Abihirt Lincoln terbangun mendapati seorang gadis muda dalam balutan selimut tebal berada di ranjangnya. Dia mengerjap beberapa kali, berusaha keras mengingat sisa – sisa taruhan semalam. Roki yang bajingan dengan kurang ajar menambahkan bubuk perangsang di gelas koktail terakhir—yang harus diteguk habis—untuk merayakan hari pernikahan mendatang.
“Berengsek!” Abihirt mengumpat sembari mengusap wajah kasar. Pagi ini adalah acara pemberkatan. Dia melirik jam digital di atas nakas. 30 menit waktu tersisa, tetapi sebagai pengantin pria—Abihirt belum melakukan persiapan apa pun. Sesaat mata kelabu itu mengamati wajah polos—yang perlahan mulai mengernyit menghindari siraman cahaya yang menembus dari tirai putih. Abihirt memungut kain tercecer di sekitar pinggir ranjang. Sambil mengenakan kembali kemeja putih, dia mengangkat sebelah alis tinggi saat mendapati iris mata biru yang terang telah seutuhnya terbuka dan menatap dengan sangat terkejut. “Kau siapa?” Napas Moreau tercekat. Tidak ada yang akan menyangka bahwa di hadapannya seorang pria dewasa—tampan, sialan tampan diliputi samar – samar helai rambut yang teracak sedang menjulang tinggi. Secara naluri jari – jari Moreau mengetat sekadar meremas selimut tebal. Semalam .... Bayangan itu mengingatkan Moreau pada satu hal. Dia menunduk. Berdebar sangat keras mendapati tubuhnya tanpa sehelai benang. Bekas hisapan meninggalkan bercak kemerahan pekat yang mencuak jelas di bagian dada. Rasanya Moreau membutuhkan waktu lebih banyak merenungi nasib. Tidak tahu apa yang bisa dikatakan. Dia terjebak di antara rasa sesal dan takut. Perlahan wajah Moreau terangkat. Kontak mata yang intens dan cara pria itu menatapnya dengan tegas meninggalkan pelbagai macam perasaan tidak nyaman. Tiba – tiba sesuatu dilemparkan ke hadapannya. Moreau mencoba memahami situasi. Sebuah kartu akses hotel. Pria asing menyerahkan benda tersebut untuk apa? “Aku harus pergi.” Hanya itu. Begitu dingin bahkan lebar dari kaki jenjang segera menderap meninggalkan kamar. Moreau mendengkus. Akhirnya memutuskan memperbaiki penampilan buruknya. Beberapa saat dia menatap nanar gulungan kain merah di bagian perut, yang semalam pria itu lucuti. Dengan gerakan tentatif, ujung tangan Moreau mengurai kain hingga menarik—pas membalut di tubuh. Hari ini akan ada sebuah pesta. “Ya, Tuhan. Mengapa aku melupakannya!” Bagian terakhir adalah merenggut dalaman merah yang tergeletak di bawah kaki ranjang. Moreau berjalan agak terburu, benar – benar mengabaikan kartu akses pria asing itu. Hanya hubungan satu malam. Selebihnya mereka tak ingin saling mengenal. Kali pertama melangkahkan kaki keluar, sesuatu yang ganjil segera mendesak di benak Moreau. Celakalah, dia telah berurusan dengan pria kaya. Tidak semua orang bisa menyewa hotel mewah di pusat kota ini. Tanpa sadar Moreau menyugar rambut panjangnya. Pesta pernikahan akan dimulai sebentar lagi. Moreau harus sampai—sesekali mengulik ponsel untuk mengingat kembali alamat hotel tempat resepsi. Dia dan ibunya memang tidak terlalu akur. Moreau yakin wanita itu tidak memiliki pilihan sekadar melibatkannya di pernikahan. Seseorang yang butuh formalitas. Masuk akal mengapa Moreau memiliki tanggung jawab hadir di sana. Dia tak punya waktu lebih banyak. *** “Kau dari mana saja, Abi? Aku sudah menunggumu dari tadi.” Sepanjang waktu Barbara mengkhawatirkan calon suaminya yang mendadak hilang selama satu malam. Abihirt Lincoln hanya mengirim pesan singkat, selebihnya pria itu benar – benar tenggelam seolah hari pernikahan ini tidak pernah akan terjadi. Ekspresi tenang juga telah meninggalkan perasaan bergemuruh. Barbara nyaris tak percaya bahwa sesaat lalu dia mengira pernikahan ini akan segera batal. “Kau bilang anakmu akan hadir di pernikahan kita. Di mana? Aku belum bertemu dengannya.” Namun, Abihirt justru mengajukan petanyaan dengan tenang diliputi kegiatan memperbaiki kancing jas yang membalut kokoh di tubuh liatnya. Barbara tersenyum tipis kemudian mengambil satu langkah lebih dekat memperbaiki kerah kemeja yang mengganggu pengelihatannya. “Apa kau sangat terburu – buru?” Alih – alih menjawab. Sesuatu dalam diri Abihirt menarik perhatian Barbara. Pria ini lebih muda tujuh tahun dari usianya, tetapi Barbara tidak pernah merasa keberatan. Abihirt memiliki sisi maskulinitas yang kokoh. Mungkin dia tak akan pernah mendapatkan dari pria mana pun, termasuk yang pernah menjalin hubungan serius. “Kau belum jawab pertanyaanku.” Abihirt masih sama dingin menatap wajah Barbara. Perlu pengetahuan khusus, dan Barbara senang menanggapi. Moreau tidak terlalu penting. Lebih bagus jika gadis itu tidak hadir. Hanya karena wasisan, Barbara tidak punya pilihan; antara mempertahankan Moreau atau hidup merelakan kekayaannl yang harusnya menjadi miliknya. Sudah mendapat kehidupan mewah, tentu Barbara menolak bagaimana dia pernah berusaha keras menemukan kebahagiaan. “Aku tidak tahu. Mungkin sebentar lagi Moreau akan sampai. Anak itu kadang – kadang sulit diberitahu.” Sentengah berdecak, Barbara kemudian mengambil tindakan menciumi rahang kasar Abihirt. Dia perlu sedikit berjinjit, lalu mengusap wajah pria itu penuh cinta. “Pemberkatan sudah akan dimulai. Kita seharusnya tidak membahas hal lain di sini.” Lembut sekali Barbara memeluk lengan Abihirt. Mereka telah berjalan menuju altar pernikahan. Tamu – tamu sudah menunggu, sementara pastor dengan segala kesiapan juga sudah berada di tengah – tengah altar. Senyum Barbara tidak pernah hilang ketika dia berhadapan bersama calon suaminya. Wajah dingin Abihirt akan selalu menjadi bagian paling indah. Puas sekali dia mengamati bibir panas Abihirt bergerak mengikuti pastor yang bicara sambil menunggu giliran. Dalam waktu yang singkat, janji suci dilantunkan. Cincin yang menjadi simbol cinta telah disematkan. Hubungan mereka telah resmi. Batapa bahagia-nya Barbara setelah penantian panjang. Dia mencium bibir Abihirt diikuti tepuk tangan yang riuh. Sementara, cukup satu langkah lebih dekat, tubuh Moreau mendadak beku mendapati kenyataan bahwa pria yang tidur bersamanya semalam ... adalah pria yang menikahi ibunya pagi ini. Bagaimana mungkin? Jantung Moreau menanggapi dengan debaran keras. Perasaan mengejutkan itu semakin membuatnya cemas saat mata kelabu melirik ke arahnya dengan tegas. Moreau menelan ludah kasar. Tidak tahu apa yang bisa dia lakukan sekarang. Desakan serius memintanya untuk pergi. Perlahan Moreau mengambil langkah mundur. Menyisir ke tempat yang sepi dan bertanya – tanya perlukah dia membicarakan masalah besar ini kepada ibunya? Apa yang akan Barbara katakan? Moreau yakin wanita itu hanya akan melontarkan caci maki dengan kasar.Upaya melarikan diri yang tidak sia – sia. Napas Moreau terengah menatap pantulan cermin. Seseorang dengan wajah pucat—bahkan benar – benar berantakan sedang berusaha menenangkan diri. Moreau tidak tahu apa lagi yang bisa dia lakukan setelah ini. Ketika Barbara menyadari kedatangan yang begitu lambat di acara pernikahan, langkahnya langsung meninggalkan orang – orang di sekitar. Tidak ada tempat bersembunyi yang tepat selain kamar mandi hotel. Moreau masih bingung apa yang harus dilakukan usai menerima kenyataan bahwa semalam tindakan terlarang telah melampaui batas. Secara harfiah—kejadian bersama pria asing itu tidak akan terjerembab ke dalam rumpang paling rumit. Mereka tidak memiliki hubungan darah. Pria itu hanya akan menjadi ayah sambung Moreau, walau ada satu hal penting ... dia akan merasa canggung ketika mereka berada di satu atap bersama. Moreau yakin dia seharusnya bisa menjadi mandiri, andai Barbara memberikan izin. Hanya saja wanita itu menganggap Moreau sebagai as
“Kau harus bisa lebih akur dengan suami baruku, Moreau. Tapi harus ingat untuk tetap menjaga sikapmu. Jangan mengenakan pakaian seksi selagi Abi ada di rumah.” Sepagi ini Barbara sudah menyampaikan serentetan kata – kata, yang bahkan sama sekali tidak terlintas di benak Moreau. Dia merasa ganjil memikirkan sejak kapan Barbara akan peduli tentang cara berpakaiannya? Tidak pernah. Hanya setelah wanita itu kembali menikah. Segala antisipasi dilakukan dan sedikit menambahkan nada menyudutkan seolah Moreau telah memiliki segala kesiapan, atau barangkali Barbara memiliki firasat tertentu? Moreau akan memastikan bahwa apa yang terjadi malam itu. Tidak akan pernah terulang kembali. “Kau mendengarku, Moreau?” Pertanyaan Barbara lagi - lagu memenuhi ruangan, mendesak Moreau kembali ke permukaan. Dia mengerjap, lalu melirik ke wajah ibunya tegas. “Aku bepakaian terbuka hanya ketika tampil di panggung atau ada tournamen penting. Itu pun masih dalam taraf yang sopan dan normal. Selebi
“Aku sudah sering mengingatkanmu, Abi. Berhenti konsumsi alkohol. Kau tahu minuman itu memiliki interaksi tidak terduga dengan obat – obatan. Vitamin-mu akan menunggu jika kau tidak datang tepat waktu.” Roger selalu memiliki alasan menceramahinya dengan segala jenis kalimat yang terungkap pada masa – masa seperti ini. Jadwal pemeriksaan khusus, yang sialnya tidak dapat diatur ulang, walau Abihirt sudah mencari cara serius menghindari dokter sekaligus sepupu paling akrab. Dia menatap Roger setengah menyipit setelah pria itu menggeser sebotol kapsul vitamin dan melingkari jadwal untuk melakukan transfusi darah. “Minggu depan kembali lagi ke sini. Mengerti, Abi—oh berhentilah memainkan koleksi mahalku!” Roger segera bangkit—sedikitpun tidak akan membiarkan Abihirt menyapukan ujung jari pada seri robot mahal miliknya. Dia segera menggeser kaca lemari—menutup dengan hati – hati—lalu mengantongi kunci ke saku jas. Ada pelbagai macam pasien, dan mereka tidak berani sekadar melirik, teta
“Jadi, bisa kau jelaskan padaku mengapa keluargamu tidak hadir di pesta pernikahan kemarin?“ Moreau tidak akan menunda lagi terhadap rasa ingin tahu-nya setelah pertemuan tidak disengaja bersama Froy. Aneh mengetahui Abihirt memiliki hubungan darah bersama mantan kekasihnya, tetapi Froy tidak terlihat di mana pun di hari pernikahan kemarin. Sekarang dia mulai meragukan seperti apa pemikiran Abihirt yang tak terungkap. Moreau takut pada akhirnya Abihirt adalah pria berbahaya, sementara dia dan ibunya telah terlibat ke dalam hubungan terikat bersama pria itu. Tanpa sadar jari – jari tangan Moreau saling mengetat menunggu Abihirt akan mengatakan sesuatu, setidaknya sedikit, meskipun pria itu tampaknya begitu disibukkan kegiatan membaca berkas yang dia bawa sesuai permintaan Barbara. Betapa serius ... wajah dingin Abihirt luar biasa tampan. Moreau menelan ludah kasar. Berusaha tidak terpesona—enggan menatap wajah pria itu lebih lama. Dia lebih memilih memindahkan perhatian ke sekitar k
Abihirt menjulang tinggi dari lantai dua di sebuah gedung hanya untuk mengamati betapa elok tubuh langsing dengan lekuk sempurna ... sedang berputar—memainkkan gerakan tangan dan kaki di atas lapisan es yang licin. Pemandangan serius hampir tidak akan pernah membuat Abihirt meninggalkan rambut cokelat natural, diikat kuncir kuda mengibas ke pelbagai arah mengikuti setiap gerakan yang tercipta. Moreau begitu cantik diperhatikan dari di sudut mana pun. Sebuah gambaran alamiah dari pancaran daun muda itu. Kadang – kadang, muncul senyum tipis ketika mata biru terang Moreau tersenyum geli ke arah pria yang juga menari bersamanya. Juan Baker mulai mengangkat tubuh—yang mungkin—terasa ringan dengan sangat muda, sehingga Moreau seolah telah menaruh seluruh kepercayaan untuk tidak pernah ragu terhadap apa pun yang akan terjadi. Mereka tampak serasi sebagai figure skating. Menari seperti pasangan dan Abihirt akan berpaling sesaat ... pada adegan wajah yang begitu dekat. Tidak ada ciuman.
“Terima kasih atas ketertarikan Anda dalam menyuntikkan dana pada tim organisasi kami, Mr. Lincoln. Banyak orang mengenal Anda sebagai pengusaha muda yang sukses, ini akan sangat bagus jika nanti banyak yang berniat menjadi sponsor kami.” “Tidak perlu sungkan, Mr. Pablo. Mendiang ibuku juga seorang mantan penari es. Aku senang melakukannya.” Hanya ketika Barbara menceritakan kesibukan Moreau sepanjang hari dan semua yang tertera di data pribadi gadis muda itu. Abihirt tiba – tiba tertarik melakukan kegiatan menantang. Banyak cerita tentang keanggunan ibunya, membuat dia selalu tertarik dan terpukau. Tak dimungkiri bahwa tubuh Moreau yang meliuk indah sedikit membangkitkan selera Abihirt yang usang. Sekadar terlibat ke dalam sesuatu—tampaknya—tidak akan cukup memberi Abihirt pengaruh. Dia menatap Mr. Pablo dan menerima jabatan tangan pria di hadapannya. Kesepakatan sudah dimuat. Percakapan selesai. Dia perlu meninggalkan tempat ini setelah menyerahkan beberapa pekerjaan secara penuh
"Maaf, aku terlambat." Setelah cukup terburu - buru menghadapi trafik jalan yang tegang. Abihirt mengambil posisi tepat saling berhadap - hadapan bersama Barbara. Dia mengamati wajah masam yang nyaris tak berusaha disembunyikan. Tampaknya wanita itu menunggu terlalu lama dari yang coba dipikirkan. Abihirt mengerti, dan dia harap Barbara seharusnya memahami bahwa meeting penting memang menyita waktu lebih sering, terlebih jika beberapa bagian tak terduga muncul mengisi rumpang - rumpang yang tertinggal di antara pembahasan serius. Namun, di sini adalah Barbara. Abihirt mengerutkan dahi sebentar, bersikap sedikit tenang dan dewasa menghadapi wanita yang sedang marah. Membiarkan Barbara menunggu sendirian hampir setengah jam mungkin sudah menjadi bagian yang harus ditangani. Sendirian. Ya, barangkali itu juga perlu digarisbawahi. Mata kelabu Abihirt bergerak. Baru disadari ternyata sepanjang waktu berjalan masuk ke dalam restoran dia telah melewatkan sesuatu yang ganjil di antara
Sepertinya bukan keputusan yang tepat pulang sendirian. Abihirt nyaris tidak dapat mengendalikan setir dengan baik setelah sepanjang waktu harus menghadapi desakan serius yang berefek dalam dirinya. Sekujur dada dan tenggorakan rasanya seperti terbakar. Dia sudah menghubungi Roger, mengirimkan alamat rumah Barbara agar pria itu dapat menyusul, atau jika tidak sesuai rencana, Roger akan tiba lebih dulu. Abihirt sudah mencari jalan pulang tercepat, yang paling tidak sedikit dilalui kendaraan. Tetapi, tampaknya itu juga merupakan kesalahan besar. Alih – alih kaki langit yang gelap mengiringi suara sayup – sayup di udara, malah para pengendara motor liar dengan tidak ramah menunjukkan eksistensi mereka. Satu demi satu bermunculan. Mereka gebut. Kemudian salah seorang pemotor mendapat tabrakan mutlak. Abihirt melakukan bantingan terjal—ujung kakinya menekan rem hingga terhentak kasar ke depan, sementara pria dengan pelindung kepala bergulir beberapa kali ke aspal. Motor yang terseret seca