“Jangan dipikirkan. Yang pasti aku akan melindungi kalian.” Ethan tersenyum. Mengusap pipi Aluna menggunakan jempol tangannya. Aluna menunduk. Menyandarakan dagunya di dada Ethan. “Tapi bagaimana kalau aku berusaha membuat mereka luluh?” Ethan menyipitkan mata tidak suka. Apalagi rahangnya mengeras. Bukannya marah, hanya tidak suka. “Jangan membantahku..” Ethan memutar balikkan posisinya hingga sekarang Aluna di bawahnya. “Kamu marah?” Aluna mengerucutkan bibirnya. “Jangan marah. Aku hanya ingin membantu..” “Membantu apa hm? Diam saja tidak usa melakukan apapun.” Ethan membuat Aluna terdiam dengan mengecup bibir wanita itu. “Jangan melanggar perintahku.” Mengusap dahi Aluna yang sedikit berkeringat. “Mengerti?” suara Ethan terdengar rendah namun penuh penekanan. Aluna mengangguk pasrah. Ia tidak bisa melawan Ethan saat sudah mode arogan dan dominan seperti ini. Besok saja dirayu, kalau bisa. “Apa yang kamu pikirkan?” Ethan menatap curiga Aluna yang tiba-tiba mel
BYUUUR ETHAN ITU GILA. ETHAN ITU RADA STRESS! Umpat Aluna setelah mereka berada di dalam air yang dingin. “Ethan fuck you!” “Aku membencimu!” Meskipun begitu kesal, Aluna tidak bisa melepaskan pegangannya di bahu Ethan. Karena ia tidak bisa berenang! Tahu kan masa lalunya seperti apa? Ia bahkan hampir tenggelam. Ethan tertawa. “Aku juga mencintaimu babe.” Jarak dari balkon kamar mereka ke kolam sekitar 3,5 meter. Dengan entengnya Ethan membuka pagar yang ternyata bisa di bongkar pasang. Aluna yang masih terkejut—dimanfaatkan oleh Ethan dengan merengkuh pinggangnya guna terjun ke kolam bersamaan. Aluna mengusap wajahnya kasar. Ia benar-benar kesal sampai rasanya ingin menangis. “Jangan menangis hei-hei..” Ethan yang panik melihat Aluna menutup wajahnya. Lalu terdengar isakan tangis dari wanita itu. “Maaf..maaf..” Ethan mengusap pipi Aluna. Ia membawa tubuh mereka ke tepi. “Maaf Aluna..” lirih Ethan yang merasa bersalah. Baru kali ini menjahili Aluna sam
Aluna berjinjit dan memasangkan dasi di leher Ethan. “Haruskaha aku ikut bekerja?” “Tidak.” Ethan menatap cermin. Menatap penampilannya apakah sudah sempurna atau belum. Aluna menghela nafas. kemudian berputar dan menaruh jas itu di bahu Ethan. “Kamu sudah tampan…” ucapnya menggeleng. Dasar narsis! Ethan yang menyugar rambut di hadapan cermin. Pria itu nampak memandang diri sendiri untuk beberapa lama. “Kau tampan, kau cerdas dan kau punya segalanya…” lirih Ethan menatap diri sendiri. Aluna tersenyum sambil menggeleng. Sudah tidak heran lagi. “Sudah?” tanya Aluna. Ethan mengangguk. Aluna memandang Ethan. Sedikit merasa bersalah. Karena Ethan yang memilih dirinya, Ethan harus mundur dari jabatan wakil presdir. Ethan yang hampir seumur hidupnya dipersiapkan menjadi pemimpin Winston, sekarang harus mundur dari perusahaan itu. “Kamu mikir apa?” tanya Ethan menangkup wajah Aluna. “Jangan berpikir macam-macam.” “Aku hanya berdoa, agar hari ini kamu lancar. Kamu
“Mama!”Teriak Gio yang berlari ke arah Aluna dan Margaret berada. Aluna tersenyum. Namun ia berusaha menyembunyikan Gio di belakangnya. “Halo?” Margaret melambaikan tangannya pada Gio. Gio mengintip dari tubuh Aluna. “Hai…” lirihnya. “Mau mainan?” tanya Margaret dengan wajah yang cerah. Gio menatap Aluna dengan ragu. Aluna tersenyum pada Margaret. “Maaf tante. Gio sudah memiliki banyak mainan…” Margaret berdecak sinis. “Aku hanya ingin memberinya hadiah.” Beberapa detik kemudian. Beberapa pria datang—Aluna melotot dan semakin waspada. Ternyata pria itu adalah bodyguard dengan paakaian serba hitam dan tampang yang menyeramkan. Tapi mereka membawa paper bag banyak sekali. Dan salah satu dari mereka membawa satu boneka berwarna pink yang begitu besar. “Mama beruangnya berwarna pink!” Gio menunjuk boneka tersebut.“Itu bukan beruang Gio. Itu hello kitty..” Aluna mengerjap. bagaimana anaknya yang pintar ini tidak bisa membedakan mana beruang dan mana hello kitty. “Oh.. hello k
Siapa yang sangka jika bocah laki-laki yang tidak diinginkannya, malah membuatnya jatuh cinta. Margaret yang awalnya tidak ingin melihat Gio. Kini malah begitu sayang dengan cucunya. Hanya dengan melihat kedua bola mata bocah laki-laki itu membuatnya langsung luluh. Apalagi dengan ketulusan dan didikan Aluna, membuat bocah itu nampak begitu pintar dan sopan. “Ya? Sayang.” Margaret menunduk ketika Gio memanggilnya. “Nenek sayang Gio?” tanya Margaret. Margaret mengangguk. “Tentu saja. kamu cucu nenek yang paling tampan dan pintar,” jawabnya tanpa berpikir lebi dahulu. “Nenek sayang juga pada mama ya…” Gio mendekat. “Karena Gio sangat sayang mama…” lirihnya. Margaret terdiam sebentar sebelum tersenyum dengan canggung. Jujur karena ia tidak bisa menerima Aluna. Aluna yang menurutnya jauh dari standar menantu idamannya. “Gio..” peringat Aluna. Gio menoleh ke belakang dan kembali menatap neneknya. “Gio ingin melihat mama dan papa bahagia.” Ucapan sederhana bocah it
“Aku harus memberitahu Mama agar tidak mengganggu kalian.” “Tidak perlu!” Aluna menggeleng.“Sepertinya mama kamu memang tulus. Dia terlihat bahagia ketika bertemu dengan Gio..” lirih Aluna. “Bagaimana dengan kamu?” tanya Ethan. “Apa kamu nyaman bertemu dengannya? jangan memikirkan orang lain dulu jika kamu tidak nyaman.” “Aku tahu kamu masih takut dengan Mamaku setelah kejadian itu.” Ethan mengusap helaian rambut Aluna. “Aku tidak takut. Hanya…” Aluna menatap lurus. “Belum bisa melupakan kejadian itu. Tapi its oke. Aku tidak ingin terus berlarut dalam masa lalu.” “Tidak usah beritahu mama kamu. biar saja kalau ingin bertemu dengan Gio. Lagipula tidak akan setiap hari ke sini.” Ethan mengangguk pasrah. Ia mendekat dan merengkuh tubuh Aluna. Terdengar helaan nafas berat dari pria itu. “Bagaimana dengan hari ini? Kamu berhasil meyakinkan investor?” tanya Aluna. “Sulit.” Ethan menyandarkan wajahnya di ceruk leher Aluna. “Aku hanya mendapatkan satu investor saja.” Ethan mengusap
“Gio….” Panggil seseorang yang baru saja masuk ke dalam rumah. Margaret masuk ke dalam rumah anaknya santai. Bukannya menanyakan Ethan, tapi langsung menanyakan langsung cucunya. Hanya beberapa hari saja tidak melihat cucunya membuatnya rindu. Setelah menyelesaikan kegiatan arisannya di luar negeri, Margaret buru-buru datang ke rumah anaknya hanya untuk menemui cucunya. Aluna menatap Margaret yang sudah berada di ruang tamu. “Di mana Gio?” tanya Margaret. “Jangan halangi aku bertemu cucuku.” Dengan mata yang menyipit sinis. “Gio sedang bermain di belakang.” Aluna menunjuk taman belakang rumah. “Baiklah.” Margaret melewati Aluna begitu saja. Aluna mengerjap. Apa mungkin ini saatnya mencari perhatian calon ibu mertuanya itu? Aluna mengangguk. Ia pergi ke dapur. Katanya, ibu mertua itu suka menantu yang bisa memasak. Jadi ia akan membuat kue untuk camilan Gio dan Margaret yang sedang bermain di belakang. Berbekal resep di youtube, Aluna nekat akan membuat browni
Akhirnya selesai juga. Brownis banyak untuk orang yang ada di rumah. Pelayan yang bekerja di rumah Ethan begitu senang mencicip brownis. Tidak lupa satpam yang berjaga di depan juga. Mereka berterima kasih dengan wajah yang sumringah. Rasanya lega sekaligus senang bisa membuat orang lain bahagia. Aluna duduk di sofa ruang tamu. Begitupun dengan Margaret. Mereka berdua terlihat begitu lelah. “Meskipun melelahkan, tapi ini seru. Aku sudah lama tidak membuat kue sebanyak itu,” ujar Margaret mengambil kue buatan mereka berdua. “Ehm..” Margaret mengangguk. “Rasanya biasa seperti yang aku buat, selalu enak.” Aluna tertawa pelan sambil mengangguk. “Benar. Rasanya memang enak.” “MAMA NENEK!” Gio turun bersama pelayan yang menjaganya. “Mama dan nenek membuat banyak kue?” tanya Gio dengan polos. Aluna mengangguk. “Duduklah dan makan.” Gio patuh dan memakan kue dengan lahap. “Mama Gio mau main mobil…” Gio sudah pergi mengambil mainannya dengan tangan yang masih meng
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
GUYS INI CHAPTER TERAKHIR. SEMOGA SUKA YA... Aiden memutuskan untuk pergi langsung tanpa sarapan. ia pergi ke parkiran yang terletak di samping. Di sanalah motornya tersimpan… Namun ia berhenti ketika melihat ayahnya yang berada di samping motornya. “Kenapa dad di sana?” tanya Aiden mengernyit. “Dad ingin membuang motorku?” tanya Aiden lagi. Gio menghela napas. Kemudian tangannya terulur mengusap motor Aiden pelan. “Warnanya bagus… helmnya juga cocok.” Gio tersenyum. “Kamu membelinya dengan uang kamu sendiri ya?” kemudian mengangguk. “Motornya bagus.” Aiden mengernyit. Kemudian mendekat. “Apa yang terjadi dengan Dad?” Gio mengusap pelan bahu anaknya. “Dad minta maaf, Dad tidak tahu kalau Dad bersalah pada kamu. Dad sering mengabaikan kamu. Dad menganggap enteng acara penting kamu. Dad terlalu sibuk bekerja sampai tidak memperhatikan kamu…” “Dad juga lupa kalau semua anak pasti melakukan kesalahan…” Gio tersenyum. “Dad seharusnya memuji kamu daripada
“Puas membuat kawatir orang tua? Puas bermain-main dengan acara penting?” tanya Gio pada Aiden. Aiden berhenti. pada langkah yang ketiga di tangga. Laki-laki itu berhenti dan menghadap ayahnya. “Bagaimana rasanya?” tanya Aiden sembari tersenyum. “Kalian tidak pernah datang ke acara pentingku. Jadi aku ingin melakukannya juga…” “Bagaimana rasanya?” tanyanya. “Aiden!” Gio memijit keningnya yang terasa pusing. “Kami melakukannya karena ada alasannya.” “Aku juga punya alasan untuk tidak datang ke acara itu.” Aiden memutar tubuhnya. berjalan—sampai Gio memanggilnya lagi. “Acara balapan yang kamu maksud?” tanyanya. “Balapan tidak jelas seperti itu? jika ingin balapan di sirkuit bukan di jalan raya. Kamu membahayakan orang lain. kamu juga membahayakan diri kamu sendiri.” “Aiden kamu jangan melakukan hal seperti ini lagi ya..” Agatha menatap putranya. “Mom dan Dad tidak akan melakukan hal seperti dulu lagi.” “Kalau kamu mau balapan, kamu bisa mengajak kamu ke sir
Di sinilah… Raini pergi ke atap gedung. Sendirian di tengah gelap yang hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang bersinar dengan terang. Raini membiarkan rambutnya tertiup angin ke sana ke mari. Kedua tangannya bersandar pada dinding pembatas. Tempatnya memang di sini. Jelas dirinya dan Aiden sangat berbeda. Aiden memang lebih cocok dengan perempuan bernama Talia itu. Tadi, Raini melihat mereka dari kejauhan. Talia pasti dari keluarga yang memiliki perusahaan besar juga. Mereka memang cocok. Lantas… Kenapa hatinya sedikit tidak rela ya? Apa mungkin ia tidak rela jika Aiden bersama perempuan lain? Tidak! Sampai kapanpun Raini tidak boleh mendambakan apa yang tidak boleh didambakan. Tempatnya di sini… Menyingkir lalu tidak terlihat oleh siapapun. “Jadi seperti ini ya pemandangan kota dari atas gedung tinggi..” Raini tersenyum pelan. “Maklum orang kampung…” Raini menggeleng pelan. “Ternyata sangat bagus. pantas saja banyak orang kampung yang berbondong-b
Seorang pemuda dengan setelan kemeja dan jas rapi baru saja turun dari mobil. Langkahnya mantap—kemudian disusul oleh perempuan yang berada di belakangnya. Perempuan cantik yang menggunakan dress berwarna putih. Nampak sangat cantik dengan rambut panjang yang digerai… Aiden menyodorkan lengannya. Raini tersenyum manis dan menggandeng tangan Aiden. Tahukah permintaan Aiden? Ya, membawa Raini untuk pergi ke pesta bersamanya. Lantas, Raini harus menuruti permintaan lelaki itu jika ingin lelaki itu hadir di pesta. Raini tidak pernah berhadapan dengan orang segila Aiden. Tapi mari imbangi kegilaan Raini. Bersikap seperti apa kemuan Aiden saja. Raini berjalan dengan hati-hati. di luar ternyata banyak sekali kamera wartawan yang menyorot dirinya. Pasti mereka akan membuat berita dan bertanya-tanya tentang identitasnya. Raini bersumpah… Pasti setelah ini, kehidupan sekolahnya kian rumit. Pasti akan muncul rumor aneh tentan dirinya dan Aiden. Aiden dan Raini b
“Dia di mana?” Agatha berkacak pinggang sembari mondar-mandir. Ia sudah berdandan rapi namun Aiden malah belum pulang… Gio menggenggam tangan Agatha. “Kali ini aku tidak bisa mentolerir perbuatannya..” “Tunggu sebentar. dia pasti pulang.” Agatha mengeluarkan ponselnya.. Melakukan panggilan berkali-kali namun satupun tidak dijawab. “Ayo kita berangkat..” nampak wajah Gio begitu dingin. Hanya berjalan beberapa langkah saja.. “Bagaimana kalau kita menunggu sedikit lebih lama..” Agatha mendongak. “Aku yakin dia akan segera pulang.” Gio menatap jam tangannya. “Kalaupun pulang dia butuh berganti pakaian segala macam. Kita tidak ada waktu sayang.” Agatha akhirnya mengangguk. menyetujui untuk berangkat. Akhirnya dengan berat hati Agatha dan Gio berangkat tanpa anak mereka. Entah, Gio tidak mau tahu keberadaan anaknya. Di sisi lain, Raini yang melihat mereka merasa ini tidak benar. Ia harus mencari Aiden dan membuat laki-laki itu datang ke pesta ulang tahun Winston.
Raini menjadi semakin panik ketika tubuh mereka terasa benar-benar menempel. “Cepat ambil,” lirih Raini. Aiden tersenyum. menunduk dan mendekatkan bibirnya pada telinga kanan perempuan itu. “Cepat ambil, aku tidak akan melihatmu,” ucap Raini. “Lantas kenapa wajahmu memerah seperti itu?” Raini mengerjap karena kesal akhirnya ia berbalik—namun kakinya tidak bisa berpijak dengan benar alhasil… Braak! Raini memejamkan mata—bersiap menerima kerasnya lantai. Tapi yang ia dapatkan adalah pelukan dari tangan seseorang. Raini membuka mata—wajah Aiden yang sudah begitu dekat di hadapannya. Kenapa… Jantungnya berdetak sangat cepat. Juga, suhu tubuhnya yang tiba-tiba memanas sampai membuat pipinya begitu panas seperti terbakar. Raini baru menyadari jika Aiden masih bertelanjang dada… “Bu-bu buahnya jatuh!” Raini melepaskan diri dari Aiden. Buru-buru mengambil buah itu dengan cepat. “Aku tidak makan buah yang sudah jatuh.” Aiden mengamati Raini yang begitu gugup memungut
“Apa aunty tahu kau menggunakan motor ke sekolah?” tanya Raini yang baru memarkirkan sepeda listriknya di halaman mansion. Aiden melepas helmnya. Pertama kalinya ia membawa motornya ke rumah. “Belum.” Aiden menggeleng. “Sekarang akan tahu.” Raini mendekati Aiden. “Bukankah bahaya?” tanyanya. “Kau belum memiliki sim juga.” “Bukan urusanmu.” Aiden menyipitkan mata. Aiden pergi begitu saja ke dalam mansion. Meninggalkan Raini yang ngomel-ngomel. Aiden pergi ke dalam rumah. disambut oleh ibunya yang selalu berada di rumah menunggunya pulang. “Kamu sudah pulang..” Agatha mendekat. “Di luar itu motor kamu?” tanya Agatha. Aiden mengangguk. Agatha berhenti sejenak. “Mom marah?” tanya Aiden. Agahta menggeleng. “Itu hobi baru kamu kan?” Agatha mengusap pelan bahu Aiden. “Asalkan kamu menaikinya dengan hati-hati, jangan sampai terluka. Mom tidak masalah.” “Mom dulu juga bisa tahu naik motor. Tapi sekarang lupa caranya..” Agatha terkekeh pelan. “Mom bisa?” Agatha men