“Kau yakin kita akan menang?”
Pertanyaan Juan secara teknikal menambahkan ketegangan yang mereka rasakan. Moreau menelan ludah kasar, hampir tidak ada tempat untuk menampung keraguan yang dia sendiri juga tidak bisa mengendalikan dengan baik. Namun, sebagai tim, mereka harus saling menaruh kepercayaan, terlepas proses latihan dan pelbagai usaha lainnya beberapa minggu terakhir. Semua memang sudah dengan persiapan terbaik. Bahkan kostum pilihan, karya Mrs. Smift, telah merekat indah di tubuh mereka, wanita itu kebetulan sudah melakukan sambungan video untuk memberi dukungan, mengingat Spanyol bukanlah tuan rumah. Hanya perlu menunggu giliran untuk tampil, dan rasanya Moreau benar – benar tak bisa menyingkirkan ketegangan di sekitar bahu dan pelbagai gal yang dia hadapi. “Kita pasti akan menang,” ucapnya nyaris menyerupai lirih. Tidak dimungkiri bahwa pasangan figure skatting yang membawa nama negara lain luar biasa hebat. “Ya, kalian pasti akan menang. Kalia“Kita berhasil, Amigo. Aku mencintaimu.” Juan langsung berteriak antusias sambil menarik tubuh Moreau untuk berpelukan erat. Pria itu membuat wajahnya tenggelam di permukaan dada yang bergerak. Betapa dia bisa merasakan bagaimana napas Juan terus menggebu. Ini hanya perayaan singkat. Mereka belum benar – benar selesai. Bagaimanapun, sebagai pasangan yang telah tampil, tidak ada lagi ketegangan sekadar membuat semua terlalu mengerikan. Pelepasan ini sungguh menjadi sajian nikmat. Moreau tersenyum saat Juan mengendurkan sentuhan lengan, kemudian menuntun langkah mereka dengan sepatu yang menggesek di lapisan es untuk mendekati kelompok pendukung Tim Spanyol. Anitta sudah menunggu sambil merentangkan kedua tangan. Moreau dan Juan menyambut lewat ledakan perasaan gembira. Hanya sebentar, karena pelatih mereka segera mengatakan sesuatu persis sebuah pujian. “Kerja bagus. Setidaknya kalian telah menarik simpastisan penonton, tapi semua tetap berakhir pada keputus
“Kau akan ikut pulang bersamaku setelah semuanya telah selesai.” Hanya pernyataan demikian yang masih tersisa di benak Moreau saat dia sudah berada di sini. Duduk dengan tenang menghadapi perjalanan menuju pulang sambil sesekali memindahkan perhatian ke luar jendela. Sementara Abihirt berada di sisi lainnya, terlihat seperti membicarakan sesuatu yang serius bersama Gabriel. Mungkin terlalu penting sehingga nyaris tidak ada hal lain bisa pria itu lakukan, meski sesekali mata mereka akan bertemu, dan Moreau memutusukan untuk menyingkir lebih dulu. Sayangnya, dia tidak pernah mengira bahwa Abihirt akan muncul, mengambil posisi begitu dekat ketika urusan pria itu selesai. Aroma maskulin seketika menyerbak di sekitar wajahnya. Moreau ingin meresepi lebih dalam dengan membuat kebutuhan menarik napas menjadi tidak terlewatkan. Tiba – tiba dia merasakan sesuatu bergerak secara tentatif dan menyadari Abihirt sedang memegang bulatan medali emas yang memang masih dikal
“Kita sedang dalam perjalanan pulang, Abi.” Moreau berusaha mengingatkan, agar pria itu sadar dan berhenti melakukan tindakan seperti ini. Ada saat – saat di mana perlu menahan gairah. Menunggu sampai seharusnya menemukan waktu yang tepat. Bukan di sini. “Lepaskan medalimu.” Sial, Moreau sendiri tak kuasa menghadapi setiap perlakuan nyaris tanpa jeda dari ayah sambungnya. Bibir pria itu membisikkan sebuah permintaan dengan suara parau. Benar – benar meninggalkan sesuatu yang membuat jantung bertalu keras. “Untuk apa aku melepas medaliku?” “Aku ingin kau ke kamar.” Jet pribadi ini sudah dilengkapi fasilitas mentereng. Bahu Moreau mendadak tegang menghadapi hasrat telah membara di mata kelabu Abihirt. Pria itu memintanya untuk beranjak bangun. Dia mungkin tidak menolak, meski belum ada niat menyingkirkan medali yang masih menggantung di bagian leher. Mereka berjalan melewati kabin. Tidak lagi tersisa bantahan sekalipun Moreau tahu bahwa dia tidak pernah memiliki kebutuhan
Setelah sampai di Spanyol, di rumah mereka tinggal, Moreau langsung masuk ke dalam kamar sebagaimana dia butuh waktu – waktu panjang untuk beristirahat. Lelah dan diliputi rasa bersalah adalah dua paket kombo yang tidak dapat dipisahkan. Dia nyaris tak mengerti mengapa, bersama Abihirt ... membuat mereka lihai dalam menyembunyikan kebenaran. Masih tersisa ingatan tentang Barbara yang menyambut dengan antusias. Wanita itu bahkan terlampau tidak sabar saat ingin menyentuh medali emas miliknya. Tidak ada penolakan. Tentu. Moreau sempat membiarkan ujung jemari Barbara merasakan logam mulia dengan bentuk bulatan padat. Wanita itu tersenyum lebar, sebentar, walau tidak mengatakan apa pun lagi saat - saat trrsebut untuk diselesaikan. Reaksi euforia memang terlalu singkat. Lagi pula, tidak ada yang berharap adanya sikap berlebihan. Moreau menarik napas berulang kali sambil berusaha untuk tidur. Dia mulai memejam dan tiba – tiba suara ketukan pintu dari luar menarik seluruh perh
Satu tujuan Barbara adalah mendatangi sang suami. Dia tersenyum tipis saat sebentuk bahu besar, kokoh Abihirt sudah begitu dekat. Pria itu sibuk menemani anjing yang ditinggalkan selama beberapa waktu dengan sebelah tangan mengusap bulu sewarna kecokelatan yang lembut, meski terkadang perlu sandiwara besar supaya bisa mengambil perhatian suaminya. Dengan tidak sabar. Lengan Barbara langsung terulur menyentuh garis bahu itu. Dia melekukkan bibir lebih lebar saat Abihirt menengadah sebagai reaksi murni terhadap tindakan yang telah dilakukan. Naluri waspada selalu menjadi bagian dari tindakan pria tersebut. “Kau akan menemani Chicao sepanjang malam di sini?” tanya Barbara sekadar basa – basi. Betapa dia menginginkan suaminya. Sekarang mulai mengambil tindakan tersirat. Abihirt mungkin akan memahami, walau pria itu tidak menunjukkan secara spesifik. Hanya balas menyentuh punggung tangannya yang masih bertaut di bahu yang terasa padat. Barbara tidak tahu pemikiran seper
Keberadaan Froy tidak pernah terbayangkan akan masuk ke dalam daftar pertemuan. Namun, Moreau tidak bisa mengatakan apa pun ketika mereka terlibat di satu tempat yang sama. Pria itu terus menatapnya seolah – olah masih tertinggal sesuatu, yang salah dan mereka perlu menyelesaikan. Seharusnya tidak ada. Moreau yakin Froy sudah menganggap keputusan paling terdahulu kemarin adalah pilihan tepat. Agenda menikahi Lewi bukankah sudah dideklarasikan oleh kekasih pria itu sendiri? Bukan sesuatu yang mengejutkan lagi—jika, kemungkinan terbesar Froy hanya menyimpan beberapa hal untuk dibicarakan. Paling tidak, masih diliputi kebutuhan menahan diri. Tidak di sini. Saat di mana mereka baru saja berpas – pasan di pintu masuk, sementara Barbara sedang berurusan bersama wanita matang yang telah memperkenalkan diri sebagai ibu dari pria itu di hadapan Moreau, Gloriya ... dan merupakan saudari perempuan Abihirt. Moreau masih belum mengerti silsilah tentang keluarga ayah samb
“Abi memang menyukai hewan sejak dia kecil. Jadi, tidak usah heran.” Sekarang Gloriya menambahkan meski wanita itu membuat Barbara menaikkan sebelah alis tinggi setelah memalingkan wajah ke samping. “Kau mengenalnya sangat baik. Tapi, bukankah kalian tidak pernah tinggal serumah?" “Ya, memang. Aku tinggal bersama nenek dari ayahku setelah kedua orang tuaku memutuskan untuk bercerai. Hanya selalu mendengar tentang Abi mengenai semua yang pria itu mau, suka, dan tidak. Ngomong - ngomong aku dan Abi lahir dari wanita yang berbeda.” Pengetahuan baru .... Setidaknya itu yang Moreau dapatkan, dan mungkin Barbara juga tidak pernah mengira akan ada ungkapan demikian. Mereka tidak mengatakan apa pun lagi, selain melanjutkan langkah untuk melakukan kebutuhan tersisa. *** “Kau yakin akan membawa anjingmu ikut serta?” Roger bersuara setelah persiapan mereka yang terasa panjang. Dia hanya perlu menyetir, karena Abihirt baru saja melakukan tranfusi dara
“Sudah ada ibuku yang menyambut Abi. Aku di sini saja—oh, tidak apa – apa Bibi Gloriya, aku yang mencuci piring.” Dia menambahkan secara terburu setelah menyadari apa yang akan wanita tersebut lakukan. “Bagaimana perlakuan Abi, apa dia baik selama menjadi ayah sambungmu?” Mungkin sesuatu yang salah telah melibatkan situasi di antara mereka. Moreau nyaris tak percaya bahwa Gloriya akan mengajukan pertanyaan tersebut secara langsung. Wanita itu begitu ingin tahu, sementara kebutuhan Moreau hanyalah menatap sepasang ibu dan anak di hadapannya secara bergiliran. Bagaimana perlakuan Abihirt saat menjadi ayah sambung? Mungkin Moreau bisa menjabarkan banyak keganjilan. Kadang – kadang terlalu baik, atau bahkan apatis terhadap pelbagai hal yang menjadi bagian dari sikap dasar pria itu. Dia hampir tanpa sadar menipiskan bibir ketika kemudian mengatakan secara langsung separuh pengetahuan, walau tidak sepenuhnya benar. “Abi sedikit rumit. Jika tidak ada sesuat
Mereka sudah menghabiskan waktu hampir satu setengah jam untuk sarapan pagi dan melakukan sisa – sisa perjalanan lain, tetapi Moreau tidak memahami motivasi ayah sambungnya terhadap apa pun yang telah berlalu tadi. Abihirt tidak banyak bicara. Tidak dimungkiri bahwa mereka sempat berkeliling hanya untuk mencarikan sesuatu, membeli perlengkapan yang Moreau yakin adalah kegemaran ibunya. Ya, seharusnya beberapa bagian tersebut akan cukup jelas. Dia hanya merasa masih terlalu ambigu, apalagi ketika sampai pada agenda pulang, Abihirt tidak bersikap seakan ada prospek spesifik mengenai apa yang akan terjadi. Meminta supaya mereka tetap di sini, terjebak sesaat di tengah gemuruh keheningan, sementara waktu terus memburu dan beranjak terlalu jauh. Dia tidak menginginkan itu. “Sekarang kita akan masuk?” Moreau tidak bisa menahan diri sekadar diam. Terlalu lama di mobil tidak membuat situasi terasa lebih baik. Ada begitu banyak keabsahan. Mereka tidak bisa meninggalkan bagi
Udara dari celah bibir Barbara berembus kasar. Dia menatap Samuel setengah enggan, tetapi merasa pria itu mungkin akan memberi solusi terhadap permasalahan yang sedang dihadapi. Samuel biasanya cukup cakap. Ntah apa yang mungkin akan pria itu katakan. Hanya sedikit tidak siap jika ternyata muncul serentatan kalimat tak menyenangkan dan makin membuat dia didesak ketakutan. “Bukannya tadi kau dan suamimu baik – baik saja? Kenapa tiba – tiba kau ingin pulang dan mengatakan kalau Froy benar tentang hubungan rahasia suamimu bersama anak gadismu?” Bagaimanapun, Samuel menginginkan rangkaian cerita lebih runut. Membuat Barbara ntah harus kali ke berapa menekan segerombol perasaan tidak tenang. Dia masih sangat memikirkan pelbagai kemungkinan buruk. Ditambahkan sikap Abihirt yang dia tahu tidak akan mudah dipoles. Suaminya bahkan tidak menunjukkan itikad baik sekadar menjelaskan segala bentuk hal yang sedang menjadi permasalahan mereka. “Aku mendengar suara Moreau di telep
[Abi, boleh aku pinjam ponselmu untuk mengirim foto – fotoku yang ada di padang pasir ....] Rasanya sekujur tubuh Barbara mendidih membayangkan apa yang sedang logikanya uraikan. Abihirt berkata jika pria itu masih Dubai; akan segera pulang, tetapi sangat mengejutkan mengetahui suara Moreau menyelinap masuk di tengah pembicaraan mereka. Ini tidak dapat disesali. Betapa pun Barbara mencoba sekadar menyangkal. Dia telah menyaring segala sesuatu yang terjadi di sana, dengan jelas ... dengan sangat jelas bahwa Moreau butuh foto – foto di padang pasir untuk dikirim ke ponsel gadis itu. Barangkali juga tidak diharapkan penjelasan lebih tentang apa yang sebenarnya terjadi. Sialnya, Barbara bahkan belum mengucapkan apa – apa dan menuntut Abihirt membicarakan semua yang telah suaminya sembunyikan, termasuk saat Abihirt mengaku tidak mengetahui keberadaan Moreau di kali terakhir dia menghubungi pria itu sambil membicarakan keberadaan putrinya yang tidak berkabar. Namun, pa
Namun, untuk beberapa saat Moreau menoleh ke arah ayah sambungnya ketika menyentuh gagang pintu. Abihirt terduga merenggut ponsel pria itu di atas nakas. Mungkin ada kesibukan penting, yang secara tidak langsung mengingatkan Moreau bahwa ada satu hal—lupa dia katakan kepada ayah sambungnya. Ini tidak akan lama. Dia hanya akan membasuh wajah dengan percikan air, kemudian kembali kepada pria itu. Memang tidak lama. Ketika Moreau menatap pantulan wajah di depan cermin, tindakan kali pertama dilakukan adalah menarik napas dalam – dalam. Semua perangkat di sini hanya milik Abihirt. Dia akan menggosok gigi, nanti, di rumah. Sekarang sebaiknya menghampiri pria itu di atas ranjang. Mendadak ledakan dalam diri Moreau menjadi antusias. Dia memang tidak sabar ingin mengirim foto – foto di padang pasir hari itu, setelah mulai mengoperasikan ponsel baru pemberian ayah sambungnya. Berharap Abihirt tidak keberatan saat dia mengatakan tujuan yang sedang berkecamuk liar. Mo
Walau ternyata tidak .... Moreau merasakan sesuatu yang berat menindih di sekitar tubuhnya. Dia mengerjap beberapa kali untuk menyadari bahwa biasan cahaya dari jendela berusaha menembus masuk melalui tirai yang menjuntai. Sudah pagi. Sepertinya permintaan tidur semalam membuat dia terlelap nyenyak. Moreau tidak akan berkomentar apa – apa tentang hal tersebut. Semua sudah berlalu dan tidak perlu mengingat kembali sesuatu yang pada akhirnya selalu berujung tidak pasti. Sambil mencoba bergeser, dia menghirup udara sebanyak mungkin, sedikit ingin meregangkan tulang – tulang yang terasa kaku, tetapi segera menyadari jika hampir tidak ada ruang sekadar bergerak. Seseorang seperti membuatnya terperangkap; menghirup aroma maskulin yang menyerbu deras, hingga tanpa sengaja Moreau menyentuh helai rambut—terasa halus, dan dia tetap menyapukan telapak tangan dengan lembut di sana. Ini seperti meninggalkan sensasi tertentu, tidak tahu mengapa secara naluriah sudut bibi
“Kenapa kau terus menghimpitku seperti ini?” Butuh keberanian penuh tekad dan Moreau akhirnya mengajukan pertanyaan diliputi suara nyaris setengah berbisik. Ingin menoleh ke belakang, tetapi jelas keberadaan wajah Abihirt justru membuat pipi mereka bersentuhan. Pria itu dapat dipastikan tidak akan mengatakan apa – apa. Moreau secara naluriah mengembuskan napas kasar; membiarkan Abihirt mengatur posisi lebih baik dan sekarang wajah pria itu nyaris terperangkap di ceruk lehernya. Abihirt tidak tidur. Demikian yang setidaknya dapat Moreau rasakan. Mungkin juga tidak akan secepatnya terlelap, walau pria itu mengakui sendiri untuk tidak melakukan apa pun setelah mereka melakukan perjalanan jauh. Lagi pula, ada sisa hal di antara mereka yang tidak coba Moreau ungkap begitu saja. Masih tentang Froy dan dia akan mencoba mencari petunjuk. “Aku memikirkan sesuatu.” Mula – mula memulai dengan rasa waspada meningkat deras di benaknya. Ketika Abihirt masuk ke dala
Menyenangkan menggoda Abihirt. Demikian yang Moreau rasakan. Kali ini dia benar – benar berani. Benar – benar akan bersikap menantang ayah sambungnya dan secara tentatif merenggut kain yang dikenakan hingga menyisakan dalaman berenda yang kontras. Membiarkan jeda terjadi beberapa saat, kemudian ragu – ragu melirik Abihirt ketika harus dengan hati – hati menutup beberapa bagian tubuhnya di hadapan pria itu. Dia yang berusaha memancing sesuatu meledak dalam diri Abihirt, tetapi tidak ingin suami ibunya menjadi brutal dan tidak terselamatkan. Sekarang, begitu perlahan memasukkan tangan ke dalam bolongan kain—mengenakan kaus pemberian pria itu dengan tepat. Selesai. Tubuh Moreau terbungkus. Dia seperti tenggelam. Segera menunduk dan menyaksikan bagaimana ujung kain sungguh secara pasti menyentuh di pahanya. Abihirt menebak dengan tepat untuk tidak menambahkan celana. Cukup dengan dalaman satin tipis dan itu membuat Moreau merasa nyaman. “Aku akan tidur sekarang,
Moreau menunduk; tersadar bahwa perlu melakukan hal serupa, tetapi koper dan seluruh pakaian barunya—yang dipersiapkan ketika mereka hendak menuju Dubai, masih di mobil. Abihirt tidak memberikan petunjuk tentang barang – barang yang tertinggal di luar. Barangkali pria itu akan menyiapkan nanti, saat mereka telah begitu siap dan Moreau hanya perlu menunggu ayah sambungnya menyelesaikan bagian tersisa. Dia tidak akan diam begitu saja, segera menyusul bangun dan menerapkan perhatian pada kali terakhir bahu kokoh milik suami Barbara masih terlihat membelakanginya. Mungkin terlalu lancang. Ya. Namun, itu lebih baik daripada tidak pernah. Setiap detil tindakan Abihirt begitu tak terduga. Pria itu dalam sekejap telah berpakaian rapi di sana. Paling tidak, hal tersebut perlu digaris bawahi. Tidak ada yang perlu disesali, meski Moreau merasa sangat gugup saat mata kelabu itu menatap ke arahnya lamat. “Kau bilang masih mengantuk. Kenapa tidak tidur?” Suara serak dan dalam A
“Aku sangat mengantuk dan malas berjalan, bisa kau menggendongku saja?” Moreau tidak ingin menganggap ini berlebihan ketika dia hampir tidak bisa mengajukan protes kepada ayah sambungnya; mengenai keputusan pria itu untuk berada di sini, di halaman mansion mewah, alih – alih kembali ke rumah tempat mereka tinggal. Mungkin ini akan cukup pantas memberi pemahaman. Abihirt juga tidak menunjukkan sikap enggan sekadar menuruti apa yang baru saja coba dia mulai di antara mereka, yang diam – diam membuat Moreau melekukkan bibir tipis setelah mendeteksi bagaimana cara pria itu turun dari mobil, lalu mengambil sikap mengambil tubuhnya—mendekap erat dengan kedua tangan melekat penuh di sana. Moreau secara naluriah berpegangan di leher ayah sambungnya. Dia menengadah. Mengagumi setiap detil hal di wajah pria itu. Nyaris tidak ada yang bisa dilewatkan. Rasanya menyenangkan membayangkan seperti berkencan dan Abihirt sebagai kekasih baik, menuruti apa yang diinginkan. Wa