Tawa Hanson meledak. Selama beberapa saat Keyna membiarkan lelaki tampan di hadapannya mencemooh dirinya. Kemudian, tawa Hanson mendadak berhenti melihat wanita di depannya menatap dengan tajam."Kamu berhalusinasi kan? Seorang Keyna bisa menjadi istri bilioner terkemuka dunia?" Hanson mendengus geli."Jangan terlalu percaya diri, walaupun saat ini memang sedang dekat dengan keluarga Dalton sehingga mungkin kamu berharap demikian.""Ck ck ck ... Keyna, Keyna. Aku tau siapa kakak angkatku. Lelaki yang tidak mudah jatuh cinta pada wanita. Bahkan mendiang istri cantiknya yang telah memberi tiga orang anak rupawan pun tidak mampu membuat William mencintainya.""Aku yakin kamu saat ini hanya merasa menang karena bisa membawanya ke ranjang," imbuh Hanson tetap dengan nada tidak percaya.Wajah Keyna memerah hingga ke telinga. Wanita itu segera berdiri. Masih dengan tatapan tajam kepada sang dosen."Jika tidak ada lagi yang ingin Anda sampaikan tentang akademis, saya permisi!"Keyna membantin
“Aku mau mandi dulu, Will,” rengek Keyna.William menatap istrinya. Tangannya menggenggam tangan Keyna. “Ya sudah.”Sebelum keluar dari kamar Sacha, William tiba-tiba berhenti karena mengingat sesuatu. Lelaki itu membalik kembali tubuhnya dan menatap sang putra bungsu.“Lou.”“Ya, Dad.”“Saat tiba di mansion, kepala polisi menelepon Daddy. Beliau mengatakan kamu mengebut di jalan dengan iringan banyak pengawal hingga menyebabkan kemacetan yang cukup parah. Ada apa?”Mata Louis mengerjap-ngerjap dengan sering. Ia melirik Keyna untuk meminta bantuan. Namun, sama seperti Louis, Keyna pun terlihat bingung menjawab. Tetapi, kepalang basah, William pasti akan mengetahui alasannya juga.“Iya, Dad. Lou tadi memang ngebut di jalan,” aku Louis.“Kamu pikir jalanan itu sirkuit nenek moyangmu? Jangan kamu ulangi lagi! Lagipula kamu bersama Keyna saat mengebut tadi kan?” William berkata dengan nada tinggi.“Itu … itu aku yang minta, Will. Jangan marah pada Louis.” Keyna menenangkan William.Kini,
Pagi ini, Keyna sudah aktif kembali bekerja sebagai dokter residen. Ternyata cuti satu bulan membuatnya rindu menangani pasien. Tetapi, ia juga merasa sedih karena tidak ada Frederix yang akan menemaninya makan siang.Mendengar keluh kesah sang istri, William berinisiatif menelepon putra sulungnya. Satu kali tidak ada jawaban. Hingga tiga kali, Frederix masih juga belum menjawab.“Pasti masih sibuk kerja, Dad. Perbedaan waktu kita dengan negara Kak Fred kan lima jam lebih cepat di sana,” tukas Sacha.“Iya. Hanya mencoba saja. Siapa tau Fred sedang senggang waktunya.”Mereka melanjutkan sarapan. Louis bercerita bahwa pagi ini ia akan diajak bermain baseball oleh teman-temannya. Sementara Sacha ada pertemuan dengan dokter kulit di pabrik kosmetiknya.Tepat saat semuanya selesai makan, Frederix menelepon melalui telepon genggam William. Lelaki itu langsung mengaktifkan video call agar semua dapat melihat Frederix.&ldquo
William menatap ngeri pemandangan di depannya. Hanson sedang menghadap cermin dan menjahit sendiri luka di bibirnya yang sobek. Lelaki itu tampak santai saja melakukannya.Mengalihkan perhatian, William memilih kembali menandatangani berkas-berkas. Dengan sigap, Eddie yang berdiri di sampingnya membantu. Saat William selesai dengan berkas-berkas, Hanson pun selesai menjahit lukanya. Eddie kemudian meninggalkan keduanya di ruangan.“Apa kita sudah selesai? Kamu sudah memaafkan aku?” tanya Hanson pada William sambil merapikan perlengkapan kedokterannya.“Aku salut pada kejujuranmu. Tuhan saja bisa memaafkan. Ya, aku memaafkanmu. Tetapi, kau sangat tau, aku tidak melupakan orang-orang yang menyulitkanku.”“Bagaimana aku menyulitkanmu?” Kening Hanson berkerut dalam.“Keyna selalu mengeluh setiap hari. Itu menyulitkanku. Aku paling tidak bisa melihatnya susah dan sedih.” Wajah William terlihat sendu saat membicarakan sang istri.Kini, Hanson dapat melihat cinta pada diri sang kakak angkat.
Makan malam kali ini dipenuhi cerita penolakan Keyna bertemu Hanson. William menceritakan bahwa pengawal melapor dosen itu sangat ingin berbicara dengan istrinya di kampus. Apa daya, pengawal yang dikirim William untuk menjaga istrinya begitu banyak sehingga tidak ada celah bagi lelaki itu untuk bisa mendekati Keyna.Sacha juga bercerita bagaimana ia menolak kedatangan Hanson ke mansion untuk bertemu Keyna. Tentu saja yang paling antusias bercerita adalah Louis. Pemuda itu menuturkan dengan bersemangat.“Saat itu, aku baru pulang main baseball. Aku lihat ada mobil Hanson. Jadi langsung saja aku tabrak,” ucap Louis.“Mobilmu rusak juga dong?” tanya Sacha.“Tak apa. Itu mobil sponsor yang memiliki bengkel pribadi. Jadi, biaya pemeliharaan dan perbaikannya gratis.”Lalu Sacha menoleh dan menatap Daddynya. “Dad, aku tidak menyangka Daddy mengangkat adik yang kurang ajar begitu.”William mengembuska
William memegang secarik kertas yang diberikan Keyna. Membaca satu baris kalimat yang ditulis adik angkatnya dengan sedikit senyum di bibir. Sementara Keyna hanya duduk sambil merenung. “Aku yakin di dalam hatimu, sebenarnya kamu sudah memaafkan Hanson,” ucap William pelan sambil meletakkan kertas tersebut di meja. Keyna mendongakkan kepala. Menatap William yang berdiri di hadapannya. Kepalanya kemudian mengangguk. “Mau aku temani bertemu dengannya?” tawar William lagi. “Ini masalahku dengan Hanson. Aku ingin menyelesaikannya sendiri,” tolak Keyna. “Baiklah, Baby. Aku mengerti.” “Terima kasih karena kamu selalu penuh pengertian, sayang,” ucap Keyna sambil memegang kedua tangan sang suami. Bilioner itu segera mengecup kedua tangan istrinya. “Aku percaya kamu mampu menyelesaikan masalah ini, Baby.” “Masalah yang selesai hanya dengan kata maaf,” cetus Keyna. “Aku akan pastikan bukan cuma kata itu yang akan kamu dapatkan. Hanson harus merubah sikap buruknya. Kejadian denganmu ini
Tidak hanya sekali hari ini Hanson mencoba berinteraksi dengan Keyna. Namun, wanita itu tetap menunjukkan ekspresi datar. Begitu selesai kuliah pun, Keyna langsung menghilang sebelum Hanson sempat memanggilnya.Dengan langkah gontai, professor muda itu menelusuri koridor dan masuk ke ruangannya. Memikirkan cara apa lagi yang bisa ia gunakan untuk berbicara dengan Keyna. Kepalanya menggeleng frustasi saat ia tidak menemukan jawaban."Tok, tok, tok."Hanson melirik pintu. Jarang sekali ia menerima tamu kecuali ia sendiri yang mengundang. Padahal saat ini pun ia sedang malas bertemu siapa-siapa."Masuk," balas Hanson.Namun pintu itu tidak mengayun terbuka. Hanson mengerutkan kening. Beberapa saat menatap benda persegi panjang berbahan kayu itu yang tidak juga bergerak."Tok, tok, tok."Pintu diketuk lagi. Ada apa dengan orang ini, kenapa tidak masuk saja? Siapa dia sampai aku harus membukakan sendiri pintunya? Hanson berbicara sendiri sambil berdiri lalu membukakan pintu."Siapa .... "
Ya. Dalam hati, Keyna ingin Hanson bisa hadir. Paling tidak, jika terjadi sesuatu pada jantung William saat di sirkuit, ada dokter yang kompeten.“Kalau Hanson bisa, kenapa tidak?”“Akan aku tanyakan padanya nanti.”Sambil menunggu saat makan malam, keluarga Dalton kembali melakukan panggilan video call dengan Frederix. Putra sulung William itu terlihat masih berada di kantor. Di meja kerjanya terdapat satu cangkir kopi.“Sudah berapa gelas kopi hari ini, Fred,” tanya Keyna.“Tiga gelas.”“Sudah, ya. Nanti kamu jadi sulit tidur.”Frederix hanya tersenyum menanggapi nasehat Keyna. Padahal, Keyna sangat khawatir. Anak sulung William itu pecandu kopi. Dan keluarga mereka memiliki riwayat jantung. Wanita itu takut, berlebihan kafein akan mempengaruhi kesehatan Frederix.“Maksimal tiga cangkir saja. Lebih dari itu, kafeinnya bisa membuat jantungmu berdebar,” cetus Keyna.“Sebaiknya kamu menuruti nasehat Keyna, Kak Fred. Asal tau saja, ibu tiri kalau marah, menyeramkan,” tukas Louis.Louis