Sacha mengembuskan napas panjang. Dulu, ia adalah wanita sombong yang tidak akan mengalah pada teman kencan. Tetapi, sedikit demi sedikit, rasa kemanusiaannya bertambah semenjak mengenal Keyna.Jadi, saat ini ia harus bersabar. Hanson adalah seorang dokter favorit yang kerap kali dicari dan dikagumi. Wajar jika kontribusinya sangat diperlukan.“Kamu mau menunggu di kafe saja,” tawar Hanson saat mobilnya telah memasuki area parkir khusus dokter di rumah sakit.“Apa kamu akan lama?”“Tidak. Hanya kunjungan ke ruang perawatan. Pasiennya mengamuk dan tidak mau minum obat yang disiapkan suster.”“Kamu mengurusi hal seperti itu juga?” Sacha mengerutkan kening tidak mengerti. Ia berpikir keadaan darurat itu seperti seseorang dengan gejala gagal jantung atau gagal bernapas seperti yang pernah dialami sang Daddy.“Pasiennya ingin aku mengunjungi dan memberikan obat tersebut.”Sacha ki
Hanson bergegas menuju foyer. Sacha mengamati lelaki yang tiba-tiba berwajah tegang itu. Setelah mendekat, wanita cantik itu memberikan senyum.“Bagaimana? Ketemu kan toiletnya?” tanya Sacha.“Ketemu. Tetapi, saat akan kembali, aku salah belok hingga sempat tersasar.”“Oh ya? Itu sebabnya kamu terlihat terburu-buru?”“Iya. Takut kamu menunggu lama.”Sacha terkekeh. “Mansion Daddy ini memang besar sekali, banyak orang yang baru pertama kali datang tersasar di dalam.”“Iya.”“Lain kali akan aku berikan tour keliling mansion.”Hanson mengangguk. Sekarang, ia justru ingin cepat-cepat keluar. Ia tidak ingn bertemu dengan William atau Keyna.“Aku pamit, ya.”“Kamu mau bertemu Daddy dulu?”“Tidak. Aku tidak mau mengganggu kesenangannya malam ini,” sindir Hanson yang tentu saja tidak dimengerti oleh Sacha.“Baiklah.”“Titip salam saja untuk kakak angkatku. Terima kasih untuk malam ini. Maaf, jika tidak sesuai rencana.”Sacha mengangguk. Tertegun sejenak saat Hanson mencium kedua pipinya. Lalu
Saat sarapan, Keyna kembali mengulang cerita tentang perilaku Hanson kepada Sacha dan Louis. Kedua putra dan putri William pun tidak terima ibu sambung mereka diperlakukan tidak adil. Terutama Louis."Dad, hari ini aku saja yang jemput Keyna," tegas Louis.“Kenapa?” tanya William.“Aku mau memberikan tatapan membunuh untuk adik angkat Daddy itu.”William mendengus mendengar pernyataan putra bungsunya, lalu menoleh pada sang istri. “Bagaimana, Baby? Kamu pulang bersama Louis?”Keyna mengangguk singkat. “OK.”"Aku mau ajak Hanson kencan lagi. Terus nanti aku mau bikin drama biar ia juga kesal,” cetus Sacha.Sacha dan Louis saling membuat rencana. Mereka menyebutnya sebagai misi balas dendam. William hanya tersenyum dan mengelus kepala sang istri. Menunjukkan pada Keyna bahwa apa pun yang terjadi, keluarga Dalton akan tetap mendukungnya.Lalu, William menggeleng mendengar antusias Sacha dan Louis saat membicarakan ide mereka yang penuh dengan kejahilan. Namun, ia merasa bahagia juga putr
Tawa Hanson meledak. Selama beberapa saat Keyna membiarkan lelaki tampan di hadapannya mencemooh dirinya. Kemudian, tawa Hanson mendadak berhenti melihat wanita di depannya menatap dengan tajam."Kamu berhalusinasi kan? Seorang Keyna bisa menjadi istri bilioner terkemuka dunia?" Hanson mendengus geli."Jangan terlalu percaya diri, walaupun saat ini memang sedang dekat dengan keluarga Dalton sehingga mungkin kamu berharap demikian.""Ck ck ck ... Keyna, Keyna. Aku tau siapa kakak angkatku. Lelaki yang tidak mudah jatuh cinta pada wanita. Bahkan mendiang istri cantiknya yang telah memberi tiga orang anak rupawan pun tidak mampu membuat William mencintainya.""Aku yakin kamu saat ini hanya merasa menang karena bisa membawanya ke ranjang," imbuh Hanson tetap dengan nada tidak percaya.Wajah Keyna memerah hingga ke telinga. Wanita itu segera berdiri. Masih dengan tatapan tajam kepada sang dosen."Jika tidak ada lagi yang ingin Anda sampaikan tentang akademis, saya permisi!"Keyna membantin
“Aku mau mandi dulu, Will,” rengek Keyna.William menatap istrinya. Tangannya menggenggam tangan Keyna. “Ya sudah.”Sebelum keluar dari kamar Sacha, William tiba-tiba berhenti karena mengingat sesuatu. Lelaki itu membalik kembali tubuhnya dan menatap sang putra bungsu.“Lou.”“Ya, Dad.”“Saat tiba di mansion, kepala polisi menelepon Daddy. Beliau mengatakan kamu mengebut di jalan dengan iringan banyak pengawal hingga menyebabkan kemacetan yang cukup parah. Ada apa?”Mata Louis mengerjap-ngerjap dengan sering. Ia melirik Keyna untuk meminta bantuan. Namun, sama seperti Louis, Keyna pun terlihat bingung menjawab. Tetapi, kepalang basah, William pasti akan mengetahui alasannya juga.“Iya, Dad. Lou tadi memang ngebut di jalan,” aku Louis.“Kamu pikir jalanan itu sirkuit nenek moyangmu? Jangan kamu ulangi lagi! Lagipula kamu bersama Keyna saat mengebut tadi kan?” William berkata dengan nada tinggi.“Itu … itu aku yang minta, Will. Jangan marah pada Louis.” Keyna menenangkan William.Kini,
Pagi ini, Keyna sudah aktif kembali bekerja sebagai dokter residen. Ternyata cuti satu bulan membuatnya rindu menangani pasien. Tetapi, ia juga merasa sedih karena tidak ada Frederix yang akan menemaninya makan siang.Mendengar keluh kesah sang istri, William berinisiatif menelepon putra sulungnya. Satu kali tidak ada jawaban. Hingga tiga kali, Frederix masih juga belum menjawab.“Pasti masih sibuk kerja, Dad. Perbedaan waktu kita dengan negara Kak Fred kan lima jam lebih cepat di sana,” tukas Sacha.“Iya. Hanya mencoba saja. Siapa tau Fred sedang senggang waktunya.”Mereka melanjutkan sarapan. Louis bercerita bahwa pagi ini ia akan diajak bermain baseball oleh teman-temannya. Sementara Sacha ada pertemuan dengan dokter kulit di pabrik kosmetiknya.Tepat saat semuanya selesai makan, Frederix menelepon melalui telepon genggam William. Lelaki itu langsung mengaktifkan video call agar semua dapat melihat Frederix.&ldquo
William menatap ngeri pemandangan di depannya. Hanson sedang menghadap cermin dan menjahit sendiri luka di bibirnya yang sobek. Lelaki itu tampak santai saja melakukannya.Mengalihkan perhatian, William memilih kembali menandatangani berkas-berkas. Dengan sigap, Eddie yang berdiri di sampingnya membantu. Saat William selesai dengan berkas-berkas, Hanson pun selesai menjahit lukanya. Eddie kemudian meninggalkan keduanya di ruangan.“Apa kita sudah selesai? Kamu sudah memaafkan aku?” tanya Hanson pada William sambil merapikan perlengkapan kedokterannya.“Aku salut pada kejujuranmu. Tuhan saja bisa memaafkan. Ya, aku memaafkanmu. Tetapi, kau sangat tau, aku tidak melupakan orang-orang yang menyulitkanku.”“Bagaimana aku menyulitkanmu?” Kening Hanson berkerut dalam.“Keyna selalu mengeluh setiap hari. Itu menyulitkanku. Aku paling tidak bisa melihatnya susah dan sedih.” Wajah William terlihat sendu saat membicarakan sang istri.Kini, Hanson dapat melihat cinta pada diri sang kakak angkat.
Makan malam kali ini dipenuhi cerita penolakan Keyna bertemu Hanson. William menceritakan bahwa pengawal melapor dosen itu sangat ingin berbicara dengan istrinya di kampus. Apa daya, pengawal yang dikirim William untuk menjaga istrinya begitu banyak sehingga tidak ada celah bagi lelaki itu untuk bisa mendekati Keyna.Sacha juga bercerita bagaimana ia menolak kedatangan Hanson ke mansion untuk bertemu Keyna. Tentu saja yang paling antusias bercerita adalah Louis. Pemuda itu menuturkan dengan bersemangat.“Saat itu, aku baru pulang main baseball. Aku lihat ada mobil Hanson. Jadi langsung saja aku tabrak,” ucap Louis.“Mobilmu rusak juga dong?” tanya Sacha.“Tak apa. Itu mobil sponsor yang memiliki bengkel pribadi. Jadi, biaya pemeliharaan dan perbaikannya gratis.”Lalu Sacha menoleh dan menatap Daddynya. “Dad, aku tidak menyangka Daddy mengangkat adik yang kurang ajar begitu.”William mengembuska
Malam harinya, tanpa membuang waktu, William dan keluarganya bertolak ke bandara untuk pulang. Tidak ada alasan lagi bagi William untuk menetap di Pulau Chantal setelah mengetahui sang putra baik-baik saja. Mereka pun pergi tanpa berpamitan pada sang pemilik pulau. William sudah bertekad menutup semua akses komunikasi dengan Chantal maupun semua wanita. Mengingat pernyataan keras Keyna, William merinding. Sejak itu, matanya tak pernah lepas dari sang istri. Hatinya sangat tidak tenang jika mereka berjauhan. "Cha, Keyna kenapa akhir-akhir pendiam, ya?" tanya William. "Apa Keyna masih marah, ya sama Daddy?" Sacha sedang duduk di depan meja kerja sang Daddy. Menatap berkas perusahaannya yang akan bergabung dengan perusahaan Will Universe. Kini matanya mengamati wajah William yang termenung. "Daddy masih berurusan dengan ibu-ibu komite sekolah Princess? Atau masih berhubungan dengan Chantal?" "Tidak sama sekali, Cha." Akhirnya mereka berkesimpulan, Keyna memang sedang lelah saja. M
Untuk mengalihkan rasa kesal, Keyna berjalan-jalan sendirian di tepi laut. Pulau ini memang cantik dan eksotik. Gabungan antara penduduk pribumi dan modern masih sangat kentara. Namun begitu, pelayan di sekitar resort terlihat telah lebih mengenal peradaban. “Cantik, ya?” Kepala Keyna menoleh ke samping. Chantal berdiri dengan wajah menatap laut. Wanita itu menarik napas dalam-dalam menghirup udara laut dan mengembuskannya perlahan. “Mau menemaniku berkeliling?” Itu bukan sebuah ajakan, nada suara Chantal jelas menuntut Keyna untuk ikut. Tangan kanan wanita pulau itu terentang ke sisi kanan untuk memberi kode agar berjalan. Keduanya berjalan menyisiri pinggir laut. Angin hampir saja menerbangkan topi lebar yang dikenakan Keyna jika ia tidak memeganginya. Sementara Chantal dengan santai berjalan tanpa alas kaki menembus angin yang mengibarkan pakaian tipis hingga lekuk tubuhnya tampak jelas terlihat. “Aku sudah berhasil membawa peradaban modern ke pulau ini. Namun begitu, sebagai
“Baby, jangan cemberut terus. Tolong, maafkan aku,” mohon William saat mereka telah dalam pesawat.Keyna tidak menjawab. Ia sibuk menatap laptopnya dan memberikan layanan kesehatan melalui online. Bahkan saat William kembali berkata, Keyna langsung mengenakan headset hingga suara suaminya sama sekali tidak terdengar lagi.William mengembuskan napas berat. Ia tau dirinya salah. Tetapi, bukankah alasannya cukup masuk akal? Apa ini karena Keyna cemburu?Pusing memikirkan sikap istrinya, William bangkit dari duduknya. Lelaki itu mengecup puncak kepala Keyna sebelum berjalan menjauh. Ia mendatangi Princess yang sedang bermain dengan Sacha.“Kenapa Daddy meninggalkan Keyna?” tanya Sacha.“Keyna sedang konsultasi online.”“Pasti Keyna marah pada Daddy.”“Iya, sepertinya begitu.”“Kenapa Mommy marah pada Daddy?” tanya Princess.Keduanya lalu tersadar bahwa P
“Akh … kalian sudah saling kenal?” Chantal menatap Louis dan Lily bergantian.“Mmm … kami teman masa kecil, Nyonya Chantal,” balas Lily menyeringai.“Oh ya? Menarik, sangat menarik.” Mata Chantal berbinar mendengar jawaban Lily.Sementara itu, Louis masih terpana dengan pemandangan di depannya. Chantal sampai menggeleng kemudian terkekeh. Wanita itu kemudian pamit.“Baiklah. Aku tinggalkan kalian berdua untuk bernostalgia.”“Terima kasih, Nyonya Chantal," balas Lily dengan santun.Sebelum Chantal berlalu, ia menyempatkan diri mengedipkan sebelah matanya pada Louis. Wanita itu juga mengusap dada Louis dan berbisik pelan di telinga lelaki muda itu.“Mungkin ini jawaban dari rasa penasaranmu.”Louis tersentak sedikit. Kepalanya menoleh menatap kepergian Chantal. Lalu, tersadar saat Lily kembali menyapanya.“Kamu baik-baik saja?”“Entahlah. Bertemu lagi denganmu … cukup mengejutkan,” aku Louis.Kepala wanita cantik bergaun putih itu meneleng ke kanan. Bibirnya rapat namun menyunggingkan s
Pertemuan dengan Chantal, sama sekali tidak mencerahkan Louis. Wanita itu malah melenggang santai meninggalkan Louis yang masih tidak mengerti. Chantal hanya berpesan untuk menghubunginya kapan saja ia butuh.Louis menatap bayangan Chantal. Ia bisa bebas memandangi tubuh Chantal dari tampak belakang. Setelah wanita pulau itu menghilang, Louis segera keluar dari restoran.“Permisi, hari ini aku ada jadwal menyelam. Apa perlengkapan untukku sudah siap?” tanya Louis pada pegawai resort.Lelaki pribumi yang diajak bicara itu bertelanjang dada, mengenakan sarung yang panjangnya hanya sampai lutut serta pengikat kepala khas pulau. Ia tersenyum ramah dan mengangguk pada Louis.“Silahkan, Tuan Louis,” jawab si lelaki sambil mengarahkan jalan.“Apa perjalanan kita jauh?”“Tidak, Tuan. Kita akan naik kapal ke tengah laut, setelah itu Anda baru bisa turun dan menyelam.”“Ada pengawas atau pelatih yang akan menemaniku?”“Saya sendiri yang akan menemani Tuan.”Louis mengangguk. Mereka berkenalan.
“Tersesat?”Louis berhenti berjalan. Tidak ada siapa-siapa di dekatnya. Suara seksi dari arah belakang itu pasti memang menyapanya.Pemuda tampan itu membalik tubuh. Menahan napas sejenak begitu melihat sosok yang berdiri dengan senyum menggoda. Mata hitamnya mengerjap pelan.“Ehm.” Louis menjernihkan tenggorokannya. “Tersesat? Tidak. Aku memang mau berkeliling.”“Oh. Ini saatnya makan siang. Kamu tidak ke restoran?”“Setelah ini aku ke restoran.”“Dari arah sini kamu tidak akan menemukan apa pun selain lorong yang ujungnya buntu. Bagaimana kalau kita ke restoran saja. Aku tau jalan tercepat ke sana.”Louis terpana. Bukan karena suara seksi itu. Wanita ini terlihat manis dengan kulit kecoklatan yang mengkilat. Sekilas ia mengamati. tubuhnya berisi dengan tonjolan dan lekukan yang proporsional.Masalahnya, wanita di depannya ini memakai gaun panjang tembus pandang. Ia hanya mengenakan celana dalam. Bagian dada wanita itu tercetak jelas melalui bahan tipis bermotif bunga dan tertutup s
“William,” panggil Keyna.Cepat, William menoleh. Tersenyum manis pada Keyna dan merengkuh bahunya.“Ya, Baby? Sudah selesai melihat-lihat kelas Princess-nya?”“Sudah. Princess sudah mau masuk sekolah,” ucap Keyna.Seorang wanita tersenyum dan menyapa Keyna. “Oh, ini Mommynya Princess, ya?”“Akh, ya. Kenalkan, ladies. Ini istriku, Keyna.” William kemudian menatap istrinya. “Baby, kenalkan ini ibu-ibu komite yang luar biasa kontribusinya pada sekolah.”Sambil memaksakan senyum, Keyna menyalami para ibu yang sejak tadi mengerubungi sang suami. Lalu ia memberi kode pada suaminya untuk pergi dan mengantar Princess kembali ke kelas.“Kami permisi dulu ke kelas Princess,” ucap Keyna dengan nada yang dibuat seramah mungkin, padahal hatinya sangat kesal.“Oke. Setelah mengantar Princess, ke sini lagi, ya. Kita ngobrol-ngobrol dulu. Jarang-jarang kan Mommy Keyna muncul di sekolah.”Ucapan salah satu wanita itu seolah menyindir Keyna. Dengan menggenggam tangan William, Keyna menatap satu per-sa
Setengah jam William berbincang dengan Chantal. Lelaki itu menutup teleponnya sambil tersenyum dan menggeleng samar. Ia kembali ke kamar, naik ke ranjang dan tidur.Pagi harinya, Keyna bangun lebih dulu. Ia mencium suaminya dan bergegas ke kamar Princess. Putri cantik itu sudah bangun, namun masih mengobrol di ranjang bersama Ferina.“Selamat pagi,” sapa Keyna.“Mommyy …. “Princess merentangkan tangannya meminta Keyna memeluknya.Ferina tersenyum menatap keduanya. “Aku ke kamar tamu dulu, ya. Mau mandi dan bersiap-siap ke rumah sakit.”“Oke, Auntie Ferina.”Ferina mencium pipi Princess sebelum keluar. Keyna menggenggam sekilas tangan sahabatnya. Pintu menutup dan langkah Ferina yang menjauh tak terdengar lagi.“Apa Princess Mommy tidur nyenyak hari ini?”“Iya. Tapi Princess bangun sebentar karena Auntie menangis.”“Auntie Ferina menangis?”“Iya, karena aku pakai selimut dari Uncle Hanson.”Keyna mengamati sekitar ranjang. Selimut dari Hanson tidak ada di sana. Ia lalu kembali menatap
“Bagaimana Ferina hari ini, Baby?” tanya William pada istrinya.Mereka sedang berbaring di ranjang. Berbincang tentang aktifitas padat yang William dan Keyna lakukan hari ini. Keyna meletakkan kepalanya pada dada William.“Matanya tidak bisa berbohong. Aku tau, ia masih sangat berduka. Walaupun ia bisa tersenyum pada semua orang yang memeluknya dan mengucapkan bela sungkawa,” jawab Keyna.“Aku lihat Ferina sangat berusaha untuk tegar. Ia melakukannya demi janin di rahimnya.”“Betul. Ferina bilang padaku, yang menguatkannya saat ini adalah adanya benih Hanson pada tubuhnya.”William mengembuskan napas berat. Tangannya mengelus rambut panjang sang istri. Sesekali ia mengecup rambut halus itu.“Apa Ferina sekarang masih tidur di kamar Princess?”“Masih.”“Apa putri kita terganggu?”Kepala Keyna mendongak menatap sang suami. “Kenapa terganggu?”“Siapa tau, Princess terbangun karena mendengar isak tangis Ferina di malam hari.”“Princess tidak pernah bercerita tentang hal itu. Aku asumsikan