Setelah acara makan. Agatha keluar dari restoran. “Bapak bisa mengantarmu,” ucap Pak Beni. “Tidak usah, pak.” Agatha menggeleng. “Istri bapak sudah menunggu bapak. Pulanglah.” “Yasudah. hati-hati ya.” Pak Beni pergi. Pak Robert sudah pulang lebih dulu karena ada urusan mendadak. Agatha tidak tahu kenapa sopirnya begitu lama menjemputnya. Salah sendiri juga. Agatha menyuruh sopirnya pulang saat ia berada di tempat golf. Ia kira akan lebih lama di tempat golf, mangkanya menyuruh sopirnya pulang dulu. Tapi sekarang—ia harus menunggu. Apalagi sekarang hujan. Agatha merogoh ponselnya. “Halo, pak.” “Bapak sampai mana ya?” tanya Agatha. “Mobilnya mogok, non. Bapak sudah manggil orang bengkel. Tapi butuh waktu 1 jam an untuk diperbaiki, non.” Agatha menghela nafas. “Yasudah pak, saya naik taksi online saja. bapak langsung pulang ya setelah diperbaiki. Jangan menyusul saya.” “Baik non.” Agatha mengakhiri panggilan itu. Ia ragu untuk memesan taksi
Apakah Agatha menerima tawaran Gio? Yes! Of course yeah! Orientasi Agatha sekarang adalah bisnis. Ini adalah kesempatan bagus untuk menjalin hubungan yang baik dengan Gio. Sebagai rekan bisnis. Bukan sebagai mantan kekasih. Bagi Agatha mustahil sekali mendapatkan maaf dari Gio. Pria itu terlihat sangat membencinya. Terjadi kecanggungan yang luar biasa. Hawa dingin, suara senyap. Hanya ada suara mesin yang di dengar. Agatha menatap jendela…. Hampir sampai di rumahnya, tapi belum ada pembicaraan di antara mereka. Agahta menoleh ke samping. “Gio,” memberanikan diri memanggil Gio. “Maafkan aku,” ucap Agatha. “Aku sungguh minta maaf,” ucap Agatha. “Aku tidak memintamu untuk memaafkanku. Karena sikapmu memang keterlaluan.” “Tapi aku sungguh minta maaf atas semua perbuatan dan sikapku dulu padamu,” jelas Agatha. “Atas sikapmu yang mana?” tanya Gio. Agatha meremas roknya. “Kesalahanku yang banyak sekali….” lirihnya. “Ucapanku begitu kasar. Satu tahu setelahnya, ak
Pertemuan pertama dengan Gio berakhir buruk. Agatha tidak mengharapkan apapun sekarang. Ia tidak tahu apakah ia bisa mendekati pria itu lagi atau tidak. Agatha masuk ke dalam perusahaan. Dalam hitungan hari saja.. Dengan promosi digital yang tepat, banyak brand ingin menggunakan jasa perusahaannya. Sesuai dengan target, mereka adalah brand kecil atau brand yang baru saja di bangun. Pagi-pagi sekali melakukan rapat. Agatha tidak akan setengah-setengah mengurus perusahaan. Ia akan mengerahkan seluruh jiwa dan raganya untuk membuat perusahaan ini terus berkembang. Bahkan kalau bisa, sampai bisa menyaingi Harper Electronic. “Selanjutnya yang harus kita lakukan adalah membangun kepercayaan. Dengan apa membangun kepercayaannya? Dengan kualitas yang kita berikan.” Agatha berdiri. “Aku meminta dan mengharuskan, proyek pertama kita berjalan dengan sukses.” Semua pegawai di sana mengangguk. Begitulah kira-kira kegiatan Agatha sehari-hari. Ia tidak tahu akan berjalan s
Pesta yang diadakan sekali dalam setahun itu dibuat benar-benar mewah. Jajaran mobil yang terparkir membuktikan jika yang datang bukanlah dari kalangan sembarangan. Pasti dari mereka merupakan petinggi perusahaan besar. Agatha baru saja sampai dan ia keluar dari mobil. Beberapa wartawan memotretnya. Agatha yang tidak terbiasa dengan kilatan flash itu akhirnya buru-buru masuk. Agatha menatap ruangan yang begitu luas. semuanya nampak cantik dengan dekorasi putih. Haruskah Agatha menyapa Gio? Tapi itulah tujuannya ke sini. Setidaknya mengucapkan selamat ulang tahun perusahaan. Agatha berjalan dengan tenang, meski sebenarnya jantungnya berdegup dengan kencang. Sampai.. “Selamat pak,” ucap Agatha. Mata mereka saling bertemu. Agatha tersenyum dengan tangan yang terulur. Gio menatap tangan Agatha. perlahan tapi pasti—Gio menjabat tangan Agatha. Menariknya—hingga membuat tubuh Agatha hampir saja terhuyung ke depan. Gio menunduk—menjajarkan tubuhnya dengan tubuh Ag
“Bagaimana ini, kenapa aku selalu bertemu denganmu…” Agatha dikagetkan oleh suara bapak-bapak. “Pak..” Agatha menggeleng pelan. “Pak Robert suka sekali ya mengagetkanku.” Pak Robert tertawa pelan. “Ini, Ma. Ini Agatha, teman Papa saat main golf.” Seorang wanita cantik diusia yang tidak muda itu. Wanita itu tersenyum. “Suamiku cerita banyak tentangmu.” Mendekat dan memeluk Agatha. Agatha tersenyum. “Saya dan Pak Robert sering bermain golf.” “Syukurlah temannya wanita semuda kamu.” istri pak Robert mendekat. “Kalau dia mengajak wanita lain, beritahu aku.” Agatha mengangguk. “Siap aunty,” ucap Agatha. “Kamu boleh bertanya apapun pada Agatha. Aku tidak pernah dekat dengan wanita lain saat bermain golf.” Pak Robert yang menjelaskan pada istrinya. “Agatha ini temanku, sama si Beni. Tapi si Beni tidak bisa datang hari ini.” Istri pak Robert menatap Agatha. “Aku harus mendapatkan nomormu, nak.” Agatha mengangguk saja. wajar saja kalau istri was-was kal
Gio tidak tahu sama sekali tentang itu. Kenapa tiba-tiba langsung mengumumkan pertunangan. Ia dan Jihan bahkan tidak memberitahu apapun pada orang tua mereka. Gio menoleh ke samping. Jihan tersenyum. “Aku sudah memberitahu orang tuaku bagaimana hubungan kita. mereka bilang, mereka ingin kita segera meresmikan hubungan kita.” “Kenapa kau tidak bilang padaku?” tanya Gio. “Jika kau bilang padaku, aku akan menjelaskan pada semua bahwa kita tidak cocok menikah. kita hanya cocok sebagai teman, bukan sebagai pasangan,” lanjut Gio. Jihan menatap Gio dengan wajahnya yang sedikit kecewa. “Kau berpikir seperti itu…” lirihnya. Gio menyipitkan mata. “Kau berpikir hubungan kita lebih dari sekedar teman?” tanyanya. “Dari awal aku sudah memberitahumu bagaimana…” Gio berhenti. ia tidak boleh membuat keributan di hadapan banyak orang. Gio menatap Ethan yang masih memberi sambutan. Ia menghela nafas. “Aku akan membahasnya dengan keluargaku dan keluargamu juga. Hal ini adalah salah paham. Ak
Agatha terdiam… Ia tidak tahu kenapa hatinya sakit sekali. Huft. Sudah waktunya ia pergi daripada terus melihat Gio dan Jihan. Agatha berpamitan pada Rino untuk pergi lebih dahulu. Berjalan dengan gontai keluar dari ruangan. Agatha berjalan ke parkiran. “Pak saya mau pulang, tapi saya mau menyetir sendiri.” Sopirnya itu menyerahkan kunci. Agatha sudah memesan taksi agar sopirnya bisa pulang langsung. Agatha duduk di kursi kemudi. Kedua tangannya memegang stir mobil. Kemudian menunduk—menghela nafas panjang. “Ada apa dengan diriku?” tanya Agatha. “Aku tidak bisa seperti ini terus. Hidup terus berjalan. aku sudah memilih untuk pergi. aku tidak bisa kembali begitu saja.” “Dia juga terlihat sangat membenciku.” Agatha mendongak. Inilah kenapa Agatha enggan pulang. Karena ia takut bertemu dan berurusan dengan Gio lagi. Ia takut perasaannya pada Gio semakin dalam. Pada akhirnya… Ia akan tersiksa sendiri karena mereka tidak bisa bersama. Agatha menghela naf
Mobil terus berjalan sampai berhenti di sebuah toko vintage yang kecil. “Ini tempat apa?” tanya Gio. “Toko aksesoris, ada buku juga.” Agatha turun dari mobilnya. Agatha menghela nafas… Rintik hujan berubah menjadi deras. “Aku tidak punya payung. Ayo segera turun.” Tidak menunggu jawaban dari Gio. Agatha bergegas turun dan berlari masuk ke dalam toko. Gio mengikuti Agatha. namun sayangnya, ada bagian pakaiannya yang basah. “Oh..” Agatha mendekat. “Ada daun..” Agatha mengambil daun yang berada di bahu Gio. Sepertinya daun yang jatuh karena hujan. Jarak mereka begitu dekat. Ketika Agatha mendongak—Agatha bisa merasakan hembusan nafas pria itu. Untuk itu—segera Agatha menjaga jarak. Gio menatap sekitar. “Untuk apa ke sini?” tanyanya. “Katanya ke tempat bagus,” ucap Agatha. “Ini tempat bagus…” pandangan Agatha terhenti pada seorang pria tua. Pria tua itu adalah pemilik dari toko ini. pria itu nampak tertidur dengan posisi terlentang di kursi. Agatha menggeleng
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
“Puas membuat kawatir orang tua? Puas bermain-main dengan acara penting?” tanya Gio pada Aiden. Aiden berhenti. pada langkah yang ketiga di tangga. Laki-laki itu berhenti dan menghadap ayahnya. “Bagaimana rasanya?” tanya Aiden sembari tersenyum. “Kalian tidak pernah datang ke acara pentingku. Jadi aku ingin melakukannya juga…” “Bagaimana rasanya?” tanyanya. “Aiden!” Gio memijit keningnya yang terasa pusing. “Kami melakukannya karena ada alasannya.” “Aku juga punya alasan untuk tidak datang ke acara itu.” Aiden memutar tubuhnya. berjalan—sampai Gio memanggilnya lagi. “Acara balapan yang kamu maksud?” tanyanya. “Balapan tidak jelas seperti itu? jika ingin balapan di sirkuit bukan di jalan raya. Kamu membahayakan orang lain. kamu juga membahayakan diri kamu sendiri.” “Aiden kamu jangan melakukan hal seperti ini lagi ya..” Agatha menatap putranya. “Mom dan Dad tidak akan melakukan hal seperti dulu lagi.” “Kalau kamu mau balapan, kamu bisa mengajak kamu ke sir
Di sinilah… Raini pergi ke atap gedung. Sendirian di tengah gelap yang hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang bersinar dengan terang. Raini membiarkan rambutnya tertiup angin ke sana ke mari. Kedua tangannya bersandar pada dinding pembatas. Tempatnya memang di sini. Jelas dirinya dan Aiden sangat berbeda. Aiden memang lebih cocok dengan perempuan bernama Talia itu. Tadi, Raini melihat mereka dari kejauhan. Talia pasti dari keluarga yang memiliki perusahaan besar juga. Mereka memang cocok. Lantas… Kenapa hatinya sedikit tidak rela ya? Apa mungkin ia tidak rela jika Aiden bersama perempuan lain? Tidak! Sampai kapanpun Raini tidak boleh mendambakan apa yang tidak boleh didambakan. Tempatnya di sini… Menyingkir lalu tidak terlihat oleh siapapun. “Jadi seperti ini ya pemandangan kota dari atas gedung tinggi..” Raini tersenyum pelan. “Maklum orang kampung…” Raini menggeleng pelan. “Ternyata sangat bagus. pantas saja banyak orang kampung yang berbondong-b
Seorang pemuda dengan setelan kemeja dan jas rapi baru saja turun dari mobil. Langkahnya mantap—kemudian disusul oleh perempuan yang berada di belakangnya. Perempuan cantik yang menggunakan dress berwarna putih. Nampak sangat cantik dengan rambut panjang yang digerai… Aiden menyodorkan lengannya. Raini tersenyum manis dan menggandeng tangan Aiden. Tahukah permintaan Aiden? Ya, membawa Raini untuk pergi ke pesta bersamanya. Lantas, Raini harus menuruti permintaan lelaki itu jika ingin lelaki itu hadir di pesta. Raini tidak pernah berhadapan dengan orang segila Aiden. Tapi mari imbangi kegilaan Raini. Bersikap seperti apa kemuan Aiden saja. Raini berjalan dengan hati-hati. di luar ternyata banyak sekali kamera wartawan yang menyorot dirinya. Pasti mereka akan membuat berita dan bertanya-tanya tentang identitasnya. Raini bersumpah… Pasti setelah ini, kehidupan sekolahnya kian rumit. Pasti akan muncul rumor aneh tentan dirinya dan Aiden. Aiden dan Raini b
“Dia di mana?” Agatha berkacak pinggang sembari mondar-mandir. Ia sudah berdandan rapi namun Aiden malah belum pulang… Gio menggenggam tangan Agatha. “Kali ini aku tidak bisa mentolerir perbuatannya..” “Tunggu sebentar. dia pasti pulang.” Agatha mengeluarkan ponselnya.. Melakukan panggilan berkali-kali namun satupun tidak dijawab. “Ayo kita berangkat..” nampak wajah Gio begitu dingin. Hanya berjalan beberapa langkah saja.. “Bagaimana kalau kita menunggu sedikit lebih lama..” Agatha mendongak. “Aku yakin dia akan segera pulang.” Gio menatap jam tangannya. “Kalaupun pulang dia butuh berganti pakaian segala macam. Kita tidak ada waktu sayang.” Agatha akhirnya mengangguk. menyetujui untuk berangkat. Akhirnya dengan berat hati Agatha dan Gio berangkat tanpa anak mereka. Entah, Gio tidak mau tahu keberadaan anaknya. Di sisi lain, Raini yang melihat mereka merasa ini tidak benar. Ia harus mencari Aiden dan membuat laki-laki itu datang ke pesta ulang tahun Winston.
Raini menjadi semakin panik ketika tubuh mereka terasa benar-benar menempel. “Cepat ambil,” lirih Raini. Aiden tersenyum. menunduk dan mendekatkan bibirnya pada telinga kanan perempuan itu. “Cepat ambil, aku tidak akan melihatmu,” ucap Raini. “Lantas kenapa wajahmu memerah seperti itu?” Raini mengerjap karena kesal akhirnya ia berbalik—namun kakinya tidak bisa berpijak dengan benar alhasil… Braak! Raini memejamkan mata—bersiap menerima kerasnya lantai. Tapi yang ia dapatkan adalah pelukan dari tangan seseorang. Raini membuka mata—wajah Aiden yang sudah begitu dekat di hadapannya. Kenapa… Jantungnya berdetak sangat cepat. Juga, suhu tubuhnya yang tiba-tiba memanas sampai membuat pipinya begitu panas seperti terbakar. Raini baru menyadari jika Aiden masih bertelanjang dada… “Bu-bu buahnya jatuh!” Raini melepaskan diri dari Aiden. Buru-buru mengambil buah itu dengan cepat. “Aku tidak makan buah yang sudah jatuh.” Aiden mengamati Raini yang begitu gugup memungut
“Apa aunty tahu kau menggunakan motor ke sekolah?” tanya Raini yang baru memarkirkan sepeda listriknya di halaman mansion. Aiden melepas helmnya. Pertama kalinya ia membawa motornya ke rumah. “Belum.” Aiden menggeleng. “Sekarang akan tahu.” Raini mendekati Aiden. “Bukankah bahaya?” tanyanya. “Kau belum memiliki sim juga.” “Bukan urusanmu.” Aiden menyipitkan mata. Aiden pergi begitu saja ke dalam mansion. Meninggalkan Raini yang ngomel-ngomel. Aiden pergi ke dalam rumah. disambut oleh ibunya yang selalu berada di rumah menunggunya pulang. “Kamu sudah pulang..” Agatha mendekat. “Di luar itu motor kamu?” tanya Agatha. Aiden mengangguk. Agatha berhenti sejenak. “Mom marah?” tanya Aiden. Agahta menggeleng. “Itu hobi baru kamu kan?” Agatha mengusap pelan bahu Aiden. “Asalkan kamu menaikinya dengan hati-hati, jangan sampai terluka. Mom tidak masalah.” “Mom dulu juga bisa tahu naik motor. Tapi sekarang lupa caranya..” Agatha terkekeh pelan. “Mom bisa?” Agatha men