“Aku bisa sendiri.” Gaby tidak mau dibantu. “Kenapa?” tanya Haven sudah mengambil tiang infus Gaby. Gaby berdecak. “Kau kembalilah ke dalam. Temani kakek.” Haven menggeleng. “Kakek yang ingin aku mengantarmu.” Gaby hanya menghela pasrah. Ia berjalan pelan dengan di sampingnya Haven yang membantunya membawa tiang infus itu. "Kenapa kau sendiri?" tanya Haven. "Di mana kekasihmu? Temanmu atau keluargamu?” tanya Haven beruntun. “Mereka sibuk,” jawab singkat Gaby. Haven menatap Gaby. “Jaga dirimu.” Gaby mengernyit. “Tentu saja.” Gaby menanggapi setiap ucapan Haven sangat cuek. Pokoknya ada hati yang harus ia jaga. Tidak boleh terlalu lama dengan pria lain. Setelah sampai di depan ruangan. Gaby segera mengusir Haven. “Pergilah.” Gaby mengibaskan tangan tanpa melihat Haven. Haven menunduk. mendapat perkataan ketus dan tajam, tidak membuat Haven langsung pergi. Ia menunduk. berjongkok di hadapan kaki Gaby. “Apa yang kau lakukan?” tanya Gaby hendak mundur namun dicegah oleh
“Kalian..” Damian menatap Gaby dan Haven bergantian. Damian menggeleng pelan melihat mereka berdua. Niatnya ingin menjenguk kekasihnya ditengah jadwalnya yang sangat padat. Namun saat sudah berada di sini, malah mendapati kekasihnya bersama pria lain. “Damian ini tidak—” Damian maju selangkah. Langsung menarik kerah leher Haven. “Apa yang kau inginkan hah?” tanyanya dengan tatapan tajam. Urat lehernya bahkan terlihat. Gaby tidak pernah melihat Damian semarah ini sebelumnya. Pria setenang air itu marah. Emosinya melunjak ketika mendapati kekasihnya bersama pria lain. Haven menanggapinya dengan santai. “Aku tidak sengaja bertemu dengan Gaby..” “Halah kau sengaja kan menjenguk kekasihku?” Damian masih mencengkram erat-erat kerah leher Haven. “Damian sudah!” Gaby berusaha mendekat. Namun tangannya disingkirkan oleh Damian begitu saja. “Kamu janjian dengan bajingan ini kan?” tuduh Damian. “Bilang padaku, kalian berselingkuh di belakangku?” “Tidak Damian.” Gaby me
“Kamu bilang apa?” tanya Damian. Gaby menghela nafas. “Tunda dulu pernikahan kita.” “Tidak.” Damian menggeleng. “Kenapa? kamu mau kembali ke mantan kamu itu?” tanyanya. Damian mendekat dan menyentuh bahu Gaby. “Kamu mau berhubungan dengan mantan kamu lagi itu?” “Mau menikah dengannya?” Gaby mengusap wajahnya kasar. “Damian please..” lirihnya. “Tidak ada hubungannya dengan dia. Aku ingin kita menunda pernikahan kita dulu agar hubungan kita membaik. Kamu sadar? Akhir-akhir ini kita jarang berkomunikasi.”“Kita selalu bertengkar. Kamu tidak ada waktu untukku..” lirihnya. “Itu semua terjadi karena kamu.” Damian menatap Gaby. “Kamu curiga padaku, tapi kamu sendiri yang bermain di belakangku.” Damian mengepalkan tangannya. “Kamu kira aku tidak tahu kamu diam-diam menyelidikiku?” tanya Damian. Gaby terdiam. Bagaimana pria itu tahu?Damian tersenyum miring melihat Gaby langsung terdiam mendengar ucapannya. “Bukan aku Gaby, tapi kamu sendiri yang bermasalah. Kamu menemukan kesalah
Gaby bersiap untuk pulang. Ia berjalan sendiri. Lagi-lagi memang sendiri. Ia berhenti ketika melihat satu ruangan yang terbuka. “Risa?” tanyanya. “Katanya pulang kemarin..”Karena anak perempuan itu sendirian. Gaby akhirnya masuk. “Hei,” sapanya. Risa tidak terlihat ceria. Bocah itu terlihat sedih. “Kenapa kamu sedih?” tanya Gaby menunduk. “Aunty, aku tidak boleh pulang.” kemudian menatap Gaby. “Aunty akan pulang kan?” tanyanya. Gaby mengangguk. “Kata dokter bagaimana?” “Belum boleh pulang,” jawab Risa. Akhirnya merogoh tasnya. mengambil cokelat. Semuanya ia berikan pada Risa. “Untuk kamu. Jangan sedih ya, nanti kalau sudah sembuh pasti boleh pulang pak dokter.” Risa mengangguk. “Terima kasih aunty.” Gaby merogoh ponselnya ketika berbunyi. Melihat kontak siapa yang muncul di layar ponselnya. “Risa kangen papa…” lirih bocah itu. Gaby menatap Risa. Hanya tersenyum dan mengusap puncak kepala bocah itu. “Aunty angkat telepon dulu.” Gaby mengangkat teleponnya sebentar. D
Pagi sekali, Gaby bangun dan menyiapkan sarapan. Ia akan pergi ke rumah Damian. Mengejutkan pria itu dengan membawa masakannya. Gaby pergi ke rumah Damian dengan ceria. “Diganti atau tidak?” Gaby bertanya-tanya. Terakhir kali pasword apartemen Damian itu adalah ulang tahunnya, semoga tidak diganti. Setelah menekan tombol sesuai dengan angka kelahirannya. Gaby masuk ke dalam. Semuanya sepi. Gelap. Akhirnya Gaby menyibak tirai. Namun alangkah terkejutnya, yang ditemukan adalah pakaian wanita yang berserakan… Gaby menatap ke arah pintu. Di sana, di rak ada sepatu dengan hak tinggi. Gaby berjalan ke arah pintu kamar Damian. Tepat di depan pintu, ia melihat pakaian dalam yang berserakan. Gaby terdiam di tempat. Tubuhnya terasa lemas di tempat. Jantungnya berdegup dengan kencang. Keringat dingin membanjiri keningnya. Tolong, beritahu Gaby bahwa semua ini adalah mimpi. Menyergap perselingkuhan tidak ada dalam list keinginannya. Tangan Gaby terulur menyentuh pintu. Namun
Tamparan Gaby yang kuat membuat wanita itu sampai tersungkur ke lantai. Bahkan sudut bibir wanita itu sampai sobek. “Cukup babe..” Damian mengusap bahu Gaby pelan. “Cukup ya sayang..” Gaby menghempaskan tangan Damian yang berada di bahunya. “Tidak ada sayang-sayangan!” teriak Gaby. “Aku membencimu!” Damian menghela nafas. “Kau pergi!” tunjuknya pada wanita itu. Gaby merogoh dompetnya. Kemudian mendekati wanita itu. “Jalang kan?” tanyanya lagi. Wanita itu mengepalkan tangannya. “Ini untukmu!” menaruh gepokan uang merah itu ke dalam dada wanita itu. Setelah wanita itu pergi. Gaby mengacak rambutnya kasar. “Sayang aku bisa jelaskan..” Damian memohon dengan berusaha meraih tangan Gaby. “JELASKAN APA? JELASKAN KALAU KAU TIDUR DENGAN WANITA ITU? KAU TERNYATA YANG BERSELINGKUH DI BELAKANGKU!” teriak Gaby. Ia menggulung lengan kemejanya. “Mau aku pukul?” tanyanya. Damian menatap Gaby tajam. “Mau saling pukul?” pria itu kembali bertanya. “Kamu mau memukulku?”
Tamparan itu. Gaby mengusap pipinya yang memanas akibat tamparan dari Damian. “Gaby ak-aku..” Damian panik setelah menampar pipi Gaby. “Aku tidak sengaja sayang..” Damian mendekat dan tangannya meraih pipi Gaby pelan. “Maaf, Gab. Aku kelepasan…” lirih Damian dengan lembut. Tidak. Gaby tidak akan luluh begitu saja. Gaby menyingkirkan tangan Damian. Plak! Tamparan itu berkali-kali lipat. Gaby berkacak pinggang. “Mau lagi? katanya ingin saling memukul?” “Ayo lakukan saja….” Gaby menggulugn lengan kemejanya. “Tidak Gab..” Damian menggeleng. “Jangan seperti ini. aku mohon maafkan aku..” Gaby menatap pipi Damian yang memerah. Puas sekali…“Itu akibatnya kalau kau berani main tangan denganku.” “Satu tamparan… akan aku balas rasa sakitnya berkali-kali lipat.” Gaby tidak bisa menjelaskan perasaannya saat ini. Yang pasti jijik. Jijik dengan Damian karena ia kira pria itu baik. Pria yang tidak akan pernah menyelingkuhinya. Damian mengambil tangan Gaby. “Maafkan aku.. aku janji ti
“Aku perlu bicara denganmu,” ucap Gaby pada Damian. Damian mengangguk. kemudian mendekat dan memeluk Gaby. “Sebentar ya..” lirihnya. “Kita baikan dulu karena kita sudah di rumah orang tua kamu. nanti kamu boleh mengomel lagi.” Bulu kuduk Gaby serasa berdiri. Kenapa pria ini begitu pintar memainkan sandiwara. Bagaimana pria itu bersikap baik-baik saja seolah tidak terjadi apapun. Gaby masih diam. “Jangan buat orang tuamu khawatir dengan pertengkaran kita,” lirih Damian tepat di samping kepala Gaby. Gaby tersenyum miring. “Kau takut aku memberitahu kelakuanmu pada mereka?” tanya Gaby. Damian melepaskan pelukannya. Ia mengusap pipi Gaby pelan. “Sudahlah sayang..” ucapnya dengan lembut. “Aku minta maaf, oke?” “Aku janji tidak akan mengabaikan kamu lagi. aku hanya sibuk bekerja, nanti aku akan meluangkan lebih banyak waktu lagi untuk bersamamu.” Damian tersenyum lembut. Aluna menggeleng pelan. “Bicara saja kalian berdua.” Kemudian memilih untuk menyingkir dan me