit jengkel malas basa-basi.Tak lama ponselnya berdenting, sebuah pesan masuk menandakan uang sebanyak lima juta telah masuk ke rekeningnya, senyum gadis itu merekah.Walaupun tak mendapatkan Feri tapi aku mendapat
Pagi hari Pak Bagus merenung di rumah besan sekaligus mertuanya, rasa kecewa terhadap Dara semalam entah kenapa sedikit membuka mata hatinya.Tiba-tiba ia teringat Bu Nisya, istri yang selalu setia menemaninya dalam suka dan duka. Ia meraih gawai yang terletak di hadapannya lalu membuka aplikasi hijau.Sedikit kecewa ternyata istrinya itu sudah memblokir nomornya, Pak Bagus tiba-tiba terdiam tersadar jika menikah dengan adik menantunya memang salah.Yang lebih menyakitkan lagi pagi ini Dara sama sekali tak menyapanya, gadis itu asyik dengan ponselnya sedang berbelanja online.Ia benar-benar kalap setelah uang satu milyar berhasil di tangannya, dan melupakan kewajiban sebagai istri."Dara, Mas mau sarapan bisa tolong buatkan?" Mendadak ia merasa sungkan.Padahal sebelum menikah cintanya begitu menggebu-gebu terhadap Dara, kenapa sekarang jadi hambar? Pak Bagus merasa aneh."Iya bentar."Sambil sedikit cemberut Dara ke dapur kebetulan ibunya sedang menghangatkan lauk sisa kemarin."Dara
"Kecuali apa!" bentakku sambil menatapnya tajam."Loh, Sayang, kok kamu bentak-bentak Pak Bagas gitu? Ada apa?" tanya Mas Dari yang tiba-tiba datang dari arah belakang.Aku sudah tak tahan dengan semua ini, lantas berdiri dan menatap tajam wajah Bagas."Mas, lebih baik tolak bantuan dari lelaki ini!" telunjukku mengarah ke wajah Bagas.Lelaki itu sedikit panik dan ketakutan, ia pikir aku akan diam saja ditekan olehnya, jangankan menggertak mencoba membunuhnya saja aku berani.Ya, tepat dua tahun yang lalu Bagas mencoba melecehkanku di vilanya yang berada di puncak Bogor, mereka sengaja memberikan obat tidur pada ketiga temanku lalu dengan santainya menggodaku hingga berusaha melecehkanku di tempat itu.Namun, aku tak Sudi disentuh olehnya, saat itu aku melawan sekuat tenaga hingga berhasil memukul kepalanya dengan bangku, kepala Arvin berdarah, tetapi lelaki itu tak menyerah terus menyerangku untuk mengoyak diri iniHingga akhirnya aku kalap lalu menancapkan pisau daging ke perut dan
Naura mematung dengan tangan mengepal erat, di dadanya ada amarah yang membuncah hebat.Ia benci embusan napas itu, ia juga benci seringai menjijikkan itu yang hampir merenggut kesuciannya beberapa tahun silam, andai Naura tak pandai bela diri tentu sekarang dirinya sudah menjadi sampah."Maaf sekali, Pak Burhan, sepertinya saya berubah pikiran.""Maksud Anda?" Pria berjas silver bernama Burhan itu mengerenyitkan dahinya."Ya, tanah ini tidak jadi saya jual, mohon maaf ya, Pak."Lelaki bernama Burhan itu melirik Naura dengan intens, lalu melirik kliennya yakni Bagas."Maaf kalau boleh tahu apa alasan Bu Naura membatalkan jual beli tanah ini? Bukankah sebelumnya kita sudah sepakat soal harga? Di depan kita sudah ada pembeli yang berani menawar dengan harga tinggi loh, Bu."Naura terdiam sejenak menatap lelaki bernama Bagas yang sangat ia benci setengah mati."Alasannya karena saya tidak menyukai dia." Naura menunjuk dada Bagas dengan tatapan dingin.Sontak saja Bu Nendah dan Pak Burhan
"Pak Polisi?" Tenggorokan Dara tercekat.Bagaimana tak panik teman-teman yang digadang -gadangkan akan melindunginya malah hilang entah ke mana. Sekarang ia mendapati dirinya dalam keadaan mengkhawatirkan."Ini surat penangkapan Anda, saya harap Anda bisa diajak kerja sama." Polisi itu menyerahkan secarik kertas yang membuat Dara kian panik."Tapi ... saya ga bersalah kok, Pak polisi." "Ikut saja ke kantor ya. Ayo." Pimpinan aparat itu menyuruh bawahannya yang berjenis kelamin wanita agar membawa Dara."Sial!""Sial!"Ke mana Yopi, Clara dan yang lainnya? Lalu ada apa dengan tubuhku? Apa yang mereka lakukan semalam?Selama digiring pihak kepolisian Dara terus bertanya-tanya dalam hatinya, tiba-tiba ia langsung teringat Yopi.Apa jangan-jangan lelaki itu sudah menj*mah tubuhku? Kurang ajar kau Yopi, lihat saja nanti.Di ruang penyelidikan Dara terus di bombardir pertanyaan-pertanyaan yang membuat dirinya kehilangan konsentrasi karena pertanyaan tersebut hanya itu-itu saja dan dilontar
"Soal itu kami masih menyelidikinya Pak Feri jangan khawatir kita akan menemukan pelakunya secepat mungkin."Usai berbincang dengan aparat kepolisian jenazah Pak Bagus pun diperbolehkan pulang, seluruh keluarga besar Bu Nisya dan Pak Bagus datang kembali ke rumah itu.Mereka tak menyangka Pak Bagus akan meninggal dalam waktu berdekatan dengan istrinya, ada yang menganggap ini cinta sejati antara mereka ada juga yang menganggap karma."Fer, apa kamu melihat Dara?" tanya Farhan."Tidak, aku sudah menelpon Pak Endang mungkin dia di perjalanan sekarang," jawab Feri.Benar saja beberapa menit kemudian Pak Endang dan Bu Rita datang memakai pakaian serba hitam."Saya ikut berduka cita, Nak Feri," ucap Pak Endang."Terima kasih.""Oh ya mana anakmu si Dara itu? Kenapa dia ga ke sini?" tanya Jeni yang duduk di dekat suaminya.Saat ini jenazah Pak Bagus sedang dimandikan di belakang rumah.Pak Endang tak menjawab ia malah melirik istrinya."Mungkin sebentar lagi," jawab Bu Rita, karena sebenarn
"Hah!" Napas Dara terengah-engah melihat suaminya tergeletak di lantai dengan wajah penuh kesakitan, sedangkan dari dalam dadanya keluar darah dengan derasIa baru tersadar jika tindakannya barusan memang dikuasi setanDara beringsut mundur sambil menutup mulutnya, tubuh kurus itu bergetar ketakutan."Mas." Dara menggoncangkan tubuh suaminya menggunakan kaki.Tapi Pak Bagus tak bergerak, bahkan matanya melotot tanpa berkedip.Dara semakin panik, matanya liar melihat ke sekeliling ruangan, beruntung tak ada yang menyaksikan karena sanak saudara Bu Nisa telah pulang tadi malam.Perempuan itu pun mundur perlahan lalu pergi dengan berlari kencang, keluar dari perumahan itu baru ia bisa berhenti berlari karena napasnya terengah-engah."Ya Tuhan, apa Mas Bagus meninggal?" Seluruh tubuhnya bergetar hebat.Ia pun segera naik angkot lalu pulang ke rumah melewati ibunya yang sedang mengemas barang dagangan."Gimana, Ra? Pak Bagus ngasih uang?" tanya Dara.Bahkan ia lupa jika dompet suaminya ya
Dara melotot sambil melirik suaminya, tak menyangka Pak Bagus yang bucin bisa menuduh sekejam itu, ya walaupun tuduhan itu benar, pikir Dara."Apaan sih kamu ga jelas banget, aku mana ngerti begituan, jangan mentang-mentang istri kamu meninggal terus kamu merasa bersalah dan mencampakkan aku gitu aja ya, Mas." Dara berusaha memutar balikkan fakta."Seminggu yang lalu saya dirukiyah sama Feri dan saya muntah, setelah itu tiba-tiba aja rasa cinta saya ke kamu jadi hilang, itu apa artinya kalau kamu ga melet saya hah." "Apa?! Cuma masalah kaya gitu Mas berani nuduh aku." Dara tersenyum getir."Bilang aja nyesel nikah sama aku karena istri kamu udah meninggal sekarang, ga usah nuduh aku macam-macam karena Mas ga punya bukti." Dara masih tak ingin kalah Pak Bagus terdiam berdebat dengan anak ingusan memang takkan pernah menemukan titik penyelesaian."Saya ga nuduh kamu, tapi saat ini perasaan saya ke kamu udah ga ada, Dara, terus kamu mau kaya gimana?" Pak Bagus pasrah, sudah terlalu ban
"Neng, kasian sekali ya Bu Nisya."Hari ini tepat setelah tujuh hari Bu Nisya pergi Naura pulang ke rumahnya dengan sang ibu, tak dapat dipungkiri menginap di sana membuatnya sedikit tak betah oleh sikap Jeni yang sering sekali menyindir."Nasibnya ga jauh beda sama Ibu, sama-sama ditinggalin suami.""Udah ah, Ibu jangan banyak pikiran sekarang istirahat ya.""Neng, kapan Ibu berhenti minum obat? Ibu udah sembuh kok."Naura menatap ibunya dengan tersenyum. "Iya Ibu udah sembuh, tapi minum obat juga harus karena yang suka Ibu minum itu vitamin bukan obat, aku juga suka minum vitamin kok ga hanya Ibu aja." Naura terpaksa berbohong"Oh gitu ya." Bu Nendah masih mikir."Udah istirahat."Setelah ibunya tertidur Naura segera menghampiri Feri di kamarnya."Perusahaan lagi pailit, Ra, uang buat menggaji karyawan dipakai Papa buat nikah kemarin.""Apa, jadi mahar satu milyar itu uang perusahaan?"Feri mengangguk.Bertahun-tahun menjadi karyawan ia faham betul jika perusahaan telat memberi gaji
Bugh!Dara berhasil membuat Jeni terhuyung ke lantai dengan pukulannya, ia dan ibunya gegas masuk ke dalam rumah.Kebetulan di dalam ada Bu Nendah dan Naura yang sedang mempersiapkan acara tahlilan Bu Nisya."Rita," gumam Bu Nendah sambil mengehentikan aktifitasnya.Naura pun sontak melirik ke arah pandang ibunya."Naura, di mana Mas Bagus? Panggilin sana." Dengan pongah Dara memerintah."Ngapain kamu ke sini, Rita! Pergi sana! Ternyata bukan hanya kamu ya yang suka ngerebut suami orang tapi anakmu juga, emang ibu sama anak ga ada bedanya!" Hardik Bu Nendah.Jeni lah yang memberitahunya jika Dara adalah perusak rumah tangga Pak Bagus dan Bu Nisya."Jangan ikut campur! Kamu juga ngapain di sini sih? Sana balik ke rumah sakit jiwa," ejek Bu Rita tak mau kalah.Sementara Dara masih celingukan ke sekeliling ruangan mencari suaminya."Saya emang gila dan itu karena kamu sudah memisahkan saya dan Naura, dan saya sudah sembuh, saya doakan selanjutnya kamu atau anakmu ini yang gila," balas Bu
Bu Rita yang sedang maskeran di kamarnya terlonjak kaget mendengar jeritan putri bungsunya, ia bergegas ke luar menemui Dara."Kamu kenapa sih?" "Ini, Bu, duit aku ilang semua." Dara masih sibuk mengecek ponsel berusaha menghubungi costumer servis bank."Kok bisa ilang? 'kan disimpan di ATM." "Aduh, Ibu, aku tuh kena tipu." Dara semakin panik."Kok bisa sih duit disimpan di bank ilang gitu aja," gumam Bu Rita yang minim pengetahuan."Gimana, Dara? Duitnya balik lagi 'kan setelah nelpon tukang banknya?""Ga tahu, pokoknya besok pagi aku diminta ke datang ke bank.""Aduuh gimana ini, Bu, mana duitku masih ada delapan ratus juta lagi di situ." Dara frustasi sambil mengacak rambutnya."Ya ampun! Kamu ini sarjana masa bisa ketipu sih, kamu itu 'kan pinter, Dara! Kok bisa ketipu!" teriak Bu Rita.Pak Endang yang tak tahan dengan suara bising di kamar sebelah pun beranjak menghampiri."Ada apaan sih? Malem-malem teriak?""Pak, duit Dara, Pak. Habis semua kena tipu."Pak Endang merenung sej