Melakukan negosiasi tidak akan cukup membuat situasi terasa buruk, karena Moreau mendeteksi tidak ada lagi yang ingin ayah sambungnya bicarakan. Abihirt hanya memilih duduk di pinggir ranjang; persis begitu dekat. Dia tidak punya pilihan selain menerima salep, dengan sesaat memutuskan untuk mengamati pola dari benang medis di bahu pria itu.
Mula – mula jemari tangan Moreau memutar penutup yang masih begitu rapat. Hanya perlu membaluri krim—terasa dingin di tangan, pada pinggiran sisa – sisa yang masih memerah. Dia menelan ludah kasar sambil memikirkan suatu hal yang kemudian membentuk rasa penasaran di benaknya. “Kau sungguh akan memenjarakan Froy?” Pada akhirnya akan ada reaksi; di mana memberi Froy pelajaran adalah keputusan penting, yang tersirat meski Abihirt tidak mengajukan jawaban secara langsung. Pria itu hanya memalingkan separuh wajah saat Moreau mulai menempelkan ujung jemari pada bahunya. Membaluri krim dengan hati – hati, tetapi tidak akan menahan diriLagi. Abihirt bertanya seakan ingin memastikan sesuatu. Sesuatu yang Moreau yakini pria itu sudah menemukan jawabannya. Dia menggeleng terlalu samar sebagai respons pertama. Memang, cukup tertarik untuk membuat tato. Hanya saja, selalu ada batasan sekadar tidak melangkahi aturan. “Kau tahu ibuku tidak akan setuju. Dia akan marah saat tahu aku memiliki tato di tubuhku.” Mengenal prinsip Barbara merupakan salah satu bagian terpenting. Wanita itu berpakaian modern, tetapi cukup kolot jika sudah menyangkut sesuatu tentang dirinya. Moreau tak ingin mengambil risiko, meski rayuan di puncak kepala terasa masuk akal, sementara dia harus berusaha keras menyangkal. Tiba – tiba Abihirt beranjak bangun dan menatap lamat ke arahnya. Tersirat suatu hal yang sedang dipikirkan, tetapi masih terlalu samar untuk dimengerti, mengapa, ada apa; jauh lebih mengejutkan ketika pria itu mulai mengatakan sesuatu. “Buka bajumu.” Bibir Moreau tanpa sadar terbuka menafsirkan apa y
Tidak ada yang lebih buruk ketika pria itu mengambil peran. Moreau segera menggeleng tidak setuju. Membuka baju sendiri atau ditelanjangi oleh ayah sambungnya sama sekali bukan pilihan. Dia tak akan pernah mendapat kesempatan sekadar mengajukan keputusan. Percuma, andai, berusaha tetap menolak. “Kau bisa mundur beberapa meter di sana.” Dengan penuh tekad Moreau menyingkirkan lengan Abihirt. Sedikit tidak peduli jika pria itu akan menganggap tindakan demikian sebagai sikap kurang ajar. Suara ranjang bederak menengaskan bahwa Abihirt sepakat kembali menjulang tinggi. Perlu digaris bawahi kalau – kalau mata kelabu yang menatap tajam tidak pernah meninggalkan setiap detil tindakan Moreau; persis saat dia menggenggam ujung kain yang membalut di tubuhnya. “Bisa kau tutup sebentar mata-mu, Abi?” Tetap berharap ada toleransi tertentu ketika pemandangan untuk bertelanjang tak langsung dilahap habis oleh Abihirt. Moreau ingin sedikit privasi, meski pada akhirnya itu ak
Moreau yakin wajahnya sudah akan memerah merasakan atmosfer mendadak berubah di antara mereka. Hanya saja, setiap apa pun yang Abihirt lakukan nyaris tidak memberi petunjuk. Dia terkejut mendapati tiba – tiba pria itu membungkuk, lalu menarik lepas dalaman berenda untuk digenggam erat, dengan urat tangan mencuak di sana. “Buka kakimu lebih lebar, Moreau.” “A—apa?” Moreau hampir tersedak ludah sendiri saat mengajukan pertanyaan. Sialan, dia tak bisa menghadapi permintaan ayah sambungnya yang terasa konyol. Membuka kaki lebih lebar, sungguh? Sambil menengadah tinggi, Moreau memastikan iris biru terangnya menatap Abihirt skeptis. Segera menggeleng ketika menyadari pria itu masih menunggu. Kali ini akan berusaha tidak menurut. “Kau jangan lakukan sesuatu yang aneh di sini, Abi.” Dia bicara sekali lagi hanya untuk mendapati mata kelabu ayah sambungnya menyiratkan kilatan yang begitu singkat. Abihirt tidak akan mengatakan sesuatu lebih panjang sekadar membuj
“Kau akan membuat tato?” Dia segera berpaling, menengadahkan wajah sekadar menatap ayah sambungnya. Sedikit sadar bahwa pria itu terlihat tidak memiliki minat apa pun. Sejak awal hanya menemani Moreau sekadar memperhatikan beberapa hal, tetapi belum muncul sedikitpun kesiapan dalam menjatuhkan pilihan.Setelah pelbagai desakan yang meluap bersamaan, dia tidak yakin akan benar – benar membuat tato, membiarkan tinta permanen masuk ke lapisan pigmen di kulitnya. Sedikit meringis membayangkan jarum yang bergerak dan menusuk – nusuk. “Aku pikir kau ingin menambah tato.” Sambil meneruskan, Moreau secara naluriah menyentuh contoh gambar burung yang terasa kasar di ujung jari. Ini menyenangkan. Lebih adil jika pada akhirnya dia hanya datang menemani Abihirt, meski sekarang mata kelabu pria itu mulai menatap penuh penilaian. “Kau tidak ingin punya tato sendiri?” Suara serak dan dalam ayah sambungnya terdengar begitu dekat. Moreau menelan ludah kasar, mendadak dapa
Sempat dimintai menunggu beberapa waktu di sini, tak membuat Moreau tersulut oleh keterpakuan. Memang tidak ada petunjuk ke mana Abihirt pergi setelah mereka menginjakkan kaki di mansion mentereng dan jauh dari pengetahuan Barbara; pria itu hanya mengantarnya supaya tetap diam di satu ruang begitu hampa. Hanya dilengkapi beberapa peralatan yang tidak begitu asing lagi usai mereka meninggalkan studio pembuatan tato. Perlu Moreau garis bawahi bahwa dia tak melakukan apa pun di sana. Paling tidak, mendapatkan tato di salah satu bagian tubuh. Mereka langsung pergi setelah urusan Abihirt selesai. Ya, ketika urusan pria itu selesai, sementara tidak terselip informasi di tempat ini mulai menunjukkan sesuatu secara spesifik. Moreau tidak mengerti bagaimana ayah sambungnya memiliki pelbagai alat pembuatan tato lengkap dengan bahan sekali pakai, dan pria itu masih mengajak pergi ke suatu tempat hanya untuk memperkenalkan beberapa hal, di mana Moreau dapat menduga – duga perangkat
Tidak tahu mengapa Moreau seolah terjebak, nyaris tak dapat mengatakan apa – apa sekadar menjatuhkan pilihan yang membingungkan. Masih menatap ragu pada klip di tangan Abihirt, tetapi kemudian pria itu mengambil tindakan sekadar menyentuh lengannya lembut. Menuntun supaya dia menurut; menjatuhkan bokong dengan tenang di kursi panjang, berbentuk agak bergelombang; persis seorang gadis patuh, lalu mengambil posisi telentang—setengah berbaring sambil menatap wajah Abihirt yang tak terbaca. “Kau bisa memintaku berhenti jika merasa sakit.” Tidak ada petunjuk spesifik tentang pernyataan tersebut. Moreau menelan ludah kasar menghadapi gerakan tangan yang terasa mulai mendekat. Seperti ada aliran listrik menyengat ketika tanpa sengaja kulit mereka bersentuhan. Perlahan Abihirt menyelipkan klip bercabang di antara puting-nya. Atmosfer masih terasa cukup menegangkan. Ujung jemari pria itu sempat mengusap puncak payudara yang mengeras. Menatap ke arah Moreau seakan – akan sed
“Mengapa kau jarang sekali tersenyum?” Lagi. Moreau kembali mengajukan pertanyaan. Yakin akan ada hal yang sangat disayangkan jika tak berusaha mengambil keputusan penuh tekad sekadar menggali bagian paling tersembunyi tentang ayah sambungnya. Abihirt tidak terlihat memiliki minat menjabarkan jawaban. Diam seperti patung yang sedang bekerja—membuka sarung tangan hitam setelah menegakkan tubuh dan menatap penuh pengamatan di wajahnya. “Sudah selesai.” Alih – alih memberi apa yang Moreau butuhkan. Abihirt justru mengatakan sesuatu—membuat dia tertegun sebentar. Sulit dipercaya bahwa akhirnya memiliki tato tersembunyi di dekat tulang rusuk. Sisa – sisa rasa nyeri masih berusaha menduduki tempat pada reaksi sensitif di saraf di tubuhnya, seperti menimbulkan kejut listrik. Lengan Moreau bergerak tentatif menyambut cermin yang Abihirt serahkan lebih dekat. Dia segera mengatur posisi duduk. Sempat terpaku terhadap pantulan alat penjepit puting di payudara
Tidak ada kesempatan sekadar membantah. Hanya dalam sekejap Moreau merasakan Abihirt telah mendesak supaya dia menelungkup di atas kursi bergelombang. Napas berat pria itu terdengar samar. Mereka seakan sedang berada berada di bawah ruang intimidasi—dengan Moreau harus menungging tinggi, sementara jemari yang bergerak kasar telah melucuti celana dan dalaman kain yang ketat dari pinggulnya. Dia menelan ludah kasar saat memalingkan separuh wajah ke belakang. Memperhatikan cara Abihirt tergesa menyingkirkan tali pinggang—pria itu tak selalu benar – benar ingin bertelanjang. Mungkin memang tidak di sini. Moreau tahu bahwa mereka hanya perlu melampiaskan hasrat yang nyaris meledak bersama. Kebutuhan primitif yang menjalar liar. Abihirt tidak mengatakan apa pun ketika pria itu memasukinya. Cukup kasar. Menghujam dengan keras, hingga Moreau berusaha untuk berpegangan pada sesuatu, walau pada akhirnya dia harus mengetatkan genggaman di sandaran sofa yang melengkung. Abih
Ada sesuatu yang ganjil di balik pernyataan ibunya. Moreau tak merasa pernah merefleksikan apa pun kepada wanita itu, tetapi pengetahuan di benak Barbara seperti telah melampaui batas—yang mengambil tindakan diam – diam sekadar memantau pelbagai kemungkinan hal. “Sejak kapan dan bagaimana bisa kau tahu saldo rekeningku?” tanya Moreau untuk memastikan ibunya benar – benar akan memuat pengakuan. Tidak peduli jika pada akhirnya Barbara berdecih sinis sebelum wanita itu memulai. “Sejak kau mulai menjadi pemberontak, dan aku harap kau tak lupa kalau aku tetap ibumu.” Dapat dipastikan tidak ada pembenaran terhadap status di antara mereka. Moreau mengerti jika ibunya berusaha terlihat memiliki kendali. Dia hanya tak suka wanita itu melebihkan – lebihkan sesuatu. Melebih – lebihkan hal di mana Barbara hampir tidak memiliki hak sekadar mengambil pengaturan panjang. “Aku sudah besar, Mom. Semua uang di rekening adalah uangku. Kau tidak memiliki kontribusi apa pun dan bahka
“Sepertinya kau belanja besar – besaran, Moreau ....” Tidak ada informasi mengesankan ketika akhirnya Barbara tiba – tiba muncul setelah membuka pintu kamar dengan sedikit kasar, lalu berdiri angkuh diliputi kedua lengan terlipat di depan dada. Moreau tidak akan memungkiri saat dia menatap lurus di wajah ibunya. Tidak ada senyum. Justru kecenderungan bersikap sinis, seolah sudah berada dalam pengaturan sebelum Barbara menginjakkan kaki di sini. Moreau diam – diam mendengkus. Cukup mengejutkan dan aneh mengetahui ibunya datang secara tak terduga. Wanita itu seharusnya tak tahu apa pun, tetapi mungkin hanya suatu kebiasaan; muncul; berkomentar; dan mengatakan hal – hal tidak pantas. Bagaimanapun, dia juga malas meladeni ibunya. Mengerti akan ada masalah lebih serius jika pada akhirnya mereka melewati batas. Dapat berakhir sebagai prospek buruk andai mengatakan bahwa semua ini dibeli oleh satu orang. Moreau sempat menolak ketika Abihirt menawarkan sesuatu yang
“Aku penasaran. Bagaimana cara menjadi sangat kaya? Hingga kau tak peduli berapa kerugianmu, karena itu tidak akan memberi dampak,” ungkap Moreau saat dia mengambil langkah mundur ke belakang sambil mengulurkan tangan. Memberi Abihirt isyarat supaya pria itu menggenggam jari – jari tangannya erat, maka mereka akan bergerak seperti yang sering dia dan Juan lakukan. Abihirt mungkin bersikap terlalu kaku, tetapi Moreau yakin sesuatu dalam diri pria tersebut masih memiliki sedikit minat untuk menjadi bagian yang tak tergambarkan dari daftar keinginan Barbara—mengingat ibunya tak pernah menyukai hal – hal yang bercabang pada kegiatan olahraga, tetapi memaksanya masuk dan menjadi salah satu bagian. “Bekerja keras.” Suara serak dan dalam Abihirt meliputi persis ketika mereka melakukan dansa di atas lapisan es. Semua tidak harus terburu – buru. Moreau tidak sedang bersama Juan yang akan dengan mudah mengangkat tubuhnya ke atas. “Bagaimana kau bekerja keras? Dari no
“Bukankah bagus jika ibumu mantan figure skating. Kau bisa mempertemukanku dengannya dan aku bisa belajar lebih banyak—“ “Kau ingin bertemu dengannya di alam kubur?” Begitu saja. Mendesak Moreau diam beberapa saat. Dia sungguh tidak pernah bermaksud atau setidaknya sampai membuat Abihirt tersinggung. Pria itu tak mengatakan dari awal dan menjadikan informasi tersebut seperti suatu hal yang mengejutkan. Masih ada krisis setelah hampir terlalu sulit bersikap tenang. Moreau menelan ludah kasar kemudian berkata, “Maaf. Aku tidak tahu.” Secara naluriah dia menggigit bibir bawah. Tidak tahu ternyata itu memberi ayah sambungnya efek tertentu, sehingga Abihirt memalingkan wajah sambil merenggut sepatu skate; memakai nyaris terlalu cepat dan hampir tidak ada batasan ketika mereka saling berhadapan. Moreau butuh menengadahkan wajah, maka paling tidak mereka akan melakukan kontak mata, meski hal ganjil meliputi ketika mata kelabu Abihirt hanya tertuju pada bibirny
“Sepatu skate Anda, Tuan ....” Seorang pengawai datang menyerahkan sesuatu yang Abihirt minta, tetapi perhatiannya terpaku lurus – lurus mengamati sebentuk tubuh indah Moreau masih bergerak di atas lapisan es. Gadis itu berputar. Menggerakkan kaki. Seperti berselancar, tetapi semua terlihat persis pola mengagumkan. Dia ingat bagaimana selalu memutar video tentang ibunya ketika sedang melakukan hal serupa. Hampir ada kemiripan. Yang membedakan hanya Moreau tahu bagaimana cara memberontak, sementara ada ragam keputusasaan dari wanita yang memutuskan untuk mengakhiri hidup setelah menghadapi sikap seorang suami pengecut—bahkan sebagai ayah pun ... bajingan tua itu tidak betanggung jawab. Abihirt tidak ingin mengingat semua peristiwa yang terdaftar sebagai bagian dari hal terburuk dari hidupnya. Sesaat untuk mengalihkan perhatian kepada pria yang masih menunggu jawaban. “Taruh saja di bawah.” Hanya sebuah perintah singkat; langsung dikerjakan, kemudian pri
Suara serak dan dalam Abihirt tiba – tiba terdengar begitu dekat. Sesaat Moreau tersentak setelah hampir tidak ada petunjuk mengenai apa yang pria itu lakukan. Jarak di antara mereka sungguh melewati batas prediksi dan ketika mencoba untuk memahami situasi yang terasa begitu gamblang, dia baru menyadari bahwa pemutaran film selesai. Derap kaki beberapa orang terduga melangkah pada satu titik meninggalkan ruang teater. Akan lebih baik jika melakukan hal serupa. Bukankah mereka tidak datang bersama, maka pergi pun akan seperti itu? Moreau siap mengambil langkah bangun. Namun, pada akhirnya dia harus tertahan dengan Abihirt melakukan pencegahan. Pria itu juga mendesak supaya dia kembali duduk bersandar di tempat semula—persis kemudian beranjak bangun dan membuatnya terkurung di antara lengan yang berpegangan pada masing – masing pembatas kursi. “Ada urusan di kantor dan aku benar – benar tidak bisa meninggalkan pekerjaanku.” Apakah Abihirt berusaha menjelaskan sesuatu da
Ini sudah lebih dari satu jam sejak pemutaran film dimulai. Moreau tidak tahu ke mana Abihirt pergi, tetapi pria itu tidak pernah sampai di tempat yang mereka janjikan. Dia bahkan sudah mengirimkan beberapa pesan, termasuk barcode tiket menonton dan tak satu pun dapat menyiratkan prospek bahwa Abihirt akan membacanya. Mungkin pria itu tak pernah benar – benar berniat, kemudian sengaja membiarkan Moreau menunggu dan akhirnya duduk nyaris sendirian di sini. Memang perlu digaris bawahi tentang keberadaan yang lain—penonton yang sedang menikmati alur cerita. Namun, itu tak sama seperti seseorang telah mengatakan akan hadir, walau pada kenyataannya tidak. Abihirt punya keinginan untuk tidak memberi Juan kesempatan. Dengan ironi, membuat perasaan Moreau setengah kesal. Dia sudah mati – matian menahan diri dengan tidak menyetujui permintaan Juan—saat tawaran nonton bersama kembali diberikan, sementara mereka tahu Abihirt membuat harapannya berhamburan tidak jelas. Tujuan pria it
Bukan sesuatu yang dapat dicampuri. Moreau tak ingin terjerumus terhadap pelbagai pemikiran, di mana seharusnya dia tahu bahwa terdapat risiko menjadi seorang simpanan. “Semua sudah selesai, Nona.” Tiba – tiba Caroline bicara di tengah gemuruh cukup hening. Itu menarik Moreau kembali ke permukaan hingga mengerjap untuk beberapa saat. Perlu disadari bahwa Caroline menyiapkan semua kebutuhannya dengan komplit. Memindahkan Chorrus yang digoreng matang ke atas meja makan, berikut tambahan saus cokelat sebagai pendamping utama. Moreau tersenyum, kemudian mengikuti langkah wanita itu. “Terima kasih, Caroline.” Dia duduk persis ketika tanpa peringatan Caroline menyiapkan ruang duduk untuknya. “Kau mau ikut makan denganku?” dan menambahkan pertanyaan setelah menyadari Caroline tampak memiliki minat menyelesaikan hal tersisa; seperti perangkat masak dan minyak bekas yang masih begitu panas. “Tidak, Nona. Masih ada hal yang harus saya kerjakan. Sepertinya Nyonya Barba
Setelah menarik napas cukup dalam. Moreau menuntut diri supaya siap, lalu berkata, “Kau tahu dari awal kalau aku tidak pernah menginginkan ini. Mungkin kau membuatku terbiasa, atau aku tak akan pernah benar – benar terbiasa. Sesuatu membuatku mendapatkan sudut pandang yang buruk tentang seks.” Dia langsung menatap Abihirt gugup, berharap akan ada sesuatu yang ditemukan, tetapi pria itu nyaris tidak memperlihatkan satu pun reaksi tertentu, selain mengambil langkah mundur; beranjak pergi memunguti helai kain yang tercecer sekadar berpakaian utuh di hadapannya. “Apa pun yang kulakukan, karena kita berada di bawah surat pernjanjian. Mungkin kau bisa memaafkanku jika memang terlalu kasar.” Semua diakhiri dengan pernyataan yang membuat jantung Moreau bertalu – talu keras. Dia terkesiap saat Abihirt bahkan menderap meninggalkan kamar, meninggalkan dirinya sendirian, terpaku, hampir terlalu bingung, tetapi semua masih tentang perjanjian di antara mereka. Tidak lebih. Pria