Semua orang menikmati pesta ulang tahun Gloriya, tetapi hanya satu yang terungkap tidak menaruh minat untuk terlibat dalam setiap adegan di sana. Moreau sempat terkejut mengetahui Chicao dibawa sampai jauh ke pedesaan dan sekarang sedang menemani Abihirt. Pria itu dalam balutan kaos putih berkerah, persis mengusap bulu anjing tersebut dengan perhatian penuh. Mungkin sebenarnya Abihirt tidak memiliki niat signifikan sekadar berada di tengah – tengah perkumpulan keluarga. Malahan beberapa waktu lalu cenderung ingin menghindar, meski sesekali Barbara telah berusaha membujuk.
Sekarang perhatian Moreau sedikit teralihkan ketika dia mengetahui ibunya terlihat mengambil langkah mendekat sambil membawa sepotong kue ulang tahun di tangan. Senyum wanita itu lebar setelah menjatuhkan bokong di sofa, tepatnya berada di samping Abihirt, walau nyaris tidak tersirat reaksi antusias saat menyambut kedatangan wanita itu. Abihirt hanya menatap singkat, kemudian kembali menyibukkan diri dengan uMoreau nyaris tak pernah memikirkan bagaimana dia harus bersikap saat mereka berada di satu ruang bersama di dekat Froy. “Karena kau tahu aku akan menikah.” Tidak masuk akal. Butuh usaha keras supaya Moreau tidak benar – benar tersulut ke dalam perasaan ganjil. Akan muncuk lebih sering keinginan menghindari sikap pria seperti ini; narsis; percaya diri. Betapa dia menyesali pernah menyimpan perasaan tertentu dan juga telanjur mendambakan hubungan mereka untuk baik – baik saja. Dengan kasar, Moreau mengembuskan udara dari celah bibir, lalu berkata, “Itu sudah tidak menjadi urusanku lagi. Kau menikah atau tidak, aku tidak peduli dan tidak ingin tahu apa pun mengenai hubunganmu dan Lewi.” “Karena kau cemburu?” Pemikiran di benak Froy luar biasa tidak masuk akal, mendesak agar Moreau lagi – lagi mendelik tajam, kali ini ditambahkan dengan reaksi sinis. “Aku tidak cemburu.” Dia menjawab tenang, tetapi biarkan Froy mengumpulkan sisa keinginan pria yang
Moreau tidak mengerti tujuan seperti apa yang Abihirt miliki ketika pria itu mengatakan sebuah pernyataan bohong. Barbara sama sekali tidak mencarinya. Malahan, bersikap tidak adil saat memberi tuduhan secara asal. Barbara menyebut bahwa dia hanya mencari perhatian dengan sengaja datang mendekat selagi wanita itu sedang membicarakan sesuatu bersama Gloriya, yang ditambahkan Roger di antara mereka. Namun, bagaimanapun ... itu kejadian beberapa jam lalu. Perayaan ulang tahun Gloriya bahkan telah diselesaikan dengan sebagian dari keluarga ayah sambungnya telah meninggalkan pedesaan. Hanya tinggal beberapa, yang sejak awal memang telah terlibat dalam melakukan persiapan. Seperti ibunya yang secara tidak langsung menjadi bagian keluarga. “Kau mau ke mana sore – sore begini?” Ada padang rumput yang indah, tetapi Moreau rasa tak perlu menjawab pertanyaan Barbara dengan gamblang. Dia hanya menatap wanita itu sebentar sebelum akhirnya menyimpulkan pernyataan singkat di
“Kembalilah ke ayah-mu. Dia akan marah kalau kau di sini terus – terusan merayuku.” Moreau bicara bisik – bisik di samping Chicao. Tidak tahu apakah anjing itu akan mengerti, tetapi biarkan peliharaan Abihirt memberi petunjuk tentang hal yang mungkin ... telah sedikit dipahami. Chicao tidak lagi berusaha mencari perhatian. Malahan dengan antusias berlari ke satu titik di mana Abihirt memberi gestur menyambut. Mereka mungkin akan melakukan interaksi sebagai pemilik satu sama lain. Moreau tidak ingin ikut terlibat, sehingga memilih mencari tempat lainnya sekadar berhenti dan menikmati pemandangan asri dari langit yang telah menjingga. Celakalah, siapa yang akan tahu jika Chicao pada akhirnya selalu berusaha lebih dekat dengannya. Abihirt seperti tidak memiliki upaya tambahan agar bisa mencegah anjing itu berlarian, kembali datang, maupun mengajukan sikap ingin bermain. Moreau tidak keberatan, andai ... dia dan Chicao hanya berdua, tetapi bahkan sesuatu dalam dirinya harus mewaspadai
“Di mana gelang yang Abi berikan kepadamu?” Pertanyaan Barbara menjadi bagian paling mengejutkan saat Moreau masih menghadapi kebutuhan mencuci piring. Sama sekali tidak pernah sadar bahwa wanita itu akan mengamati pelbagai detil dari tubuhnya, hingga mengajukan pertanyaan, yang dia sendiri tidak tahu kapan gelang rantai pemberian Abihirt hilang dari peradaban. Mungkin terjadi saat – saat di mana Moreau melakukan pekerjaan berat, yang selalu melibatkan gerakan tangan, atau barangkali dia terlalu ceroboh sekadar mempertahankan sesuatu di pergelangannya. Tidak tahu apakah pria itu akan marah jika menceritakan hal ini, karena sejak tadi Abihirt terlihat tak memiliki minat serius untuk bicara, melakukan kontak, dan lainnya kepada siapa pun yang ditemui, bahkan selama makan malam berlangsung. Sambil mengerjap. Moreau berusaha mengingat kapan terakhir kali dia menyadari gelang pemberian pria itu masih terasa di tangan. Namun, sejauh mana dia mencoba. Rasanya terlalu mustah
Bagaimana caranya untuk menolak? Moreau menatap wanita itu ragu, tetapi tidak memiliki keberanian penuh demi menjabarkan hal yang dia yakin bukan bagian terbaik bertemu Froy pada waktu – waktu seperti ini. Masih serupa, ini bukan kejutan. Froy berenang di atas jam sembilan malam adalah sebuah kebiasaan yang selalu Moreau kenali. “Kenapa harus aku, Bibi?” Mula – mula, dia dengan hati – hati mengajukan pertanyaan. Gloriya memiliki kesimpulan sendiri, seharusnya tidak akan sulit jika akhirnya wanita itu menjabarkan jawaban. Senyum tipis telah menegaskan situasi di antara mereka, sesuatu yang membuat Moreau menunggu dengan perasaan tegang, tetapi itu tidak akan menguasai waktu terlalu panjang ketika Gloriya menggerakkan bibir samar. “Aku harus menerima sambungan telepon dari temanku. Kalau meminta bantuan ibumu ... aku rasa tidak terlalu sopan. Ada Abi yang juga harus dia urus. Karena usia kau dan Froy kurang lebih, jadi menurutku mungkin tidak masalah, apa kau
“Kau buru – buru sekali.” Mendadak, Froy mengatakan hal tersebut. Seharusnya tidak akan menghentikan Moreau jika pria itu tidak sengaja menciptakan suara lain. Percikan air. Dia berpaling dan benar ... tiba – tiba sebuah siraman langsung mendarat pada kain yang membalut di tubuhnya. Froy tertawa puas, sementara itu membuat Moreau diam beberapa saat. Dia menunduk mengamati setiap hal yang tidak pernah diinginkan, tetapi tidak akan berdiam diri begitu saja setelah pria itu telah berhasil mengambil kesempatan. Harus ada yang membalas sebagai sikap pembelaan diri—meski mungkin tujuan Froy tidak dapat dispesifikasikan demikian. Moreau mendekatkan sebelah kaki di pinggir kolam untuk menendang air ke wajah pria itu. Posisi yang begitu dekat adalah peluang terbaik. Froy kebetulan hanya bisa sedikit menghindar, tetapi tidak juga mengatakan sesuatu dengan marah. “Aku tidak ada urusan lagi denganmu. Jangan coba – coba menggangguku.” Hanya Moreau yang berusaha ti
“Jadi, Froy ... berhentilah menggangguku. Kita tidak bisa berteman dan tidak akan menjadi teman.” Ada jeda cukup lama, membuat Moreau mengira bahwa situasi mungkin telah mendukungnya. Dia akan menjadikan setiap apa pun reaksi Froy sebagai dasar sekadar mempelajari ironi di antara mereka. Sayangnya, masih tersisa ironi lain, yang meninggalkan hal tidak tentu seperti saat Froy berdecak malas, seakan – akan ingin melampiaskan suatu pilihan yang telah Moreau ambil dan pria itu tak setuju untuk menghadapinya. “Kau tak ingin kita menjadi teman karena takut tidak bisa melupakanku.” Froy selalu menggemakan kata – kata serupa sebagai pendapat paling berpengaruh, padahal tidak. Ada sebuah keabsahan yang telah begitu jelas sekadar dijadikan sumber pengetahuan. Namun, Moreau tak mungkin menjabarkan secara gamblang. Percuma. Itu tidak akan mengubah pola pikir Froy. Dia menarik napas kasar merasa kesempatan mereka bicara sudah habis, tanpa pernah tahu bahwa Froy ak
“Apa yang kau dan Froy lakukan di kolam renang?" Napas Moreau tercekat seakan perlu mencegahnya tetap terjebak di tengah tenggorokan, sementara desakan untuk terlonjak dan benar – benar menjadi diam, terpaku, menghadap sumber suara dengan perasaan tegang, adalah pilihan paling mengerikan. Dia baru saja melangkah masuk ke dalam kamar dalam keadaan kuyup. Seketika kebutuhan ingin sekadar melucuti kain membasah di tubuhnya mendadak urung. Abihirt tidak sama sekali memberi petunjuk tentang kemunculan, tetapi pria itu telah berada begitu dekat—diliputi tebakan yang tepat supaya membuat mereka terjebak di satu kamar berdua. Tidak ada yang bisa Moreau temukan di balik mata kelabu ayah sambungnya, meski Abihirt seperti telah menyimpan pelbagai hal di benak pria itu. Sorot mata yang menyerupai sinis seolah – olah sedang menegakkan keadilan. Namun, Moreau tidak mengerti apa yang perlu mereka tegaskan. Tentang perilaku tidak menyenangkan Froy, sungguh, semua berada di luar k
Mereka sudah menghabiskan waktu hampir satu setengah jam untuk sarapan pagi dan melakukan sisa – sisa perjalanan lain, tetapi Moreau tidak memahami motivasi ayah sambungnya terhadap apa pun yang telah berlalu tadi. Abihirt tidak banyak bicara. Tidak dimungkiri bahwa mereka sempat berkeliling hanya untuk mencarikan sesuatu, membeli perlengkapan yang Moreau yakin adalah kegemaran ibunya. Ya, seharusnya beberapa bagian tersebut akan cukup jelas. Dia hanya merasa masih terlalu ambigu, apalagi ketika sampai pada agenda pulang, Abihirt tidak bersikap seakan ada prospek spesifik mengenai apa yang akan terjadi. Meminta supaya mereka tetap di sini, terjebak sesaat di tengah gemuruh keheningan, sementara waktu terus memburu dan beranjak terlalu jauh. Dia tidak menginginkan itu. “Sekarang kita akan masuk?” Moreau tidak bisa menahan diri sekadar diam. Terlalu lama di mobil tidak membuat situasi terasa lebih baik. Ada begitu banyak keabsahan. Mereka tidak bisa meninggalkan bagi
Udara dari celah bibir Barbara berembus kasar. Dia menatap Samuel setengah enggan, tetapi merasa pria itu mungkin akan memberi solusi terhadap permasalahan yang sedang dihadapi. Samuel biasanya cukup cakap. Ntah apa yang mungkin akan pria itu katakan. Hanya sedikit tidak siap jika ternyata muncul serentatan kalimat tak menyenangkan dan makin membuat dia didesak ketakutan. “Bukannya tadi kau dan suamimu baik – baik saja? Kenapa tiba – tiba kau ingin pulang dan mengatakan kalau Froy benar tentang hubungan rahasia suamimu bersama anak gadismu?” Bagaimanapun, Samuel menginginkan rangkaian cerita lebih runut. Membuat Barbara ntah harus kali ke berapa menekan segerombol perasaan tidak tenang. Dia masih sangat memikirkan pelbagai kemungkinan buruk. Ditambahkan sikap Abihirt yang dia tahu tidak akan mudah dipoles. Suaminya bahkan tidak menunjukkan itikad baik sekadar menjelaskan segala bentuk hal yang sedang menjadi permasalahan mereka. “Aku mendengar suara Moreau di telep
[Abi, boleh aku pinjam ponselmu untuk mengirim foto – fotoku yang ada di padang pasir ....] Rasanya sekujur tubuh Barbara mendidih membayangkan apa yang sedang logikanya uraikan. Abihirt berkata jika pria itu masih Dubai; akan segera pulang, tetapi sangat mengejutkan mengetahui suara Moreau menyelinap masuk di tengah pembicaraan mereka. Ini tidak dapat disesali. Betapa pun Barbara mencoba sekadar menyangkal. Dia telah menyaring segala sesuatu yang terjadi di sana, dengan jelas ... dengan sangat jelas bahwa Moreau butuh foto – foto di padang pasir untuk dikirim ke ponsel gadis itu. Barangkali juga tidak diharapkan penjelasan lebih tentang apa yang sebenarnya terjadi. Sialnya, Barbara bahkan belum mengucapkan apa – apa dan menuntut Abihirt membicarakan semua yang telah suaminya sembunyikan, termasuk saat Abihirt mengaku tidak mengetahui keberadaan Moreau di kali terakhir dia menghubungi pria itu sambil membicarakan keberadaan putrinya yang tidak berkabar. Namun, pa
Namun, untuk beberapa saat Moreau menoleh ke arah ayah sambungnya ketika menyentuh gagang pintu. Abihirt terduga merenggut ponsel pria itu di atas nakas. Mungkin ada kesibukan penting, yang secara tidak langsung mengingatkan Moreau bahwa ada satu hal—lupa dia katakan kepada ayah sambungnya. Ini tidak akan lama. Dia hanya akan membasuh wajah dengan percikan air, kemudian kembali kepada pria itu. Memang tidak lama. Ketika Moreau menatap pantulan wajah di depan cermin, tindakan kali pertama dilakukan adalah menarik napas dalam – dalam. Semua perangkat di sini hanya milik Abihirt. Dia akan menggosok gigi, nanti, di rumah. Sekarang sebaiknya menghampiri pria itu di atas ranjang. Mendadak ledakan dalam diri Moreau menjadi antusias. Dia memang tidak sabar ingin mengirim foto – foto di padang pasir hari itu, setelah mulai mengoperasikan ponsel baru pemberian ayah sambungnya. Berharap Abihirt tidak keberatan saat dia mengatakan tujuan yang sedang berkecamuk liar. Mo
Walau ternyata tidak .... Moreau merasakan sesuatu yang berat menindih di sekitar tubuhnya. Dia mengerjap beberapa kali untuk menyadari bahwa biasan cahaya dari jendela berusaha menembus masuk melalui tirai yang menjuntai. Sudah pagi. Sepertinya permintaan tidur semalam membuat dia terlelap nyenyak. Moreau tidak akan berkomentar apa – apa tentang hal tersebut. Semua sudah berlalu dan tidak perlu mengingat kembali sesuatu yang pada akhirnya selalu berujung tidak pasti. Sambil mencoba bergeser, dia menghirup udara sebanyak mungkin, sedikit ingin meregangkan tulang – tulang yang terasa kaku, tetapi segera menyadari jika hampir tidak ada ruang sekadar bergerak. Seseorang seperti membuatnya terperangkap; menghirup aroma maskulin yang menyerbu deras, hingga tanpa sengaja Moreau menyentuh helai rambut—terasa halus, dan dia tetap menyapukan telapak tangan dengan lembut di sana. Ini seperti meninggalkan sensasi tertentu, tidak tahu mengapa secara naluriah sudut bibi
“Kenapa kau terus menghimpitku seperti ini?” Butuh keberanian penuh tekad dan Moreau akhirnya mengajukan pertanyaan diliputi suara nyaris setengah berbisik. Ingin menoleh ke belakang, tetapi jelas keberadaan wajah Abihirt justru membuat pipi mereka bersentuhan. Pria itu dapat dipastikan tidak akan mengatakan apa – apa. Moreau secara naluriah mengembuskan napas kasar; membiarkan Abihirt mengatur posisi lebih baik dan sekarang wajah pria itu nyaris terperangkap di ceruk lehernya. Abihirt tidak tidur. Demikian yang setidaknya dapat Moreau rasakan. Mungkin juga tidak akan secepatnya terlelap, walau pria itu mengakui sendiri untuk tidak melakukan apa pun setelah mereka melakukan perjalanan jauh. Lagi pula, ada sisa hal di antara mereka yang tidak coba Moreau ungkap begitu saja. Masih tentang Froy dan dia akan mencoba mencari petunjuk. “Aku memikirkan sesuatu.” Mula – mula memulai dengan rasa waspada meningkat deras di benaknya. Ketika Abihirt masuk ke dala
Menyenangkan menggoda Abihirt. Demikian yang Moreau rasakan. Kali ini dia benar – benar berani. Benar – benar akan bersikap menantang ayah sambungnya dan secara tentatif merenggut kain yang dikenakan hingga menyisakan dalaman berenda yang kontras. Membiarkan jeda terjadi beberapa saat, kemudian ragu – ragu melirik Abihirt ketika harus dengan hati – hati menutup beberapa bagian tubuhnya di hadapan pria itu. Dia yang berusaha memancing sesuatu meledak dalam diri Abihirt, tetapi tidak ingin suami ibunya menjadi brutal dan tidak terselamatkan. Sekarang, begitu perlahan memasukkan tangan ke dalam bolongan kain—mengenakan kaus pemberian pria itu dengan tepat. Selesai. Tubuh Moreau terbungkus. Dia seperti tenggelam. Segera menunduk dan menyaksikan bagaimana ujung kain sungguh secara pasti menyentuh di pahanya. Abihirt menebak dengan tepat untuk tidak menambahkan celana. Cukup dengan dalaman satin tipis dan itu membuat Moreau merasa nyaman. “Aku akan tidur sekarang,
Moreau menunduk; tersadar bahwa perlu melakukan hal serupa, tetapi koper dan seluruh pakaian barunya—yang dipersiapkan ketika mereka hendak menuju Dubai, masih di mobil. Abihirt tidak memberikan petunjuk tentang barang – barang yang tertinggal di luar. Barangkali pria itu akan menyiapkan nanti, saat mereka telah begitu siap dan Moreau hanya perlu menunggu ayah sambungnya menyelesaikan bagian tersisa. Dia tidak akan diam begitu saja, segera menyusul bangun dan menerapkan perhatian pada kali terakhir bahu kokoh milik suami Barbara masih terlihat membelakanginya. Mungkin terlalu lancang. Ya. Namun, itu lebih baik daripada tidak pernah. Setiap detil tindakan Abihirt begitu tak terduga. Pria itu dalam sekejap telah berpakaian rapi di sana. Paling tidak, hal tersebut perlu digaris bawahi. Tidak ada yang perlu disesali, meski Moreau merasa sangat gugup saat mata kelabu itu menatap ke arahnya lamat. “Kau bilang masih mengantuk. Kenapa tidak tidur?” Suara serak dan dalam A
“Aku sangat mengantuk dan malas berjalan, bisa kau menggendongku saja?” Moreau tidak ingin menganggap ini berlebihan ketika dia hampir tidak bisa mengajukan protes kepada ayah sambungnya; mengenai keputusan pria itu untuk berada di sini, di halaman mansion mewah, alih – alih kembali ke rumah tempat mereka tinggal. Mungkin ini akan cukup pantas memberi pemahaman. Abihirt juga tidak menunjukkan sikap enggan sekadar menuruti apa yang baru saja coba dia mulai di antara mereka, yang diam – diam membuat Moreau melekukkan bibir tipis setelah mendeteksi bagaimana cara pria itu turun dari mobil, lalu mengambil sikap mengambil tubuhnya—mendekap erat dengan kedua tangan melekat penuh di sana. Moreau secara naluriah berpegangan di leher ayah sambungnya. Dia menengadah. Mengagumi setiap detil hal di wajah pria itu. Nyaris tidak ada yang bisa dilewatkan. Rasanya menyenangkan membayangkan seperti berkencan dan Abihirt sebagai kekasih baik, menuruti apa yang diinginkan. Wa