"Al, besok Grandma mau datang.""Oke, nanti aku siapin kamarnya.""Suruh pelayan Al, jangan siapin sendiri!""Yah.. tambah bengkak Ry, kalau nggak gerak, ini aja udah segede gini," kata Almira menunjuk badannya yang sudah mulai membesar.Ryan white memandang Almira yang kehamilannya sudah memasuki bulan keempat, Almira sudah mulai gemuk, tapi kehamilan yang tidak heboh, tidak ada acara ingin makanan tertentu, atau ingin hal-hal yang aneh, semuanya biasa aja. Ryan sampai memborong semua buah yang ada di supermarket, dia minta mereka mengantar ke rumahnya masing-masing empat buah."Kenapa masing-masing empat?" tanya Almira sambil memandang Ryan."Bulan depan masing-masing lima." jawab Ryan."Hm bayangin kalau ntar sembilan bulan, kayak toko buah darurat, nggak usah beli lagi Uncle Ryan, aku nggak rewel kok," kata Almira sambil mengelus perutnya."Ibu hamil kan suka mendadak muncul keinginannya, kan kita jauh dari manapun, Al!""Tapi Ry..." Almira masih akan mendebat tapi Ryan sudah m
Ryan White berdehem maksudnya untuk menarik perhatian mereka."Sorry kalau boleh kami ingin__""Ryan White??? Kau benar-benar Ryan White?" Seorang gadis, salah seorang dari mereka hampir memekik histeris melihat idolanya.Ryan White lega mengetahui salah seorang mengenalnya, kalau penggemar berat pasti akan mau menolongnya."Sorry, aku mau minta tolong adakah pintu lain agar kami bisa keluar, di depan banyak sekali paparazi menunggu kami!"Terdengar hiruk pikuk di balik pintu.Si gadis segera menuntun Ryan dan Almira keluar lewat pintu yang mengarah ke lorong panjang yang lumayan gelap."Ehmm bolehkah aku berfoto denganmu?" Tanya si gadis kepada Ryan. "Boleh, tapi aku ingin kau jaga rahasiaku, jangan sampai ada yang tahu tentang kekasihku!" Ryan berusaha membuat si gadis menjadi sekutunya, itu tidak sulit mengingat dia memang penggemarnya, sepertinya penggemar setia.Terlihat si gadis menganggukkan kepala.Ryan mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Jack."Kau di mana, Bro?""Kau di
"Ry..." Pelan suara Almira memanggil."Al..gimana kepalamu?'"Udah mendingan... Ry ada yang ingin ku katakan." Almira nampak ragu-ragu."Say it!" Kata Ryan."Ingatanku sudah kembali." Dan mengalirlah air mata di pipi Almira.Ryan termenung bagai patung untuk beberapa saat lamanya, dia tahu saat ini akan tiba, tapi menghadapi kenyataan ternyata begitu menyakitkan. 'bisa sesakit ini!'Ryan bangkit berdiri dan menghampiri Almira yang masih berdiri di depan pintu kamar, kemudian memeluknya erat-erat.Mungkin ini terakhir kalinya dia masih bisa memeluk Almira, satu-satunya wanita yang mengisi hatinya, penuh! Hingga tak kan mungkin ada tempat kosong bagi yang lain."Syukurlah Al...tapi kenapa kamu malah menangis?" tanya Ryan. 'harusnya aku yang menangis,' kata Ryan dalam hati.Almira semakin memeluk Ryan dan menangis lebih keras.Ryan berpikir tangis Almira bukan tangisan haru jadi tangisan apa ini? Kenapa begitu menyayat hati?"Sayang, please kasihan baby-nya." Kembali panggilan sayan
"Jadi itu tanggal apa, Al?"Ryan bertanya sambil memandang Almira yang semakin memikat dengan kehamilannya, dari berjuta wanita yang datang dan pergi disekitarnya, kenapa hanya dia satu-satunya yang tetap tinggal di hati? "Ryan.." Kali ini terlihat Almira berusaha menahan air matanya, mungkin dia berpikir sudah terlalu banyak air mata yang tercurah, tapi toh bibirnya gemetaran.Ryan tidak tahan melihatnya."Al, kalau terlalu berat kita bahas nanti, setelah kamu makan dan beristirahat saja, nggak usah di paksain sekarang.""Enggak apa-apa, sekarang aja Ry," kata Almira sambil menarik nafas panjang.Kemudian Almira terlihat menguatkan dirinya dan membuka bibirnya...dan tanpa suara luruhlah butiran bening di pipinya.Shitt...Ryan maju tanpa berpikir dua kali, meraih Almira dan memeluknya erat-erat.Dalam hati dia berjanji akan memburu siapapun yang berada di balik semua ini, dengan koneksinya dan uangnya dia akan memburu bajingan itu sampai dapat. Dia memang bukan suami Almira, ta
"Salas dak mau sekolah!" Kata Saras dengan berurai air mata.Sudah begini keadaannya sejak Saras bangun pagi, bawaannya nangis dan rewel yang tidak biasa.Bastian tidak pernah mengeluh harus menemani dan memperhatikan kebutuhan anak-anak nya, berperan sebagai daddy sekaligus mommy bagi mereka, tapi kalau sudah rumit begini, rindu Bastian akan Almira semakin menjadi-jadi.Dia sangat merindukan kelembutan istrinya dalam menangani Binta dan Saras yang bahkan bukan anak kandungnya. Wanita berhati malaikat.Di mana Almira? Sejak melihat foto dirinya di surat kabar, Bastian yakin istrinya masih hidup, tapi di mana? Bagaimana kabar kandungan Almira? Siapa yang merawat saat Almira mengalami morning sickness? Siapa yang pergi saat Almira ngidam? Apa ada dokter yang memantau perkembangan kesehatan istri dan babynya?"Bastian mengacak-acak rambutnya, betapa dia ingin berada di sisi Almira dan melihat saat anaknya tumbuh di perut istrinya.Kalau sudah begini Bastian ingin menghantam sesuatu,
Bastian termenung.. BALI?Kenapa Bastian merasa ada bagian yang hilang dalam alurnya? Bali...Bali... Semakin keras Bastian berpikir semakin dia merasa sudah dekat tapi masih kabur.Bastian berusaha menarik nafas panjang.'santai Bastian, come on, pikirkan lagi.... Bali...Bali..'Yes!! Bali x Pasport ..nggak nyambung kan?!Kalau cuma ke Bali, ngapain suruh Almira bawa pasport? Kalau hanya transit sementara juga gak mungkin, ini sudah memasuki bulan ke 5, berarti memang sepertinya inipun sudah dipersiapkan oleh si bajingan itu dengan cermat.Tapi tidak ada salahnya mengirim orang ke sana.Apapun akan dilakukannya, mungkin orang gila ini meninggalkan tanda."Sam, sekarang juga langsung kirim tim mu ke sana segera, aku nyusul saat mom sudah tiba di Indonesia, hati-hati, waspada super trap, keep contacts ya, ponselku open 24 jam, bilang tim mu langsung lapor ke aku!""Aku yang akan lapor langsung ke kamu Bast!" jawab Samuel."Kamu sendiri yang pergi dengan mereka?""Yap, aku tidak ingi
"Masih ada yang akan kita bahas?""Ngusir?" Jack bertanya dengan nada ngeledek."Nggak juga .. kalau mau tetap di sini juga nggak apa-apa.""Ok, Almira lagi dimana?""Ngapain lu nanya Almira?" Ryan bertanya sambil mengernyitkan dahinya."Yah, mana enak bengong sendirian Ry.""Suruh sopirmu masuk, ngobrol berdua dengan dia kan sama aja!""Oh my God, masa iya aku ngobrol sama sopirku sendiri, harus lihat mukanya tiap jam aja udah hampir muak aku, Ryan.""Ya udah terserah kamulah, tapi di sini aja jangan ke mana-mana.""Terus kamu sendiri mau ke mana?""Ya terserah akulah Jack, rumah-rumahku sendiri.""Ya udah, aku mau pulang aja.""Terserah.""Jangan lupa aku sudah terlanjur mengkonfirmasi bahwa kamu akan datang di pesta kemenangan dewan kota yang cantik jelita!"Ryan White terdiam."Jangan bilang kau lupa Ry, nama baikku sebagai agent akan dipertanyakan kalau sampai kamu nggak datang!""Deborah Smith?" Kembali Ryan bertanya."Yap, ada lagi yang mau ditanyakan?""Kenapa undangan
Pesan yang disisipkan Almira terbaca: STILL ANGRY??Marah??? Almira mengira dia marah??Bastian ingin meraung!!Penyesalan membuat dadanya sesak...'Ra... Ra...aku tidak marah, tidak pernah marah padamu!! Aku hanya ingin kau menerima perlindunganku, aku hanya ingin menjagamu dan anak-anak kita, aku hanya ingin mencintaimu! Kenapa kau mengira aku marah padamu? I love you, aku mencintaimu so much Ra. Hanya kamu sampai nafas terakhirku!'Bastian ingin mengetikkan semua isi hatinya, tapi dia tahu tidak mungkin, jadi dia hanya menggumamkannya sambil memegang dadanya, sungguh rasa nyeri ini nyata.'tenang Bastian, saat kalian kembali bersama kau bisa memperbaiki segalanya!' Bastian berusaha menenangkan diri sendiri. Setelah tenang Bastian kembali mengetikkan jawaban balasan yang tidak mencurigakan dan menyisipkan pesan dengan cerdik :NEVER EVERLama tidak ada jawaban, Bastian tahu mereka harus berhenti sejenak, agar tidak menimbulkan kecurigaan atau menghindari sistem pelacak. Kelegaa