Agatha benar-benar menjaga pola hidupnya lebih teratur. Mengatur pola makan juga. Tidak begadang…. Begadang untuk berolahraga malam di ranjang masih. Ia juga punya mentor di rumah. membantunya olahraga dengan benar. Perempuan, cantik dan memiliki otot yang besar. Selama 3 kali dalam seminggu, Ia akan pulang lebih awal dan melakukan olahraga di rumah sampai malam. Seperti saat ini.. Meski mentornya sudah pulang. ia masih meneruskan olahraganya. Mungkin 30 menit lagi sampai Gio pulang. Agatha yang sibuk olahraga dengan haedset di telinganya. Tidak sadar jika suaminya telah pulang. Gio membuka pintu perlahan. Melihat Agatha yang tengah mengangkat barbel. “Sepertinya berat…” Gio ikut mengangkat barbel itu. Hanya alasan saja karena pria itu memang mencari kesempatan untuk menyentuh istrinya. Agatha berhenti. “Bagaimana hari ini?” tanyanya. Gio mengusap pinggang Agatha pelan. Wanita itu hanya menggunakan tanktop dengan celana panjang yang ketat. Keringat membasa
Memasuki mansion yang sangat luas. Agatha tahu bukan hanya Gaby yang kaya, tapi suaminya juga. Tidak heran jika rumah mereka juga sangat luas dan bagus. Sepertinya mansion baru. Desainnya juga modern. Agatha bersama Gio datang. Katanya yang datang hanya keluarga saja. Agatha sudah membeli hadiah untuk keponakannya yang berumur 7 tahun. Sebuah sepatu mungil yang cantik. Agatha harap ukurannya pas. Memasuki rumah sembari bergandengan tangan dengan Gio. Di sana, sudah ada keluarga Gio dan keluarga suami Gaby. Mereka nampak duduk sembari bercengkrama. “Hai..” sapa Agatha pada seorang gadis yang menggunakan dress princess. Sangat cantik. “Halo Chelyn, selamat ulang tahun ya..” Agatha memberikan kadonya pada bocah perempuan itu. Chelyn tersenyum lebar. “Terima kasih aunty.” Lalu Chelyn menatap Gio dengan bingung. “Wajah uncle..” ucapnya. Dengan menunjuk Gio. “Uncle tersenyum.” Chelyn nampak kebingungan. Gio menunduk—lalu tangannya terulur mengusap puncak kepala b
“Anda masih membenciku ya?” tanya Agatha. Agatha yang baru saja keluar dari toilet. Tidak sengaja bertemu dengan margaret. Sekalian saja bertanya. Supaya lebih jelas. “Tidak.” Margaret menjawab Agatha dengan acuh. “Jika tidak, kenapa anda terlihat masih membenciku. Apa aku menyakit hati anda?” tanya Agatha lagi. Margaret menghela napas. Kemudian bersindekap menatap Agatha. “Kalian bahagia. Maksudku Gio bahagia bersamamu?” tanyanya. Agatha mengangguk. “Iya kita sangat bahagia. Kita menjalani hari-hari pernikahan ini dengan bahagia.” Margaret mengangguk. “Yasudah. aku akan menerima kalian.” “Tapi saya ingin tahu apa yang membuat anda membenci saya. Apa yang membuat anda menentang hubunganku dengan Gio?” tanya Agatha langsung. Ia tidak ingin terus-terusan overthinking tengan masalah ini. Ia ingin menanyakan ini kepada margaret, agar semuanya bisa jelas. “Karena kamu membawa Gio ke dalam bahaya.” Margaret menatap Agatha. “kamu pernah membawa Gio ke dalam situasi ba
Agatha berkutat dengan pekerjaannya. Siang ini ia memutuskan untuk makan siang di sebuah restoran bersama sekretarisnya. “Apa aku mengganggumu?” tanya Agatha. Rami menggeleng. “Tidak. Saya senang makan bersama anda. Saya tidak perlu membayar dan makan enak juga.” Sambil terkekeh pelan. Agatha menyipitkan mata. “Dasar.” “Saya mendengar para pegawai sangat bahagia. Mereka sangat senang dengan program baru untuk karyawan,” ujar Rami. “Untuk pegawai yang sudah bekerja lebih dari 5 tahun anda memberikan bonus loyalitas. Untuk yang muslim, anda memberikan program umroh. Sedangkan untuk yang non muslim anda memberikan paket liburan.” “Jarang loh perusahaan yang memberikan program seperti itu. para pegawai sangat bersemangat dengan program itu.” Agatha mengangguk. ia juga senang jika membahagiakan banyak orang. “Aku pikir loyalitas karyawan itu paling penting bagi perusahaan. maka dari itu—untuk loyalitas yang sudah mereka berikan, aku ingin mengapresiasinya.” Rami mengang
“Tadi anda mengenal orang itu?” tanya Rami yang mengikuti Agatha. Agatha menatap Rami. “Kenapa kau mengikutiku? Aku menyuruhmu makan saja.” Rami terkekeh pelan. “mau minta jus juga.” “Astaga.” Agatha menggeleng pelan. Setelah memesan jus. Mereka berjalan kembali ke tempat mereka. “Anda belum menjawab pertanyaan saya,” ujar Rami. Agatha mengangguk. “oh ya.. Tadi aku tidak mengenalnya. Tadi orang itu memberiku kartu nama. Dia instruktur pilates.” Mengeluarkan kartu dan menunjukkannya pada Rami. Rami mengernyit. “Saya pikir kalian mengenal..” lirihnya. Kenapa perasaannya tidak enak ya… Apalagi wanita itu sempat menatap Agatha cukup lama. Rami menatap Agatha yang kini kembali duduk. “Cari di tempat lain saja, bu. Saya akan mencarikan tempat yang bagus.” Agatha menatap Rami. “kenapa? kau mengenal orang tadi?” Rami menggeleng. “Tidak. Hanya saja… saya merasa tidak enak.” Agatha tertawa pelan. “Perasaanmu saja..” Rami mengambil minum. “Tapi—” “Kau seperti Gio.
Hari semakin berganti, Agatha benar-benar ingin pilates di rumah. Untuk itu, ia menggunakan jasa Julie. Ia telah melihat profil Julie. Wanita itu memang sangat profesional. Bahkan di Amerika sering menangani klien dari kalangan artis. Untuk itulah Agatha tidak ragu. Ada paket untuk membeli peralatan pilates dan memasangnya di rumah juga. Sangat praktis dan membuat Agatha semakiin tertarik. Peralatan itu baru saja datang dan dipasang di ruang samping Gym. “Aku harap aku tidak malas..” Agatha menatap ruangan yang sudah terisi oleh peralatan pilates. “Aku akan mengingatkanmu dan menyemangatimu supaya tidak malas.” Julie tersenyum. Pandangannya mengelilingi mansion Agatha. Sampai ia berhenti pada foto-foto yang terpajang. Foto Agatha dan Gio. Dari pernikahan sampai mereka honeymoon. Ada beberapa foto yang diambil menggunakan kamera vintage. Semuanya nampak bagus dan terlihat sangat romantis. “Kalian terlihat sangat romantis.” Julie menatap foto itu. “Kamu cantik
“Bagaimana…” tanya Agatha. Gio berada di sampingnya. Tangan pria itu memeluk pinggang Agatha dari samping. Gio menatap ruangan yang sudah terisi dengan peralatan pilates. “Jangan bilang kamu membeli semua ini dengan uangmu sendiri?” tanya Gio. Ia kemudian menunduk—menangkat dagu istrinya yang mencoba mengalihkan pandangan. “Jawab jujur.” Gio menyipitkan mata. “Kamu menggunakan uangmu sendiri untuk membeli semua ini kan?” desaknya semakin kuat. Agatha mengerjap. Tidak bisa berbohong jika Gio sudah menatapnya seperti ini. Lagipula pria itu selalu tahu ia sedang berbohong. Agatha mengangguk.. kemudian terkekeh. “Aku lupa tidak membawa kartumu. Mangkanya aku menggunakan kartuku sendiri.” Gio mendengus pelan. “Bullshit!” Agatha menutup bibir Gio dengan telapak tangannya. “Katanya tidak boleh berkata buruk? Karena kamu mengumpat aku harus menghukum kamu!” Gio langsung menggeleng keras. “Tidak ada menghukum-menghukum.” Agatha mengalunkan kedua tangannya di leher
Pertama kalinya Agatha melakukan pilates.Tubuhnya terasa kaku sekali..“Untuk hari ini cukup.” Julie mengakhiri sesi latihan mereka. Agatha mengatur napasnya. Ia mengambil satu handuknya dan mengusapkannya di lehernya. “Bagaimana?” tanya Julie. Agatha mengangguk. “Cukup… menyenangkan.” Julie tertawa pelan. “Apa perlu meningkatkan jam pertemuan kita?” Agatha menggeleng. “Tidak-tidak! Aku tidak akan sanggup.” Julie tersenyum dan mengangguk. Kemudian mereka keluar dari ruangan. Agatha melihat Gio yang baru saja pulang. Tidak biasanya pulang lebih awal. sepertinya pria itu membawa sesuatu untuk dirinya. Agatha melambaikan tangannya melihat Gio yang berada di bawah. Gio melangkahkan kakinya menaiki tangga. kemudian menghampiri istrinya yang bersama seorang instruktur. “Kamu pulang lebih awal.” Agatha tersenyum. ia memejamkan mata saat Gio mencium keningnya. “Aku membawa Roti..” Gio memang membawa dua. Ia sengaja untuk memberikannya pada instruktur Agatha. Ia juga belum menca
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
“Puas membuat kawatir orang tua? Puas bermain-main dengan acara penting?” tanya Gio pada Aiden. Aiden berhenti. pada langkah yang ketiga di tangga. Laki-laki itu berhenti dan menghadap ayahnya. “Bagaimana rasanya?” tanya Aiden sembari tersenyum. “Kalian tidak pernah datang ke acara pentingku. Jadi aku ingin melakukannya juga…” “Bagaimana rasanya?” tanyanya. “Aiden!” Gio memijit keningnya yang terasa pusing. “Kami melakukannya karena ada alasannya.” “Aku juga punya alasan untuk tidak datang ke acara itu.” Aiden memutar tubuhnya. berjalan—sampai Gio memanggilnya lagi. “Acara balapan yang kamu maksud?” tanyanya. “Balapan tidak jelas seperti itu? jika ingin balapan di sirkuit bukan di jalan raya. Kamu membahayakan orang lain. kamu juga membahayakan diri kamu sendiri.” “Aiden kamu jangan melakukan hal seperti ini lagi ya..” Agatha menatap putranya. “Mom dan Dad tidak akan melakukan hal seperti dulu lagi.” “Kalau kamu mau balapan, kamu bisa mengajak kamu ke sir
Di sinilah… Raini pergi ke atap gedung. Sendirian di tengah gelap yang hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang bersinar dengan terang. Raini membiarkan rambutnya tertiup angin ke sana ke mari. Kedua tangannya bersandar pada dinding pembatas. Tempatnya memang di sini. Jelas dirinya dan Aiden sangat berbeda. Aiden memang lebih cocok dengan perempuan bernama Talia itu. Tadi, Raini melihat mereka dari kejauhan. Talia pasti dari keluarga yang memiliki perusahaan besar juga. Mereka memang cocok. Lantas… Kenapa hatinya sedikit tidak rela ya? Apa mungkin ia tidak rela jika Aiden bersama perempuan lain? Tidak! Sampai kapanpun Raini tidak boleh mendambakan apa yang tidak boleh didambakan. Tempatnya di sini… Menyingkir lalu tidak terlihat oleh siapapun. “Jadi seperti ini ya pemandangan kota dari atas gedung tinggi..” Raini tersenyum pelan. “Maklum orang kampung…” Raini menggeleng pelan. “Ternyata sangat bagus. pantas saja banyak orang kampung yang berbondong-b
Seorang pemuda dengan setelan kemeja dan jas rapi baru saja turun dari mobil. Langkahnya mantap—kemudian disusul oleh perempuan yang berada di belakangnya. Perempuan cantik yang menggunakan dress berwarna putih. Nampak sangat cantik dengan rambut panjang yang digerai… Aiden menyodorkan lengannya. Raini tersenyum manis dan menggandeng tangan Aiden. Tahukah permintaan Aiden? Ya, membawa Raini untuk pergi ke pesta bersamanya. Lantas, Raini harus menuruti permintaan lelaki itu jika ingin lelaki itu hadir di pesta. Raini tidak pernah berhadapan dengan orang segila Aiden. Tapi mari imbangi kegilaan Raini. Bersikap seperti apa kemuan Aiden saja. Raini berjalan dengan hati-hati. di luar ternyata banyak sekali kamera wartawan yang menyorot dirinya. Pasti mereka akan membuat berita dan bertanya-tanya tentang identitasnya. Raini bersumpah… Pasti setelah ini, kehidupan sekolahnya kian rumit. Pasti akan muncul rumor aneh tentan dirinya dan Aiden. Aiden dan Raini b
“Dia di mana?” Agatha berkacak pinggang sembari mondar-mandir. Ia sudah berdandan rapi namun Aiden malah belum pulang… Gio menggenggam tangan Agatha. “Kali ini aku tidak bisa mentolerir perbuatannya..” “Tunggu sebentar. dia pasti pulang.” Agatha mengeluarkan ponselnya.. Melakukan panggilan berkali-kali namun satupun tidak dijawab. “Ayo kita berangkat..” nampak wajah Gio begitu dingin. Hanya berjalan beberapa langkah saja.. “Bagaimana kalau kita menunggu sedikit lebih lama..” Agatha mendongak. “Aku yakin dia akan segera pulang.” Gio menatap jam tangannya. “Kalaupun pulang dia butuh berganti pakaian segala macam. Kita tidak ada waktu sayang.” Agatha akhirnya mengangguk. menyetujui untuk berangkat. Akhirnya dengan berat hati Agatha dan Gio berangkat tanpa anak mereka. Entah, Gio tidak mau tahu keberadaan anaknya. Di sisi lain, Raini yang melihat mereka merasa ini tidak benar. Ia harus mencari Aiden dan membuat laki-laki itu datang ke pesta ulang tahun Winston.
Raini menjadi semakin panik ketika tubuh mereka terasa benar-benar menempel. “Cepat ambil,” lirih Raini. Aiden tersenyum. menunduk dan mendekatkan bibirnya pada telinga kanan perempuan itu. “Cepat ambil, aku tidak akan melihatmu,” ucap Raini. “Lantas kenapa wajahmu memerah seperti itu?” Raini mengerjap karena kesal akhirnya ia berbalik—namun kakinya tidak bisa berpijak dengan benar alhasil… Braak! Raini memejamkan mata—bersiap menerima kerasnya lantai. Tapi yang ia dapatkan adalah pelukan dari tangan seseorang. Raini membuka mata—wajah Aiden yang sudah begitu dekat di hadapannya. Kenapa… Jantungnya berdetak sangat cepat. Juga, suhu tubuhnya yang tiba-tiba memanas sampai membuat pipinya begitu panas seperti terbakar. Raini baru menyadari jika Aiden masih bertelanjang dada… “Bu-bu buahnya jatuh!” Raini melepaskan diri dari Aiden. Buru-buru mengambil buah itu dengan cepat. “Aku tidak makan buah yang sudah jatuh.” Aiden mengamati Raini yang begitu gugup memungut
“Apa aunty tahu kau menggunakan motor ke sekolah?” tanya Raini yang baru memarkirkan sepeda listriknya di halaman mansion. Aiden melepas helmnya. Pertama kalinya ia membawa motornya ke rumah. “Belum.” Aiden menggeleng. “Sekarang akan tahu.” Raini mendekati Aiden. “Bukankah bahaya?” tanyanya. “Kau belum memiliki sim juga.” “Bukan urusanmu.” Aiden menyipitkan mata. Aiden pergi begitu saja ke dalam mansion. Meninggalkan Raini yang ngomel-ngomel. Aiden pergi ke dalam rumah. disambut oleh ibunya yang selalu berada di rumah menunggunya pulang. “Kamu sudah pulang..” Agatha mendekat. “Di luar itu motor kamu?” tanya Agatha. Aiden mengangguk. Agatha berhenti sejenak. “Mom marah?” tanya Aiden. Agahta menggeleng. “Itu hobi baru kamu kan?” Agatha mengusap pelan bahu Aiden. “Asalkan kamu menaikinya dengan hati-hati, jangan sampai terluka. Mom tidak masalah.” “Mom dulu juga bisa tahu naik motor. Tapi sekarang lupa caranya..” Agatha terkekeh pelan. “Mom bisa?” Agatha men