“Kau bisa menitipkan Chicao-mu di sini.” Dia akhirnya mengatakan itu setelah memikirkan waktu yang telah Abihirt lewatkan di kamarnya. Sama sekali tidak memiliki hasrat merepotkan pria itu. “Kau mungkin bisa pergi, Abi. Kami tidak apa – apa di sini.” Moreau menambahkan setelah Abihirt meletakkan Chicao tidak jauh dari kakinya. Anjing Cocker Spaniel itu hanya meringkuk sembari menatap tubuh kokoh dalam balutan pakaian kerja telah menjulang tinggi. Kontak mata terjadi dengan singkat ketika Abihirt yang memutuskan pertama kali. Pria itu menatap Chicao, pelan sekali mengajukan tangan sekadar mengusap puncak kepala anjing tersebut, untuk kemudian benar – benar melangkah pergi. *** Barbara menarik napas panjang setelah berada di sini sekadar melakukan pertemuan ... lagi, bersama Samuel. Mereka sedang duduk berhadapan di sudut paling pojok di restoran, sebagai bentuk antisipasi kalau – kalau ada hal tak terduga datang mengimbangi. “Jadi bagaimana rencana pencucian uang-mu? Ada in
Suasana hati yang bagus dan pelbagai proses penyembuhan usai beberapa beberapa minggu berlalu, akhirnya membawa Moreau untuk bisa kembali melakukan sesi latihan bersama Juan. Dia bernapas dengan udara terasa menggebu di rongga dada. Ini bagian terakhir setelah melakukan segala bentuk gerakan indah secara berulang. “Aku rasa latihan hari ini sudah cukup.” Itu yang barusan Anitta katakan dan bagaimana Juan tampak begitu peduli, memastikan sebelah lengan pria tersebut bertaut di pinggung Moreau, hanya supaya mereka dapat berjalan bersama. Dia mengerti Juan ingin menjadi penopang saat memutuskan untuk berjalan dengan hati – hati. Berdua ... langkah mereka telah lebih dekat menghadap Anitta yang menunggu tidak jauh dari pinggir lapangan es. “Kau perlu beristirahat lebih sering, Moreau. Kaki-mu masih harus diperhatikan, kalau sakit katakan saja, jangan sampai kita tidak bisa ikut tournamen, karena kondisimu tidak benar – benar baik. Ingat, latihan kita sudah sampa
“Mr. Lincoln.” Segera. Dengan cepat suara Juan mengambil andil terhadap hening di antara mereka. Pria itu tersenyum mencari muka. Ancaman yang pernah diberikan rasanya sudah cukup membuat mata kelabu Abihirt menatap tajam. Tidak ada tanggapan sehingga Juan meringis tanpa sadar sembari menggaruk tengkuk yang tak gatal. “Sepertinya aku harus pergi, Amiga. Sampai jumpa besok.” Bibir Moreau setengah terbuka ketika dia menyaksikan Juan buru – buru melangkah pergi. Namun, tak satu pun hal terungkap dari ujung tenggorokan. Ya, dia tak bisa mengatakan apa pun selain memindahkan perhatian ke wajah tampan Abihirt. Tubuh tinggi ayah sambungnya seolah – olah memiliki radar tertentu, di mana Moreau merasa pria itu dilingkupi penuh dengan tujuan rahasia. “Kau akan membawaku ke rumahmu?” tanya Moreau dituntut kebutuhan naluriah untuk berjalan masuk ke kursi penumpang depan. Dia duduk mengenyakkan bahu di sandaran jok sambil memperhatikan setia
“Kau yakin kita akan menang?” Pertanyaan Juan secara teknikal menambahkan ketegangan yang mereka rasakan. Moreau menelan ludah kasar, hampir tidak ada tempat untuk menampung keraguan yang dia sendiri juga tidak bisa mengendalikan dengan baik. Namun, sebagai tim, mereka harus saling menaruh kepercayaan, terlepas proses latihan dan pelbagai usaha lainnya beberapa minggu terakhir. Semua memang sudah dengan persiapan terbaik. Bahkan kostum pilihan, karya Mrs. Smift, telah merekat indah di tubuh mereka, wanita itu kebetulan sudah melakukan sambungan video untuk memberi dukungan, mengingat Spanyol bukanlah tuan rumah. Hanya perlu menunggu giliran untuk tampil, dan rasanya Moreau benar – benar tak bisa menyingkirkan ketegangan di sekitar bahu dan pelbagai gal yang dia hadapi. “Kita pasti akan menang,” ucapnya nyaris menyerupai lirih. Tidak dimungkiri bahwa pasangan figure skatting yang membawa nama negara lain luar biasa hebat. “Ya, kalian pasti akan menang. Kalia
“Kita berhasil, Amigo. Aku mencintaimu.” Juan langsung berteriak antusias sambil menarik tubuh Moreau untuk berpelukan erat. Pria itu membuat wajahnya tenggelam di permukaan dada yang bergerak. Betapa dia bisa merasakan bagaimana napas Juan terus menggebu. Ini hanya perayaan singkat. Mereka belum benar – benar selesai. Bagaimanapun, sebagai pasangan yang telah tampil, tidak ada lagi ketegangan sekadar membuat semua terlalu mengerikan. Pelepasan ini sungguh menjadi sajian nikmat. Moreau tersenyum saat Juan mengendurkan sentuhan lengan, kemudian menuntun langkah mereka dengan sepatu yang menggesek di lapisan es untuk mendekati kelompok pendukung Tim Spanyol. Anitta sudah menunggu sambil merentangkan kedua tangan. Moreau dan Juan menyambut lewat ledakan perasaan gembira. Hanya sebentar, karena pelatih mereka segera mengatakan sesuatu persis sebuah pujian. “Kerja bagus. Setidaknya kalian telah menarik simpastisan penonton, tapi semua tetap berakhir pada keputus
“Kau akan ikut pulang bersamaku setelah semuanya telah selesai.” Hanya pernyataan demikian yang masih tersisa di benak Moreau saat dia sudah berada di sini. Duduk dengan tenang menghadapi perjalanan menuju pulang sambil sesekali memindahkan perhatian ke luar jendela. Sementara Abihirt berada di sisi lainnya, terlihat seperti membicarakan sesuatu yang serius bersama Gabriel. Mungkin terlalu penting sehingga nyaris tidak ada hal lain bisa pria itu lakukan, meski sesekali mata mereka akan bertemu, dan Moreau memutusukan untuk menyingkir lebih dulu. Sayangnya, dia tidak pernah mengira bahwa Abihirt akan muncul, mengambil posisi begitu dekat ketika urusan pria itu selesai. Aroma maskulin seketika menyerbak di sekitar wajahnya. Moreau ingin meresepi lebih dalam dengan membuat kebutuhan menarik napas menjadi tidak terlewatkan. Tiba – tiba dia merasakan sesuatu bergerak secara tentatif dan menyadari Abihirt sedang memegang bulatan medali emas yang memang masih dikal
“Kita sedang dalam perjalanan pulang, Abi.” Moreau berusaha mengingatkan, agar pria itu sadar dan berhenti melakukan tindakan seperti ini. Ada saat – saat di mana perlu menahan gairah. Menunggu sampai seharusnya menemukan waktu yang tepat. Bukan di sini. “Lepaskan medalimu.” Sial, Moreau sendiri tak kuasa menghadapi setiap perlakuan nyaris tanpa jeda dari ayah sambungnya. Bibir pria itu membisikkan sebuah permintaan dengan suara parau. Benar – benar meninggalkan sesuatu yang membuat jantung bertalu keras. “Untuk apa aku melepas medaliku?” “Aku ingin kau ke kamar.” Jet pribadi ini sudah dilengkapi fasilitas mentereng. Bahu Moreau mendadak tegang menghadapi hasrat telah membara di mata kelabu Abihirt. Pria itu memintanya untuk beranjak bangun. Dia mungkin tidak menolak, meski belum ada niat menyingkirkan medali yang masih menggantung di bagian leher. Mereka berjalan melewati kabin. Tidak lagi tersisa bantahan sekalipun Moreau tahu bahwa dia tidak pernah memiliki kebutuhan
Setelah sampai di Spanyol, di rumah mereka tinggal, Moreau langsung masuk ke dalam kamar sebagaimana dia butuh waktu – waktu panjang untuk beristirahat. Lelah dan diliputi rasa bersalah adalah dua paket kombo yang tidak dapat dipisahkan. Dia nyaris tak mengerti mengapa, bersama Abihirt ... membuat mereka lihai dalam menyembunyikan kebenaran. Masih tersisa ingatan tentang Barbara yang menyambut dengan antusias. Wanita itu bahkan terlampau tidak sabar saat ingin menyentuh medali emas miliknya. Tidak ada penolakan. Tentu. Moreau sempat membiarkan ujung jemari Barbara merasakan logam mulia dengan bentuk bulatan padat. Wanita itu tersenyum lebar, sebentar, walau tidak mengatakan apa pun lagi saat - saat trrsebut untuk diselesaikan. Reaksi euforia memang terlalu singkat. Lagi pula, tidak ada yang berharap adanya sikap berlebihan. Moreau menarik napas berulang kali sambil berusaha untuk tidur. Dia mulai memejam dan tiba – tiba suara ketukan pintu dari luar menarik seluruh perh