bab 34.A MS"Ibu teh bingung mau persen apa, takut kemahalan Eneng aja yang milih ya." Bu Nendah merasa tak enak diberikannya lagi selembar buku menu itu ke Naura."Ibu suka daging panggang apa rebus?""Dua-duanya." Bu Nendah terkekeh."Ya udah aku pesenin ya.""Pilih yang murah aja, Neng."Naura hanya tersenyum menanggapi kepolosan ibunya.Jangankan daging, raganya pun sanggup ia berikan untuk sang ibu."Oh ya, Neng, tempat ini teh Bagus pisan, Ibu berasa mimpi ada di sini, dulu Ibu ga jauh dari kebun dan sawah." Bu Nendah terkekeh.Tak terbayangkan akan menikmati hidup mewah, hatinya tak henti merasa bersyukur, ternyata dibalik kehidupan pahit yang ia rasakan selama bertahun-tahun berbuah manis diakhir hidupnya.Mengingat masa lalu hati Bu Nendah kembali merasa perih, masa-masa yang kelam itu sukses membuat matanya sedikit berkaca-kaca, begitu banyak waktu berharga yang terbuang sia-sia."Abis ngapain sih, Mas?" tanya Naura. Ia melihat raut wajah suaminya berbeda."Ada urusan sedik
"Papa rasa ga perlu diperdebatkan lagi, setuju ga setuju Papa tetap akan nikahi Dara secara siri dulu."Pak Bagus naik ke lantai atas, ia begitu rindu gadis yang dicintainya, tak sabar ingin segera menelpon Dara."Ma, kalau menurut aku lebih baik Mama ga usah minta cerai dulu, Mama harus siksa dulu batin gadis itu, kalau langsung cerai keenakan adiknya si Naura dong," sahut Jeni yang merasa geram."Emang ya adiknya si Naura itu kurang ajar, matrenya ga ketulungan sama kayak ibunya." Jeni menggerutu lagi."Aku antar Mama ke kamar ya, Mama harus istrahat, sebagai perempuan kita harus kuat, Mama harus balas rasa sakit itu pada Dara, dan gadis itu ga boleh menari-nari di atas penderitaan Mama.""Tapi Mama ga kuat harus dimadu, Jen, Mama mau cerai." Tak kuasa Bu Nisya memeluk menantu pertamanya menumpahkan tangisan di sana."Aku ngerti Mama ga tahan, Mama sakit. Tapi kita ga boleh membiarkan dia menang, Ma." Jeni mengelus-elus punggung mertuanya dengan lembut."Jen, lebih baik antar Mama k
"Dara! Apa betul kamu punya hubungan sama mertuanya Naura hah?!"Pulang kerja gadis itu langsung disemprot oleh murka ayahnya, ia melirik sang ibu merasa risih, sudah lelah dimarahi pula."Nanti dong, Pak, ngomongnya Dara masih capek.""Diem kamu, Bu!" Pak Endang menatap tegas istrinya."Jawab Dara! Kamu mau nikah sama Pak Bagus?"Dara menghembuskan napas secara kasar sambil melotot."Iya, Pak, emangnya kenapa? Bapak tahu Pak Bagus mau kasih aku mahar satu milyar, lagian kalau dandan dia ga kelihat tua kaya Bapak, dia masih modis wajahnya juga masih kelihatan berwibawa."Plak!Satu tamparan mendarat di pipi gadis cantik itu, Dara meringis merasakan hawa pas menjalar di pipinya."Sadar kamu! Dia sudah punya istri, dan dia juga mertuanya kakakmu, apa kamu sudah ga waras?" Pak Endang makin murka."Ya ampun zaman sekarang banyak kok lelaki beristri dua, apalagi dia kaya, udahlah Bapak ga usah berpikir berlebihan, dari pada aku nikah sama anak muda tapi kere."Amarah Pak Endang semakin mem
"Orang tua macam apa yang tega menyakiti istrinya juga memberikan contoh buruk pada anaknya!""Kalau Papa tetap mau menikahi gadis itu silakan, tapi ceraikan dulu mama!"Puas melampiaskan amarah Feri melajukan motor kembali menuju rumahnya, sementara Pak Bagus terus melanjutkan langkah ke rumah gadis impiannya.*Wajah Pak Endang terlihat merah ketika besannya itu melamar putri bungsunya, ia merasa jijik sekaligus geli dengan kelakukan lelaki seumurannya itu"Maaf, Pak Bagus, saya ga bisa menerima lamaran ini, alasannya tentu Anda sudah tahu kalau kami ini besanan dan yang kedua Anda sudah punya istri."Dara yang duduk di samping Bu Rita terlihat mencebik, apalagi Pa Bagus, hatinya mulai gelisah karena ingin secepatnya menikahi Dara."Saya akan berikan mahar satu milyar untuk Dara, tak hanya itu satu set perhiasan emas ini akan jadi milik Dara jika Bapak menerima lamaran saya." Dengan tak tahu malu Pak Bagus meminta.Ia benar-benar telah dibutakan oleh guna-guna buatan Dara, tak bisa
Kabar pernikahan Dara dan Pak Bagus sudah menyebar, termasuk para karyawan pabrik baik bagian produksi ataupun management.Feri seakan tak memiliki wajah saat teman-temannya bertanya memastikan kabar itu benar atau tidak, ia hanya bisa mengiyakan tanpa berani memberi tanggapan."Mas, aku udah resign kerja, males banget orang-orangnya pada sinis sama aku," ujar Dara saat mereka telponan."Ya udah ngapain kerja, sebentar lagi kamu akan jadi nyonya Bagus, cukup diam di rumah aja menanti Mas pulang." Pak Bagus berbunga-bunga membayangkannya."Tapi transfer aku dong, Mas, udah tipis nih buat jajan." Dara merengek manja."Ok, Mas transfer sekarang ya, Sayang, tapi awas jangan keluyuran ga jelas, dua Minggu lagi kamu jadi milik Mas loh.""Iya iya, cepetan dong transfer." Dara sedikit jengkel malas basa-basi.Tak lama ponselnya berdenting, sebuah pesan masuk menandakan uang sebanyak lima juta telah masuk ke rekeningnya, senyum gadis itu merekah.Walaupun tak mendapatkan Feri tapi aku mendapat
Pagi hari Pak Bagus merenung di rumah besan sekaligus mertuanya, rasa kecewa terhadap Dara semalam entah kenapa sedikit membuka mata hatinya.Tiba-tiba ia teringat Bu Nisya, istri yang selalu setia menemaninya dalam suka dan duka. Ia meraih gawai yang terletak di hadapannya lalu membuka aplikasi hijau.Sedikit kecewa ternyata istrinya itu sudah memblokir nomornya, Pak Bagus tiba-tiba terdiam tersadar jika menikah dengan adik menantunya memang salah.Yang lebih menyakitkan lagi pagi ini Dara sama sekali tak menyapanya, gadis itu asyik dengan ponselnya sedang berbelanja online.Ia benar-benar kalap setelah uang satu milyar berhasil di tangannya, dan melupakan kewajiban sebagai istri."Dara, Mas mau sarapan bisa tolong buatkan?" Mendadak ia merasa sungkan.Padahal sebelum menikah cintanya begitu menggebu-gebu terhadap Dara, kenapa sekarang jadi hambar? Pak Bagus merasa aneh."Iya bentar."Sambil sedikit cemberut Dara ke dapur kebetulan ibunya sedang menghangatkan lauk sisa kemarin."Dara
37.b msNaik kendaraan umum Naura meluncur ke arah kota menuju rumah Bu Nisya, Feri harus bekerja karena Pak Bagus cuti menikah selama beberapa hari."Gimana Mama, Kak?" Naura bertanya pada Farhan."Mau di bawa ke rumah sakit, Ra, tensinya udah dua ratus lebih semalam ngeluh sakit kepala terus."Lalu datanglah Jeni yang membopong Bu Nisya dibantu oleh asisten rumah tangganya."Biar aku gendong aja, kamu siapin mobil." Titah Farhan pada istrinya."Naura, kamu bawain baju-baju Mama ya."Dengan langkah cepat Farhan menggendong ibunya ke luar."Naura, kamu telpon Feri kasih tahu kalau Mama mau dibawa ke rumah sakit," titah Farhan setelah mereka masuk ke dalam mobil.Naura mengangguk lalu segera menelpon suaminya."Kak, apa papa juga harus dikasih tahu?" tanya Naura.Jeni melirik ke belakang. "Ngapain papa dikasih tahu segala hah, gimana sih kamu udah tahu mama kaya gini gara-gara dia sama adikmu yang ga tahu diri itu."Jeni tiba-tiba ngegas, semakin benci saja ia pada keluarga Naura"Diam
Bagasi mobil Pak Bagus yang besar itu nampak sesak oleh belanjaan Dara dan Bu Rita, wanita yang baru sehari semalam menikah itu menyenderkan tubuh ke jok mobil dengan lemas.Sejak siang mereka berkeliling mall membeli apa saja dengan kalap, asalkan barang itu bagus maka langsung diambil tanpa melirik harga."Mas, mampir ke ATM dulu ya aku mau ngambil uang.""Oh iya." Pak Bagus diam entah kenapa hatinya gelisah tak enak, padahal harusnya ia berbahagia usai menikah dengan gadis yang dicintainya.Mendadak teringat Bu Nisya, entah sedang apa wanita itu.Kamu pasti sedih, sakit dan terluka, aku minta maaf, Nis. Ia bicara dalam hati."Bu, ambil berapa ya?" Dara melirik ke belakang."Ah lima juta aja buat kamu, kalau buat Ibu mh dua juta aja, nanti 'kan bisa ambil lagi." Bu Rita tersenyum senang."Ok deh."Dara ke luar mobil lalu kembali membawa uang hingga membuat tasnya menjadi penuh."Jalan dong, Mas, kok malah bengong?"Dara membentak membuat Pak Bagus terperanjat."Oh iya iya, maaf." Pa