“Jadi, Daddy tidak dapat memilih sendiri? Kalian tidak percaya pada pilihan Daddy?”“Seperti Serena itu?” tanya Sacha seraya mencebikkan bibirnya.“Kamu belum pernah bertemu dengannya. Kenapa kamu seperti membencinya, Sacha,” ucap William sambil terkekeh.“Sacha pernah bertemu di kantor Daddy, kok. Dia bergaya seolah dia telah menjadi istri syah Daddy. Menyebalkan!”“Oh ya? Kapan itu?”“Satu minggu setelah kami di sini. Aku dan Kak Fred sedang bekerja di perusahaan Daddy dan tiba-tiba saja ia muncul seperti hantu di siang bolong.”William spontan menyemburkan tawanya. Lelaki itu lalu mendengar bagaimana pertemuan pertama Sacha dan Fred dengan Serena.“Daddy tidak serius ‘kan dengan wanita itu?”“Tidak. Kamu juga pasti sudah mendengar kabar bahwa Daddy mengusir Serena dari mansion ini, bukan?”“Iya. Tetapi, Louis hanya bercerita singkat tentang itu.”“Intinya Daddy dan Serena sebenarnya tidak memiliki hubungan khusus. Hanya, Serena selalu berpikir bahwa suatu saat Daddy akan melamarnya
“Kau gila, Jas!” umpat William seraya menghempas teleponnya ke ranjang.Kepala bilioner itu menggeleng-geleng keras. Selalu saja bicara dengan Jaslan membuatnya semakin kesal. Sahabatnya itu selalu tepat menggodanya.“Tapi apa benar ia telah jatuh cinta pada perawat kurus itu?” William kembali menggelengkan kepala.“Bastian!” teriak William.Tak lama, Bastian masuk tergopoh. “Ada apa, Tuan?”“Bantu aku mandi.”Bastian mengangguk. Ia segera mengikuti Tuannya ke kamar mandi. Pelayan setia itu mengisi bathtub dan mengatur kehangatan air di dalamnya.Susah payah, Bastian mengangkat bobot tubuh atletis tuannya masuk ke dalam bathtub. Setelah itu, ia mengangkat kedua kaki William untuk masuk ke dalam air. Pelayan itu keluar saat William sudah berendam santai.Sambil menggosok tubuhnya, William kembali memikirkan apa yang diucapkan sahabatnya. Memang, ia akui, beberapa kali hasratnya tersulut melihat Keyna. Bahkan, kejantanannya mulai dapat menegang beberapa kali saat mendapat sentuhan peraw
Dua minggu kemudian, William dan Keyna semakin akrab. Perawat itu kini mulai tampak lebih cerewet dan ceria. Bahkan, William kerap kali tertawa terbahak-bahak saat bercanda dengan Keyna.Seperti saat ini ketika mereka sedang sarapan bersama. William mengatakan akan kedatangan tamu para arsitek yang akan membangun aviary. Lalu, lelaki itu meminta Keyna mendampinginya.“Tuan sengaja, ya, membuat jadwal pertemuan sore hari agar aku bisa ikut?”“Iya.”“Tuan takut pingsan hingga membutuhkan saya mendampingi Anda?”William mengerutkan keningnya. “Kenapa kamu menduga saya akan pingsan?”“Tuan pasti sangat shock melihat proposal pembangunan aviary tersebut. Apalagi melihat biayanya,” cetus Keyna.Tawa William akhirnya meledak. Sudut matanya sampai mengeluarkan air mata karena tertawa. Kepalanya menggeleng pelan.“Menurutmu begitu?”“Iya.”“Atau mungkin kamu yang akan pingsan, Key?”“Benar juga. Lalu siapa yang akan membantuku jika aku pingsan?”“Bastian.”“Kalau begitu, Bastian juga harus iku
Mendengar pernyataan William, entah mengapa Keyna merasa terkena sengatan listrik. Tubuhnya bergetar pelan. Ia tau ia hanya gede rasa. Tak mungkin, Tuan Besarnya merasakan hal yang sama dengannya. Terpesona. Segera ia membuang rasa itu.Di akhir pertemuan, para perancang bangunan itu mendeskripsikan rincian perkiraan biaya pembangunan aviary. Sekali lagi, Keyna membulatkan mulutnya. Tubuhnya bahkan limbung jika tidak dipegangi Bastian. Wanita itu juga tidak dapat menghitung berapa deret angka pada layar di depan mereka.Para tamu akhirnya pulang. Mereka berjanji bertemu kembali satu bulan kemudian. Keyna segera menghampiri William. Ia lalu menunduk dan berbisik di dekat telinga suami pura-puranya, “Anda benar, Tuan. Saya hampir saja pingsan tadi.”William menoleh. “Kenapa?”“Saya terkejut sekali dengan perkiraan biaya pembangunan aviary itu.”William akhirnya tergelak mengerti. “Dengan permintaanku yang rinci dan sulit, aku rasa harga lima puluh milyar adalah wajar.”“Dan untuk orang
“Apa? Ke Jerman, Tuan?” sentak Keyna kaget. “Tetapi, saya tidak memiliki …”“Passport?” potong William. “Semua sudah diurus Bastian. Kamu tinggal menyiapkan diri untuk membantu putraku di sana.”Keyna terpaku di tempat. Bolehkah ia menolak tugas ini? Bukankah pekerjaannya hanya sebagai perawat William? Tetapi, ia menyukai Louis. Pemuda itu sangat ramah dan baik hati kepadanya.“Keyna!” bentak William. “Jangan melamun. Ayo berkemas!”“I-iya, Tuan,” sahut Keyna terbata. Tanpa bisa ia kontrol, kakinya melangkah cepat ke dalam kamar dan segera mengepak barang-barangnya.“Tu-tuan?” takut-takut Keyna menyapa William yang sedang menatap ponselnya dengan serius. “Mmm … berapa lama kita di Jerman?”“Sampai urusan kita selesai.”Wanita itu melorotkan bahunya. Ia lalu berjalan ke ruang perawatan. Keyna mengepak obat-obatan William, beberapa alat kesehatan yang penting serta alat-alat terapi portable. Sambil menata barang-barang tersebut, Keyna bingung bagaimana dengan kuliahnya?“Aku sudah minta
Louis memberengut mendengar ucapan Daddy-nya. “Apartemen ini sudah cukup mewah dan mahal, Dad.”“Daddy tau. Daddy bangga kamu bisa membelinya.”Lalu, Louis tersipu malu. “Sebenarnya aku tidak membelinya. Ini fasilitas dari sponsor yang akan membiayaiku pertandingan.”William menatap putranya. “Siapa sponsormu?”“Perusahaan automotive mobil listrik, Dad. Vector Tech.”Mulut William sebenarnya gatal untuk memberi wejangan. Namun, tepat saat ia akan berbicara, Keyna menghampiri mereka. Wanita itu datang dengan baki kecil berisi jarum suntik, satu botol kecil obat, cairan steril, kapas serta plester.“Benar terdeteksi kandungan benzodiazepine dalam darah Tuan Muda. Sebenarnya akan hilang dalam waktu tiga sampai lima hari. Sayangnya, racun itu akan bertahan di urine Tuan Muda selama beberapa minggu,” jelas Keyna.“Kamu bisa menetralkan darahnya?” tanya William cepat.“Bisa.” Keyna memperlihatkan jarum suntik kembali ke arah Louis. “Saya izin menyuntik lengan atas Anda, ya.”Dengan pasrah,
Louis menatap pesawat pribadi Daddy-nya yang telah lepas landas. Pemuda itu tersenyum mendapat begitu besar perhatian William. Perhatian yang ia pikir tidak akan pernah ia dapatkan.Anak bungsu itu kehilangan sosok ibunya saat masih berusia tiga belas tahun. Ia tidak pernah akrab dengan William yang sangat sibuk. Apalagi, ia memang tinggal di asrama sekolah.Keyna yang selama tiga hari menemani dan memeriksa kesehatannya menemukan keganjalan pada ritme jantung putra bungsu Keluarga Dalton itu. Louis telah tau ia memiliki kelainan pada salah satu katup jantung. Setelah kejadian yang membuat detak jantung William terhenti, Louis akhirnya menyadari bahwa ia mendapatkan penyakit bawaan dari Daddy-nya.“Aman, kok, Key. Jangan khawatir. Bahkan aku selalu lolos pada pemeriksaan jantung saat latihan,” ucap Louis saat Keyna mengutarakan temuannya.“Tetapi ini beresiko, Tuan Muda. Anda bekerja sebagai pembalap yang memacu adrenalin, bisa saja tiba-tiba sesak napas atau nyeri pada dada saat bert
Pagi harinya, baik Keyna maupun William tampak lesu. Agaknya pikiran mereka menyedot energi keduanya. Mereka sarapan dalam diam.Hingga akhirnya Keyna pamit untuk kuliah, William hanya mengangguk pelan. Biasanya lelaki itu memerintahkan banyak pesan pada Keyna sebelum perawat itu pergi. Namun kali ini, lidahnya terasa kelu untuk berbicara.Bastian menemani William duduk di taman. Lelaki itu kembali memperhatikan proses pembangunan aviary. Tetapi, pandangannya kosong tak bermakna.“Tuan?” sapa Bastian perlahan.William tidak merespon.“Tuan William?” Bastian kembali mengulangi sapaannya.William menoleh sedikit. Matanya berkaca-kaca menatap Bastian. Wajah sedih itu membuat pelayan setianya bingung.“Ada apa, Tuan?”Kepala William menggeleng samar. “Kamu yang ada apa membuyarkan lamunanku.”“Maaf, Tuan. Saya hanya mau mengingatkan, waktunya minum vitamin sekarang. Tuan
Malam harinya, tanpa membuang waktu, William dan keluarganya bertolak ke bandara untuk pulang. Tidak ada alasan lagi bagi William untuk menetap di Pulau Chantal setelah mengetahui sang putra baik-baik saja. Mereka pun pergi tanpa berpamitan pada sang pemilik pulau. William sudah bertekad menutup semua akses komunikasi dengan Chantal maupun semua wanita. Mengingat pernyataan keras Keyna, William merinding. Sejak itu, matanya tak pernah lepas dari sang istri. Hatinya sangat tidak tenang jika mereka berjauhan. "Cha, Keyna kenapa akhir-akhir pendiam, ya?" tanya William. "Apa Keyna masih marah, ya sama Daddy?" Sacha sedang duduk di depan meja kerja sang Daddy. Menatap berkas perusahaannya yang akan bergabung dengan perusahaan Will Universe. Kini matanya mengamati wajah William yang termenung. "Daddy masih berurusan dengan ibu-ibu komite sekolah Princess? Atau masih berhubungan dengan Chantal?" "Tidak sama sekali, Cha." Akhirnya mereka berkesimpulan, Keyna memang sedang lelah saja. M
Untuk mengalihkan rasa kesal, Keyna berjalan-jalan sendirian di tepi laut. Pulau ini memang cantik dan eksotik. Gabungan antara penduduk pribumi dan modern masih sangat kentara. Namun begitu, pelayan di sekitar resort terlihat telah lebih mengenal peradaban. “Cantik, ya?” Kepala Keyna menoleh ke samping. Chantal berdiri dengan wajah menatap laut. Wanita itu menarik napas dalam-dalam menghirup udara laut dan mengembuskannya perlahan. “Mau menemaniku berkeliling?” Itu bukan sebuah ajakan, nada suara Chantal jelas menuntut Keyna untuk ikut. Tangan kanan wanita pulau itu terentang ke sisi kanan untuk memberi kode agar berjalan. Keduanya berjalan menyisiri pinggir laut. Angin hampir saja menerbangkan topi lebar yang dikenakan Keyna jika ia tidak memeganginya. Sementara Chantal dengan santai berjalan tanpa alas kaki menembus angin yang mengibarkan pakaian tipis hingga lekuk tubuhnya tampak jelas terlihat. “Aku sudah berhasil membawa peradaban modern ke pulau ini. Namun begitu, sebagai
“Baby, jangan cemberut terus. Tolong, maafkan aku,” mohon William saat mereka telah dalam pesawat.Keyna tidak menjawab. Ia sibuk menatap laptopnya dan memberikan layanan kesehatan melalui online. Bahkan saat William kembali berkata, Keyna langsung mengenakan headset hingga suara suaminya sama sekali tidak terdengar lagi.William mengembuskan napas berat. Ia tau dirinya salah. Tetapi, bukankah alasannya cukup masuk akal? Apa ini karena Keyna cemburu?Pusing memikirkan sikap istrinya, William bangkit dari duduknya. Lelaki itu mengecup puncak kepala Keyna sebelum berjalan menjauh. Ia mendatangi Princess yang sedang bermain dengan Sacha.“Kenapa Daddy meninggalkan Keyna?” tanya Sacha.“Keyna sedang konsultasi online.”“Pasti Keyna marah pada Daddy.”“Iya, sepertinya begitu.”“Kenapa Mommy marah pada Daddy?” tanya Princess.Keduanya lalu tersadar bahwa P
“Akh … kalian sudah saling kenal?” Chantal menatap Louis dan Lily bergantian.“Mmm … kami teman masa kecil, Nyonya Chantal,” balas Lily menyeringai.“Oh ya? Menarik, sangat menarik.” Mata Chantal berbinar mendengar jawaban Lily.Sementara itu, Louis masih terpana dengan pemandangan di depannya. Chantal sampai menggeleng kemudian terkekeh. Wanita itu kemudian pamit.“Baiklah. Aku tinggalkan kalian berdua untuk bernostalgia.”“Terima kasih, Nyonya Chantal," balas Lily dengan santun.Sebelum Chantal berlalu, ia menyempatkan diri mengedipkan sebelah matanya pada Louis. Wanita itu juga mengusap dada Louis dan berbisik pelan di telinga lelaki muda itu.“Mungkin ini jawaban dari rasa penasaranmu.”Louis tersentak sedikit. Kepalanya menoleh menatap kepergian Chantal. Lalu, tersadar saat Lily kembali menyapanya.“Kamu baik-baik saja?”“Entahlah. Bertemu lagi denganmu … cukup mengejutkan,” aku Louis.Kepala wanita cantik bergaun putih itu meneleng ke kanan. Bibirnya rapat namun menyunggingkan s
Pertemuan dengan Chantal, sama sekali tidak mencerahkan Louis. Wanita itu malah melenggang santai meninggalkan Louis yang masih tidak mengerti. Chantal hanya berpesan untuk menghubunginya kapan saja ia butuh.Louis menatap bayangan Chantal. Ia bisa bebas memandangi tubuh Chantal dari tampak belakang. Setelah wanita pulau itu menghilang, Louis segera keluar dari restoran.“Permisi, hari ini aku ada jadwal menyelam. Apa perlengkapan untukku sudah siap?” tanya Louis pada pegawai resort.Lelaki pribumi yang diajak bicara itu bertelanjang dada, mengenakan sarung yang panjangnya hanya sampai lutut serta pengikat kepala khas pulau. Ia tersenyum ramah dan mengangguk pada Louis.“Silahkan, Tuan Louis,” jawab si lelaki sambil mengarahkan jalan.“Apa perjalanan kita jauh?”“Tidak, Tuan. Kita akan naik kapal ke tengah laut, setelah itu Anda baru bisa turun dan menyelam.”“Ada pengawas atau pelatih yang akan menemaniku?”“Saya sendiri yang akan menemani Tuan.”Louis mengangguk. Mereka berkenalan.
“Tersesat?”Louis berhenti berjalan. Tidak ada siapa-siapa di dekatnya. Suara seksi dari arah belakang itu pasti memang menyapanya.Pemuda tampan itu membalik tubuh. Menahan napas sejenak begitu melihat sosok yang berdiri dengan senyum menggoda. Mata hitamnya mengerjap pelan.“Ehm.” Louis menjernihkan tenggorokannya. “Tersesat? Tidak. Aku memang mau berkeliling.”“Oh. Ini saatnya makan siang. Kamu tidak ke restoran?”“Setelah ini aku ke restoran.”“Dari arah sini kamu tidak akan menemukan apa pun selain lorong yang ujungnya buntu. Bagaimana kalau kita ke restoran saja. Aku tau jalan tercepat ke sana.”Louis terpana. Bukan karena suara seksi itu. Wanita ini terlihat manis dengan kulit kecoklatan yang mengkilat. Sekilas ia mengamati. tubuhnya berisi dengan tonjolan dan lekukan yang proporsional.Masalahnya, wanita di depannya ini memakai gaun panjang tembus pandang. Ia hanya mengenakan celana dalam. Bagian dada wanita itu tercetak jelas melalui bahan tipis bermotif bunga dan tertutup s
“William,” panggil Keyna.Cepat, William menoleh. Tersenyum manis pada Keyna dan merengkuh bahunya.“Ya, Baby? Sudah selesai melihat-lihat kelas Princess-nya?”“Sudah. Princess sudah mau masuk sekolah,” ucap Keyna.Seorang wanita tersenyum dan menyapa Keyna. “Oh, ini Mommynya Princess, ya?”“Akh, ya. Kenalkan, ladies. Ini istriku, Keyna.” William kemudian menatap istrinya. “Baby, kenalkan ini ibu-ibu komite yang luar biasa kontribusinya pada sekolah.”Sambil memaksakan senyum, Keyna menyalami para ibu yang sejak tadi mengerubungi sang suami. Lalu ia memberi kode pada suaminya untuk pergi dan mengantar Princess kembali ke kelas.“Kami permisi dulu ke kelas Princess,” ucap Keyna dengan nada yang dibuat seramah mungkin, padahal hatinya sangat kesal.“Oke. Setelah mengantar Princess, ke sini lagi, ya. Kita ngobrol-ngobrol dulu. Jarang-jarang kan Mommy Keyna muncul di sekolah.”Ucapan salah satu wanita itu seolah menyindir Keyna. Dengan menggenggam tangan William, Keyna menatap satu per-sa
Setengah jam William berbincang dengan Chantal. Lelaki itu menutup teleponnya sambil tersenyum dan menggeleng samar. Ia kembali ke kamar, naik ke ranjang dan tidur.Pagi harinya, Keyna bangun lebih dulu. Ia mencium suaminya dan bergegas ke kamar Princess. Putri cantik itu sudah bangun, namun masih mengobrol di ranjang bersama Ferina.“Selamat pagi,” sapa Keyna.“Mommyy …. “Princess merentangkan tangannya meminta Keyna memeluknya.Ferina tersenyum menatap keduanya. “Aku ke kamar tamu dulu, ya. Mau mandi dan bersiap-siap ke rumah sakit.”“Oke, Auntie Ferina.”Ferina mencium pipi Princess sebelum keluar. Keyna menggenggam sekilas tangan sahabatnya. Pintu menutup dan langkah Ferina yang menjauh tak terdengar lagi.“Apa Princess Mommy tidur nyenyak hari ini?”“Iya. Tapi Princess bangun sebentar karena Auntie menangis.”“Auntie Ferina menangis?”“Iya, karena aku pakai selimut dari Uncle Hanson.”Keyna mengamati sekitar ranjang. Selimut dari Hanson tidak ada di sana. Ia lalu kembali menatap
“Bagaimana Ferina hari ini, Baby?” tanya William pada istrinya.Mereka sedang berbaring di ranjang. Berbincang tentang aktifitas padat yang William dan Keyna lakukan hari ini. Keyna meletakkan kepalanya pada dada William.“Matanya tidak bisa berbohong. Aku tau, ia masih sangat berduka. Walaupun ia bisa tersenyum pada semua orang yang memeluknya dan mengucapkan bela sungkawa,” jawab Keyna.“Aku lihat Ferina sangat berusaha untuk tegar. Ia melakukannya demi janin di rahimnya.”“Betul. Ferina bilang padaku, yang menguatkannya saat ini adalah adanya benih Hanson pada tubuhnya.”William mengembuskan napas berat. Tangannya mengelus rambut panjang sang istri. Sesekali ia mengecup rambut halus itu.“Apa Ferina sekarang masih tidur di kamar Princess?”“Masih.”“Apa putri kita terganggu?”Kepala Keyna mendongak menatap sang suami. “Kenapa terganggu?”“Siapa tau, Princess terbangun karena mendengar isak tangis Ferina di malam hari.”“Princess tidak pernah bercerita tentang hal itu. Aku asumsikan