“Kita berhasil, Amigo. Aku mencintaimu.”
Juan langsung berteriak antusias sambil menarik tubuh Moreau untuk berpelukan erat. Pria itu membuat wajahnya tenggelam di permukaan dada yang bergerak. Betapa dia bisa merasakan bagaimana napas Juan terus menggebu. Ini hanya perayaan singkat. Mereka belum benar – benar selesai. Bagaimanapun, sebagai pasangan yang telah tampil, tidak ada lagi ketegangan sekadar membuat semua terlalu mengerikan. Pelepasan ini sungguh menjadi sajian nikmat. Moreau tersenyum saat Juan mengendurkan sentuhan lengan, kemudian menuntun langkah mereka dengan sepatu yang menggesek di lapisan es untuk mendekati kelompok pendukung Tim Spanyol. Anitta sudah menunggu sambil merentangkan kedua tangan. Moreau dan Juan menyambut lewat ledakan perasaan gembira. Hanya sebentar, karena pelatih mereka segera mengatakan sesuatu persis sebuah pujian. “Kerja bagus. Setidaknya kalian telah menarik simpastisan penonton, tapi semua tetap berakhir pada keputus“Kau akan ikut pulang bersamaku setelah semuanya telah selesai.” Hanya pernyataan demikian yang masih tersisa di benak Moreau saat dia sudah berada di sini. Duduk dengan tenang menghadapi perjalanan menuju pulang sambil sesekali memindahkan perhatian ke luar jendela. Sementara Abihirt berada di sisi lainnya, terlihat seperti membicarakan sesuatu yang serius bersama Gabriel. Mungkin terlalu penting sehingga nyaris tidak ada hal lain bisa pria itu lakukan, meski sesekali mata mereka akan bertemu, dan Moreau memutusukan untuk menyingkir lebih dulu. Sayangnya, dia tidak pernah mengira bahwa Abihirt akan muncul, mengambil posisi begitu dekat ketika urusan pria itu selesai. Aroma maskulin seketika menyerbak di sekitar wajahnya. Moreau ingin meresepi lebih dalam dengan membuat kebutuhan menarik napas menjadi tidak terlewatkan. Tiba – tiba dia merasakan sesuatu bergerak secara tentatif dan menyadari Abihirt sedang memegang bulatan medali emas yang memang masih dikal
“Kita sedang dalam perjalanan pulang, Abi.” Moreau berusaha mengingatkan, agar pria itu sadar dan berhenti melakukan tindakan seperti ini. Ada saat – saat di mana perlu menahan gairah. Menunggu sampai seharusnya menemukan waktu yang tepat. Bukan di sini. “Lepaskan medalimu.” Sial, Moreau sendiri tak kuasa menghadapi setiap perlakuan nyaris tanpa jeda dari ayah sambungnya. Bibir pria itu membisikkan sebuah permintaan dengan suara parau. Benar – benar meninggalkan sesuatu yang membuat jantung bertalu keras. “Untuk apa aku melepas medaliku?” “Aku ingin kau ke kamar.” Jet pribadi ini sudah dilengkapi fasilitas mentereng. Bahu Moreau mendadak tegang menghadapi hasrat telah membara di mata kelabu Abihirt. Pria itu memintanya untuk beranjak bangun. Dia mungkin tidak menolak, meski belum ada niat menyingkirkan medali yang masih menggantung di bagian leher. Mereka berjalan melewati kabin. Tidak lagi tersisa bantahan sekalipun Moreau tahu bahwa dia tidak pernah memiliki kebutuhan
Setelah sampai di Spanyol, di rumah mereka tinggal, Moreau langsung masuk ke dalam kamar sebagaimana dia butuh waktu – waktu panjang untuk beristirahat. Lelah dan diliputi rasa bersalah adalah dua paket kombo yang tidak dapat dipisahkan. Dia nyaris tak mengerti mengapa, bersama Abihirt ... membuat mereka lihai dalam menyembunyikan kebenaran. Masih tersisa ingatan tentang Barbara yang menyambut dengan antusias. Wanita itu bahkan terlampau tidak sabar saat ingin menyentuh medali emas miliknya. Tidak ada penolakan. Tentu. Moreau sempat membiarkan ujung jemari Barbara merasakan logam mulia dengan bentuk bulatan padat. Wanita itu tersenyum lebar, sebentar, walau tidak mengatakan apa pun lagi saat - saat trrsebut untuk diselesaikan. Reaksi euforia memang terlalu singkat. Lagi pula, tidak ada yang berharap adanya sikap berlebihan. Moreau menarik napas berulang kali sambil berusaha untuk tidur. Dia mulai memejam dan tiba – tiba suara ketukan pintu dari luar menarik seluruh perh
Satu tujuan Barbara adalah mendatangi sang suami. Dia tersenyum tipis saat sebentuk bahu besar, kokoh Abihirt sudah begitu dekat. Pria itu sibuk menemani anjing yang ditinggalkan selama beberapa waktu dengan sebelah tangan mengusap bulu sewarna kecokelatan yang lembut, meski terkadang perlu sandiwara besar supaya bisa mengambil perhatian suaminya. Dengan tidak sabar. Lengan Barbara langsung terulur menyentuh garis bahu itu. Dia melekukkan bibir lebih lebar saat Abihirt menengadah sebagai reaksi murni terhadap tindakan yang telah dilakukan. Naluri waspada selalu menjadi bagian dari tindakan pria tersebut. “Kau akan menemani Chicao sepanjang malam di sini?” tanya Barbara sekadar basa – basi. Betapa dia menginginkan suaminya. Sekarang mulai mengambil tindakan tersirat. Abihirt mungkin akan memahami, walau pria itu tidak menunjukkan secara spesifik. Hanya balas menyentuh punggung tangannya yang masih bertaut di bahu yang terasa padat. Barbara tidak tahu pemikiran seper
Keberadaan Froy tidak pernah terbayangkan akan masuk ke dalam daftar pertemuan. Namun, Moreau tidak bisa mengatakan apa pun ketika mereka terlibat di satu tempat yang sama. Pria itu terus menatapnya seolah – olah masih tertinggal sesuatu, yang salah dan mereka perlu menyelesaikan. Seharusnya tidak ada. Moreau yakin Froy sudah menganggap keputusan paling terdahulu kemarin adalah pilihan tepat. Agenda menikahi Lewi bukankah sudah dideklarasikan oleh kekasih pria itu sendiri? Bukan sesuatu yang mengejutkan lagi—jika, kemungkinan terbesar Froy hanya menyimpan beberapa hal untuk dibicarakan. Paling tidak, masih diliputi kebutuhan menahan diri. Tidak di sini. Saat di mana mereka baru saja berpas – pasan di pintu masuk, sementara Barbara sedang berurusan bersama wanita matang yang telah memperkenalkan diri sebagai ibu dari pria itu di hadapan Moreau, Gloriya ... dan merupakan saudari perempuan Abihirt. Moreau masih belum mengerti silsilah tentang keluarga ayah samb
“Abi memang menyukai hewan sejak dia kecil. Jadi, tidak usah heran.” Sekarang Gloriya menambahkan meski wanita itu membuat Barbara menaikkan sebelah alis tinggi setelah memalingkan wajah ke samping. “Kau mengenalnya sangat baik. Tapi, bukankah kalian tidak pernah tinggal serumah?" “Ya, memang. Aku tinggal bersama nenek dari ayahku setelah kedua orang tuaku memutuskan untuk bercerai. Hanya selalu mendengar tentang Abi mengenai semua yang pria itu mau, suka, dan tidak. Ngomong - ngomong aku dan Abi lahir dari wanita yang berbeda.” Pengetahuan baru .... Setidaknya itu yang Moreau dapatkan, dan mungkin Barbara juga tidak pernah mengira akan ada ungkapan demikian. Mereka tidak mengatakan apa pun lagi, selain melanjutkan langkah untuk melakukan kebutuhan tersisa. *** “Kau yakin akan membawa anjingmu ikut serta?” Roger bersuara setelah persiapan mereka yang terasa panjang. Dia hanya perlu menyetir, karena Abihirt baru saja melakukan tranfusi dara
“Sudah ada ibuku yang menyambut Abi. Aku di sini saja—oh, tidak apa – apa Bibi Gloriya, aku yang mencuci piring.” Dia menambahkan secara terburu setelah menyadari apa yang akan wanita tersebut lakukan. “Bagaimana perlakuan Abi, apa dia baik selama menjadi ayah sambungmu?” Mungkin sesuatu yang salah telah melibatkan situasi di antara mereka. Moreau nyaris tak percaya bahwa Gloriya akan mengajukan pertanyaan tersebut secara langsung. Wanita itu begitu ingin tahu, sementara kebutuhan Moreau hanyalah menatap sepasang ibu dan anak di hadapannya secara bergiliran. Bagaimana perlakuan Abihirt saat menjadi ayah sambung? Mungkin Moreau bisa menjabarkan banyak keganjilan. Kadang – kadang terlalu baik, atau bahkan apatis terhadap pelbagai hal yang menjadi bagian dari sikap dasar pria itu. Dia hampir tanpa sadar menipiskan bibir ketika kemudian mengatakan secara langsung separuh pengetahuan, walau tidak sepenuhnya benar. “Abi sedikit rumit. Jika tidak ada sesuat
Semua orang menikmati pesta ulang tahun Gloriya, tetapi hanya satu yang terungkap tidak menaruh minat untuk terlibat dalam setiap adegan di sana. Moreau sempat terkejut mengetahui Chicao dibawa sampai jauh ke pedesaan dan sekarang sedang menemani Abihirt. Pria itu dalam balutan kaos putih berkerah, persis mengusap bulu anjing tersebut dengan perhatian penuh. Mungkin sebenarnya Abihirt tidak memiliki niat signifikan sekadar berada di tengah – tengah perkumpulan keluarga. Malahan beberapa waktu lalu cenderung ingin menghindar, meski sesekali Barbara telah berusaha membujuk. Sekarang perhatian Moreau sedikit teralihkan ketika dia mengetahui ibunya terlihat mengambil langkah mendekat sambil membawa sepotong kue ulang tahun di tangan. Senyum wanita itu lebar setelah menjatuhkan bokong di sofa, tepatnya berada di samping Abihirt, walau nyaris tidak tersirat reaksi antusias saat menyambut kedatangan wanita itu. Abihirt hanya menatap singkat, kemudian kembali menyibukkan diri dengan u