Seperkian detik selanjutnya, Agatha sadar bahwa ia mengatakan hal konyol. “Oh.. tidak. Maksudku…” Agatha memijit keningnya sendiri. “Maksudku ayo kita pergi saja dari sini,” Agatha memutar balikkan tubuhnya. Namun baru saja ingin berjalan. Pinggangnya ditarik dan dikurung di rak. “Apa yang kau bilang tadi?” tanya Gio. “Kau melamarku?” tanyanya. Agatha mengerjap dengan gugup. “Aku…” lirihnya. “Aku hanya…” Agatha terbata-bata. “Jika kau ingin menikahiku, aku bisa menerimamu,” ucap Gio. “Tapi tentu aku tidak mau menikah dengan Cuma-Cuma.” “Apa pernikahan itu akan menguntungkanku?” tanya Gio dengan senyum miring. Agatha tidak bisa kabur, pria itu sengaja mengurungnya agar tidak bisa ke mana-mana. “Aku tahu apa yang ada di pikiranmu,” ucap Gio. Jemarinya terangkat—menyentuh kepala Agatha. “Aku yakin kau belum menyerah mendekatiku agar mendapat dukunganku,” ucapnya. Agatha menghela nafas. yang dikatakan pria itu memang benar. Lantas ia tidak perlu melakukan pembelaan diri. La
21++ “Kau gila!” teriak Agatha tepat di hadapan Gio. Gio tersenyum miring. “Sejak lama aku sudah gila,” balasnya. Anggap saja sebagai pembalasan atas rasa sakit Gio melihat Agatha bersama pria lain. Ia tidak tahu bagaimana hubungan Agatha dengan pria itu. “Lepaskan aku,” balas Agatha. Gio mengeratkan pelukannya di pinggang Agatha yang mungil. “Kabur kalau bisa,” balasnya. Agatha memejamkan mata. ia menyerah… Karena mau sebanyak apapun usahanya, Gio tetap berkuasa… Agatha yang sudah tidak memberontak itu, membuat Gio menarik tubuh Agatha dan memeluknya. Gio mengusap punggung Agatha pelan. “Aku tidak menawarimu hal sama dua kali. Jadi, pikirkan hal ini baik-baik,” balas Gio. “Teganya kau bilang seperti ini….” lirih Agatha. “Kau berniat menjadikanku jalangmu kan?” tanyanya. “Aku tidak lebih dari simpanan orang kaya….” Lirih Agatha lagi. “Kau benar-benar jahat..” Gio terdiam….. Perlahan ia merasakan bahunya basah. Agatha pasti menangis. hatinya menciut. Tida
Terbangun dengan tubuh yang meringkuk. Agatha menatap sekitar. Ia berada di atas sofa. Tadi malam… Tidak ada yang terjadi selain ciuman. Agatha tertidur di dalam pelukan Gio. Mereka tidur di atas sofa kecil itu dengan posisi saling memeluk. Ketika terbangun, Agatha hanya mendapati dirinya sendirian di sini. Lalu menemukan sebuah kertas. ‘Aku pergi dulu.’ Hanya pesan singkat itu. tidak ada kalimat lain. Agatha bangkit dan menatap jam tangannya. Sebentar lagi ada meeting. Ia akan langsung ke kantor tanpa pulang dulu. “Rami siapkan pakaianku di kantor,” ucap Agatha. Agatha menjalankan mobilnya. “Jangan bertanya. Aku akan segera sampai. Jangan undurkan jadwal rapat. Kita harus rapat evaluasi.” “Baik, bu.” Agatha menatap ke depan. Mengarahkan kaca spion pada dirinya. Ada banyak kissmark yang tercetak di lehernya. “Aku harus menutupinya,” ucap Agatha. sayangnya tidak ada apapun yang bisa menutupi lehernya. Rambutnya juga pendek. Sesampainya di kantor, Agatha tidak langsung
“Kenapa tadi malam kamu menghilang?” tanya Ethan pada anaknya. “Kamu bukan anak kecil Gio…” Ethan menatap Gio dengan helaan nafas panjang. “Di acara sepenting itu kenapa kamu malah menghilang?” “Kenapa di acara sepenting itu Papa malah membuat keputusan konyol?” tanya Gio. “Kenapa di acara sepenting itu memalakukan diriku dengan mengumumkan pernikahan yang tidak aku sukai?” tanyanya. Ethan menatap putranya. “Papa melakukannya untuk kebaikan kamu,” ucapnya. Gio menggeleng. “Aku tidak mau.” “Gio… “ panggil Ethan. “Kamu ini satu-satunya pewaris Winston. Papa yakin kamu bisa memegang perusahaan. tapi untuk meneruskan perusahaan kamu butuh keturunan.” Gio menutup mata sebentar. “Aku akan memberi Dad keturunan. Tapi batalkan perjodohanku dengan Jihan. Aku tidak menyukainya.” “Apa yang kamu rencanakan?” tanya Ethan. “Kamu tidak berencana menyewa rahim wanita bukan?” tanyanya. “Papa berpikir sejauh itu?” tanya Gio. “Papa juga pernah mudah. Papa pernah berpikir seperti kam
Agatha tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Ia harus melibatkan seseorang untuk mengambil keputusan yang terbaik. Agatha tidak ingin salah langkah lagi. Untuk itu ia akan bertemu dengan pak Rudi untuk meminta saran. Hari ini di sebuah restoran tertutup. Agatha tidak tahu kenapa tiba-tiba ingin bertemu di tempat yang tertutup. Biasanya mereka bertemu di kafe terbuka. “Sudah lama menunggu saya?” tanya Agatha. Ia melihat pak Rudi lebih dulu di dalam ruangan. Pak Rudi menggeleng. yang pasti mimik wajah pak Rudi berbeda dari biasanya. Terlihat lebih serius. “Apa yang terjadi?” tanya Agatha. “Kenapa anda terlihat sangat berbeda dengan terakhir kali kita bertemu?” tanya Agatha. Pak Rudi menggeleng lagi. “Seharusnya aku yang bertanya seperti itu pada kamu Agatha. apa yang terjadi sampai kamu ingin bertemu dengan saya?” tanyanya. Pak Rudi memandang Agatha. “Kamu sudah menjalankan rencana kita?” Agatha mengangguk. “Aku sudah mendekati Gio….” Lirih Agatha. Agatha terdiam. apaka
Agatha berjalan keluar dari restoran. Ia menghela nafas pelan. Memijit keningnya yang terasa pening. Ia berjalan ke jalan raya. Ia akan pergi membeli soda sebentar. Melihat lampu yang sudah berubah menjadi hijau bagi pejalan kaki, Agatha melangkah. Berjalan pelan—sampai akhirnya ia berhenti karena kepalanya yang terasa berputar. Agatha berhenti tepat di tengah jalan…. Memegang kepalanya sendiri. TIIIIIIIIT TIIIIIIIIT Bunyi klakson yang begitu keras. Agatha tidak tahu—mobil di hadapannya itu terasa semakin dekat. Sorot lampu semakin tajam dan membuat pandangannya semakin mengabur. Agatha hanya pasrah saat mobil yang berjalan begitu cepat ke arahnya. Namun—ketika ia bersiap akan ditabrak. Tubuhnya justru ditarik oleh seseorang. “Kau gila?” tanya seorang pria marah-marah. “Kau gila?” tanyanya sekali lagi. “KENAPA KAU BERDIRI DI TENGAH JALAN SEPERTI ITU?” teriaknya kian marah. Gio mengguncang bahu Agatha. seolah menyadarkan perempuan itu. Mobil Gio berada
Agatha terbangun. Ia menatap sekitar…. Di mana? Ini bukan kamarnya? Tapi ini tidak asing. Agatha mengedarkan pandangannya… Kemudian menatap dirinya sendiri—kedua matanya melebar. “Kenapa—” Agatha mengingat dengan jelas kejadian tadi malam.. Kenapa pakaiannya berganti..Apa Gio yang menggantikan pakaiannya?“Bukan aku.” Gio datang dari arah pintu. Pria itu membawa nampan yang berisi bubur dan obat. Gio menaruhnya di nakas samping ranjang. “Maid yang menggantikan pakaianmu.” Gio mengambil duduk di samping ranjang Agatha.Agatha bangkit—ia menatap Gio. “Ini di rumahmu ya?” tanyanya. “Hm.” Gio mengangguk. “Tadi malam kau pingsan dan aku memutuskan untuk membawamu ke sini agar kau bisa dirawat dokter pribadiku.” Agatha mengusap kepalanya sendiri. “Seharusnya kau mengantarkanku pulang saja.” Agatha menurunkan kakinya ke bawah. Tangan Gio terlentang menghalanginya. “Kau tidak boleh pulang sebelum sembuh.” Agatha menyipitkan mata. “Aku harus bekerja.” “Ini weekend. Kau bisa ber
Agatha termenung di dalam kamar. Gio pergi karena ada urusan yang mendadak. Penjelasan pria itu cukup memukul dirinya. Apakah kesakitan Gio benar-benar diakibatkan karenanya? Agatha meremas tangannya pelan. Ia berdiri dan mondar-mandir dengan gelisah. Belum sempat ia ingin bertanya, Gio sudah lebih dulu pergi. Tok tok!Pintu diketuk. Agatha menoleh—kemudian tak lama pintu dibuka. “Bagaimana keadaanmu?” tanya seorang wanita yang muncul di balik pintu. Itu Anggun. Agatha mendekat—ia langsung memeluk Anggun. “Sudah lama sekali..” ucapnya. Ia kira hanya ada Anggun, ternyata ada Yaya juga.. Dan ia menyipitkan mata melihat satu orang wanita yang tengah tersenyum. “Kenapa kau ada di sini?” tanyanya pada Mina. Mina berdecak pelan. “Itukah kalimat pertama yang kau ucapkan pada sahabatmu yang tidak pernah kau hubungi selama ini?” tanya Mina. Agatha memeluk Mina dan Yaya bersamaan. “Maaf-maaf..” ucapnya. “Sombong.” Mina berdecak pelan. “Dasar sombong!” teriak Mina. Mina mengus
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
“Puas membuat kawatir orang tua? Puas bermain-main dengan acara penting?” tanya Gio pada Aiden. Aiden berhenti. pada langkah yang ketiga di tangga. Laki-laki itu berhenti dan menghadap ayahnya. “Bagaimana rasanya?” tanya Aiden sembari tersenyum. “Kalian tidak pernah datang ke acara pentingku. Jadi aku ingin melakukannya juga…” “Bagaimana rasanya?” tanyanya. “Aiden!” Gio memijit keningnya yang terasa pusing. “Kami melakukannya karena ada alasannya.” “Aku juga punya alasan untuk tidak datang ke acara itu.” Aiden memutar tubuhnya. berjalan—sampai Gio memanggilnya lagi. “Acara balapan yang kamu maksud?” tanyanya. “Balapan tidak jelas seperti itu? jika ingin balapan di sirkuit bukan di jalan raya. Kamu membahayakan orang lain. kamu juga membahayakan diri kamu sendiri.” “Aiden kamu jangan melakukan hal seperti ini lagi ya..” Agatha menatap putranya. “Mom dan Dad tidak akan melakukan hal seperti dulu lagi.” “Kalau kamu mau balapan, kamu bisa mengajak kamu ke sir
Di sinilah… Raini pergi ke atap gedung. Sendirian di tengah gelap yang hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang bersinar dengan terang. Raini membiarkan rambutnya tertiup angin ke sana ke mari. Kedua tangannya bersandar pada dinding pembatas. Tempatnya memang di sini. Jelas dirinya dan Aiden sangat berbeda. Aiden memang lebih cocok dengan perempuan bernama Talia itu. Tadi, Raini melihat mereka dari kejauhan. Talia pasti dari keluarga yang memiliki perusahaan besar juga. Mereka memang cocok. Lantas… Kenapa hatinya sedikit tidak rela ya? Apa mungkin ia tidak rela jika Aiden bersama perempuan lain? Tidak! Sampai kapanpun Raini tidak boleh mendambakan apa yang tidak boleh didambakan. Tempatnya di sini… Menyingkir lalu tidak terlihat oleh siapapun. “Jadi seperti ini ya pemandangan kota dari atas gedung tinggi..” Raini tersenyum pelan. “Maklum orang kampung…” Raini menggeleng pelan. “Ternyata sangat bagus. pantas saja banyak orang kampung yang berbondong-b
Seorang pemuda dengan setelan kemeja dan jas rapi baru saja turun dari mobil. Langkahnya mantap—kemudian disusul oleh perempuan yang berada di belakangnya. Perempuan cantik yang menggunakan dress berwarna putih. Nampak sangat cantik dengan rambut panjang yang digerai… Aiden menyodorkan lengannya. Raini tersenyum manis dan menggandeng tangan Aiden. Tahukah permintaan Aiden? Ya, membawa Raini untuk pergi ke pesta bersamanya. Lantas, Raini harus menuruti permintaan lelaki itu jika ingin lelaki itu hadir di pesta. Raini tidak pernah berhadapan dengan orang segila Aiden. Tapi mari imbangi kegilaan Raini. Bersikap seperti apa kemuan Aiden saja. Raini berjalan dengan hati-hati. di luar ternyata banyak sekali kamera wartawan yang menyorot dirinya. Pasti mereka akan membuat berita dan bertanya-tanya tentang identitasnya. Raini bersumpah… Pasti setelah ini, kehidupan sekolahnya kian rumit. Pasti akan muncul rumor aneh tentan dirinya dan Aiden. Aiden dan Raini b
“Dia di mana?” Agatha berkacak pinggang sembari mondar-mandir. Ia sudah berdandan rapi namun Aiden malah belum pulang… Gio menggenggam tangan Agatha. “Kali ini aku tidak bisa mentolerir perbuatannya..” “Tunggu sebentar. dia pasti pulang.” Agatha mengeluarkan ponselnya.. Melakukan panggilan berkali-kali namun satupun tidak dijawab. “Ayo kita berangkat..” nampak wajah Gio begitu dingin. Hanya berjalan beberapa langkah saja.. “Bagaimana kalau kita menunggu sedikit lebih lama..” Agatha mendongak. “Aku yakin dia akan segera pulang.” Gio menatap jam tangannya. “Kalaupun pulang dia butuh berganti pakaian segala macam. Kita tidak ada waktu sayang.” Agatha akhirnya mengangguk. menyetujui untuk berangkat. Akhirnya dengan berat hati Agatha dan Gio berangkat tanpa anak mereka. Entah, Gio tidak mau tahu keberadaan anaknya. Di sisi lain, Raini yang melihat mereka merasa ini tidak benar. Ia harus mencari Aiden dan membuat laki-laki itu datang ke pesta ulang tahun Winston.
Raini menjadi semakin panik ketika tubuh mereka terasa benar-benar menempel. “Cepat ambil,” lirih Raini. Aiden tersenyum. menunduk dan mendekatkan bibirnya pada telinga kanan perempuan itu. “Cepat ambil, aku tidak akan melihatmu,” ucap Raini. “Lantas kenapa wajahmu memerah seperti itu?” Raini mengerjap karena kesal akhirnya ia berbalik—namun kakinya tidak bisa berpijak dengan benar alhasil… Braak! Raini memejamkan mata—bersiap menerima kerasnya lantai. Tapi yang ia dapatkan adalah pelukan dari tangan seseorang. Raini membuka mata—wajah Aiden yang sudah begitu dekat di hadapannya. Kenapa… Jantungnya berdetak sangat cepat. Juga, suhu tubuhnya yang tiba-tiba memanas sampai membuat pipinya begitu panas seperti terbakar. Raini baru menyadari jika Aiden masih bertelanjang dada… “Bu-bu buahnya jatuh!” Raini melepaskan diri dari Aiden. Buru-buru mengambil buah itu dengan cepat. “Aku tidak makan buah yang sudah jatuh.” Aiden mengamati Raini yang begitu gugup memungut
“Apa aunty tahu kau menggunakan motor ke sekolah?” tanya Raini yang baru memarkirkan sepeda listriknya di halaman mansion. Aiden melepas helmnya. Pertama kalinya ia membawa motornya ke rumah. “Belum.” Aiden menggeleng. “Sekarang akan tahu.” Raini mendekati Aiden. “Bukankah bahaya?” tanyanya. “Kau belum memiliki sim juga.” “Bukan urusanmu.” Aiden menyipitkan mata. Aiden pergi begitu saja ke dalam mansion. Meninggalkan Raini yang ngomel-ngomel. Aiden pergi ke dalam rumah. disambut oleh ibunya yang selalu berada di rumah menunggunya pulang. “Kamu sudah pulang..” Agatha mendekat. “Di luar itu motor kamu?” tanya Agatha. Aiden mengangguk. Agatha berhenti sejenak. “Mom marah?” tanya Aiden. Agahta menggeleng. “Itu hobi baru kamu kan?” Agatha mengusap pelan bahu Aiden. “Asalkan kamu menaikinya dengan hati-hati, jangan sampai terluka. Mom tidak masalah.” “Mom dulu juga bisa tahu naik motor. Tapi sekarang lupa caranya..” Agatha terkekeh pelan. “Mom bisa?” Agatha men