Agatha termenung di dalam kamar. Gio pergi karena ada urusan yang mendadak. Penjelasan pria itu cukup memukul dirinya. Apakah kesakitan Gio benar-benar diakibatkan karenanya? Agatha meremas tangannya pelan. Ia berdiri dan mondar-mandir dengan gelisah. Belum sempat ia ingin bertanya, Gio sudah lebih dulu pergi. Tok tok!Pintu diketuk. Agatha menoleh—kemudian tak lama pintu dibuka. “Bagaimana keadaanmu?” tanya seorang wanita yang muncul di balik pintu. Itu Anggun. Agatha mendekat—ia langsung memeluk Anggun. “Sudah lama sekali..” ucapnya. Ia kira hanya ada Anggun, ternyata ada Yaya juga.. Dan ia menyipitkan mata melihat satu orang wanita yang tengah tersenyum. “Kenapa kau ada di sini?” tanyanya pada Mina. Mina berdecak pelan. “Itukah kalimat pertama yang kau ucapkan pada sahabatmu yang tidak pernah kau hubungi selama ini?” tanya Mina. Agatha memeluk Mina dan Yaya bersamaan. “Maaf-maaf..” ucapnya. “Sombong.” Mina berdecak pelan. “Dasar sombong!” teriak Mina. Mina mengus
21++ Gio menarik tengkuk Agatha dan mencium bibir wanita itu. Agatha mendongak—kedua tangannya mengalun di leher Gio. Agatha membalas setiap pangutan di bibirnya. membuka bibirnya agar Gio bisa mengakses lebih dalam ciuman mereka. Jemari Gio mengusap pelan pinggang Agatha. Perlahan naik—mengusap dada Agatha yang masih terbalut dengan dress. “Ah!” Agatha meremas bahu Gio. “Kau suka?” tanya Gio tepat di samping telinga Agatha. “Jangan lupa kau harus melindungiku,” ucap Agatha. “Lindungi aku dan jangan biarkan aku mati dibunuh mereka.” Gio mengernyit—pergerakannya terhenti. Namun jarak mereka masih begitu dekat. “Mereka siapa yang kau maksud?” tanya Gio. “Mereka yang membunuh keluaragaku,” ucap Agatha. Jemari Gio terulur mengusap kening Agatha. “Aku akan melindungimu.” Telunjuknya turun ke bawah—ke bibir Agatha. Masuk ke dalam bibir Agatha. dua jemarinya membelai lidah Agatha yang basah. Agatha memejamkan mata—mengikuti nalurinya. Ia menghisap dan meluma
21++ Gio tidak main-main dengan ucapannya yang ingin menyentuh Agatha sepenuhnya dan seluruhnya. Jemarinya bergerak di dalam milik Agatha yang sudah basah. Agatha mencengkram tangan Gio yang berada di dadanya. Kepalanya bergerak ke sana ke mari. Remasan di dadanya kain kuat dan gerakan jemari Gio di bawah kian cepat. Gio membiarkan Agatha menjemput kenikmatan. Tubuh Agatha melengkung dan bergetar hebat. seiring dengan perasaan lega dan aneh… Agatha mengatur nafasnya yang terasa habis. Gio mengangkat pinggang Agatha agar wanita itu bangun. Gio berdiri sedangkan Agatha berada di bawahnya. Gio mengangkat dagu Agatha. “Lakukan tugasmu.” Mengambil tangan Agatha dan mengarahkannya ke miliknya yang panjang dan besar. Miliknya telah berdiri dengan sempurna karena menunggu sentuhan Agatha. Agatha memegangnya dengan ragu. Akhirnya ia memegangnya dan memijatnya. Gio menyelipkan helaian rambut Agatha ke belakang. “Gunakan bibirmu..” Agatha mendekat—memberanikan diri un
Tubuh yang terasa begitu remuk. Agatha terbangun lebih dulu. Ia mengernyit perlahan. Melihat jendela yang sudah memancarkan sinar matahari. Agatha menoleh ke samping. Gio sudah tidak ada. Melihat jam dinding—waktu sudah menunjukkan pukul setengah 8. Setengah jam lagi adalah waktunya bersiap untuk berangkat ke kantor. Agatha bangkit dan melilit selimut di tubuhnya. Mengambil ponselnya. menerima banyak sekali panggilan dan pesan dari sekretarisnya. “Halo..” Agatha menjawab. “Miss saya mau mengingatkan kalau kita pagi ini ada rapat evaluasi dengan pusat. Sebelum itu kata anda kita harus melakukan meeting sebentar.” Agatha mengangguk. ia mengusap rambutnya yang berantakan. “Hm. Aku mengingatnya. Tapi mungkin aku telat. Aku tidak bisa tepat waktu kali ini.” “Saat aku sampai—” Agatha terpekik saat tubuhnya di peluk dari belakang. Hembusan segar nafas Gio mengenai tengkuknya. Agatha membiarkannya saja. “Saat aku sampai—” Agatha menoleh dengan kesal. “Diam dulu!” dengan menjau
Agatha mengikuti rapat.. Yang tentunya terisi oleh semua pemimpin anak perusahaan. Semua melaporkan perkembangan perusahaan yang dimpimpin masing-masing. Giliran Agatha selesai. Meski ada beberapa yang tidak setuju dengan caranya mengembangkan perusahaan. Tapi Agatha bisa mengatasinya. Buktinya pendapatkan perusahaannya meningkat. Dan kepercayaan publik pada perusahaannya kian besar. Sekarang…. Agatha menatap seorang pria yang sedang menjelaskan di depan sana. Anak Levin… Leonard. Pria itu menjelaskan kenapa bisa pendapatan perusahaan yang dipimpinnya selalu turun. Agatha menguap..... Seperti sedang didongengi. “Jadi kesimpulannya adalah alasan kenapa pendapatan bisa turun karena nasabah muda enggan berinvestasi lagi. karena, munculnya bank-bank yang membakar uang di awal, menawari mereka bunga yang tinggi sehingga mereka menarik tabungannya dari sini dan di taruh pada bank itu?” tanya Agatha. Leonard mengangguk. “Iya. Tapi kami berusaha untuk tetap mempert
21++ “Apa yang kau lakukan di sana?” tanya Agatha. Gio menarik kursi Agatha. “Kau ingin tahu?” tanya Gio. Bukannya menjawab malah balik bertanya. Agatha menoleh ke samping. Untungnya restoran ini sepi. Meski tidak sepenuhnya sepi, masih ada beberapa orang yang tengah makan di sana. Agatha menyipitkan mata. “Makan saja. Aku malah berdebat,” ucapnya. Gio berdecak. “Jika kau ingin tahu…” Menunjuk pipi kirinya. “Hanya itu?” tanya Agatha curiga. Gio mengangguk. Agatha mendekat dan… Bukan mencium pipi Gio, melainkan mengecup bibir pria itu. “Lebih dari cukup kan?” tanya Agatha. Tangan Gio terangkat mengusap rambut Agatha. “Bagus.” “Aku di sana untuk berinvestasi….” Ucapnya. “Kau berinvestasi padanya?” tanya Agatha. tiba-tiba merasa marah. “Tadi kita baru saja rapat evaluasi. Kau tahu apa yang terjadi? Pendapatannya turun. pendapatannya turun semenjak diambil alih oleh Leonard. Dan kau ingin menanamkan sahammu di sana?” tanya Agatha. “Kau tidak mencari tah
21++ Agatha kembali pada rutinitasnya. Tadi.. Pikirannya menjadi kotor semenjak mereka bercinta. Agatha tidak bisa menahan senyumnya ketika melihat Gio bergerak menghujamnya dengan keringat. Apalagi tubuh pria itu sangat kekar dan mendekap tubuhnya. Dengan permainan yang dominan dan membawa dirinya ke dalam kenikmatan yang tiada tara. Agatha menatap dirinya di depan cermin. Semakin banyak tanda yang dibuat pria itu. Semakin bekerja keras pula ia menutupi tanda-tanda itu. Agatha menggeleng pelan. Ia mengambil ponselnya dan membuka satu pesan dari Gio. [Kau sudah sampai?] [Aku sudah sampai] Agatha tersenyum. [Kirimi aku fotomu] Agatha menggigit bibirnya sebelum mengarahkan kamera pada dirinya. Kemudian tersenyum. lalu mengirimkannya pada Gio. [Kau menggodaku?] tanya Gio. Agatha menggeleng. lalu pria itu mengiriminya foto. Agatha memejamkan mata dan menahan napasnya ketika tahu Gio mengirimkan foto apa. Foto celana pria itu! milik Gio yang tengah tegang.
Sudah begitu larut—tapi Agatha masih begitu betah berada di dalam ruangannya. Ia juga sudah menyuruh sekretarisnya untuk pulang. Agatha keluar saat semuanya sudah sepi. Bahkan lampu kantor sudah dipadamkan. Agatha berjalan ke parkiran… Tapi ia merasa ada yang mengikutinya. Namun di saat ia menoleh—tidak ada siapapun. Agatha menggeleng pelan—ia belum melihat mobil sopirnya. “Hari ini aku harus pulang dulu,” ucap Agatha pada ponselnya. Gio meneleponnya dan menyuruhnya untuk pulang ke mansion pria itu saja. “Tapi aku merindukanmu,” ucap Gio. Agatha mengerucutkan bibirnya. “Aku sudah mencari apartemen di dekat kantorku. Aku akan pindah besok. Kita bisa bertemu dan menghabiskan waktu di sana.” “Kau membuat semuanya rumit Agatha,” ucap Gio. “Pulang ke mansionku semuanya akan beres.” “Beres apanya?” tanya Agatha. “Jarak mansion dengan kantorku jauh. Lagipula aku juga harus berhati-hati.” Agatha terdiam sesaat. “Kau lupa statusmu adalah tunangan orang? Sudah seharu
Gio bisa menarik kesimpulan bahwa… Calista yang merencanakan membunuh Agatha. Tapi pasti ada yang menyuruh Calista untuk melakukannya. Untuk itu…. “Serahkan semua pada polisi.” Gio berkacak pinggang. “Jangan serahkan pada polisi biasa. Mereka pasti akan disuap lagi.” “Serahkan pada polisi yang memang bertanggung jawab. Supaya bisa melakukan penyelidikan lebih lanjut.” Detekti itu mengangguk. “Saya ada kenalan orang dalam kepolisian. Apa anda ingin bertemu lebih dahulu dengannya?” Gio berpikir sejenak. Kemudian mengangguk. Sebelum itu Gio mengambil ponselnya. “Saya minta tolong pada anda, sekarang juga. Pindahkan kakak ipar Agatha beserta anak-anaknya ke tempat yang saya siapkan..” Pak Rudi di balik telepon pasti sangat terkejut dengan perkataan Gio. Tiba-tiba saja meminta untuk memindahkan keluarga Agatha. “memangnya apa yang terjadi?” “Saya akan menjelaskan semuanya saat sudah selesai,” balas Gio. “Juga.. awasi Calista. Jangan sampai keluar dari mansion. Usa
7 bulan yang lalu… Seorang wanita tengah berjalan ke sebuah restoran. Langkahnya begitu mantap memasuki sebuah restoran. Calista masuk ke sebuah ruang makan yang tertutup. di sanalah ia bertemu dengan seorang pria… “kau terlambat 10 menit.” Levin duduk santai. Di meja sudah ada beberapa makanan pembuka. Calista duduk di hadapan Levin. “Sudah lama tidak bertemu denganmu seperti ini,” ucap Levin. Calista menatap Levin. Kemudian tertawa pelan. “Hm. Tepatnya sejak kau takut hubungan kita diketahui oleh banyak orang.” Levin tersenyum miring. Matanya menatap tubuh Calista dari atas hingga bawah. “Kau masih sama seperti dulu. tubuhmu… cara berpakaian. Caramu duduk…” Calista tersenyum miring. “Kau masih memperhatikanku?” kemudian menggeleng. “Tidak berguna.” Levin tersenyum. “Kau semakin berani. Dulu kau bahkan tidak berani menatap mataku. Tapi sekarang kau terang-terangan menghinaku.” “Ada banyak hal yang berubah.” Calista berdecih pelan. Levin mengambil rokoknya—k
Gio berada di dalam ruangan Agatha. Alat-alat medis itu tertancap di tubuh Agatha. Gio pun menggunakan pakaian khusus saat berada di dalam sana. Gio mengusap punggung tangan Agatha. “Banyak yang menyayangimu.” Gio menunduk. “Kau harus bangun…” Tidak ada pergerakan. Tubuh Agatha seakan kaku. Seperti mayat hidup. Gio mengecup beberapa kali punggung tangan Agatha. “Agatha…” lirih Gio. “Jangan tinggalkan aku.” Gio memejamkan mata. satu tetes air matanya keluar. Gio cepat-cepat mengusapnya. Takutnya Agatha melihatnya. “Aku mencintaimu.” Gio berdiri—mengecup dahi Agatha. “Aku mencintaimu. Dari dulu sampai sekarang. Dan tidak akan pernah berubah.” Gio tersenyum tipis. “Jangan lama-lama tidurnya.” Tangannya mengusap pipi Agatha pelan. Ia berhenti sampai ada bunyi dering ponselnya. Gio menjauh—merogoh saku celananya dan mengangkat siapa yang meneleponnya. “Kami sudah menangkapnya, Sir. Kami sudah membawa dia ke tempat yang anda inginkan.” “Aku akan ke sana.” Gio
“Apa anda tahu siapa yang bertanggung jawab atas keamanan di rumah kakak ipar Agatha?” tanya Gio di sambungan telepon. Ia sedang melakukan panggilan dengan pak Rudi. Pak Rudi tidak datang menjenguk Agatha. karena Gio melarangnya, ia menyuruh pak Rudi untuk bersembunyi dan melindungi diri sendiri. Ia takut jika mereka menyakiti orang-orang yang membantu Agatha. “Iya aku tahu. Aku dan Agatha yang mengaturnya.” Gio berkacak pinggang. “Pastikan semua orang-orang yang menjaga di rumah itu semua berpihak pada Agatha. Jessika bilang, dia curiga pada ibu mertuanya.” “Bukankah mereka masih satu rumah?” “Iya. Aku akan mengaturnya,” balas Pak Rudi. “Kalau memang berbahaya. Aku akan menyiapkan tempat untuk mereka tinggal.” “Saya pastikan dulu, Sir. Nanti saya akan mengabari anda. Saya juga takut jika orang-orang itu mencelakai Jessika dan anak-anaknya.” Setelah itu Gio menutup sambungan telepon itu. Ia kembali memusatkan perhatiannya pada Anton yang kini sedang memilih es kr
Agatha mengalami koma. Kecelakaan itu berat. membuat hampir seluruh tubuh Agatha terluka. Gio berada di luar ruangan Agatha. menatap perempuan itu dari sebuah kaca. Gio berkacak pinggang. Menyalahkan diri sendiri karena tidak menangkap penjahat itu. seharusnya ia membawa penjahat itu, mengurungnya… Bukan malah menyerahkan pada polisi. Sehingga tahanan itu kabur. Gio mengangkat sambungan telepon. “Aku tidak mau tahu. Malam ini bajingan itu harus ketemu. Bawa bajingan itu ke tempat yang sudah aku kirimkan padamu.” “Baik sir. Saat ini anak buah saya masih mengejar pria itu.” Gio menutup sambungan teleponnya dan melihat Agatha sebentar sebelum duduk. Gio menunduk—mengusap wajahnya kasar. ada tangan mungil yang memberikannya sebuah es krim. Gio mengangkat kepalanya. menatap seorang anak laki-laki. Anak itu tersenyum. “Uncle jangan menangis.” bocah itu berbicara dengan jelas. Dilihat dari postur tubuhnya memang sudah besar, tapi masih terlihat anak kecil. “Bagaimana keadaan Ag
Agatha keluar dari rumah sakit. Setelah memastikan Gio beristirahat dengan tenang. Agatha berhenti pada sebuah cermin. Menatap lehernya yang memerah. Merogoh sebuah syal yang berada di tasnya. Kemudian melingkarnnya di lehernya. Bibirnya mengembangkan senyuman. Masih tergambar dengan jelas ciuman mereka tadi. Saling memangut dan meluapkan rasa rindu. Agatha kembali berjalan dan menaiki mobil untuk pulang. Di sepanjang perjalanan Agatha tidak berhenti melamun. Ada banyak yang ia pikirkan. Meski ia sudah menjadi pemimpin…. Ada banyak hal yang belum ia selesaikan. Mencari pelaku yang membunuh ayah dan kakaknya. Mencari pelaku sebenarnya yang menyerang Gio. Mencari pelaku yang berusaha membunuhnya juga. Lalu… Pikirannya juga penuh memikirkan hubungannya dengan Gio setelah ini. Ia hampir mencapai tujuannya. Yang artinya perjanjian mereka akan segera berakhir. Lantas, jika berakhir. apakah hubungannya dengan Gio juga akan berakhir begitu saja. Seharusnya
“Bagaiamana keadaanmu.” Agatha menatap Gio. “Aku baik-baik saja. tapi aku harus kembali ke rumah sakit.” Gio mengambil tangan Agatha dan menggenggamnya. “Kau ikut denganku.” Agatha berhenti. “Aku tidak bisa bersamamu dulu.” “Aku tidak bisa menerimanya.” Gio tetap menggandeng tangan Agatha. Tapi Agatha tetap kekeh dengan ucapannya yang ia katakan pada keluarga Gio. “Tidak, Gio. Aku tidak bisa…” Agatha mendongak. “Aku akan menemuimu sampai keadaan benar-benar aman.” Gio menghela napas. “Sampai kapan?” “Besok? Lusa? Bulan depan?” tanya Gio. Agatha terdiam. karena dirinya sendiri juga tidak tahu. Tapi setidaknya sampai kekuasaan benar berada di dalam genggamannya. Sampai orang-orang yang mencelekainya ditangkap. “Aduh…” Gio memegang perutnya. “Bagaimana ini… perutku..” Gio menyipitkan mata. “Anda harus ke rumah sakit segera Sir..” dokter mendekat. ia juga khawatir dengan keadaan Gio. Namun diam-diam Gio memberi petunjuk bahwa ia sedang berpura-pura. “Adu duh..”
Beberapa hari yang lalu. Gio tersadar dari komanya. Pertama kali orang yang ia cari adalah Agatha. Ibunya bilang, Agatha pulang. Agatha berjanji tidak akan menemuinya sampai keadaan benar-benar aman. Marah. Tentu saja, neneknya yang membuat Agatha pergi. Gio masih membutuhkan perawatan intensif. Untuk bergerak saja ia tidak bisa. Untuk itu ia mengerahkan orang-orangnya untuk membantunya. Dari pada seperti ini, sudah terlanjur. Maka ia akan meneruskannya saja. Ia akan berpura-pura tidak berhubungan dengan Agatha dahulu sampai Rapat itu dimulai. Pada awalnya ia akan datang awal rapat. Tapi sekali lagi keadaannya tidak memungkinkan. Perutnya masih terasa keram. Alhasil ia datang terlambat—namun masih melihat perkembangan rapat itu lewat kamera kecil. Kamera itu terpasang di pakaian orang yang mewakilinya di sana. “Banyak orang yang menghianatiku juga.” Gio berada di dalam mobil. Melihat orang-orang yang tidak mengangkat tangan untuk Agatha. Orang-orang yang tela
“Tapi Agatha Ethelind Harper baru saja terjun ke dunia bisnis. kinerjanya di dalam perusahaan baru mencapai tahun pertama.” Agatha tersenyum sinis. Menggunakan pengalamannya yang baru sebentar untuk menjatuhkannya. Agatha masih menahan senyumnya—ingin tertawa padahal. Kekurangannya yang diumbar di depan banyak investor. Sedangkan kekuarangan Levin disembunyikan. Agatha menjadi satu-satunya wanita yang berada di dalam ruangan ini. “Siapa yang mendukung Agatha Harper Ethelind menjadi pemimpin sementara?” Satu persatu orang-orang yang mendukung Agatha mengangkat tangan. Sekitar 3… Lalu satu orang mengangkat tangannya… Ternyata Pak Beni… Pak Beni tersenyum sembari mengangguk pada Agatha. Sedangkan pak Robert? Jangan tanya. Pria itu bahkan tidak berani menatap Agatha. seolah tidak mengenal. Tidak seperti tadi… Ternyata… si Mafia itu tidak mendukungnya. Memang, di dalam dunia bisnis tidak bisa ditebak mana yang benar-benar teman. Dan mana yang musuh. Setidaknya