“Apa Agendaku selanjutnya?” tanya Gio pada Cika yang berada di belakangnya. “Datang ke acara peresmian kerja dari Winston fashion.” Gio berhenti. otomatis orang yang di belakangnya juga ikut berhenti. Gio menatap Asistennya. “Kau sudah mencari tahu apa yang aku perintahkan?” tanyanya. Zidan mengangguk. “Sudah, Sir.” Menyerahkan map yang berisi dokumen. Gio mengambil dokumen itu kemudian membukanya. “Saya sulit melacak kehidupannya sebelum bekerja. yang pasti dia menekuni bidang pilates sangat lama. Tidak ada catatan kriminal ataupun kejahatan.” Gio menatap biodata Julie. Gio berkacak pinggang. ia harus mencari cara supaya bisa menyingkirkan Julie dari Agatha. “Dan.. ternyata kantornya sedang bekerja sama dengan Winston fashion. Dia terpilih menjadi ikon dari kerja sama ini karena mempunyai pengikut yang banyak. dia juga terkenal di Amerika karena sering menangani klien dari kalangan artis.”Gio terdiam… Ia memberikan dokumen itu kembali pada asistennya. “Apa anda akan hadir
“Apa yang ingin kau katakan?” tanya Gio. Mereka berada di ruang privat sebuah restoran. Gio bersandar dengan santai. “Aku harus makan dulu. Aku sangat lapar sedari tadi.” Julie memandang makanan yang sudah tersedia di meja. Gio terdiam. membiarkan wanita ini makan saja. “Kau tidak makan?” tanya Julie. “Aku harus segera pulang dan makan malam dengan istriku,” balas Gio. Julie mengangguk. “Aaa iya.. pasti Agatha sedang menunggumu di rumah. Apa dia bisa memasak sepertiku?” tanya Julie. “Aku tidak perlu menjawab pertanyaanmu.” Gio mengeluaran tabletnya. “Kau makanlah dengan cepat. Dan segera bicara.” Julie menatap Gio yang sibuk mengotak-atik tablet. Pria itu sangat sibuk. sedari dulu Gio memang seperti itu. Jika menyukai satu bidang, maka akan menekuni bidang dengan sungguh-sungguh. Jika mengingat masa muda mereka. Semuanya indah… Julie tersenyum sembari memasukkan makanan di dalam mulutnya. Mengunyahnya perlahan. Seperti ini…. Gio dulu menunggunya makan.
Gio pulang. Dengan sedikit berantakan. Pria itu masuk ke dalam mansion. Berhenti saat melihat istrinya yang sedang menyiapkan makanan. Istrinya yang cantik itu terlihat ceria menggunakan dress pendek. Nampak segar dan tersenyum padanya. Agatha mendekat—mengalunkan tangannya di leher Gio. “Kamu terlambat.” Gio menunduk. “maafkan aku…” Gio meraih tengkuk Agatha dan mencium bibir wanita itu. mencium bibir istrinya penuh gairah. Agatha bahkan sampai kualahan dengan Gio yang tiba-tiba seperti ini. Agatha membala namun ia juga hampir kehabisan napas jika Gio tidak melepaskannya. Apalagi jemari pria itu telah bergilya di dadanya. “Kita makan dulu.” Agatha tersenyum dan menarik Gio untuk duduk. Ia berada di samping Gio mengambilkan pria itu makanan. Gio menatap Agatha dari samping. matanya yang taam itu terus menatpa istrinya. Agatha serasa ditelanjangi. Agatha menoleh dan mengernyit. “Apa yang kamu lakukan? Apa aku secantik itu sampai kamu melotot?” Gio mengge
21++ Agatha merasa ada sesuatu yang salah. Gio sedari tadi menciumnya lebih kasar. Cara pria itu menyentuhnya lebih terburu-buru. Agatha tahu pasti, jika Gio melakukan hal seperti itu artinya memang ada sesuatu yang tidak beres. Gio seperti melalui hari-hari buruk yang membuatnya menderita lalu melampiaskannya padanya. Agatha tidak masalah jika Gio memang sedang marah lalu melampiaskannya padanya. Tapi, ia harus tahu alasannya. Alasan yang jelas. “Beritahu aku kenapa kamu hari Ini terlihat kesal dan berantakan?” Gio mengusap pelan pipi Agatha. Ia ingin menceritakan semuanya pada istrinya. Mata mereka saling bertemu. Gio menatap bola mata Agatha yang begitu teduh. Seolah berusaha menenangkan bola matanya yang begitu tajam dan gelap. Agatha mengusap pelan dada suaminya. Melepaskan kancing teras Gio. Lihat saja perbedaannya. Agatha sudah telanjang bulat. Sedangkan Gio masih menggunakan pakaiannya lengkap. “Beritahu aku sayang,” ucap Agatha dengan lembut. Men
Pagi harinya. Agatha menyiapkan sarapan dan juga kopi untuk suaminya. “Sudah selesai?” tanya Agatha mendekati Gio. Gio menggeleng. menyerahkan dasinya pada istrinya. Agatha naik ke sebuah papan kecil. Untuk menjangkau tinggi suaminya tentu saja. Gio memperhatikan Agatha… Ia lebih diam.. Terlalu banyak yang berkecamuk di kepalanya. Gio menunduk. “Aku ingin mengganti instruktur pilates kamu.” Agatha mendongak. “Kenapa?” Gio menghela napas. “Kalau di pikir-pikir aku kurang suka berhubungan dengan orang di masa laluku. Aku hanya merasa… tidak nyaman saja.” Agatha melilitkan dasi di kerah leher Gio dengan telaten. Memasangnya dengan hati-hati supaya rapi. Ingat selalu dengan kebiasaan suaminya yang tidak menerima celah apapun. “Kata kamu dia teman kamu… apa hubungan kalian tidak berjalan baik sampai kamu tidak nyaman dengannya?” tanya Agatha. Apapun itu ia ingin Gio menceritakan segalanya padanya. Aneh.. .kenapa tiba-tiba ingin mengganti Julie. Gio menghela n
Agatha mengusap rambutnya kasar. Pilates kali ini lebih menguras energinya. Bukan… tapi hatinya. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya saat menatap Julie. Dalam benaknya terdapat banyak sekali pertanyaan. Tapi Agatha sulit untuk menanyakannya. “Sepertinya kamu sedang banyak pikiran.” Julie memperbaiki posisi kaki Agatha. “Kamu harus memusatkan pikiran kamu pada gerakan kamu, Agatha.” Agatha menghela napas. “Tinggal berapa menit lagi?” tanyanya. “mau mengakhirinya sekarang?” tanya Julie. Agatha mengangguk dan turun dari alat itu. ia duduk sembari mengusap handuknya di lehernya. Julie mengambil minum dan menatap Agatha. “Sedari tadi kau terus menatapku. Kenapa?” Agatha menggeleng. “Aku hanya ingin mengenalmu.” Julie mengernyit. “Kenapa begitu tiba-tiba?” tanyanya. “Gio bilang kau temannya. Aku ingin mengenalmu dan mengenal suamiku lebih dalam. Aku ingin tahu bagaimana dia waktu sekolah.” Agatha menatap Julie sambil tersenyum. Julie terdiam sebentar sebelum te
Setelah Gio mengusir Julie. Wanita itu pergi. Agatha langsung pergi ke kamar… Kesal sudah pasti. Perasaan sepert ini terakhir kali ia rasakan bertahun-tahun yang lalu. ketika ia diselingkuhi oleh mantan pacarnya. Agatha mengambil pakaiannya yang berada di atas. Tubuhnya yang terlalu mungil menjadi kesusahan sendiri. “Shitt!” Sampai ada tangan yang mengambilkannya. Tubuh Gio menelungkupi tubuhnya. “Kamu mengumpat..” lirih Gio memberikan pakaian Agatha. Agatha mengabaikan Gio dan memilih mengambil pakaian itu dari tangan Gio. Kemudian membawanya masuk ke dalam kamar mandi. Gio menghela napas melihat pintu yang tertutup dengan keras. Ia berkacak pinggang. memijit keningnya yang terasa pusing. Tak lama, ia mendapat satu pesan dari ponselnya. [Agatha sepertinya tidak tahu apapun. Apakah aku harus menjelaskan semuanya padanya?!] Gio membalas pesan itu. [Tutup mulutmu! Aku harus berbicara denganmu. Jangan pernah berkata yang tidak-tidak pada Agatha!] Gio melihat b
Gio menyuruh detektif yang menangangi kasus Agatha untuk menyelidiki Julie. Namun ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Apalagi mencari informasi ke luar negeri. Kejadian itu sudah lama sekali. untuk membuktikan jika janin yang telah digugurkan itu bayinya atau tidak, sangat sulit. Di sebuah ruangan. Gio duduk—dihadapannya ada detektif yang telah menemukan hal baru. “Saya sudah menemukan rumah sakit yang digunakan untuk aborsi. Di sini usia kandungannya baru 4 minggu.” “Saya bukan dokter.. tapi dari foto tahunan ini.” melihat foto yang masih disimpan Gio. Foto ulang tahun temannya. di sana masih ada tanggal dan tahun yang lengkap. “Hanya jeda seminggu dia hamil dan 4 minggu kemudian dia menggugurkannya.” Detektif itu memberikan dokumen yang telah ditemukannya pada Gio. “kau bisa melacak kehidupannya setelah pindah ke amerika?” tanya Gio. Detektif itu mengangguk. “Kita memerlukan waktu, sir. Paling tidah butuh 1 bulan untuk menggali semua informasi tentangnya.”
Cd itu coba diputar dengan alat jadul. Dari rekaman itu menunjukkan bahwa sebelum Julie datang ke kamar Gio berada. Julie dan Minjae lewat di depan kamar sambil berciuman. Akhirnya mereka masuk ke dalam kamar yang berada di samping. Setelah beberapa lama… Minjae keluar dari kamar. Pria itu keluar sambil bertelepon dengan ibunya. Keadaan masih malam. Rekaman cctv menunjukkan pukul 2 malam. “Aku dimarahi ibuku, jadi aku segera pulang dan meninggalkan Julie di dalam kamar sendirian. Setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi…” Minjae menjelaskan situasi yang terjadi. “Dasar tidak bertanggung jawab. Sebelum kau pergi setidaknya kau bisa mengirim dia pesan, atau menulis pesan. Agar dia tahu kalau dia itu tidur denganmu.” Samuel mengomel panjang lebar. “Iya… namanya juga sudah panik. Aku takut fasilitasku dicabut mangkanya aku langsung pergi begitu saja,” balas Minjae. Menunggu apa yangn terjadi… Ternyata Gio yang keluar dari kamar… Gio sepertinya masih mabuk. Pa
“Tidak mungkin..” Minjae menggeleng. “Aku masih ingat itu yang pertama baginya. Aku melakukannya sangat lembut. Seperti—” “fiks dia memang anakmu!” Gio tersenyum dengan lebar. Ia memejamkan mata—kemudian tertawa. Tawa yang canggung namun begitu kencang. Menandakan kebahagiaan yang tidak terkira. Gio mendekati Minjae. Kemudian menyentuh kedua bahu Minjae dengan bahagia. “Minjae…” lirihnya. Minjae melotot. Ia mundur—takut sekali dengan Gio yang seperti ini. Lebih baik melihat wajah datar pria itu daripada melihat Gio yang meringis tertawa. Pria itu terlihat semakin bahagia. Gio lagi-lagi tertawa dengan dengan bahagia. “Hah!” Kemudian menatap Minjae seperti barang berharga. “Minjae…” lirihnya. “Saranghae!” memeluk Minjae dengan sayang. “Jangan pergi ke mana-mana!” “KAU GILA!” Teriak Minjae. Mendorong Gio sampai pria itu melepaskan pelukannya. Samuel yang menatap mereka menggeleng pelan. Tidak ada yang lebih konyol dari Gio yang sekarang. Memeluk Minjae adalah h
Gio mengosongkan jadwalnya hari ini untuk turun tangan dan mencari rekaman cctv itu sendiri. Ia tidak menyangka jika rekaman cctv itu sangat banyak dan berantakan. Mereka harus mencari hari tanggal dan tahun pada waktu ulang tahun samuel. Rekaman itu tersimpan dalam sebuah cd. Satu cd berisi rekaman satu hari. Ada orang-orang yang diperintahkan oleh Samuel untuk mencari cd itu. Mereka ada 3.. Dan cd-nya sangat banyak. pantas saja berhari-hari tidak ketemu, cdnya sangat banyak. Gio yang melihatnya saja sangat pusing. Bagaimana jika mencarinya sendiri. Gio duduk di lantai bersama Samuel. Mereka diam dan berusaha mencari cd di antara tumpukan cd yang lain. Ia bertambah kesal saat Minjae yang tiba-tiba menelepon dan ingin pergi menemui mereka. Awalnya memang ia menolak kedatangan Samuel. tapi Minjae menyebut kalau anak yang dikandung Julie adalah anaknya. Gio mengusap matanya yang terasa lelah mencari cd itu. “Kau bilang padanya masalah Julie denganku?” tan
Seorang pria tengah duduk di sebuah bangku di bandara. Jadwal keberangkatannya sebentar lagi. Hanya menunggu menit. Untungnya ia berpakaian tidak mencolok jadi penggemarnya tidak akan mengetahuinya. Minjae ada beberapa jadwal yang mengharuskannya kembali ke Korea..Meski sebenarnya urusannya yang ada di sini belum sepenuhnya tuntas. Manajer Minjae membawakan sebuah kopi. “Ayo kita berangkat.” Minjae berdiri. Resah di hatinya sudah ia rasakan sejak tadi malam… Menaruh kedua tangannya di dalam saku. Tapi kedua kakinya sangat berat untuk melangkah. “Aku tidak bisa pergi.” Minjae menatap Manajernya. “Ada hal yang aku urus. Aku tidak bisa pergi begitu saja.” Manajernya nampak lelah menghadapi Minjae. “Apa yang kau lakukan? Kau bukan anak-anak lagi. ini saat kau bekerja. kau akan pergi bermain dengan temanmu di sini?” Minjae menggeleng. “Itu bukan urusanmu.” “Aku minta padamu batalkan semua jadwalku seminggu yang akan datang. Aku akan membayar pinalti sebanyak yang mereka mau.”
di tempat yang berbeda. Di sebuah bar. Seorang pria dengan masker serta topi hitam itu tengah menatap pria di hadapannya dengan intens. “jika orang lain melihatmu menatapku seperti itu, orang-orang akan mengira kau menyukaiku..” Samuel berdecak. “Bahkan orang-orang bisa menganggap kita ini pasangan yang sedang bertengkar.” “Berhenti menatapku.” Samuel melotot. Minjae berdecak pelan. “Sebenarnya apa yang kau bicarakan dengan Gio?” “itu rahasiaku dengan Gio.” Samuel menjawab dengan tenang. “Kau lepas saja masker dan topimu. Di sini sepi, lagipula siapa yang mengikutimu sampai sejauh ini…” omel Samuel. Minjae menggeleng pelan. “Aku tidak tahu siapa yang akan memotretku dan menyebarkan rumor diam-diam…” Samuel berdecack. “Tidak usah sok misterius. Kau punya banyak skandal kencan. Untung saja kau punya banyak penggemar yang selalu melindungimu.” Minjae akhirnya membuka masker dan topinya berkat omelan Samuel. “Tunggu, kau belum menjawabku.” Minjae mengernyit. “Apa yan
Agatha berjalan melewati Gio. Kemudian berhenti sebelum menaiki tangga. “Aku akan tidur di ruang tamu.” Itulah… Pada akhirnya hal itu membawa bencana bagi hubungan Agatha dan Gio. Gio mengambil duduk… Mengacak rambutnya frustasi. Gio mengambil ponselnya. menghubungi temannya. Hanya cctv itu yang bisa mengungkap kebenarannya. Gio tidak takut kebenaran jika itu memang anaknya. Ia akan bertanggung jawab, ia akan melakukan apapun untuk menebus dosanya. Tapi, ia tidak akan meninggalkan istrinya dan pergi ke wanita itu. “Halo,” sambungan itu akhirnya terhubung. “Kau sudah menemukan cctv itu?” tanya Gio. Samuel terdengar menghela napas. “Belum. Sorry, tapi aku sudah mengerahkan seluruh orang-orangku untuk mencari. Tapi mereka butuh waktu untuk menemukannya…” “Baiklah,” balas Gio. “Siapa?” tanya seseorang yang muncul di balik telepon. “Gio kah?” tanya seseorang itu dengan samar-samar. “Hai… teman lama,” ujar seseorang. Gio mengernyit. menjauhkan ponselnya seben
Gio pulang lebih awal. itulah yang diinginkan oleh Agatha. Ia sekarang memasak untuk makan malam mereka. Tapi ketika ia melihat jam tangannya. Seharusnya Agatha sudah pulang, meskipun lembur di kantor. Gio menata masakannya di atas meja. Kemudian melepaskan apron yang ada di tubuhnya. “Semoga dia suka.” Gio menatap hasil masakannya dengan bangga. Sampai pintu utama terbuka. Ia menatap Agatha yang tengah berdiri di ambang pintu. “Kamu sudah pulang..” Gio mendekat. Namun langkahnya memelan ketika melihat Agatha yang begitu marah. “Kenapa?” tanya Gio. Gio terlihat bingung dengan Agatha yang diam saja dengan pertanyaannya. “Ada yang ingin kamu sampaikan padaku sebelum aku menyampaikan semuanya?” tanya Agatha. Gio mengernyit. “Kena—” Gio berhenti berkata. “Kamu sudah tahu semuanya?” tanya Gio. Mengambil tangan Agatha dan mengusapnya perlahan. “Kamu pasti bertemu dengan Julie kan?” tanya Gio. “Dia memberitahu kamu semuanya?” tanya Gio. Agatha mengangguk. “Hm.. aku juga tahu
Julie terdiam sesaat. Kedua alisnya mengernyit. Dari raut wajah pria ini lebih serisu dari biasanya. Minjae nampak memohon. Dengan genggaman tangan pria itu di pergelangan tangannya yang semakin erat. Julie menggeleng pelan. “Untuk apa aku melihatmu!” menghempaskan tangan Minjae begitu saja. “Kau tidak lebih dari pria brengsek yang selalu bermain-main dengan wanita!” ucap Julie menggebu-gebu. “Dari dulu sampai sekarang, berita skandalmu sering diberitakan. Apa kau tidak malu?” tanya Julie. “Kau…” “Kau bukanlah seleraku..” Julie mendongak. “Seleraku tetap saja, Gio. Gio pria tampan yang pendiam dan setia…” “Bukan sepertimu pria brengsek yang mengencani banyak wanita!” Julie langsung pergi setelah itu. Ia meninggalkan Minjae yang terdiam di ambang pintu. Menatap punggung Julie yang semakin menjauh kemudian menghilang. Seperti itulah akhirnya Julie dan Minjae. Pada akhirnya Julie semakin bertekad untuk merebut Gio. Meski pria itu sudah menikah. Ia tidak akan
Masih flashback. Setelah percintaan panas itu… Julie berkali-kali meyakinkan dirinya bahwa itu hanyalah kesalahan. Saat ini ia sedang bersiap akan pergi. Sedangkan Minjae malah duduk dengan santai sembari minum kopi. “Kau akan pergi begitu saja?” tanya Minjae menatap Julie. Ia tersenyum. menatap pakaian yang dipilihnya sangat pas di tubuh Julie. Hanya dala sekali sentuh saja ia bisa menentukan ukuran yang tepat pada perempuan itu. Memang hebat sekali dirinya. Julie menatap sinis Minjae. “Memangnya apa? aku akan menganggap hal ini one night stand. Aku tidak akan memperpanjang kejadian ini..” ucapnya. Minjae tersenyum. “Aku tidak menganggapnya one night stand.” Kemudian berdiri—mendekati Julie yang was-was dengan pergerakannya. Minjae memojokkan Julie. “Kau harus membayarku karena aku berhasil membuatmu merasakan kenikmatan…” Julie melebarkan mata. “Kalau tidak.. ya terima kasih saja padaku.” tersenyum miring. Pandangannya jatuh pada bibir Julie yang kini suda