“Jadi, bisa kau jelaskan padaku mengapa keluargamu tidak hadir di pesta pernikahan kemarin?“
Moreau tidak akan menunda lagi terhadap rasa ingin tahu-nya setelah pertemuan tidak disengaja bersama Froy. Aneh mengetahui Abihirt memiliki hubungan darah bersama mantan kekasihnya, tetapi Froy tidak terlihat di mana pun di hari pernikahan kemarin. Sekarang dia mulai meragukan seperti apa pemikiran Abihirt yang tak terungkap. Moreau takut pada akhirnya Abihirt adalah pria berbahaya, sementara dia dan ibunya telah terlibat ke dalam hubungan terikat bersama pria itu. Tanpa sadar jari – jari tangan Moreau saling mengetat menunggu Abihirt akan mengatakan sesuatu, setidaknya sedikit, meskipun pria itu tampaknya begitu disibukkan kegiatan membaca berkas yang dia bawa sesuai permintaan Barbara. Betapa serius ... wajah dingin Abihirt luar biasa tampan. Moreau menelan ludah kasar. Berusaha tidak terpesona—enggan menatap wajah pria itu lebih lama. Dia lebih memilih memindahkan perhatian ke sekitar kantor. Sebuah tempat yang indah. Nyaris keseluruhan sudut ruang dibaluri desain futuristik. Iris biru terang Moreau mulai merekat pada dinding menjorok ke arah pemandangan luar, yang nyaris seutuhnya berbahankan kaca. Ntah atas dasar alasan seperti apa, Abihirt memintanya menunggu lebih lama di sini, sekadar duduk di hadapan pria yang sedang menggerakkan lengan begitu elegan dan seksi ketika sedang membumbui tanda tangan di atas kertas. Moreau tak sengaja menyaksikan hal tersebut. Sama seperti rupanya Abihirt tak lupa untuk menyerahkan jawaban. “Keluargaku ada di pesta pernikahan. Kau yang tidak mengenal mereka.” “Tapi Froy—“ “Froy anak kecil yang tidak seharusnya diundang.” Kalimat di ujung tenggorokan Moreau terpotong. Abihirt lebih dulu mengatakan sesuatu yang hampir tanpa sadar membuat bibirnya setengah terbuka. Dia segera mengerjap dan bagaimanapun kontak mata antara mereka meninggalkan sesuatu yang terasa begitu tegang. Moreau berdecak—tahu bahwa seharusnya dia tidak boleh terpengaruh oleh ayah sambungnya. Lagipula, ada satu hal di benak Moreau yang menolak tegas pernyataan Abihirt. “Froy bukan anak kecil lagi. Dia berusia 23 tahun sekarang,” sergahnya, tetapi ucapan tersebut justru menarik perhatian Abihirt hingga mengangkat sebelah alis tinggi. Mata kelabu itu seperti sedang berusaha mendelik tajam ke dalam dirinya. Mendadak Moreau merasakan kegugupan di sekitar mereka. Cara Abihirt merapikan berkas penting di tangan pria itu terkesan kokoh dan jantan, meninggalkan pelbagai ingatan tentang peristiwa di malam itu. Hampir saja Moreau menggigit bibir bawah. Dia segera menyadari Abihirt masih menatap tegas ke arahnya. “Froy keponakanku. Aku tahu seperti apa kebiasannya. Mungkin seperti dirimu. Pikiran anak itu juga masih terlalu labil. Hanya ada ibunya di sana, apa Froy tidak mengenalkanmu pada ibunya sehingga kau tidak mengenali kedatangan saudari perempuanku?” “Apa maksudmu?” Kedua alis Moreau bertaut tak mengerti. Bibirnya sekarang, sungguh setengah terbuka menunggu Abihirt mengatakan sesuatu secara gamblang. “Kau dan Froy pernah berpacaran, bukan?” Dan setelah pria itu melakukannya. Moreau langsung menatap tak percaya. Bertanya – tanya bagaimana Abihirt menemukan kenyataan itu. Apa yang selama ini telah Froy, atau barangkali Abihirt perbuat, tetapi dia sama sekali tidak tahu. Hubungan keluarga mereka terlalu rumit. Akan semakin diberatkan dengan kenyataan yang mati – matian Moreau lupakan. Dia tidak memiliki pilihan selain bertanya kepada ayah sambungnya. “Apa Froy memberitahumu? Kapan dia memberitahumu kalau kami pacaran?” “Aku punya profil pribadi-mu.” Kelopak mata Moreau menyipit penuh rasa curiga. “Kau mencari tahu tentang aku?” tanyanya sekali lagi. “Mengapa kau melakukannya?” Lalu melanjutkan dengan nada lebih tegas. “Aku meniduri-mu. Merasa perlu tahu sedikit, karena seharusnya kau kenal seperti apa ibumu. Terlalu senang bekerja, kami jarang membicarakan sesuatu di luar pekerjaan. Barbara lebih mencintai pekerjaannya daripada apa pun.” Meskipun semua pernyataan Abihirt adalah benar. Namun, tidak bisa dianggap lumrah tindakan diam – diam yang pria itu lakukan. Setidaknya Abihirt akan tahu lebih banyak tentang dirinya. Moreau tidak ingin itu terjadi, tetapi apa yang bisa dia lakukan? Abihirt telanjur membaca riyawat hidup, atau mungkin yang tidak pernah Moreau pikirkan sekalipun. Dia menggeleng samar dan mendengar Abihirt mengembskan napas kasar. Kenyataan bahwa dia adalah pria pertama yang meniduri Moreau, itu membuat perasaan Abihirt sedikit gamang. Malam sebelum pernikahan terungkap masih seperti jungkat – jungkit yang diayunkan dengan keras. Dia jauh lebih mengingat bagaimana rasa di tubuh Moreau, alih – alih Barbara walau mereka lebih sering melakukannya. Abihirt berusaha besikap profesional sebagai ayah sambung. Moreau terlalu naif jika berpikir dia tidak menginginkan lebih. Beruntunglah, pengendalian diri menjadi sesuatu yang cukup dan Abihirt bisa bersikap seolah semua teratur baik – baik saja. Dia tak ingin membayangkan ekspresi wajah Moreau yang sedikit murung di sini, menyalakan suatu hal di antara mereka. “Kau sudah terlambat latihan, Moreau. Juan Baker mungkin sudah menunggu-mu.” Sesaat diam dan menahan napas. Pernyataan Abihirt ntah untuk ke berapa kali membuat Moreau diliputi tanda tanya besar. “Dari mana kau tahu soal Juan?” Barangkali masih berkaitan langsung dengan data pribadinya di tangan Abihirt, tetapi Moreau hanya ingin memastikan sepenting apa informasi itu sehingga Abihirt memperhitungkannya sebagai sesuatu yang diungkapkan. Juan Baker memang pasangan nari-nya. Mereka selalu bersama di setiap kesempatan dalam latihan atau di perlombaan. Abihirt mungkin benar, bahwa Juan sudah menunggu di gedung latihan. Moreau seharusnya tidak membiarkan waktu berakhir sia – sia hanya untuk menunggu kapan Abihirt memberi petunjuk. Pria itu cukup misterius—sedang menatap intens, bahkan saat Moreau mengambil keputusan untuk meninggalkan kantor yang masih menjadi keindahan sekadar dipelajari. Dia menyentuh gagang pintu. Memejamkan mata sebentar demi menenangkan diri—nyaris tak dapat menampung kenyataan bahwa ayah sambungnya masih begitu muda dan cukup berbahaya.Abihirt menjulang tinggi dari lantai dua di sebuah gedung hanya untuk mengamati betapa elok tubuh langsing dengan lekuk sempurna ... sedang berputar—memainkkan gerakan tangan dan kaki di atas lapisan es yang licin. Pemandangan serius hampir tidak akan pernah membuat Abihirt meninggalkan rambut cokelat natural, diikat kuncir kuda mengibas ke pelbagai arah mengikuti setiap gerakan yang tercipta. Moreau begitu cantik diperhatikan dari di sudut mana pun. Sebuah gambaran alamiah dari pancaran daun muda itu. Kadang – kadang, muncul senyum tipis ketika mata biru terang Moreau tersenyum geli ke arah pria yang juga menari bersamanya. Juan Baker mulai mengangkat tubuh—yang mungkin—terasa ringan dengan sangat muda, sehingga Moreau seolah telah menaruh seluruh kepercayaan untuk tidak pernah ragu terhadap apa pun yang akan terjadi. Mereka tampak serasi sebagai figure skating. Menari seperti pasangan dan Abihirt akan berpaling sesaat ... pada adegan wajah yang begitu dekat. Tidak ada ciuman.
“Terima kasih atas ketertarikan Anda dalam menyuntikkan dana pada tim organisasi kami, Mr. Lincoln. Banyak orang mengenal Anda sebagai pengusaha muda yang sukses, ini akan sangat bagus jika nanti banyak yang berniat menjadi sponsor kami.” “Tidak perlu sungkan, Mr. Pablo. Mendiang ibuku juga seorang mantan penari es. Aku senang melakukannya.” Hanya ketika Barbara menceritakan kesibukan Moreau sepanjang hari dan semua yang tertera di data pribadi gadis muda itu. Abihirt tiba – tiba tertarik melakukan kegiatan menantang. Banyak cerita tentang keanggunan ibunya, membuat dia selalu tertarik dan terpukau. Tak dimungkiri bahwa tubuh Moreau yang meliuk indah sedikit membangkitkan selera Abihirt yang usang. Sekadar terlibat ke dalam sesuatu—tampaknya—tidak akan cukup memberi Abihirt pengaruh. Dia menatap Mr. Pablo dan menerima jabatan tangan pria di hadapannya. Kesepakatan sudah dimuat. Percakapan selesai. Dia perlu meninggalkan tempat ini setelah menyerahkan beberapa pekerjaan secara penuh
"Maaf, aku terlambat." Setelah cukup terburu - buru menghadapi trafik jalan yang tegang. Abihirt mengambil posisi tepat saling berhadap - hadapan bersama Barbara. Dia mengamati wajah masam yang nyaris tak berusaha disembunyikan. Tampaknya wanita itu menunggu terlalu lama dari yang coba dipikirkan. Abihirt mengerti, dan dia harap Barbara seharusnya memahami bahwa meeting penting memang menyita waktu lebih sering, terlebih jika beberapa bagian tak terduga muncul mengisi rumpang - rumpang yang tertinggal di antara pembahasan serius. Namun, di sini adalah Barbara. Abihirt mengerutkan dahi sebentar, bersikap sedikit tenang dan dewasa menghadapi wanita yang sedang marah. Membiarkan Barbara menunggu sendirian hampir setengah jam mungkin sudah menjadi bagian yang harus ditangani. Sendirian. Ya, barangkali itu juga perlu digarisbawahi. Mata kelabu Abihirt bergerak. Baru disadari ternyata sepanjang waktu berjalan masuk ke dalam restoran dia telah melewatkan sesuatu yang ganjil di antara
Sepertinya bukan keputusan yang tepat pulang sendirian. Abihirt nyaris tidak dapat mengendalikan setir dengan baik setelah sepanjang waktu harus menghadapi desakan serius yang berefek dalam dirinya. Sekujur dada dan tenggorakan rasanya seperti terbakar. Dia sudah menghubungi Roger, mengirimkan alamat rumah Barbara agar pria itu dapat menyusul, atau jika tidak sesuai rencana, Roger akan tiba lebih dulu. Abihirt sudah mencari jalan pulang tercepat, yang paling tidak sedikit dilalui kendaraan. Tetapi, tampaknya itu juga merupakan kesalahan besar. Alih – alih kaki langit yang gelap mengiringi suara sayup – sayup di udara, malah para pengendara motor liar dengan tidak ramah menunjukkan eksistensi mereka. Satu demi satu bermunculan. Mereka gebut. Kemudian salah seorang pemotor mendapat tabrakan mutlak. Abihirt melakukan bantingan terjal—ujung kakinya menekan rem hingga terhentak kasar ke depan, sementara pria dengan pelindung kepala bergulir beberapa kali ke aspal. Motor yang terseret seca
“Apa yang sedang kau lakukan di sini, Moreau?” Pertanyaan Abihirt semacam segumpal daging yang membuat ujung tenggorokan Moreau tercekat. Dia tidak tahu harus bagaimana menyerahkan jawaban, saat seperti ada sesuatu yang coba ayah sambungnya tahan – tahan di hadapan banyak orang. Dan mungkin, karena Moreau masih berdiam diri untuk waktu yang lama. Suara Juan segera menimpali. “Saya yang membawa Moreau ke tempat ini, Mr. Lincoln. Tolong jangan memarahi-nya.” “Aku tidak bicara denganmu.” Mata kelabu itu mendelik luar biasa tajam. Secara naluri Moreau mendorong dada Jaun agar pria di sampingnya mundur. Dia sadar mereka telah menjadi tontonan. Ini bukan lagi tentang balapan liar, tetapi bagaimana Abihirt nyaris tak mementingkan keberadaan orang – orang di sekitar. Moreau tak ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Berjuang keras memaksakan lidahnya yang keluh untuk bersuara. “Aku—aku, baru tiba di sini. Juan bilang ada petunjukkan balap, jadi kami hanya akan menjadi penonton. It
Mereka sampai di halaman rumah lebih cepat dari bayangan Moreau setelah hampir sepanjang jalan meragukan kemampuan Abihirt dalam berkendara. Pria yang sedang tidak baik – baik saja, tetapi memaksa untuk mengemudi. Moreau masih menyimpan separuh pengetahuan tersebut di puncak kepalanya ketika sedang mengamati Abihirt berjalan nyaris tersaruk menghampiri seorang pria yang sepertinya sudah menunggu lama. Mereka hanya bicara sebentar, lebih daripada itu Moreau menyaksikan sendiri langkah Abihirt yang terburu – buru ingin menggapai ruang tamu. Dia mengekori di belakang dan menelan ludah kasar saat ayah sambungnya menjatuhkan tubuh dengan kasar di atas sofa, sementara pria lainnya sedang mengeluarkan sesuatu dari tas koper berbahan kulit. “Apa yang kau lakukan?” Moreau mengerti bahwa pria yang sejak awal dia amati adalah seorang dokter. Dia hanya ingin tahu apa yang secara spesifik sedang dilakukan—maksudnya, dalam rangka atau sakit yang serupa bagaimana hingga tampaknya Abihirt memilik
[Darling, aku menginap di rumah Ferarra. Kami mengadakan pesta minum – minum. Aku tidak akan bisa menyetir nanti. Tidak perlu menungguku dan aku juga tidak mau kau menjemputku. Kau bisa tidur lebih dulu. Aku mencintaimu. Salam sayang, Barbara.] Itu pesan semalam. Abihirt mengembuskan napas kasar dan meletakkan kembali seluler genggam ke atas meja kaca. Roger sudah memberikan obat, tetapi rasanya dia benar – benar akan demam. Sekujur tubuh luar biasa seperti teremuk redam, kaku, dan tulang – tulang di antara tangan maupun kaki begitu ngilu. Abihirt mengernyit saat berusaha bangun. Perlahan mengenyakkan punggung di sandaran sofa. Tidak ada siapa pun di ruang tamu. Ingatan mengenai Roger di malam yang sama, memberitahu bahwa pria itu telah berpamitan pulang, yang sempat memberi ocehan panjang kepadanya. Harusnya memang lebih baik pria itu tidak di sini. Kenyataan bahwa Roger sanggup membuat puncak kepalanya berdenyut, adalah sesuatu yang tak dapat Abihir
Suara ketukan pintu berulang kali menuntut Moreau untuk meninggalkan ranjang. Dia perlu tahu siapa di luar sana, dan ada urusan apa mencarinya di waktu – waktu seperti ini. Barangkali Barbara? Moreau mengembuskan napas kasar mengetahui rasanya itu terlalu mustahil. Barbara sudah dipastikan tidak berada di rumah. Hanya ada satu orang tersisa. Bagaimanapun Moreau tak bisa mengabaikan hal yang dia rasa penting di sini. Lambat ... setelah pintu dibuka, Moreau menahan napas meski dia telah menduga dengan tepat siapa yang sedang menjulang tinggi di depan kamar. Abihirt dalam balutan pakaian panjang tipis hingga menjiplak otot – otot perut yang bersembunyi di sana. Moreau tidak tahu apakah dia bisa menawarkan toleransi terhadap penampilan Abihirt yang terlalu kokoh dan sempurna. Sungguh, rasanya malam tak terduga itu tak pernah mencoba meninggalkan benaknya, tidak peduli seberapa jauh dia mencoba. Nyaris tanpa sadar Moreau menelan ludah kasar. Masih menunggu kapan Abih