“Apa aku terlambat?” tanya Agatha pelan. Gio pasti sedang di kamar. Ia akan minum dahulu sebelum kembali ke kamar. Sampai ia sangat terkejut saat ada yang memeluknya dari belakang. “Apa yang kamu lakukan sampai terlambat?” tanya Gio mengecup leher Agatha. Agatha memutar balikkan tubuhnya. “Aku asik belanja sampai tidak tahu waktu..” Gio menatap satu paper bag yang ditenteng Agatha. “Hanya membeli satu?” tanyanya. Agatha terkekeh pelan. “Kamu tahu sendiri aku bingung membeli. Jadi, aku hanya membeli satu.” “oh ya kartu kamu..” hendak mengeluarkan kartu Gio. Tapi Gio menahannya. “Kamu pegang saja. jika ingin membeli sesuatu pakai kartu itu.” “Lalu bagaimana dengan kamu? kamu Cuma punya satu kan?” tanya Agatha. ia mengambil kartu berwarna hitam itu. Kartu kredit unlimited. Kartu yang bisa digunakan untuk membeli apapun. Dengan sekali gesek saja. “Aku punya lagi.” Agatha menatap kartu itu. “Yakin aku yang pegang?” tanya Agatha memastikan. “Hm.” Gio mengangkat tubu
Gio berjalan ke parkiran. Moodnya benar-benar buruk. Kedua tangannya berada di dalam saku. “Kalau sedang sibuk, bisa bilang kan padaku? kirim satu pesan saja supaya aku tidak kesal. tapi dia mengabaikan semua pesanku..” Gio berjalan sembari mengomel. Namun ia berhenti ketika melihat satu wanita yang berdiri di samping mobilnya. Wanita yang menggunakan dress pendek berwarna hitam itu nampak tersenyum ceria. Wajahnya segar dengan rambut yang digerai. Berbeda sekali dengan wajahnya yang kusut dan ditekuk. Seperti pakaian lusuh yang tidak pernah disetrika. Agatha merentangkan tangannya. Gio mendekat—namun pria itu tidak memeluknya. Dengan wajah yang cemberut—melewati Agatha. Agatha segera mendekat dan memeluk suaminya yang marah itu dari belakang. “Kamu marah?” tanyanya. Melingkarkan tangannya dengan erat di perut Gio. “Jangan marah. Ada yang ingin aku tunjukkan padamu sayang..” Gio memutar tubuhnya. “Kamu mengabaikanku hari ini. Aku sangat kesal… aku juga kawatir.
“Hadiah untuk kamu.” Agatha membawa paper bag itu bersamanya. “Tapi nanti dulu. kita makan dulu.” menarik Gio untuk duduk di kursi. Agatha menuangkan anggur ke gelas mereka. “Oh ya kamu tidak minum ya?” tanya Agatha. Gio mengangguk. “Tapi sedikit saja tidak masalah.” “Baiklah.” Agatha mengangkat gelasnya. Saling menyentuh gelas hingga berdenting. “Cheers.” “Bagaimana perasaanmu?” tanya Agatha. “umur kamu bertambah, kamu sudah menjadi suami.” Gio tersenyum. “Aku sangat senang. Apalagi kamu di sisiku. Tidak ada yang lebih membahagiakan dari hari ini.” “Kejutanku hari ini berhasil.” Gio mendengus pelan. “Aku tidak suka bagian kamu yang mengabaikanku.” Agatha mengerucutkan bibirnya. “Aku kan sudah bilang kalau aku tidak sengaja..” “Kamu belum memaafkanku?” tanya Agatha. Gio menepuk pahanya. “Suapi aku dulu. aku akan memaafkan kamu.” Agatha menggigit bibirnya pelan sebelum bangun. Kemudian mengambil duduk di pangkuan Gio. “Sudah aku bilang jangan menggigit bibi
21++ “Ahh!” Agatha bergerak di atas sofa. Milik mereka saling menyatu. Gio menggerakkan pinggang Agatha. Ia mendongak dan menatap tubuh istrinya yang begitu menggoda. Di atas sofa yang kecil ini. Gio duduk dengan Agatha berada di atas pangkuannya. Tangan Gio terulur mengusap dada Agatha. “Lebih cepat sayang ohh!” Gio meracau.. “Ahh.. aku!” “Iya lebih cepat sayang!!” Gio menggerakkan pinggang Agatha lebih cepat. Hingga kenikmatan itu bisa mereka jemput bersama. Agatha lemas terjatuh di bahu Gio. “Kita berhenti..” Ya, karena memang waktunya berhenti. mereka sudah melakukannya berkali-kali di sini tanpa lelah. Gio membaringkan tubuh mereka berdua di atas sofa kecil itu. Hanya menyelimuti tubuh mereka dengan selimut tipis. Gio mengusap pinggang bahu Agatha pelan.. “Apa kamu tertidur?” tanya Gio. Agatha menjadikan lengan Gio sebagai bantalan. Memeluk pria itu… “Anehnya aku tidak mengantuk.” Agatha mengusap dada Gio pelan. ia mendongak. “Jika kamu terus ber
Dokter bilang, Agatha tidak subur. Penyebabnya adalah menstruasi Agatha yang tidak teratur. Penyebab lain juga beragam. Dari stress, tidak pernah berolahraga dan mengonsumsi obat-obatan dalam jangka panjang. Semua itu memang pada Agatha. Agatha disarankan untuk melakukan konsultasi pada dokter secara rutin. Mengubah pola hidup yang lebih sehat. Saat ini Agatha dan Gio sedang menunggu obat yang sudah diresepkan dari dokter. Gio mengusap punggung tangan Agatha. “Tidak masalah… aku akan selalu menemani kamu check up.” Agatha menoleh. “Tetapi di sisiku.” Gio mengangguk.. “Antrian 24!” Gio berdiri—kemudian mengambil obatnya. Melihat istrinya yang terlihat murung membuat Gio juga merasa sedih. Gio perlahan mendekat dan berjongkok. Mengambil kedua tangan istrinya itu. “Kita akan melewatinya sama-sama. Jangan kawatir oke?” Agatha mendekat dan memeluk Gio. Memeluk erat leher pria itu. “aku tidak kawatir selama kamu bersamaku.” “Tadi dokter bilang, penyebab utama kamu
“Kau sudah memikirkannya?” tanya Agatha. Jessika mengangguk. “Aku sudah memikirkannya. kalaupun nanti Anton tidak menyukai musik lagi. aku akan mendorongnya untuk masuk sekolah akademik dan belajar dengan sungguh-sungguh. Sehingga bisa masuk ke perusahaan.” “Kau yang lebih tahu..” Agatha mengangguk. Seperti itulah percakapan Agatha dengan Jesika mengenai masa depan Anton dan Anna. Agatha menyerahkan urusan itu pada Jessika sepenuhnya. Ia hanya bisa membantu dengan biaya. Agatha akan membantu mereka terkait biaya. Setelah bermain cukup lama di rumah Anton… Mereka pulang. Agatha menatap jendela mobil. Saat ini hujan. Tidak terlalu deras, namun bisa membuat orang basah kuyup. Agatha menoleh ketika Gio mengusap punggung tangannya. “Jangan terlalu cemas..” Gio menatap lurus ke depan. “Semua akan baik-baik saja. kamu tahu itu, Jessika pasti bisa mengurus Anton dan Anna dengan baik.” Agatha menggeleng. “Aku tidak menghawatirkan hal itu. bagaimanapun Jessika memang ibu me
Agatha benar-benar menjaga pola hidupnya lebih teratur. Mengatur pola makan juga. Tidak begadang…. Begadang untuk berolahraga malam di ranjang masih. Ia juga punya mentor di rumah. membantunya olahraga dengan benar. Perempuan, cantik dan memiliki otot yang besar. Selama 3 kali dalam seminggu, Ia akan pulang lebih awal dan melakukan olahraga di rumah sampai malam. Seperti saat ini.. Meski mentornya sudah pulang. ia masih meneruskan olahraganya. Mungkin 30 menit lagi sampai Gio pulang. Agatha yang sibuk olahraga dengan haedset di telinganya. Tidak sadar jika suaminya telah pulang. Gio membuka pintu perlahan. Melihat Agatha yang tengah mengangkat barbel. “Sepertinya berat…” Gio ikut mengangkat barbel itu. Hanya alasan saja karena pria itu memang mencari kesempatan untuk menyentuh istrinya. Agatha berhenti. “Bagaimana hari ini?” tanyanya. Gio mengusap pinggang Agatha pelan. Wanita itu hanya menggunakan tanktop dengan celana panjang yang ketat. Keringat membasa
Memasuki mansion yang sangat luas. Agatha tahu bukan hanya Gaby yang kaya, tapi suaminya juga. Tidak heran jika rumah mereka juga sangat luas dan bagus. Sepertinya mansion baru. Desainnya juga modern. Agatha bersama Gio datang. Katanya yang datang hanya keluarga saja. Agatha sudah membeli hadiah untuk keponakannya yang berumur 7 tahun. Sebuah sepatu mungil yang cantik. Agatha harap ukurannya pas. Memasuki rumah sembari bergandengan tangan dengan Gio. Di sana, sudah ada keluarga Gio dan keluarga suami Gaby. Mereka nampak duduk sembari bercengkrama. “Hai..” sapa Agatha pada seorang gadis yang menggunakan dress princess. Sangat cantik. “Halo Chelyn, selamat ulang tahun ya..” Agatha memberikan kadonya pada bocah perempuan itu. Chelyn tersenyum lebar. “Terima kasih aunty.” Lalu Chelyn menatap Gio dengan bingung. “Wajah uncle..” ucapnya. Dengan menunjuk Gio. “Uncle tersenyum.” Chelyn nampak kebingungan. Gio menunduk—lalu tangannya terulur mengusap puncak kepala b
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
“Puas membuat kawatir orang tua? Puas bermain-main dengan acara penting?” tanya Gio pada Aiden. Aiden berhenti. pada langkah yang ketiga di tangga. Laki-laki itu berhenti dan menghadap ayahnya. “Bagaimana rasanya?” tanya Aiden sembari tersenyum. “Kalian tidak pernah datang ke acara pentingku. Jadi aku ingin melakukannya juga…” “Bagaimana rasanya?” tanyanya. “Aiden!” Gio memijit keningnya yang terasa pusing. “Kami melakukannya karena ada alasannya.” “Aku juga punya alasan untuk tidak datang ke acara itu.” Aiden memutar tubuhnya. berjalan—sampai Gio memanggilnya lagi. “Acara balapan yang kamu maksud?” tanyanya. “Balapan tidak jelas seperti itu? jika ingin balapan di sirkuit bukan di jalan raya. Kamu membahayakan orang lain. kamu juga membahayakan diri kamu sendiri.” “Aiden kamu jangan melakukan hal seperti ini lagi ya..” Agatha menatap putranya. “Mom dan Dad tidak akan melakukan hal seperti dulu lagi.” “Kalau kamu mau balapan, kamu bisa mengajak kamu ke sir
Di sinilah… Raini pergi ke atap gedung. Sendirian di tengah gelap yang hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang bersinar dengan terang. Raini membiarkan rambutnya tertiup angin ke sana ke mari. Kedua tangannya bersandar pada dinding pembatas. Tempatnya memang di sini. Jelas dirinya dan Aiden sangat berbeda. Aiden memang lebih cocok dengan perempuan bernama Talia itu. Tadi, Raini melihat mereka dari kejauhan. Talia pasti dari keluarga yang memiliki perusahaan besar juga. Mereka memang cocok. Lantas… Kenapa hatinya sedikit tidak rela ya? Apa mungkin ia tidak rela jika Aiden bersama perempuan lain? Tidak! Sampai kapanpun Raini tidak boleh mendambakan apa yang tidak boleh didambakan. Tempatnya di sini… Menyingkir lalu tidak terlihat oleh siapapun. “Jadi seperti ini ya pemandangan kota dari atas gedung tinggi..” Raini tersenyum pelan. “Maklum orang kampung…” Raini menggeleng pelan. “Ternyata sangat bagus. pantas saja banyak orang kampung yang berbondong-b
Seorang pemuda dengan setelan kemeja dan jas rapi baru saja turun dari mobil. Langkahnya mantap—kemudian disusul oleh perempuan yang berada di belakangnya. Perempuan cantik yang menggunakan dress berwarna putih. Nampak sangat cantik dengan rambut panjang yang digerai… Aiden menyodorkan lengannya. Raini tersenyum manis dan menggandeng tangan Aiden. Tahukah permintaan Aiden? Ya, membawa Raini untuk pergi ke pesta bersamanya. Lantas, Raini harus menuruti permintaan lelaki itu jika ingin lelaki itu hadir di pesta. Raini tidak pernah berhadapan dengan orang segila Aiden. Tapi mari imbangi kegilaan Raini. Bersikap seperti apa kemuan Aiden saja. Raini berjalan dengan hati-hati. di luar ternyata banyak sekali kamera wartawan yang menyorot dirinya. Pasti mereka akan membuat berita dan bertanya-tanya tentang identitasnya. Raini bersumpah… Pasti setelah ini, kehidupan sekolahnya kian rumit. Pasti akan muncul rumor aneh tentan dirinya dan Aiden. Aiden dan Raini b
“Dia di mana?” Agatha berkacak pinggang sembari mondar-mandir. Ia sudah berdandan rapi namun Aiden malah belum pulang… Gio menggenggam tangan Agatha. “Kali ini aku tidak bisa mentolerir perbuatannya..” “Tunggu sebentar. dia pasti pulang.” Agatha mengeluarkan ponselnya.. Melakukan panggilan berkali-kali namun satupun tidak dijawab. “Ayo kita berangkat..” nampak wajah Gio begitu dingin. Hanya berjalan beberapa langkah saja.. “Bagaimana kalau kita menunggu sedikit lebih lama..” Agatha mendongak. “Aku yakin dia akan segera pulang.” Gio menatap jam tangannya. “Kalaupun pulang dia butuh berganti pakaian segala macam. Kita tidak ada waktu sayang.” Agatha akhirnya mengangguk. menyetujui untuk berangkat. Akhirnya dengan berat hati Agatha dan Gio berangkat tanpa anak mereka. Entah, Gio tidak mau tahu keberadaan anaknya. Di sisi lain, Raini yang melihat mereka merasa ini tidak benar. Ia harus mencari Aiden dan membuat laki-laki itu datang ke pesta ulang tahun Winston.
Raini menjadi semakin panik ketika tubuh mereka terasa benar-benar menempel. “Cepat ambil,” lirih Raini. Aiden tersenyum. menunduk dan mendekatkan bibirnya pada telinga kanan perempuan itu. “Cepat ambil, aku tidak akan melihatmu,” ucap Raini. “Lantas kenapa wajahmu memerah seperti itu?” Raini mengerjap karena kesal akhirnya ia berbalik—namun kakinya tidak bisa berpijak dengan benar alhasil… Braak! Raini memejamkan mata—bersiap menerima kerasnya lantai. Tapi yang ia dapatkan adalah pelukan dari tangan seseorang. Raini membuka mata—wajah Aiden yang sudah begitu dekat di hadapannya. Kenapa… Jantungnya berdetak sangat cepat. Juga, suhu tubuhnya yang tiba-tiba memanas sampai membuat pipinya begitu panas seperti terbakar. Raini baru menyadari jika Aiden masih bertelanjang dada… “Bu-bu buahnya jatuh!” Raini melepaskan diri dari Aiden. Buru-buru mengambil buah itu dengan cepat. “Aku tidak makan buah yang sudah jatuh.” Aiden mengamati Raini yang begitu gugup memungut
“Apa aunty tahu kau menggunakan motor ke sekolah?” tanya Raini yang baru memarkirkan sepeda listriknya di halaman mansion. Aiden melepas helmnya. Pertama kalinya ia membawa motornya ke rumah. “Belum.” Aiden menggeleng. “Sekarang akan tahu.” Raini mendekati Aiden. “Bukankah bahaya?” tanyanya. “Kau belum memiliki sim juga.” “Bukan urusanmu.” Aiden menyipitkan mata. Aiden pergi begitu saja ke dalam mansion. Meninggalkan Raini yang ngomel-ngomel. Aiden pergi ke dalam rumah. disambut oleh ibunya yang selalu berada di rumah menunggunya pulang. “Kamu sudah pulang..” Agatha mendekat. “Di luar itu motor kamu?” tanya Agatha. Aiden mengangguk. Agatha berhenti sejenak. “Mom marah?” tanya Aiden. Agahta menggeleng. “Itu hobi baru kamu kan?” Agatha mengusap pelan bahu Aiden. “Asalkan kamu menaikinya dengan hati-hati, jangan sampai terluka. Mom tidak masalah.” “Mom dulu juga bisa tahu naik motor. Tapi sekarang lupa caranya..” Agatha terkekeh pelan. “Mom bisa?” Agatha men