Sudah begitu larut—tapi Agatha masih begitu betah berada di dalam ruangannya. Ia juga sudah menyuruh sekretarisnya untuk pulang. Agatha keluar saat semuanya sudah sepi. Bahkan lampu kantor sudah dipadamkan. Agatha berjalan ke parkiran… Tapi ia merasa ada yang mengikutinya. Namun di saat ia menoleh—tidak ada siapapun. Agatha menggeleng pelan—ia belum melihat mobil sopirnya. “Hari ini aku harus pulang dulu,” ucap Agatha pada ponselnya. Gio meneleponnya dan menyuruhnya untuk pulang ke mansion pria itu saja. “Tapi aku merindukanmu,” ucap Gio. Agatha mengerucutkan bibirnya. “Aku sudah mencari apartemen di dekat kantorku. Aku akan pindah besok. Kita bisa bertemu dan menghabiskan waktu di sana.” “Kau membuat semuanya rumit Agatha,” ucap Gio. “Pulang ke mansionku semuanya akan beres.” “Beres apanya?” tanya Agatha. “Jarak mansion dengan kantorku jauh. Lagipula aku juga harus berhati-hati.” Agatha terdiam sesaat. “Kau lupa statusmu adalah tunangan orang? Sudah seharu
“Bagaimana?” tanya Agatha. Berada di sebuah Apartemen yang masih kosong. Ada beberapa kardus yang berisi barang-barang Agatha di sana. Agatha tidak memilih sendiri, apartemen ini dipilihkan oleh sekretarisnya. Kata Rami, Apartemen ini adalah Apartemen yang paling bagus dan paling dekat dengan kantor.Hanya membutuhkan waktu 3 menit dari kantor ke sini. “Tidak terlalu bagus.” Gio menatap Apartemen baru Agatha. “Kurang luas..” lirihnya. “Bagaimana kau akan tinggal di sini?” tanyanya. “Kamarnya hanya ada satu.” “Pergilah ke Apartemenku. Di sana ada banyak kamar, kau bisa menjadikan kamar-kama di sana sebagai ruang untuk bekerja.” Agatha mengembuskan nafas lelah. “Lalu?” tanyanya. “Aku numpang tinggal begitu?” Gio menyipitkan mata. “Itu milikku, aku bisa membalikkan nama atas namamu jika kau keberatan tinggal di sana karena masih milikku.” Agatha menggeleng. “Sangat buruk.” “Di sini sudah paling pas. Aku tidak perlu melakukan perjalanan panjang untuk pulang. juga…. Lingkungan d
21++ “Hm..” Gio mengangguk. “Aku akan mengingatnya.” Gio menarik tengkuk Agatha dan mencium bibir wanita itu. Menarik pinggang Agatha hingga tubuh mereka benar-benar menempel. Gio mengusap paha Agatha pelan—sampai jemarinya masuk ke dalam rok yang digunakan Agatha. “Kau masih menggunakan rok pendek…” Agatha dengan nafas yang terengah menjawabnya. “Rok ini sudah panjang…” lirih Agatha. Gio mengecup leher Agatha. menggigitnya lagi… Sehingga menimbulkan bekas dan tanda lagi. Agatha tidak bisa mencegahnya. Karena di bawah sana jemari Gio sudah bertindak agresif. Gio mengusap miliknya perlahan. “Kau menginginkannya sekarang?” tanya Agatha. “Hm. Aku menginginkanmu sekarang.” Gio menaikkan tubuh Agatha ke tubuhya. Kedua kaki Agatha melilit di pinggang Gio. Gio membawa Agatha ke dalam… Mereka masih saling memangut sama lain. Gio menurunkan tubuh Agatha di atas meja yang masih kosong. “Semakin menyentuhmu. Semakin aku tidak bisa berhenti,” ucap Gio melepaskan p
Hanya dalam hitungan bulan… Pendapatan Harper Advertise melejit tinggi. Banyak para investor yang tertarik menanamkan saham di sana. Agatha sendiri sebagai pemimpin merasa kerja kerasnya berhasil. Semuanya juga berkat karyawannya yang telah bekerja keras bersamanya. Untuk itu Agatha ingin mengadakan pesta kecil-kecilan bersama mereka. Nanti, Agatha sudah meminta pada Rami untuk mengatur agar mereka semua bisa makan bersama. “Ada brand sepatu yang terkenal ingin masuk ke pasar sini. mereka ingin tertarik menggunakan jasa kita. tapi mereka ingin bertemu dengan bu Agatha..” ucap seorang pria melaporkan hal itu pada Agatha. Agatha mengambil dokumen yang dibawa oleh pria itu. “Ada berapa?” tanyanya. “Ada tiga. Semuanya sepatu merek mewah dan kelas ke atas. kita pernah menanganinya…” “Tapi, kita gagal karena kebanyakan dari mereka kecewa.” “Kecewa karena apa?” tanya Agatha. “Kita gagal menarik para kelas atas untuk membeli. Promosi yang kita lakukan dianggap gagal
Gio itu pintar membuat kesepakatan. Semua pegawai menyetujui Gio ikut makan malam, karena Gio akan memberikan mereka sebuah voucher makan di Winston. Saat ini Agatha dan Gio duduk di bangku yang bersebelahan. Di depan sebuah meja panjang yang terisi oleh makanan. Di sekeliling mereka pegawai Agatha. Canggung, sudah pasti. Tapi Agatha juga enggan mencairkan suasana. Sampai seorang pria yang bernama Yoga itu mengangkat gelas yang terisi oleh air putih. “Cheers!” Semua akhirnya mengikuti Yoga. “Cheers!” “Karena malam ini sebagai perayaan Harper Advertise kembali berjaya…” Rami menatap Agatha. “Mari kita sambut ibu Agatha untuk mengucapkan sepatah atau dua patah kata…” Agatha mengambil sebuah botol minum yang disodorkan Rami padanya. Ia akan menganggap botol minum itu adalah mic. “Tidak banyak yang akan aku katakan…” Agatha menatap satu persatu pegawainya. “Aku sangat bersyukur menjadi bagian dari Harper Advertise. Sebenarnya aku datang tidak berharap banyak. T
21++“Ternyata banyak yang suka denganmu ya…” gumam Gio yang berada di belakang Agatha. Agatha berdecak pelan. “Memang.” Agatha menoleh ke belakang dan mengibaskan rambutnya. “Aku cantik dan menarik. Siapapun juga akan tertarik denganku.” Gio menyipitkan mata. “Oh kau terlihat senang sekali.” Agatha mengedikkan bahunya. “Aku senang karena ternyata punya penggemar banyak di kantor.” Agatha tertawa melihat raut wajah Gio yang terlihat kesal sekali. “Kau marah?” tanya Agatha. “Seberapa banyak apapun yang suka denganku. Aku tetap terjebak denganmu dan tidak bisa ke mana-mana. apa kau belum puas?” Mereka masuk ke dalam Apartemen… Agatha menghidupkan saklar lampu. Ia menoleh pada Gio yang masih berdiri di pintu. “Kau akan pulang?” tanya Agatha. Ada perasaan yang sulit dijelaskan. Tapi Agatha tahu ia tidak ingin Gio pulang. Ingin pria itu tetap di sini bersamanya. “Aku akan melakukan sesuai keinginanmu.” Gio mendekat dan menarik pinggang Agatha. “Jadi kau ingin aku
Hari ini adalah jadwal Agatha untuk bermain golf. Seperti biasa ia selalu datang lebih awal. Disusul pak Beni dan yang terakhir adalah pak Robert. “Aku dengar perusahaanmu semakin maju,” ucap pak Beni. “Kau pintar juga ya…” Agatha tersenyum bangga. “Aku kan muridmu, pak.” Pak Beni menggeleng pelan. “Aku tertarik menanamkan modalku di perusahaanmu.” Agatha menoleh. “Semakin banyak orang yang tertarik dengan perusahaanku. Semakin lelah pula aku.” Pak Beni tertawa pelan. “Agatha..” panggil pak Beni. “Sebenarnya..” Agatha menyipitkan mata dengan curiga. “Kenapa?” “Sebenarnya… keponakanku baru saja pulang dari Amerika. Kau cobalah bertemu dengannya. Dia tampan… juga belasteran seperti tipemu. kau tidak akan menyesal jika bertemu dengannya.” Agatha berdecak. “Aku sudah punya.” “Apa?” tanya Pak Robert. “Bagaiman dengan anakku? Kau pasti memberi harapan palsu padanya.” Seorang pria yang baru saja datang tapi langsung marah-marah. Agatha tertawa. “Yaaa mau bagaimana lagi, p
Sudah lama sekali Gio tidak pergi bermain golf. Ia sendiri tidak yakin bisa melakukannya. Namun, ia ingin melihat bagaimana aktivitas Agatha di sini. Ia juga ingin tahu teman-teman wanita itu ketika di sini. Untuk itu Gio datang meski sebenarnya tidak pernah bermain. “Senang melihat anda, pak.” Pak Robert menyambut Gio dengan pelukan hangat. Gio tersenyum tipis. “Kebetulan sekali ada kalian di sini,” balas Gio sembari melirik Agatha. Agatha ikut tersenyum. ia akan berpura-pura biasa saja… “Saya boleh bergabung di sini?” tanya Gio. “Tentu saja.” pak Beni mengangguk setuju. Pada akhirnya. Gio duduk bersama mereka. ia berdiri dan melakukan pukulan yang pertama. Agatha tidak bisa menahan tawanya. Baru kali ini melihat Gio yang konyol. Pria itu melakukan pukulan asal-asalan tidak ada teknik sama sekali. Pak Robert mengangguk. “Tidak masalah..” “Pemula memang harus sering belajar supaya bisa.” Pak Robert memanggil Agatha. “Daripada kamu mentertawakan pak Gio, l
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
“Puas membuat kawatir orang tua? Puas bermain-main dengan acara penting?” tanya Gio pada Aiden. Aiden berhenti. pada langkah yang ketiga di tangga. Laki-laki itu berhenti dan menghadap ayahnya. “Bagaimana rasanya?” tanya Aiden sembari tersenyum. “Kalian tidak pernah datang ke acara pentingku. Jadi aku ingin melakukannya juga…” “Bagaimana rasanya?” tanyanya. “Aiden!” Gio memijit keningnya yang terasa pusing. “Kami melakukannya karena ada alasannya.” “Aku juga punya alasan untuk tidak datang ke acara itu.” Aiden memutar tubuhnya. berjalan—sampai Gio memanggilnya lagi. “Acara balapan yang kamu maksud?” tanyanya. “Balapan tidak jelas seperti itu? jika ingin balapan di sirkuit bukan di jalan raya. Kamu membahayakan orang lain. kamu juga membahayakan diri kamu sendiri.” “Aiden kamu jangan melakukan hal seperti ini lagi ya..” Agatha menatap putranya. “Mom dan Dad tidak akan melakukan hal seperti dulu lagi.” “Kalau kamu mau balapan, kamu bisa mengajak kamu ke sir
Di sinilah… Raini pergi ke atap gedung. Sendirian di tengah gelap yang hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang bersinar dengan terang. Raini membiarkan rambutnya tertiup angin ke sana ke mari. Kedua tangannya bersandar pada dinding pembatas. Tempatnya memang di sini. Jelas dirinya dan Aiden sangat berbeda. Aiden memang lebih cocok dengan perempuan bernama Talia itu. Tadi, Raini melihat mereka dari kejauhan. Talia pasti dari keluarga yang memiliki perusahaan besar juga. Mereka memang cocok. Lantas… Kenapa hatinya sedikit tidak rela ya? Apa mungkin ia tidak rela jika Aiden bersama perempuan lain? Tidak! Sampai kapanpun Raini tidak boleh mendambakan apa yang tidak boleh didambakan. Tempatnya di sini… Menyingkir lalu tidak terlihat oleh siapapun. “Jadi seperti ini ya pemandangan kota dari atas gedung tinggi..” Raini tersenyum pelan. “Maklum orang kampung…” Raini menggeleng pelan. “Ternyata sangat bagus. pantas saja banyak orang kampung yang berbondong-b
Seorang pemuda dengan setelan kemeja dan jas rapi baru saja turun dari mobil. Langkahnya mantap—kemudian disusul oleh perempuan yang berada di belakangnya. Perempuan cantik yang menggunakan dress berwarna putih. Nampak sangat cantik dengan rambut panjang yang digerai… Aiden menyodorkan lengannya. Raini tersenyum manis dan menggandeng tangan Aiden. Tahukah permintaan Aiden? Ya, membawa Raini untuk pergi ke pesta bersamanya. Lantas, Raini harus menuruti permintaan lelaki itu jika ingin lelaki itu hadir di pesta. Raini tidak pernah berhadapan dengan orang segila Aiden. Tapi mari imbangi kegilaan Raini. Bersikap seperti apa kemuan Aiden saja. Raini berjalan dengan hati-hati. di luar ternyata banyak sekali kamera wartawan yang menyorot dirinya. Pasti mereka akan membuat berita dan bertanya-tanya tentang identitasnya. Raini bersumpah… Pasti setelah ini, kehidupan sekolahnya kian rumit. Pasti akan muncul rumor aneh tentan dirinya dan Aiden. Aiden dan Raini b
“Dia di mana?” Agatha berkacak pinggang sembari mondar-mandir. Ia sudah berdandan rapi namun Aiden malah belum pulang… Gio menggenggam tangan Agatha. “Kali ini aku tidak bisa mentolerir perbuatannya..” “Tunggu sebentar. dia pasti pulang.” Agatha mengeluarkan ponselnya.. Melakukan panggilan berkali-kali namun satupun tidak dijawab. “Ayo kita berangkat..” nampak wajah Gio begitu dingin. Hanya berjalan beberapa langkah saja.. “Bagaimana kalau kita menunggu sedikit lebih lama..” Agatha mendongak. “Aku yakin dia akan segera pulang.” Gio menatap jam tangannya. “Kalaupun pulang dia butuh berganti pakaian segala macam. Kita tidak ada waktu sayang.” Agatha akhirnya mengangguk. menyetujui untuk berangkat. Akhirnya dengan berat hati Agatha dan Gio berangkat tanpa anak mereka. Entah, Gio tidak mau tahu keberadaan anaknya. Di sisi lain, Raini yang melihat mereka merasa ini tidak benar. Ia harus mencari Aiden dan membuat laki-laki itu datang ke pesta ulang tahun Winston.
Raini menjadi semakin panik ketika tubuh mereka terasa benar-benar menempel. “Cepat ambil,” lirih Raini. Aiden tersenyum. menunduk dan mendekatkan bibirnya pada telinga kanan perempuan itu. “Cepat ambil, aku tidak akan melihatmu,” ucap Raini. “Lantas kenapa wajahmu memerah seperti itu?” Raini mengerjap karena kesal akhirnya ia berbalik—namun kakinya tidak bisa berpijak dengan benar alhasil… Braak! Raini memejamkan mata—bersiap menerima kerasnya lantai. Tapi yang ia dapatkan adalah pelukan dari tangan seseorang. Raini membuka mata—wajah Aiden yang sudah begitu dekat di hadapannya. Kenapa… Jantungnya berdetak sangat cepat. Juga, suhu tubuhnya yang tiba-tiba memanas sampai membuat pipinya begitu panas seperti terbakar. Raini baru menyadari jika Aiden masih bertelanjang dada… “Bu-bu buahnya jatuh!” Raini melepaskan diri dari Aiden. Buru-buru mengambil buah itu dengan cepat. “Aku tidak makan buah yang sudah jatuh.” Aiden mengamati Raini yang begitu gugup memungut
“Apa aunty tahu kau menggunakan motor ke sekolah?” tanya Raini yang baru memarkirkan sepeda listriknya di halaman mansion. Aiden melepas helmnya. Pertama kalinya ia membawa motornya ke rumah. “Belum.” Aiden menggeleng. “Sekarang akan tahu.” Raini mendekati Aiden. “Bukankah bahaya?” tanyanya. “Kau belum memiliki sim juga.” “Bukan urusanmu.” Aiden menyipitkan mata. Aiden pergi begitu saja ke dalam mansion. Meninggalkan Raini yang ngomel-ngomel. Aiden pergi ke dalam rumah. disambut oleh ibunya yang selalu berada di rumah menunggunya pulang. “Kamu sudah pulang..” Agatha mendekat. “Di luar itu motor kamu?” tanya Agatha. Aiden mengangguk. Agatha berhenti sejenak. “Mom marah?” tanya Aiden. Agahta menggeleng. “Itu hobi baru kamu kan?” Agatha mengusap pelan bahu Aiden. “Asalkan kamu menaikinya dengan hati-hati, jangan sampai terluka. Mom tidak masalah.” “Mom dulu juga bisa tahu naik motor. Tapi sekarang lupa caranya..” Agatha terkekeh pelan. “Mom bisa?” Agatha men