“Mengejutkan sekali ternyata kau benar – benar datang. Kalau tidak, aku pasti sudah membawanya ke ranjangku. Rasanya aku hampir tidak bisa menahan gairahku saat menatap wajahnya yang sangat cantik dan manis.”
Semacam sebuah kejutan khusus menyadari Abihirt sudah menjulang tinggi dengan ekspresi begitu tajam dan serius. Tidak ada respons ketika Roki menyelesaikan kalimat. Dia harus berdecak mengamati cara Abihirt menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutup di wajah Moreau. Begitu lembut hingga sentuhan itu berpindah pada lengan yang tergoler di atas meja. “Dia datang ke sini sendirian?” Kali pertama akhirnya Abihirt mengajukan pertanyaan, tetapi Roki hanya mengedikkan bahu, perlahan memindahkan pandangan ke satu arah. Juan sedang menghentakkan tubuh antusias bersama beberapa orang pria di bawah sana, terlalu menikmati dentuman musik hingga melupakan keberadaan yang lainnya di sini.<Tidak ada ingatan terbaik yang sanggup Moreau raih ketika dia baru terbangun, dan mengetahui tubuhnya sudah berada di tempat tidur. Pening di kepala terasa cukup menyiksa, bahkan saat Moreau mencoba untuk mengatur posisi duduk. Dia mengernyit. Atmosfer di sekitar kamar cenderung berbeda. Bodohnya, itu tidak langsung membuatnya sekadar mencari tahu, sehingga segera terkejut setelah menemukan Abihirt di sana, dalam keadaan tidur di sofa—masih begitu lelap. Apa yang terjadi semalam? Moreau bertanya – tanya nyaris tanpa petunjuk. Dia tidak pernah ingat kapan pria itu bersedia jauh dari ranjangnya. Abihirt bisa memilih tidur di antara sisa ruang di kasur sebelah, seperti tindakan yang sering kali dilakukan, dan ketika kali ini tidak ... itu cukup menjadi sesuatu yang ganjil di benak Moreau. Dia berusaha mencari jawaban, tetapi tidak ingin melampaui batas. Tidak ada hak istimew
Sudah Moreau duga. Akan tetapi, belum menemukan ungkapan yang pantas, selain sebenarnya ingin melampiaskan sesuatu yang menjadi beban di bahunya. “Hanya pergi bersenang – senang. Kenapa?” Dia berbalik tanya. Seperti biasa untuk menguji kesabaran Abihirt. “Kau pergi sendiri?” Sebelah alis Moreau terangkat nyaris begitu samar. Naluri murni dalam dirinya seolah mengerti ke mana tujuan dari rasa ingin tahu Abihirt. Dia harap pria itu tidak bertemu Juan, jika dan jika ... benar, Abihirt yang membawanya pulang. “Aku pergi bersama siapa saja, bukan urusanmu, Abi.” Alih – alih menjawab, Moreau berusaha menutupi kenyataan. Akan sangat buruk andai dia melibatkan Juan setelah sama sekali tidak menerima kabar. Salahnya, tidak mengambil ponsel
“Mr. Lincoln akan kembali beberapa menit ke depan setelah meeting.” Moreau mengerti ayah sambungnya sedang terlibat ke dalam urusan penting, hanya tak pernah mengira bahwa dia datang di waktu tidak tepat, terutama ... itu akan membuat Juan menunggu di gedung latihan di luar perkiraan, padahal sudah memastikan tidak akan lama. Ya. Namun, tidak tahu seberapa jauh ‘beberapa menit’ yang dimaksud oleh wanita di hadapannya ketika sambil menuntun Moreau melewati sebuah lorong dengan lapisan kaca cemerlang. “Anda bisa menunggu di sini, Miss Riveri.” Moreau menatap gugup, hampir menelusuri sebuah tempat yang diarahkan untuknya. Wanita berambut pekat, diliputi gulungan rapi di puncak kepala segera tersenyum, lalu berpamitan. Hanya mengantar kemudian membiarkan Moreau berdua bersama satu orang di sana, untuk sedikit terkejut setelah berusaha keras mengingat kembali sisa wajah yang tertinggal. Semalam masih terbayang bagaimana dia ditemani di klub, dan seperti apa mula - mula pria itu me
Ada jeda di antara mereka. Moreau mempersiapkan diri ketika dia mendapati rahang Roki tanpa sadar jatuh begitu samar. Pria itu melongo untuk beberapa saat, mungkin sedang mengumpulkan sisa – sisa pengetahuan yang tergerus hilang. “Maksudmu, Abi menikahi ibumu dan kalian adalah keluarga?” Moreau mengangguk hati – hati. Keterkejutan Roki terungkap ngambang di udara. Pria itu memalingkan wajah sebentar, menatap ke lantai ruangan, lalu ... terlihat sungguh – sungguh sedang berpikir. “Bukankah kalian, malam itu ....” Roki seketika berhenti, lambat sekali mendelik ke arah Moreau. Ekspresi pria itu terlampau serius. Namun, Moreau harap dia bisa memperbaiki sesuatu di sini. “Apa? Kau memikirkan sesuatu yang kotor? Aku dan ayah sambungku tidak pernah melakukan apa pun.”
Abihirt sudah menjulang tinggi diliputi penampilan tidak pernah gagal. Moreau hampir membeku, tetapi kemudian dia segera sadar mendapati Roki bicara, mendekati pria yang terlihat enggan menanggapinya. Barangkali hanya harus ... mengatakan sesuatu. “Aku tidak ingat mengundangmu ke kantorku hari ini.” Abihirt mengajukan pernyataan, tetapi cengiran ganjil di wajah Roki selintas seperti sikap seorang penjilat, yang Moreau tahu pria itu baru saja, dengan giat membicarakan ayah sambungnya, walau – walau bukan sebuah berita yang terlalu buruk. “Kau tahu apa yang ingin kulakukan jika sudah datang ke kantormu.” Moreau hampir menarik napas yang panjang mencerna pernyataan Roki di sana. Pria itu menepuk bahu Abihirt, seolah memang tak peduli terhadap apa yang sedang dilakukan terlihat konyol. Dia hamp
Moreau menatap lamat tubuh Roki yang telah melangkah di kejauhan. Pria itu cukup aneh, tiba – tiba muncul dengan ekspresi wajah kesenangan, kemudian membuat situasi terasa sangat mengejutkan ketika secara tak terduga menariknya bangun, lalu memastikan supaya dia berdiri di depan pintu, terpaku, selagi pria itu sudah benar – benar hilang dari pandangan. Yang tersisa hanya keharusan untuk mengambil keputusan dengan berani. Moreau menarik napas sebentar. Pertimbangan pertama dimulai dari genggaman tangannya yang mengetat di gagang pintu. Perlahan dia menekan di sana, sedikit mencondongkan tubuh ke dalam ruangan untuk mendapati Abihirt terlihat sedang serius bersama dokumen di hadapan pria itu. Moreau yakin setiap langkahnya akan terasa berat ketika, bagaimanapun ... tidak punya alasan untuk berdiam diri terlalu lama, tetapi dia merasa begitu ragu untuk melewati setiap ketegangan di antara mereka. Ham
“Apa yang tidak perlu kukatakan memangnya?” Moreau berbalik tanya. Dia tahu persis tujuan pria itu, memilih tidak menunjukkan di hadapan Abihirt. Masalahnya, ini seharusnya tidak perlu dibesarkan. Moreau hanya berniat memperbaiki isi pemikiran Roki, supaya tidak terus – terusan mengira hal – hal berkonotasi buruk di antara mereka, dan pula untuk menghindari percakapan yang terlalu curam. “Kau bicara kepada Roki tentang hubunganmu dan ibumu?” “Memang seperti itu, kan, kenyataannya?” Moreau langsung menambahkan. Hal yang hampir tanpa dia sadari ketika mata kelabu itu sekali saja seperti mustahil untuk meninggalkannya. Bahu Moreau menegang, tetapi dia tidak menunjukkan di hadapan Abihirt secara terang – terangan. Ada batas yang seharusnya dapat mereka kendalikan. “Kau seharusnya bersikap pintar.”
Otot kaki Moreau mendadak lemah mendapati tangan Abihirt meluncur di bawah sana. Jari cekatan itu menemukan jalan masuk di balik celana tipis. Dia tersentak, segera mencengkeram di bahu Abihirt saat pria tersebut bernapas nikmat di ceruk lehernya. Lidah hangat Abihirt begitu konsentrasi mencerminkan gerakan jari pria itu di bawah. Moreau merasakan panas yang menggetarkan. Setiap sensasi merangkak ke puncak kepalanya. Dia berpegangan makin erat. Tidak sadar kapan ... matanya sempat terpejam, tetapi iris biru terang itu juga tersentak terbuka. Pemandangan luar dari jendela kaca membutakan pengelihatan Moreau saat puncak gairah, dan mulut Abihirt yang merampas bibirnya, menenggelamkan pelesapan yang akan segera diledakkan. Tubuh Moreau berakhir lemah di pelukan Abihirt. Napas mereka naik turun dalam hirup – pikuk tak beraturan. Namun, dia mengerti ini b