Apakah Agatha menerima tawaran Gio? Yes! Of course yeah! Orientasi Agatha sekarang adalah bisnis. Ini adalah kesempatan bagus untuk menjalin hubungan yang baik dengan Gio. Sebagai rekan bisnis. Bukan sebagai mantan kekasih. Bagi Agatha mustahil sekali mendapatkan maaf dari Gio. Pria itu terlihat sangat membencinya. Terjadi kecanggungan yang luar biasa. Hawa dingin, suara senyap. Hanya ada suara mesin yang di dengar. Agatha menatap jendela…. Hampir sampai di rumahnya, tapi belum ada pembicaraan di antara mereka. Agahta menoleh ke samping. “Gio,” memberanikan diri memanggil Gio. “Maafkan aku,” ucap Agatha. “Aku sungguh minta maaf,” ucap Agatha. “Aku tidak memintamu untuk memaafkanku. Karena sikapmu memang keterlaluan.” “Tapi aku sungguh minta maaf atas semua perbuatan dan sikapku dulu padamu,” jelas Agatha. “Atas sikapmu yang mana?” tanya Gio. Agatha meremas roknya. “Kesalahanku yang banyak sekali….” lirihnya. “Ucapanku begitu kasar. Satu tahu setelahnya, ak
Pertemuan pertama dengan Gio berakhir buruk. Agatha tidak mengharapkan apapun sekarang. Ia tidak tahu apakah ia bisa mendekati pria itu lagi atau tidak. Agatha masuk ke dalam perusahaan. Dalam hitungan hari saja.. Dengan promosi digital yang tepat, banyak brand ingin menggunakan jasa perusahaannya. Sesuai dengan target, mereka adalah brand kecil atau brand yang baru saja di bangun. Pagi-pagi sekali melakukan rapat. Agatha tidak akan setengah-setengah mengurus perusahaan. Ia akan mengerahkan seluruh jiwa dan raganya untuk membuat perusahaan ini terus berkembang. Bahkan kalau bisa, sampai bisa menyaingi Harper Electronic. “Selanjutnya yang harus kita lakukan adalah membangun kepercayaan. Dengan apa membangun kepercayaannya? Dengan kualitas yang kita berikan.” Agatha berdiri. “Aku meminta dan mengharuskan, proyek pertama kita berjalan dengan sukses.” Semua pegawai di sana mengangguk. Begitulah kira-kira kegiatan Agatha sehari-hari. Ia tidak tahu akan berjalan s
Pesta yang diadakan sekali dalam setahun itu dibuat benar-benar mewah. Jajaran mobil yang terparkir membuktikan jika yang datang bukanlah dari kalangan sembarangan. Pasti dari mereka merupakan petinggi perusahaan besar. Agatha baru saja sampai dan ia keluar dari mobil. Beberapa wartawan memotretnya. Agatha yang tidak terbiasa dengan kilatan flash itu akhirnya buru-buru masuk. Agatha menatap ruangan yang begitu luas. semuanya nampak cantik dengan dekorasi putih. Haruskah Agatha menyapa Gio? Tapi itulah tujuannya ke sini. Setidaknya mengucapkan selamat ulang tahun perusahaan. Agatha berjalan dengan tenang, meski sebenarnya jantungnya berdegup dengan kencang. Sampai.. “Selamat pak,” ucap Agatha. Mata mereka saling bertemu. Agatha tersenyum dengan tangan yang terulur. Gio menatap tangan Agatha. perlahan tapi pasti—Gio menjabat tangan Agatha. Menariknya—hingga membuat tubuh Agatha hampir saja terhuyung ke depan. Gio menunduk—menjajarkan tubuhnya dengan tubuh Ag
“Bagaimana ini, kenapa aku selalu bertemu denganmu…” Agatha dikagetkan oleh suara bapak-bapak. “Pak..” Agatha menggeleng pelan. “Pak Robert suka sekali ya mengagetkanku.” Pak Robert tertawa pelan. “Ini, Ma. Ini Agatha, teman Papa saat main golf.” Seorang wanita cantik diusia yang tidak muda itu. Wanita itu tersenyum. “Suamiku cerita banyak tentangmu.” Mendekat dan memeluk Agatha. Agatha tersenyum. “Saya dan Pak Robert sering bermain golf.” “Syukurlah temannya wanita semuda kamu.” istri pak Robert mendekat. “Kalau dia mengajak wanita lain, beritahu aku.” Agatha mengangguk. “Siap aunty,” ucap Agatha. “Kamu boleh bertanya apapun pada Agatha. Aku tidak pernah dekat dengan wanita lain saat bermain golf.” Pak Robert yang menjelaskan pada istrinya. “Agatha ini temanku, sama si Beni. Tapi si Beni tidak bisa datang hari ini.” Istri pak Robert menatap Agatha. “Aku harus mendapatkan nomormu, nak.” Agatha mengangguk saja. wajar saja kalau istri was-was kal
Gio tidak tahu sama sekali tentang itu. Kenapa tiba-tiba langsung mengumumkan pertunangan. Ia dan Jihan bahkan tidak memberitahu apapun pada orang tua mereka. Gio menoleh ke samping. Jihan tersenyum. “Aku sudah memberitahu orang tuaku bagaimana hubungan kita. mereka bilang, mereka ingin kita segera meresmikan hubungan kita.” “Kenapa kau tidak bilang padaku?” tanya Gio. “Jika kau bilang padaku, aku akan menjelaskan pada semua bahwa kita tidak cocok menikah. kita hanya cocok sebagai teman, bukan sebagai pasangan,” lanjut Gio. Jihan menatap Gio dengan wajahnya yang sedikit kecewa. “Kau berpikir seperti itu…” lirihnya. Gio menyipitkan mata. “Kau berpikir hubungan kita lebih dari sekedar teman?” tanyanya. “Dari awal aku sudah memberitahumu bagaimana…” Gio berhenti. ia tidak boleh membuat keributan di hadapan banyak orang. Gio menatap Ethan yang masih memberi sambutan. Ia menghela nafas. “Aku akan membahasnya dengan keluargaku dan keluargamu juga. Hal ini adalah salah paham. Ak
Agatha terdiam… Ia tidak tahu kenapa hatinya sakit sekali. Huft. Sudah waktunya ia pergi daripada terus melihat Gio dan Jihan. Agatha berpamitan pada Rino untuk pergi lebih dahulu. Berjalan dengan gontai keluar dari ruangan. Agatha berjalan ke parkiran. “Pak saya mau pulang, tapi saya mau menyetir sendiri.” Sopirnya itu menyerahkan kunci. Agatha sudah memesan taksi agar sopirnya bisa pulang langsung. Agatha duduk di kursi kemudi. Kedua tangannya memegang stir mobil. Kemudian menunduk—menghela nafas panjang. “Ada apa dengan diriku?” tanya Agatha. “Aku tidak bisa seperti ini terus. Hidup terus berjalan. aku sudah memilih untuk pergi. aku tidak bisa kembali begitu saja.” “Dia juga terlihat sangat membenciku.” Agatha mendongak. Inilah kenapa Agatha enggan pulang. Karena ia takut bertemu dan berurusan dengan Gio lagi. Ia takut perasaannya pada Gio semakin dalam. Pada akhirnya… Ia akan tersiksa sendiri karena mereka tidak bisa bersama. Agatha menghela naf
Mobil terus berjalan sampai berhenti di sebuah toko vintage yang kecil. “Ini tempat apa?” tanya Gio. “Toko aksesoris, ada buku juga.” Agatha turun dari mobilnya. Agatha menghela nafas… Rintik hujan berubah menjadi deras. “Aku tidak punya payung. Ayo segera turun.” Tidak menunggu jawaban dari Gio. Agatha bergegas turun dan berlari masuk ke dalam toko. Gio mengikuti Agatha. namun sayangnya, ada bagian pakaiannya yang basah. “Oh..” Agatha mendekat. “Ada daun..” Agatha mengambil daun yang berada di bahu Gio. Sepertinya daun yang jatuh karena hujan. Jarak mereka begitu dekat. Ketika Agatha mendongak—Agatha bisa merasakan hembusan nafas pria itu. Untuk itu—segera Agatha menjaga jarak. Gio menatap sekitar. “Untuk apa ke sini?” tanyanya. “Katanya ke tempat bagus,” ucap Agatha. “Ini tempat bagus…” pandangan Agatha terhenti pada seorang pria tua. Pria tua itu adalah pemilik dari toko ini. pria itu nampak tertidur dengan posisi terlentang di kursi. Agatha menggeleng
“Seneng kan?” tanya Agatha menatap Gio. Gio mengangguk. Agatha berdecak pelan. “Kerja apa lu sekarang?” tanya bapak itu. “Ada deh. saya jelasin juga kagak ngerti nanti,” balas Agatha. “Kerja yang bener lu ye.” Bapak itu menunjuk Agatha. “Temen-temen lu yang sering ke sini mentok-mentok jadi karyawan pabrik.” “Karyawan pabrik mah kagak masalah yang penting punya duit..” balas Agatha. tidak kalah, Agatha membalasnya dengan aksen khas betawi. “Iye, tapi gue ingetin lo nih ye. Alumni karyawan gue harus kerja yang bener.” “Iye dah. Cerewet amat.” Agatha menyenggol Gio pelan. “Mana yang mau kau beli?” tanyanya. “Jam,” ucap Gio singkat. “Nih temen saya mau beli jam.” Agatha berkacak pinggang. “Ada diskon dong nih, alumni nih mau beli.” “Temen atau demen nih,” balas bapak itu sembari menatap Gio dan Agatha bergantian. Tatapan dengan senyum aneh bagi Agatha. “Temen doang ini,” balas Agatha cepat. “Coba ambil,” ucap bapak itu. Agatha menyenggol Gio. “Ambil cepat,” uc
Gio berada di dalam ruangan Agatha. Alat-alat medis itu tertancap di tubuh Agatha. Gio pun menggunakan pakaian khusus saat berada di dalam sana. Gio mengusap punggung tangan Agatha. “Banyak yang menyayangimu.” Gio menunduk. “Kau harus bangun…” Tidak ada pergerakan. Tubuh Agatha seakan kaku. Seperti mayat hidup. Gio mengecup beberapa kali punggung tangan Agatha. “Agatha…” lirih Gio. “Jangan tinggalkan aku.” Gio memejamkan mata. satu tetes air matanya keluar. Gio cepat-cepat mengusapnya. Takutnya Agatha melihatnya. “Aku mencintaimu.” Gio berdiri—mengecup dahi Agatha. “Aku mencintaimu. Dari dulu sampai sekarang. Dan tidak akan pernah berubah.” Gio tersenyum tipis. “Jangan lama-lama tidurnya.” Tangannya mengusap pipi Agatha pelan. Ia berhenti sampai ada bunyi dering ponselnya. Gio menjauh—merogoh saku celananya dan mengangkat siapa yang meneleponnya. “Kami sudah menangkapnya, Sir. Kami sudah membawa dia ke tempat yang anda inginkan.” “Aku akan ke sana.” Gio
“Apa anda tahu siapa yang bertanggung jawab atas keamanan di rumah kakak ipar Agatha?” tanya Gio di sambungan telepon. Ia sedang melakukan panggilan dengan pak Rudi. Pak Rudi tidak datang menjenguk Agatha. karena Gio melarangnya, ia menyuruh pak Rudi untuk bersembunyi dan melindungi diri sendiri. Ia takut jika mereka menyakiti orang-orang yang membantu Agatha. “Iya aku tahu. Aku dan Agatha yang mengaturnya.” Gio berkacak pinggang. “Pastikan semua orang-orang yang menjaga di rumah itu semua berpihak pada Agatha. Jessika bilang, dia curiga pada ibu mertuanya.” “Bukankah mereka masih satu rumah?” “Iya. Aku akan mengaturnya,” balas Pak Rudi. “Kalau memang berbahaya. Aku akan menyiapkan tempat untuk mereka tinggal.” “Saya pastikan dulu, Sir. Nanti saya akan mengabari anda. Saya juga takut jika orang-orang itu mencelakai Jessika dan anak-anaknya.” Setelah itu Gio menutup sambungan telepon itu. Ia kembali memusatkan perhatiannya pada Anton yang kini sedang memilih es kr
Agatha mengalami koma. Kecelakaan itu berat. membuat hampir seluruh tubuh Agatha terluka. Gio berada di luar ruangan Agatha. menatap perempuan itu dari sebuah kaca. Gio berkacak pinggang. Menyalahkan diri sendiri karena tidak menangkap penjahat itu. seharusnya ia membawa penjahat itu, mengurungnya… Bukan malah menyerahkan pada polisi. Sehingga tahanan itu kabur. Gio mengangkat sambungan telepon. “Aku tidak mau tahu. Malam ini bajingan itu harus ketemu. Bawa bajingan itu ke tempat yang sudah aku kirimkan padamu.” “Baik sir. Saat ini anak buah saya masih mengejar pria itu.” Gio menutup sambungan teleponnya dan melihat Agatha sebentar sebelum duduk. Gio menunduk—mengusap wajahnya kasar. ada tangan mungil yang memberikannya sebuah es krim. Gio mengangkat kepalanya. menatap seorang anak laki-laki. Anak itu tersenyum. “Uncle jangan menangis.” bocah itu berbicara dengan jelas. Dilihat dari postur tubuhnya memang sudah besar, tapi masih terlihat anak kecil. “Bagaimana keadaan Ag
Agatha keluar dari rumah sakit. Setelah memastikan Gio beristirahat dengan tenang. Agatha berhenti pada sebuah cermin. Menatap lehernya yang memerah. Merogoh sebuah syal yang berada di tasnya. Kemudian melingkarnnya di lehernya. Bibirnya mengembangkan senyuman. Masih tergambar dengan jelas ciuman mereka tadi. Saling memangut dan meluapkan rasa rindu. Agatha kembali berjalan dan menaiki mobil untuk pulang. Di sepanjang perjalanan Agatha tidak berhenti melamun. Ada banyak yang ia pikirkan. Meski ia sudah menjadi pemimpin…. Ada banyak hal yang belum ia selesaikan. Mencari pelaku yang membunuh ayah dan kakaknya. Mencari pelaku sebenarnya yang menyerang Gio. Mencari pelaku yang berusaha membunuhnya juga. Lalu… Pikirannya juga penuh memikirkan hubungannya dengan Gio setelah ini. Ia hampir mencapai tujuannya. Yang artinya perjanjian mereka akan segera berakhir. Lantas, jika berakhir. apakah hubungannya dengan Gio juga akan berakhir begitu saja. Seharusnya
“Bagaiamana keadaanmu.” Agatha menatap Gio. “Aku baik-baik saja. tapi aku harus kembali ke rumah sakit.” Gio mengambil tangan Agatha dan menggenggamnya. “Kau ikut denganku.” Agatha berhenti. “Aku tidak bisa bersamamu dulu.” “Aku tidak bisa menerimanya.” Gio tetap menggandeng tangan Agatha. Tapi Agatha tetap kekeh dengan ucapannya yang ia katakan pada keluarga Gio. “Tidak, Gio. Aku tidak bisa…” Agatha mendongak. “Aku akan menemuimu sampai keadaan benar-benar aman.” Gio menghela napas. “Sampai kapan?” “Besok? Lusa? Bulan depan?” tanya Gio. Agatha terdiam. karena dirinya sendiri juga tidak tahu. Tapi setidaknya sampai kekuasaan benar berada di dalam genggamannya. Sampai orang-orang yang mencelekainya ditangkap. “Aduh…” Gio memegang perutnya. “Bagaimana ini… perutku..” Gio menyipitkan mata. “Anda harus ke rumah sakit segera Sir..” dokter mendekat. ia juga khawatir dengan keadaan Gio. Namun diam-diam Gio memberi petunjuk bahwa ia sedang berpura-pura. “Adu duh..”
Beberapa hari yang lalu. Gio tersadar dari komanya. Pertama kali orang yang ia cari adalah Agatha. Ibunya bilang, Agatha pulang. Agatha berjanji tidak akan menemuinya sampai keadaan benar-benar aman. Marah. Tentu saja, neneknya yang membuat Agatha pergi. Gio masih membutuhkan perawatan intensif. Untuk bergerak saja ia tidak bisa. Untuk itu ia mengerahkan orang-orangnya untuk membantunya. Dari pada seperti ini, sudah terlanjur. Maka ia akan meneruskannya saja. Ia akan berpura-pura tidak berhubungan dengan Agatha dahulu sampai Rapat itu dimulai. Pada awalnya ia akan datang awal rapat. Tapi sekali lagi keadaannya tidak memungkinkan. Perutnya masih terasa keram. Alhasil ia datang terlambat—namun masih melihat perkembangan rapat itu lewat kamera kecil. Kamera itu terpasang di pakaian orang yang mewakilinya di sana. “Banyak orang yang menghianatiku juga.” Gio berada di dalam mobil. Melihat orang-orang yang tidak mengangkat tangan untuk Agatha. Orang-orang yang tela
“Tapi Agatha Ethelind Harper baru saja terjun ke dunia bisnis. kinerjanya di dalam perusahaan baru mencapai tahun pertama.” Agatha tersenyum sinis. Menggunakan pengalamannya yang baru sebentar untuk menjatuhkannya. Agatha masih menahan senyumnya—ingin tertawa padahal. Kekurangannya yang diumbar di depan banyak investor. Sedangkan kekuarangan Levin disembunyikan. Agatha menjadi satu-satunya wanita yang berada di dalam ruangan ini. “Siapa yang mendukung Agatha Harper Ethelind menjadi pemimpin sementara?” Satu persatu orang-orang yang mendukung Agatha mengangkat tangan. Sekitar 3… Lalu satu orang mengangkat tangannya… Ternyata Pak Beni… Pak Beni tersenyum sembari mengangguk pada Agatha. Sedangkan pak Robert? Jangan tanya. Pria itu bahkan tidak berani menatap Agatha. seolah tidak mengenal. Tidak seperti tadi… Ternyata… si Mafia itu tidak mendukungnya. Memang, di dalam dunia bisnis tidak bisa ditebak mana yang benar-benar teman. Dan mana yang musuh. Setidaknya
“maaf nona. Hal seperti ini saya pasti tidak akan terulang lagi.” satu bodyguard maju menghadap Agatha. Ada dua mobil yang dicoba dijalankan. Hanya satu yang remnya blong. Mobil yang selalu digunakan oleh Agatha. Agatha berkacak pinggang. ia tidak ingin menghabiskan energinya untuk hal tidak masuk akal seperti ini. Tapi semua ini menyangkut nyawanya. “Sebagai ketua. Kau harus mencari tahu siapa anak buahmu yang berhianat. Aku memberimu waktu sampai jam istirahat makan siang. jika kau tidak bisa menemukan penghianat itu.” Agatha menghela napas. “Ganti semua bodyguard yang mengawalku.” Akhirnya Agatha masuk ke dalam mobil. Selama di dalam mobil, Agatha tidak berhenti cemas. Untuk siapapun yang berusaha membunuhnya. Agatha pastikan akan segera menangkap orang itu. Hidupnya tidak bisa tenang dan dihantui oleh kematian. Akhirnya mobil sampai juga di kantor. Dengan selamat! Agatha masuk ke dalam ruang—disambut oleh sekretarisnya. “Rapat akan dilaksanakan pukul 1
“Sial.” Agatha tidak berhenti mengumpat setelah keluar dari ruang penyidikan. “Aku yakin ada yang menyuruhnya untuk membunuhku.” Agatha mengatakannya pada polisi. Namun polisi itu menghela napas dan terlihat lelah. “Kami sudah menyelidikinya. Kami sudah datang ke tempat tinggalnya. Tidak ada tanda-tanda disuruh orang….” “Tidak mungkin.” Agatha menggeleng. “Pasti ada petunjuk… Aku sering diteror. Tidak mungkin kalau dia hanya menyukaiku. aku yakin dia memang punya niat buruk dan disuruh orang lain.” “Tenanglah..” polisi itu hanya menepuh pelan bahu Agatha. Agatha ingin melayangkan protes tapi ia ditarik oleh seseorang. Pengacara Gio. Akhirnya Agatha dan pengacara Gio berada di dalam mobil untuk berbicara. “tidak ada gunanya berbicara pada polisi. Bukti tidak ada. Mereka juga tidak akan menggap kasus ini serius.” Pengacara Gio memberikan dokumen pada Agatha. Agatha membukanya. Melihat isinya sembari dijelaskan. “Pria itu sudah 2 tahun belakangan mengincar wanita c