Ya. Dalam hati, Keyna ingin Hanson bisa hadir. Paling tidak, jika terjadi sesuatu pada jantung William saat di sirkuit, ada dokter yang kompeten.“Kalau Hanson bisa, kenapa tidak?”“Akan aku tanyakan padanya nanti.”Sambil menunggu saat makan malam, keluarga Dalton kembali melakukan panggilan video call dengan Frederix. Putra sulung William itu terlihat masih berada di kantor. Di meja kerjanya terdapat satu cangkir kopi.“Sudah berapa gelas kopi hari ini, Fred,” tanya Keyna.“Tiga gelas.”“Sudah, ya. Nanti kamu jadi sulit tidur.”Frederix hanya tersenyum menanggapi nasehat Keyna. Padahal, Keyna sangat khawatir. Anak sulung William itu pecandu kopi. Dan keluarga mereka memiliki riwayat jantung. Wanita itu takut, berlebihan kafein akan mempengaruhi kesehatan Frederix.“Maksimal tiga cangkir saja. Lebih dari itu, kafeinnya bisa membuat jantungmu berdebar,” cetus Keyna.“Sebaiknya kamu menuruti nasehat Keyna, Kak Fred. Asal tau saja, ibu tiri kalau marah, menyeramkan,” tukas Louis.Louis
Hanson mengangguk. “Senang berkenalan dengan Anda, Dokter Cedric.”Keduanya makan sambil mengobrol tentang pekerjaan di rumah sakit. Mereka sama sekali tidak menyinggung kehidupan pribadi masing-masing. Hingga akhirnya alarm terdengar di atas kepala mereka.Pesawat mengapung di udara. Tepatnya berhenti. Petugas mengatakan mereka sedang meminta izin untuk melintas dan menunggu konfirmasi.“Pesawat kita akan ditembak jika melintas tanpa izin.” Begitu kata lelaki yang menjadi penghubung mereka.Lima menit telah berlalu. Mereka belum juga bisa melintas. Malah kini ada beberapa helicopter dengan tentara bersenjata laras panjang di kiri dan kanan badan pesawat.Hanson melihat petugas menghampiri penghubung dan mendiskusikan sesuatu. Mereka melirik Hanson dan Cedric. Lalu, sang penghubung menggeleng samar.“Ada apa sebenarnya?” Hanson akhirnya tidak bisa membendung rasa penasarannya. Namun pertanyaan itu hanya ia ucapkan pelan kepada Cedric.Dengan lemah, Cedric menjawab, “Entahlah, Prof.”P
Pertandingan formula satu akhirnya berlangsung. Louis sejak tiga hari yang lalu sudah dikarantina oleh panitia khusus. Namun begitu, pemuda itu selalu memberi kabar melalui telepon untuk menenangkan sang Daddy.Berkali-kali, Keyna menasehati William. Ia harus siap dengan segala kemungkinan yang terjadi di sirkuit. Keyna bahkan menyarankan suaminya untuk pergi jika merasa debaran jantungnya mulai tidak terkendali. Tak mau terjadi perselisihan dengan sang istri, William hanya tersenyum sambil mengangguk.Sirkuit begitu meriah. William, Keyna dan Sacha mendapat tempat VVIP. Tentu saja William juga membawa banyak pengawal di antara mereka. Pengawal yang terdiri dari para lelaki dan wanita yang berpengalaman menjaga keluarga Dalton tampak bersiaga."Berikan lenganmu, sayang," ucap Keyna.Dengan senang hati, William menjulurkan tangannya. Keyna menekan nadi pada tangan sang suami dan menghitung detaknya. Setelah selesai, bilioner itu malah menggenggam tangan sang istri.Penampakan keduanya
Keesokan harinya, Jaslan dan Edith datang tergopoh-gopoh. Jaslan langsung menghampiri Keyna sementara Edith berbicara dengan Louis dan Sacha. Dengan mata merah dan sembab, Keyna menceritakan kronologi kejadian hingga William tak sadarkan diri.“Prof. Adam bilang saat ini William sengaja ia tidurkan?” tanya Jaslan.“Iya. Prof. Adam takut William tidak dapat menguasai emosinya lagi,” balas Keyna.“Kamu sudah menelepon Hanson?”Keyna menatap Jaslan dengan tatapan sendu. Ia baru menyadari bahwa Jaslan belum tau Hanson sudah pergi ke negara konflik. Kepalanya menggeleng, wanita itu mulai terisak kembali.“Hanson sedang dikirim untuk mengobati seseorang di negara konflik.”“Apa? Kapan?”Meluncurlah cerita tentang kepergian Hanson. Keyna juga mengatakan William memberi adik angkatnya waktu satu bulan untuk menyelesaikan tugasnya di sana. Lalu, bilioner tersebut akan mengirim pesawat pribadi untuk menjemput Hanson.Kepala Jaslan menggeleng. “Itu terlalu lama untuk William. Ia harus dioperasi
Semua orang menatap William yang terbaring lemah. Tubuh berototnya telah dipasangi banyak alat dan selang. Bahkan mulut dan hidungnya ditutup oleh masker oksigen.Mata William mengerjap perlahan. Menangkap samar-samar beberapa bayangan di depannya. Bibirnya tersenyum sedikit saat mengenali salah satu bayangan tersebut adalah istrinya.“Sayang,” sapa Keyna sambil mengelus kepala William. “Frederix datang. Kita semua ada di sini menemanimu.”Kepala William mengangguk pelan. Satu-persatu, Frederix, Sacha dan Louis menghampiri dan mencium Daddy mereka. Satu butir air mata menetes dan turun ke pipi William.“Daddy, aku sudah pulang. Aku akan temani Daddy.”“Cha masih butuh Daddy. Daddy harus sembuh.”“Terima kasih, Dad. Aku menang dan baik-baik saja. Sekarang, Daddy juga harus baik-baik saja, ya.”Frederix, Sacha dan Louis bergantian menyemangati sang Daddy. Keyna menghapus air mata yang mengalir dengan senyum manis. Berusaha setengah mati untuk tetap terlihat tegar.Napas William begitu l
Grafik detak jantung William semakin menurun. Terpaksa Keyna diseret keluar dari kamar perawatan intensif. Beberapa dokter ahli berdatangan ke ruang tersebut.Kini, Keyna hanya bisa menangis sesunggukan di pelukan Sacha. Menyalahkan diri sendiri karena mungkin pembicaraannya dengan William justru memicu emosi. Tak lama kemudian, tubuh Keyna terkulai lemas.Serentak, Frederix, Sacha dan Louis menjerit tertahan. Keyna tak sadarkan diri. Louis segera membopong tubuh lemas itu ke salah satu ruangan.Setelah dapat disadarkan, Keyna kembali menangis. Ketiga putra-putri William hanya dapat saling memandang dengan prihatin. Mereka pun sedang merasa resah dan sangat paham akan perasaan Keyna.Dokter mengatakan sebaiknya William tetap ditidurkan sampai Hanson datang. Keadaannya sudah dapat distabilkan saat ini. Keyna mengangguk mendapat informasi tersebut."Kamu makan dulu ya, Key," ucap Louis.Keyna mengangguk. Ia sangat sadar untuk menjaga kesehatan dan kewarasannya. Walaupun makanan yang dib
Keyna mendekati ranjang sang suami. Mengusap lengannya dan tersenyum. Air mata harunya terus mengalir di pipi. Segera saja ia menghapusnya. Melalui tanda-tanda vital, William kini sudah stabil dan berhasil melewati masa kritis.“Kita kabarkan pada putra-putrinya. William sudah berhasil melewati masa kritis. Kita tinggal menunggunya siuman,” ajak Hanson.Rasanya Keyna enggan meninggalkan William. Ia harus berada di samping suaminya. Ingin jika mata William terbuka, lelaki itu pertama kali melihat sosok dirinya.Namun, Hanson kembali menyeret Keyna keluar. Beberapa suster masuk dan melakukan prosedure untuk memindahkan William ke ruang perawatan. Hanson dan Keyna keluar dari ruang operasi.Saat di luar, ketiga putra dan putri William beserta Jaslan sengera berdiri. Keyna berhamburan ke pelukan Sacha. Hanson mengabarkan kondisi William dan meminta semuanya menunggu bilioner itu terjaga.“Syukurlah.”“Terima kasih, Ya, Tuhan.”Semuanya menyambut kabar suka cita tersebut. Hanson mengatakan
"Pergi kalian dari hadapanku. Kalian mengganggu kebersamaanku dengan Keyna," maki William pada Jaslan dan Edith.Pasangan suami istri itu langsung datang begitu ada kabar William telah siuman. Edith membawa karangan bunga besar yang indah. Dan mengatakan ia memutuskan membeli bunga tersebut karena promo diskon setengah harga."Kami masih mau menemanimu, Will. Memastikan bahwa kau bisa melewati hari ini. Dari pada kami pergi, lalu kau kambuh lagi," balas Jaslan santai."Sial kau! Kau menyumpahiku kambuh lagi?" William kembali memaki."Jika sahabatmu ini sudah lancar mengumpat orang, artinya ia sudah sembuh," cetus Edith.William mendengus. " Kalian sangat serasi sekarang. Sama-sama tidak waras.""Ya Tuhan, Will. Bisakah kau sejenak saja bermulut manis kepada kami? Asal kau tau kami kembali memangkas liburan demi mengunjungimu," ungkap Jaslan.William mengembuskan napas panjang. Ia mencoba menegakkan posisi duduk. Jaslan segera membantu sang sahabat."Baiklah. Terima kasih atas kunjunga