"Tidak, Dad," sangkal Sacha. "Hanya penasaran saja pada penggemar Keyna."Keyna melirik seraya memberengutkan wajah. Sacha memberi kode dengan mengedipkan satu matanya. Terpaksa, Keyna hanya menyeringai sambil menatap sang suami.“Dari kejauhan tadi, aku lihat kalian bercakap-cakap dengan Hanson. Apa dia mengenalimu sebagai putriku?” tanya William pada Sacha.“Entahlah. Sepertinya Hanson tidak terlalu sadar,” jawab Sacha."By the way, jangan lama-lama di restoran, ya. Aku banyak tugas," ucap Keyna yang hendak mengalihkan perbincangan tentang Hanson."Apa Hanson mempersulitmu, Baby?"Bukannya teralih, William malah mengaitkan tugasnya dengan sang dosen. Tentu saja begitu. Bukankah yang memberinya tugas adalah Hanson?"Tidak, sayang. Aku kan izin selama seminggu, jadi tugasnya cukup banyak.""Mau aku bantu, Key?""Bantu doa kan?" Keyna mencibir."Iyalah. Aku kan tidak mengerti pelajaran anak kuliahan," kilah Sacha sambil terkekeh.Dari ketiga putra-putri William, hanya Frederix lah yang
Sarapan pagi ini, sedikit santai. Keluarga Dalton tidak harus terburu beraktifitas. Mereka makan sambil mengobrol santai.“Daddy mengundang Hanson untuk datang ke mansion. Kalian bersiap saja. Terutama kamu, Baby,” ucap William.“Kenapa denganku?” tanya Keyna heran.“Jika Hanson datang dan melihatmu di sini, apa yang akan kamu katakan pada dosenmu itu?”“Aku sembunyi saja di kamar,” jawab Keyna santai.“Seperti pencuri saja,” kekeh Louis.“Aku tidak mau menyembunyikan wanita di mansion ini,” tukas William.“Gampang, Dad. Bilang saja Keyna sedang menginap bersamaku. Hanson kan tau kami bersahabat.”Keyna spontan mengacungkan jempolnya pada Sacha. William menggeleng samar. Padahal niatnya ingin agar Keyna mengungkap statusnya di depan Hanson.William lalu bercerita, bahwa ia telah menganggap Hanson sebagai adiknya sendiri. Itu sebabnya Hanson selalu memanggilnya Kakak. Selama ini ia selalu mengelak jika dosen itu ingin berkunjung.Keluarga Dalton akhirnya sepakat. Mereka akan tetap meny
Keyna belajar lebih keras. Ia jadi fokus pada materi kuliah karena cuti praktek. Wanita itu memiliki jadwal belajar di ruang perpustakaan. Saat ia berada di dalam sana, tidak ada yang berani mengganggu, termasuk William.Setelah selesai kuliah, Keyna akan mendatangi meja dosennya. Banyak bertanya tentang gejala yang dialami William. Tentu saja tanpa memberitahukan bahwa apa yang ia tanyakan ada hubungannya dengan orang yang disayanginya.“Cukup dulu belajarnya, Keyna. Saya ada praktek malam ini,” ucap Hanson sambil membereskan mejanya.“Baik, Prof. Terima kasih atas waktunya.” Keyna pun membereskan buku-buku serta buku catatannya.Hanson memperhatikan sang mahasiswi. Ia senang mengajar Keyna. Selain cantik, wanita itu sangat bersemangat dalam belajar dan cepat tanggap. Ia yakin, suatu saat Keyna akan menjadi dokter jantung yang handal.“Kamu dijemput Sacha lagi?” tanya Hanson.“Tidak. Sacha ada pemotretan sore ini.”“Oh begitu. Aku baru sadar ternyata Sacha anak Kak William.”Mereka b
Sacha berjalan santai sepanjang koridor rumah sakit. Pengawal menyamar menemaninya di depan dan belakang. Model kenamaan itu pun berusaha tampil casual agak tidak menyolok. Celana jeans, kemeja putih gombrong, sepatu cantik berhak setinggi lima senti serta topi basaball. Semoga saja tidak ada yang mengenalinya di rumah sakit ini.Rumah sakit ini pemerintah ini lebih besar dai rumah sakit William. Fasilitasnya lebih banyak. Sacha sempat melihat pengumuman di dinding tentang deretan prestasi-prestasi yang telah dicapai oleh dokter ataupun management rumah sakit yang telah berdiri selama puluhan tahun itu.Wanita cantik itu mengembuskan napas panjang saat membaca pesan pada telepon genggamnya. Hanson baru saja mengabari bahwa ia akan terlambat. Sacha memutuskan pergi ke sebuah kafe untuk menunggu.Kafe itu ternyata sangat penuh. Hanya ada satu kursi kosong. Sacha akhirnya menghampiri meja di sana. Seorang lelaki duduk membelakanginya.“Maaf, boleh saya duduk di sini? Tempat yang lain sud
"Cha," panggil Hanson. "Sacha! Lihat apa, sih?" Sacha termangu sampai menatap sosok itu hingga menghilang di persimpangan lorong dan tidak sadar Hanson memanggilnya."Eh, iya. Kenapa?" Sacha bertanya gugup."Lihat apa? Hantu? Sampai terpana begitu?""Mana ada lihat hantu terpana? Yang ada ketakutan dong," kilah Sacha."Asal kamu tau, rumah sakit ini memang banyak hantunya. Maklum rumah sakit tua.""Hiiyy." Spontan Sacha berdiri dan merapatkan tubuh pada Hanson yang langsung tergelak."Jahat!" Sacha mendengus kesal."Duh, duh jangan ngambek anak cantik. Ayo kita ke ruang Martha. Kamu sudah ditunggu."Sacha mengangguk. Wanita cantik itu mengikuti Hanson. Keduanya masuk ke dalam ruang Dokter Martha."Martha, kenalkan ini keponakanku, Sacha."Sesaat Sacha mengangkat alisnya saat Hanson mengatakan bahwa dirinya adalah keponakan. Pasti karena Hanson menganggap William adalah Kakaknya. Martha dan Sacha saling berjabatan dan menyapa dengan menyebut nama masing-masing."Aku tinggalkan kalian b
Sebelum tidur, Keyna menceritakan pertemuan Sacha dengan Hanson pada suaminya. William tidak banyak berkomentar. Namun dalam hati, ia jadi menyangsikan kelanjutan perjodohan ini."Jadi, perilaku Hanson memang seperti itu pada wanita?""Yaa ... tidak semua wanita. Hanya beberapa saja yang mendapat kontak fisik darinya. Tetapi, Sacha terlihat tidak nyaman dengan perilaku itu.""Kenapa tidak nyaman? Mereka kan bukan sepasang kekasih.""Aku juga bilang begitu. Tetap saja Sacha merasa kurang sreg.""Ya sudah. Mungkin pertemuan selanjutnya akan lebih baik. Tampaknya Hanson memang cukup sibuk saat Sacha ke rumah sakit.""Tetapi, masalahnya lagi Prof. Hanson juga hanya menganggap Sacha sebagai keponakan, Will.""Itu mungkin salah satu yang membuat Hanson sungkan untuk mendekati Sacha."Keyna mengangguk. Walaupun dalam hatinya, ia ragu. Apalagi ada sosok lain yang menurut Sacha lebih menarik dibanding Hanson. Sosok yang masih misterius itu."Oh ya, bagaimana perbincanganmu dengan Frederix?""I
Keyna sedang berjalan menuju taman mansion saat seseorang menyapanya. Ia membatu di tempat. Terkejut oleh suara yang ia kenali itu.Perlahan Keyna membalik tubuh. Ia tidak sedang bermimpi. Hanson berdiri di hadapannya dengan senyum di bibir, namun mata menyiratkan tanda tanya.“Oh, Prof. Hanson,” sapa Keyna salah tingkah.“Hai. Kamu di sini juga?”“I-iya.” Keyna semakin gugup. “Prof. mau bertemu dengan Will maksud saya Tuan William?”“Sebenarnya tidak. Aku ingin bertemu Sacha.” Hanson menunjukkan rangkaian bunga cantik di tangannya.Tak lama kemudian, langkah-langkah kaki terdengar datang mendekat. Mereka memandang arah suara. Sacha sedang berjalan menghampiri mereka.“Bastian bilang ada tamu untukku,” ucap Sacha.“Hai. Aku yang datang.” Hanson menatap Sacha.Lelaki tampan itu lalu memberikan rangkaian bunga pada Sacha. Bunga tersebut terdiri dari bunga mawar merah, baby breath, sebuah boneka Teddy kecil yang memegang hati berwarna merah serta coklat. Sacha menerimanya dengan suka hat
Sacha mengembuskan napas panjang. Dulu, ia adalah wanita sombong yang tidak akan mengalah pada teman kencan. Tetapi, sedikit demi sedikit, rasa kemanusiaannya bertambah semenjak mengenal Keyna.Jadi, saat ini ia harus bersabar. Hanson adalah seorang dokter favorit yang kerap kali dicari dan dikagumi. Wajar jika kontribusinya sangat diperlukan.“Kamu mau menunggu di kafe saja,” tawar Hanson saat mobilnya telah memasuki area parkir khusus dokter di rumah sakit.“Apa kamu akan lama?”“Tidak. Hanya kunjungan ke ruang perawatan. Pasiennya mengamuk dan tidak mau minum obat yang disiapkan suster.”“Kamu mengurusi hal seperti itu juga?” Sacha mengerutkan kening tidak mengerti. Ia berpikir keadaan darurat itu seperti seseorang dengan gejala gagal jantung atau gagal bernapas seperti yang pernah dialami sang Daddy.“Pasiennya ingin aku mengunjungi dan memberikan obat tersebut.”Sacha ki